Jus Tomat

Disclaimer : Naruto (c) Masashi Kishimoto

Story : Alice Amani Neverland

Rated : T

Warnings! : AU, SasuNaru/NaruSasu tergantung pandangan anda, sho-ai, OOC, typo(s), EYD messed up, dan kesalahan manusiawi lainnya. DLDR. And don't forget to drop your review. Enjoy ~

.

.

.

.

.

.

.

.

#1 : Perfect Stranger

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Naruto mengoleskan nutella rasa coklat hazelnut ke salah satu sisi rotinya, lalu langsung melahapnya sementara tangannya beralih untuk mengikat tali-tali sepatunya dengan gusar. Sesekali ia melirik arlojinya yang entah kenapa tampak berjalan lebih cepat dari biasanya.
15 menit lagi bel masuk. Dan ini adalah hari pertamanya di kelas yang baru.
Ia bahkan belum mendapatkan denah bangkunya.

Ah, sial. Sayangnya Lee tidak kebagian kelas yang sama lagi dengannya sehingga dia kelabakan, tidak tau harus bergantung pada siapa.
Biasanya, Naruto akan sarapan omelet atau ramen instan yang sama sekali tidak bergizi. Tapi dia juga punya roti untuk saat-saat genting seperti ini. Saat dia bangun kesiangan.

"Aku pergi dulu!" Seru Naruto seraya mengunci pintu rumahnya kemudian berlari cepat menuju sekolah yang jaraknya bisa dibilang jauh.
Oh, dan tadi itu dia tidak berpamitan pada siapapun, tapi pada pintu rumahnya. Karena memang tidak ada siapapun disana.

Hari ini, adalah hari pertama dimulainya tahun ajaran baru Konoha Gakuen. Naruto mendapatkan kelas baru yang letaknya di lantai tiga. Menempati kelas yang berada diatas selalu menjadi idaman bocah pirang itu. Tahun pertama dan kedua dia mendapatkan lokasi kelas dilantai dasar dan itu membosankan.

Naruto mulai membaca denah bangku di tangannya dengan serius. Ia memperhatikan nama-nama itu, siapa tahu setidaknya ada satu teman yang sudah ia kenal dari kelas sebelumnya. Ada, memang. Tapi cuma dua orang. Hyuuga Hinata dan Aburame Shino. Dan keduanya tidak cukup akrab dengan Naruto.
Sial. Dia harus beradaptasi dari awal lagi dong? Seperti sekolah baru saja.

Selain dua nama itu, ada satu nama lagi yang cukup familiar baginya.

Uchiha Sasuke.

Naruto menelan ludah. Bukan, kali ini bukan karena ia mengenal Sasuke di kelas sebelumnya.
Mereka tak pernah mengenal satu sama lain. Tapi nama Sasuke cukup bersahabat sejak gosip menyeramkan soal kepribadian sang Uchiha itu menguar setiap hari.

Katanya, Uchiha Sasuke adalah anak yang aneh, selalu menyendiri dan tampak seperti orang sakit. Ada juga yang mengatakan kalau dia penderita schizophrenia.

Takut, tentu saja. Tapi juga penasaran.
Apakah benar ada orang seperti itu di sekolah ini? Atau mereka hanya membesar-besarkan saja cuma karena Sasuke itu pendiam?
Ah, Neji juga pendiam. Tapi dia tak pernah di tuduh macam-macam.
Maksudnya, mustahil ada asap jika tak ada api, bukan?

Naruto mengedarkan pandangan keseluruh ruangan yang akan menjadi kelasnya selama satu tahun ke depan.
Jumlah bangkunya sedikit lebih banyak. Naruto melihat denahnya lagi, lalu melihat kelasnya lagi. Dia mendapat kursi di barisan kedua dari depan, di sebelah jendela! Sempurna.
Dia selalu suka memandang keluar dari tempat yang tinggi.

Sedetik sebelum kakinya melangkah menuju kesana, pandangannya tertarik pada sosok yang duduk sendirian di kursi paling belakang. Dia tampak jauh dari murid-murid lain yang berkelompok dan berbincang satu sama lain. Orang itu, memakai jaket panjang hitam, duduk menunduk dalam diam dan kulitnya terlihat pucat seperti orang mati. Naruto menelan ludah berkat aura gelap yang datang dari sana.

Pasti. Itu Sasuke.

Sosok itu sepertinya sadar tengah dipandangi, ia mengangkat wajahnya dan ketika pandangan mereka bertemu, Naruto mengalihkan tatapannya dengan panik, lalu bergegas menuju kursinya. Ia duduk, berpura-pura membaca denahnya dengan serius. Sial.
Naruto bersumpah dia belum pernah melihat mata seperti itu. Menakutkan.
Seolah siap membunuh.
Seolah Naruto adalah korban berikutnya.

Gila. Jantung Naruto sampai terpacu kencang karenanya.
Mulutnya terus komat-kamit membaca doa, sampai sesosok kepala Nanas menghampiri dan berkata...

"Kau bisa baca terbalik, Naruto?"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Minggu pertama berjalan cukup normal meski jujur saja, Naruto sedikit takut atas keberadaan Sasuke.
Orang itu diam saja rasanya sudah sangat menyeramkan.

Naruto belum sempat akrab dengan salah satu murid di kelas yang di dominasi manusia pintar ini. Tentu saja, tipe jenius tak akan mudah diajak berteman.
Mungkin wali kelas Naruto yang dulu yang mengusulkan agar ia di tempatkan diantara murid-murid pintar supaya lebih giat belajar. Yah, Naruto sempat mendengar ancaman itu soalnya.

Siang itu, jam olahraga.
Bahkan, suasana ruang ganti saja terasa khidmat sekali. Tak ada yang ngobrol atau sekedar membicarakan sesuatu. Kelas seperti ini sih, terlalu membosankan!

"Oi shikamaru" Naruto mencoba mencairkan suasana.

"Apa?"

"Sasuke tidak ikut olahraga? Dari tadi aku tidak melihatnya"

"Dia memang tidak pernah ikut olahraga"

"Haah?" Naruto membulatkan matanya "Bagaimana kau tahu?"

"Dulu aku sekelas dengannya"

Wah, ini menarik.

"Sama sekali tidak pernah ikut?" Tanya Naruto yang di sambut dengusan malas bocah berkepala nanas itu.

"Tidak pernah"

"Kenapa?"

"Aku tidak tahu dan aku tidak peduli" Setelah selesai memakai kaus olahraganya, Shikamaru segera keluar dari ruang ganti sambil menguap, sebelum si pirang bertanya lebih banyak lagi.
Dia bukan tipe yang suka mengobrol.

"Tch. Kalian tidak asik" Naruto lalu memakai celana olahraganya sebelum keluar.

Hari ini, anak laki-laki akan bermain voli. Dan untuk anak perempuan, lari jarak menengah.

Sebelum voli dimulai, Gai sensei membagi mereka menjadi dua tim berdasarkan urutan absen.
Untunglah, olahraga adalah keahlian Naruto dibandingkan pelajaran lain yang membuatnya melongo.
Voli. Atau apapun lah, asalkan melibatkan fisik, Naruto jagonya.

Dan benar saja, tim Naruto menang telak di babak pertama. Naruto menjulurkan lidah lalu memukul pantatnya untuk mengejek tim lawan. Dan setiap timnya mencetak angka, Naruto akan menjerit heboh sambil lompat-lompat.
Mereka cuma mendecak bosan atas sikap kekanakan Naruto.
Ini kan cuma penilaian kelas, bukan pertandingan Nasional.

"Ayo main lagi!" Seru Naruto saat jam olahraga berakhir.

"Jamnya sudah selesai"

"Habis ini kan istirahat. Kita main saja!"

"Kau tidak pernah capek ya?"

"Oh ayolah Shino. Sebentar saja" Shino tak menanggapi permohonan Naruto, tentu saja.

Tak berhasil, Naruto mengajak Shikamaru. Lalu Choji. Tetap saja, nihil.
Mereka kelelahan.
Tapi tidak dengan bocah pirang hiperaktif ini.

"Huh. Membosankan" Naruto menggerutu saat teman-temannya mulai bubar.

Tak lama berselang, matanya tertarik dengan pemandangan di ujung lapangan.
Sasuke.
Sosok itu tengah duduk, memeluk lutut-lututnya di bawah pohon yang lebat. Seperti orang sakit.

Entah kenapa, lama kelamaan Naruto merasa kasihan juga.
Sasuke selalu sendirian. Baik di kelas maupun di tempat lain. Kenapa sih tidak ada satupun orang yang mengajaknya bicara atau setidaknya menganggap Sasuke itu ada?

Naruto lalu mendekat kesana. Ia berjongkok di hadapan Sasuke yang tengah meringkuk.
Suara nafas tersengal terdengar seketika.

"Sasuke?" Naruto mencoba memanggil. Ia bisa melihat Sasuke berkeringat deras sambil bernafas dengan susah payah. Ia meraih lengan Sasuke dan mengguncangnya. Dingin. "Oi. Kau sakit ya?"

Sasuke pun mendongak. Membuat Naruto hampir saja terpental kebelakang karena kaget. Wajah itu tampak sangat pucat dan kacau. Matanya sedikit merah. Tidak. Matanya memang merah. Dan mata itu kini menatap lurus kearah Naruto dengan pandangan setajam pedang.

Naruto merinding.

"Kau.. Sa-kit?" Ia menelan ludah "M-Mau kuantar ke ruang kesehatan?"

Sasuke tidak menjawab dan masih bernapas dengan berat. Dia tampak tersiksa sekali. Naruto sempat mengira Sasuke ini bisu atau tuli karena pemuda itu tak pernah memberi respon apapun.
Tapi detik berikutnya, tak disangka-sangka, suara parau meluncur dari bibir tipis itu.

"Jus.. To-mat" Ucapnya tersengal.

Naruto mengeriyit dengan hidung melebar. Heran.

"Hah? Maksudnya?"

KRIIIIIIIIING!

Suara bel masuk itu pun meredam percakapan abstrak mereka.
Sasuke berusaha berdiri dengan satu tangan yang meremas dadanya. Ia tampak meringis sakit dengan nafas yang masih belum stabil dan keringat sederas sungai.

Merasa miris dengan pemandangan itu, Naruto menawarkan bantuan.

"B-Biar kubantu" Ia mencoba meraih lengan Sasuke untuk memapahnya, tapi dengan telak, pemuda pucat itu menampiknya kasar.
Keadaan sudah seperti orang sekarat saja masih sombong.

Sasuke berjalan tertatih sendiri. Menjauh. Sementara kepala si pirang kini di rundung jutaan pertanyaan.
'Sasuke itu kenapa?'
'Apa dia sakit?'
'Apa mentalnya baik-baik saja?'
'Maksud dari jus tomat itu apa?'
'Kenapa jam istirahatnya sudah selesai?'

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Duk. Duk. Duk. Duk.

Naruto terkerjap seketika. Ia mengangkat wajah dan segera menyeka 'sungai lokal' yang tercetak di ujung bibirnya karena ketiduran. Dia mengedipkan matanya beberapa kali. Dan rupanya suara tadi asalnya dari Shikamaru yang tengah berdiri di depan kelas sambil mengetuk-ngetuk whiteboard dengan penghapus.

"Dengar semuanya!" Seru Shikamaru yang menjabat sebagai ketua kelas diruangan itu "Mabui-sensei tidak bisa mengajar hari ini karena sakit-"

Riuh terjadi. Para murid perempuan tergelak senang, dan lainnya mempertanyakan soal sakit apa gurunya itu.

Duk. Duk. Duk.

"Aku belum selesai!" Tambah Shikamaru "Sensei memberikan tugas untuk kita. Lembar kerja siswa halaman dua puluh sampai tiga puluh tiga, dikumpulkan saat jam terakhir"

Naruto tak peduli dan berniat untuk kembali tidur. Tapi saat ia tengah menyiapkan buku untuk ia jadikan bantal sementara, pandangannya tertarik lagi, tentu. Sasuke yang kelihatannya masih sakit itu tampak beranjak dari kursinya, lalu berjalan keluar kelas.
Ah, apa yang dilakukan manusia macam Sasuke saat jam kosong begini, ya.
Tak hanya Naruto. Seisi kelas juga mendelik senyap ke arah sang Uchiha yang jarang-jarangnya keluar kelas itu.
Suasana kembali riuh saat sosok Sasuke tidak terlihat lagi.

Penasaran.

Naruto beranjak dari duduknya lalu menghampiri bangku Ino dan Sakura yang ia tahu sempat sekelas dengan Sasuke.

"Oi kalian" Naruto meraih sembarang kursi kosong yang menganggur lalu duduk disana.

"Apa?" Ino mengerling sambil menopang dagu. Gadis genit yang satu ini sukses membuat Naruto menelan ludah.

"Kalian dulu sekelas dengan Sasuke kan?"

"Iya, memangnya kenapa?"

"Tidak, aku penasaran saja. Apa kalian tahu kenapa dia bisa sangat.. Yah.." Naruto menggaruk tengkuknya bingung. Tak tahu kalimat tepat apa yang harus ia lontarkan untuk mendeskripsikan Sasuke. Aneh, gila, sakit, atau.. Apa sih?

"Terlihat seperti orang sekarat sepanjang hari?" Sakura terkikik. Nah, itu juga.

"Padahal dia sangat ganteng" Timpal Ino.

"Kenapa dia begitu sih?"

"Banyak gosip soal dia, Naruto. Aku juga bingung mana yang benar"

"Karena semua rasanya benar" Ino menambahkan. Sakura lalu mengangguk setuju.

"Ceritakan padaku dong" Naruto mencondongkan tubuhnya agar bisa mendengar lebih jelas.

"Uh. Baiklah. Terserah kau mau percaya versi yang mana, ya" Ino berdehem dramatis sebelum melanjutkan ucapannya "Disekolah ini, tak ada seorangpun yang tahu dia tinggal dimana. Ada yang bilang, dia itu pecandu narkoba karena dia tidak terlihat sehat. Ada juga yang bilang, dia anggota kelompok teroris. Dan yang terakhir, psikopat"

"HAH? Gila!" Jerit Naruto spontan. Beberapa sampai menoleh karena kaget.

"Diam Naruto!" Ino meletakkan telunjuk dibibirnya, mengisyaratkan agar Naruto tidak berisik.

"Ehh iya, iya maaf" Naruto nyengir "Terus, yang menurutmu benar itu yang mana?"

"Psikopat"

"Memangnya ada bukti?"

"Yah dibilang bukti juga agak.." Ino dan Sakura saling pandang untuk sesaat. Tampak tidak yakin atas ucapannya sendiri "Waktu festival musim panas, kami sempat melihat Sasuke di gudang olahraga sedang membersihkan dirinya dari lumuran.. Darah"

Naruto terbelalak seketika.

"D-Darah, katamu?" Naruto menelan ludah. Ino dan Sakura mengangguk bersamaan.

"Karena itu, sebaiknya kau jangan berurusan dengannya"

Masa sih, di sekolah ini ada psikopat?

Yang benar saja?

Dan Naruto sekelas dengannya?

Takut. Pasti.
Tapi jujur saja, Naruto masih penasaran.
Apalagi mereka sempat berbincang walaupun cuma sebentar.

'Jus tomat'

Apa maksudnya?

Jangan-jangan Sasuke ingin membunuh Naruto, dan 'jus tomat' adalah kata rahasia untuk itu.
Jangan-jangan saat pulang nanti, Sasuke akan menghadangnya di jalan, menggenggam pisau pemotong daging dengan seringai mengerikan di wajahnya.

Tak berselang lama, kelas mendadak hening bersama atmosfir gelap dan beku yang memasuki ruangan. Senyap seketika.

Sasuke kembali.

Jantung Naruto terpompa hebat karena pikiran liarnya tentang Sasuke.

Darah. Sayatan.
Rasanya Naruto ingin berteriak saja.
Dia melirik ke arah Sasuke yang duduk di kursinya dengan tenang.
Dia tampak sedikit lebih...Sehat?
Berbeda dengan sebelumnya, meskipun wajahnya tetap pucat, ia tidak tampak seperti orang sekarat atau apa. Nafasnya bahkan tampak normal.

Jangan-jangan, Sasuke habis memakai narkoba?

Ah, mungkin saja dia lemas karena semua pecandu tampak seperti itu. Dan 'jus tomat' adalah sebutan untuk heroin pribadinya atau apa.

Tapi.. Bagaimana dengan darah yang diceritakan Ino dan Sakura tadi?

Tidak mungkin kan, Sasuke benar-benar seorang psikopat, penderita schizophrenia dan pemakai narkoba?

Naruto begidik ngeri disana.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Semenjak mendengar cerita Ino dan Sakura, Naruto tak pernah bisa menjalani aktivitas dengan tenang lagi.
Dia berangkat, sekolah, dan pulang dengan rasa takut luar biasa. Apalagi dia tinggal sendirian.
Rasanya, apapun yang ia lakukan tak pernah lepas dari tatapan membunuh Sasuke.
Seolah nyawanya bisa melayang kapan saja.

Pagi itu, sesaat sebelum bel masuk, Naruto menguap dan berjalan menuju toilet di lantai dasar.
Dia harus mencuci muka sebentar karena matanya benar-benar ngantuk.
Hampir semalaman penuh Naruto terjaga karena takut.
Dia hanya tidur sekitar dua jam. Dia bahkan tidak sadar kalau toilet didepannya ini adalah toilet wanita.

Naruto menguap lagi. Lalu tangannya meraih kenop pintu toilet di hadapannya dan segera masuk.

Dan pemandangan mengerikan seketika menyapa.

Naruto melotot dan tubuhnya beku seketika. Kaku. Tak bisa bergerak. Tenggorokannya tercekat tanpa suara dan jantungnya seolah berhenti.

Disana, seorang wanita yang ia kenal sebagai guru Kimianya, Kurenai-sensei, tampak terkapar tak sadarkan diri dengan darah di sekujur tubuhnya. Melimpah hingga membasahi lantai.
Dan,

Sasuke.

Pemuda Uchiha itu berjongkok di hadapan Kurenai dengan darah yang juga mengotori tangan dan sebagian wajahnya.
Sepasang mata merah itu mendelik tajam pada sang saksi mata yang masih bergetar dalam diam. Dan rasa takut.

Benar. Sasuke telah membunuh Kurenai-sensei dan Naruto melihatnya sendiri!

Kengerian macam apa ini?

Naruto tak boleh bergerak tiba-tiba karena bisa saja, Sasuke akan menyerangnya juga.

Lalu apa yang harus ia lakukan?

Keduanya hanya saling melemparkan pandangan siaga.
Dan sebelum Sasuke sempat bergerak, Naruto membalik badan dan-

Lari sekencang-kencangnya.

Gila.

Barusan itu apa!?

Naruto terus berlari dan berlari sejauh mungkin.
Darah itu.
Wajah itu.
Mata merah itu.
Seringai mengerikan itu.
Sesekali Naruto menabrak murid yang berlalu lalang. Mereka memarahi Naruto dengan kata-kata kasar tapi Naruto tidak peduli!
Dia panik luar biasa.
Harus kemana? Kelas?
Yang benar saja! Dia kan sekelas dengan Sasuke.
Naruto panik dan gusar sambil terus menggaruk rambutnya.

Dia. Harus. KEMANA?

Ah. Saat menoleh ke kanan, Naruto mendapati ruang kesehatan yang kosong. Tanpa berpikir lagi, dia memasuki ruangan itu dan menguncinya. Dengan sigap ia menutup semua tirai disana.

Naruto menaiki ranjang kecil yang terletak di pojok ruangan dan duduk meringkuk sambil berdoa.
Kamisama, Kamisama, Kamisama!
Keringat dingin mengucur deras dari pelipis Naruto dan jantungnya masih berdebar hebat.
Dia akan sembunyi disini sampai jam pulang.
Lalu, bagaimana perjalanan pulangnya nanti? Dia kan jalan kaki. Jangan-jangan dia akan mati sebelum sampai ke rumah.

Sial. Dia adalah saksi mata. Saksi TUNGGAL yang pastinya tak akan Sasuke biarkan begitu saja.

Ah, lapor polisi!

Segera saja Naruto merogoh saku celana dan meraih ponsel flipnya sebelum ia membantingnya kesal karena.. Tidak ada sinyal.

Habislah sudah. Tamat.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

KRIIIING!

Naruto terhenyak dari tidurnya berkat bel panjang yang memekakkan telinga.

Ah, dia ketiduran.

Naruto mengedarkan pandangannya ke segala sudut ruangan, dan rupanya dia masih mengunci diri di ruang kesehatan. Sial.
Naruto sempat berharap bahwa yang terjadi hari ini cuma mimpi.

Dia melirik ke arah jam yang tertancap di atas pintu. Menunjukkan pukul dua siang. Artinya, bel barusan adalah bel pulang. Naruto menghela nafas panjang.
Tenang, Naruto.
Lakukan dengan cepat dan semuanya akan selesai.

Naruto membuka pintu dengan pelan. Sebelum keluar, dia menengok kanan kiri. Memastikan tidak ada Sasuke atau pisau pemotong daging.

Dia lalu berjalan secepat mungkin menuju ruang guru untuk melaporkan apa yang pagi ini ia lihat.
Mereka akan menelpon polisi dan semuanya akan baik-baik saja. Ya.
Atau bahkan saat ini sudah ada orang lain yang melihat mayat wanita itu di toilet perempuan. Pasti begitu, kan?

Namun belum sampai Naruto memasuki ruangan itu, seseorang menyambutnya di ambang pintu. Seketika, Naruto membelalakkan matanya kaget.

"K-Kurenai.. Sen-sei?" Ucapnya terbata.

"Ada apa Naruto?" Wanita itu tersenyum dan.. Hidup! Bahkan tampak sehat! Tanpa darah sedikitpun.

Tidak mungkin. Naruto yakin sekali yang ia lihat di toilet tadi adalah Kurenai!

"Sensei.. B-Bukannya anda.. Sudah.."

"Sudah apa?"

"Tadi pagi. Di.. Toilet.."

"Ya. Tadi pagi aku memang ke toilet" Sahutnya santai seolah tak ada yang aneh "Memangnya kenapa?"

"Anda.. Tidak bertemu Sasuke?"

"Sasuke?" Dia tertawa kecil "Tidak, aku tidak bertemu dengannya"

Tidak. Naruto tidak berhalusinasi.

Dia benar-benar melihat kejadian itu. Sasuke-membunuh-Kurenai. Tepat di depan matanya.

Takut, Naruto segera membalikkan badannya dan berlalu tanpa pamit. Tidak mungkin semua ini cuma halusinasinya saja.
Itu nyata. Jelas sekali itu nyata.

Naruto berjalan frustasi sambil terus menoleh kanan kiri. Dia bahkan tak punya senjata apapun.
Ah, sebaiknya dia mengambil jalan pintas.

Naruto berjalan susah payah melalui hutan pinus di belakang sekolah. Ini satu-satunya jalan pintas yang tidak diketahui siapapun. Dia bisa sampai ke rumah dua kali lebih cepat.
Tanpa hentinya Naruto berdoa supaya dia bisa hidup.
Dia tidak ingin mati konyol di tangan teman sekelasnya sendiri.
Dan tak akan ada yang mempercayainya karena nyatanya Kurenai masih hidup.
Bagaimana bisa dia hidup?

Apakah Sasuke benar-benar manusia? Bukan penyihir atau semacamnya?
Makhluk macam apa sebetulnya dia itu?

"Mati. Cepat atau lambat aku pasti mati" Gumam Naruto pada dirinya sendiri.

"Kau ingin mati?"

Naruto membatu saat mendengar suara selain suaranya.

Ia tak berani menoleh.
Karena dia tahu siapa pemilik suara berat itu.

Karena dia tahu, ini akan menjadi akhir hidupnya.

"Sasuke.. Aku tidak akan mengatakannya pada siapapun. Aku bersumpah aku a-"

"Aku mencarimu kemana-mana" Sela Sasuke dengan suara dinginnya. "Kita bisa menyelesaikan ini, bukan?"

Naruto menelan ludah.

"Aku akan melakukannya dengan cepat, Naruto" Naruto bisa mendengar langkah kaki Sasuke yang mendekat. Si pirang lalu berdoa semoga saja, pisau pemotong daging tidak terlalu menyakitkan "Aku janji. Kau tidak akan merasakan apapun"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.
TO BE CONTINUED

.

.

.

.

A/N : Yak. Akhirnya saya nulis multi-chap SasuNaru juga. Semoga, anda semua suka walaupun ceritanya sedikit aneh.
Apa arti 'Jus tomat' dan kenapa judulnya jadi Jus tomat? Gaje banget ya? Hehe. Nanti juga tahu kok. Dan.. Alurnya cepat ya? As always, saya nggak berencana bikin fic yang terlalu panjang. Hehe.
Jangan lupa reviewnya, teman-teman ^^