Jus Tomat

Disclaimer : Naruto (c) Masashi Kishimoto

Story : Alice Amani Neverland

Rated : T

Warnings! : AU, SasuNaru/NaruSasu tergantung pandangan anda, sho-ai, OOC, typo(s), EYD messed up, dan kesalahan manusiawi lainnya. DLDR. And don't forget to drop your review. Enjoy ~Jus Tomat

.

.

.

.

.

.

#5 : Déjà vu

.

.

.

.

.

.

Tanpa mempertimbangkan apapun lagi, Naruto melesat dari tempatnya berdiri menuju dapur yang jaraknya setengah jauh itu.

Tapi sebelum kakinya menapak pada langkah panjang pertamanya, sebuah genggaman kencang menahan lengannya.

"Kau pikir kau mau kemana hah?! Kita sedang kebanjiran tamu tau!" Bentak Shikamaru yang tidak sama sekali dihiraukan oleh si pirang.

"OI LEPAS TTEBAYO!" Naruto panik, tapi Shikamaru justru menyeretnya kembali ke ambang kafe di bandingkan melepasnya sesuai permintaan.

"Selesaikan dulu tugasmu Naruto. Urusan dapur sudah ada Sasuke, Orochimaru-sensei dan-"

"ITU DIA MASALAHNYA-TTEBAYO!" Kesal, Naruto menghentikan langkah dan dengan paksa dia menarik tangan sang ketua kelas yang mencengkram lengannya. "Sasuke dalam bahaya! Terserah kau mau peduli atau tidak aku akan ke dapur!"

"Loh? Na-Naruto!" segera setelah Naruto hengkang dari tempatnya berdiri, Shikamaru secara naluri mengikuti langkah terburu pemuda itu. "Bahaya apa yang kau maksud Naruto?"

"Kau tidak akan percaya kalau aku bilang!"

"Tapi tindakanmu ini aneh, kau tahu!" Tidak tahan, Shikamaru pun mengeluarkan unek-uneknya dan teman-temannya soal ini. "Apa yang terjadi antara kau dan Sasuke? Kalian seperti Bonnie and Clyde, kemanapun bersama. Kalian menghabiskan sebagian besar jam pelajaran di ruang kesehatan. Kau juga sekarang tidak pernah ikut olahraga. Apa yang terjadi padamu!? Kami curiga dia melakukan sesuatu yang aneh pada-"

"URUSAI!" Entah untuk yang ke berapa kali Naruto geram. Dia tak pernah seperti ini sebelumnya. Dia tak pernah.. Se panik ini. "Ini bukan waktu yang tepat untuk membicarakan itu-ttebayo"

Dan tepat saat Naruto sampai pada ambang pintu dapur lalu membukanya kasar, ada panorama kacau yang sangat tidak ingin ia lihat.

Meja besar dapur tampak berantakan meskipun ruangan ini telah sepi sepenuhnya.
Peralatan seperti blender, mixer, sisa adonan dan barang pecah belah berserak acak seperti sisa perang.

"Astaga ada apa ini" Komentar Shikamaru. Sementara Naruto menyapu pandangannya ke segala penjuru ruangan.

Tak ada suara.

Tak ada Sasuke.

Namun tidak lama berselang, dia menemukan sosok terkapar tak sadarkan diri dipojok ruangan. Lebih tepatnya, dua sosok.
Maka segera saja, Naruto menghampiri mereka.

"Orochimaru-sensei? Hinata?!" Sergah Shikamaru lalu jongkok di sebelah Naruto yang tengah sibuk mengamati dua sosok itu dan menebak-nebak apa yang terjadi.

Ada mangkuk kecil yang pecah dengan puluhan butir bawang putih disekitarnya.

Serta belati mengkilap berwarna perak yang masih menempel di telapak terbuka Orochimaru. Ada noda darah yang kehitaman disana.
Bukan darah Orochimaru atau Hinata yang tampak merah mutlak di sekujur leher mereka.

"Naruto. Kita harus laporkan pada guru" Shikamaru tampak ragu-ragu untuk menyentuh apapun disana. "Ini kriminal. Sasuke menghilang dan dua orang meninggal penuh darah begini. Sudah pasti dia-"

"Mereka tidak mati, Shikamaru" Tukas Naruto. "Dalam empat puluh menit mereka akan bangun dan baik-baik saja"

Ya.

Naruto tahu.

Sasuke menggigit mereka.

Karena sang mata-mata berusaha membunuhnya dengan belati perak di hadapan manusia.

Mata-mata itu.. Orochimaru.

Dan darah di sekitar benda tajam itu.. Darah Sasuke.

Naruto mengantongi belati itu kedalam saku samping yang terdapat di seragam maid-nya.

"Kau pikir aku akan percaya begitu saja, Naruto?!" Shikamaru beranjak, berdiri penuh tuduhan pada si pirang. "Letakkan pisau itu. Itu akan menjadi barang bukti polisi. Kau tidak boleh melindungi Uchiha psikopat itu lagi Naruto!"

Habislah.

Apa yang harus Naruto katakan pada Shikamaru soal ini?

Dan dimana Sasuke sekarang?
Setelah tersayat, apakah dia baik-baik saja?

"Kau tidak mengerti apa-apa Shikamaru!" Naruto mulai frustasi disana. "Sasuke bukan psikopat dan mereka tidak mati! Percayalah!"

"Buktinya sudah terlihat jelas. Kita tidak bisa diam saja kau tahu itu"

Naruto mulai memutar pikirannya yang memang dilanda rumit. Dia menjambak pirangnya sendiri, rasanya ingin ia benturkan ke suatu tempat saat itu juga.
Kalau Naruto lari, Shikamaru akan semakin curiga bahwa dia dan Sasuke adalah pelaku tindak kriminal.
Dan kalau Naruto tetap disini, dia tak akan bisa menjangkau Sasuke sebelum akatsuki.

Dia tidak punya banyak waktu.

Dia juga tidak menjamin Shikamaru akan percaya sekalipun ia menceritakan yang sebenarnya.

"Aku hanya bisa menunjukkannya padamu" Naruto lalu berdiri. "Ikutlah denganku-ttebayo. Kita harus mencari Sasuke"

"Dengan pakaian seperti ini? Tidak. Aku hanya mau melapor pada guru tanpa keluar gedung. Biar mereka dan polisi yang cari"

"Kuso!" Tak mau ber argumen lagi, Naruto meraih lengan pemuda nanas itu dan menyeretnya paksa untuk ikut meskipun saat ini dia bahkan tak tahu harus mencari kemana.

Dia tak peduli dengan tatapan aneh orang-orang sepanjang mereka berjalan. Atau berlari. Setengah berlari.
Ada hal yang jauh lebih penting untuk di pusingkan saat ini.

Sasuke.

Naruto punya firasat bahwa sekalipun kabur, mungkin Sasuke akan mencari tempat terdekat untuk bersembunyi di bandingkan markas tuanya yang mungkin juga telah di curigai akatsuki.

Dan sesuai perkiraan, pintu rumah sempit Naruto telah terbuka, tidak terkunci seperti saat dia meninggalkannya tadi pagi.
Jangan-jangan akatsuki telah menemukan siapa manusia yang melindungi habblut buruan mereka.
Naruto menghambur masuk, dan yang ia temukan disana bukanlah akatsuki tapi..

"Sasuke!" Ada rasa lega, tapi sedikit bercampur panik karena Sasuke tidak tampak baik-baik saja disana.
Naruto mendekat pada sosok yang tengah terduduk di lantai itu, meringkuk dan mendesis perih.

Sementara Shikamaru merasakan kengerian aneh saat ia mendapati noda darah di sekitar mulut sang Uchiha.

"Naruto" Sasuke berkeringat deras, tampak seperti menahan sesuatu yang menyakitkan. "Kenapa kau bawa dia kesini?"

"Dia terlanjur melihat semuanya-ttebayo. Dan aku tidak punya waktu untuk menyiapkan alasan! Aku harus mencarimu" Naruto meraih lengan kiri Sasuke yang sejak tadi di remasnya dengan kuat. "Biar kulihat lukanya"

Mata Naruto melebar melihat luka sayatan yang cukup luas disana. Luka yang juga tampak seperti luka bakar. Melepuh dan agak hangus.

"Aku akan baik-baik saja" Sasuke menarik lengannya dari genggaman si pirang dan meremasnya lagi. "Aku sudah meminum sedikit darah. Lukanya akan pulih sebentar lagi"

Naruto hanya menanggapinya dengan diam, tak tahu harus menggambarkan kebodohannya dengan ucapan macam apa.
Naruto tidak bisa memenuhi janjinya.

Dia telah berjanji untuk menjaga sang Uchiha.

Dia telah berjanji tapi coba lihat luka itu..

Coba lihat wajah yang menahan perih itu..

"Baiklah Naruto. Kau masih belum menjelaskan apapun" Sela Shikamaru. "Dan Sasuke, kau tahu ini sudah cukup. Aku tidak bisa tinggal di-"

Ucapan Shikamaru terhenti saat yang terjadi di depan matanya adalah, luka lebar Sasuke yang perlahan menutup dengan sendirinya. Senti demi senti. Hingga pulih sepenuhnya dalam waktu tak lebih dari sepuluh detik.

"T-Tidak mungkin.."

"Apa kau masih akan percaya jika aku menceritakannya sebelum kau melihatnya sendiri-ttebayo?" Naruto menoleh ke arah Shikamaru yang masih tercengang takjub disana.

"S-Sasuke.. Kau ini sebenarnya apa?" Shikamaru menelan ludah.

Belum sempat pertanyaan itu terjawab, derapan langkah menginterupsi suasana canggung itu.
Sosok pemuda dengan rambut semerah bata memasuki ruangan, disusul pemuda dengan dua segitiga khas di pipinya yang melompat masuk melalui jendela.

Shikamaru kontan mundur beberapa langkah karena kaget.

"Sasuke-sama. Kami mencarimu kemana-mana" Gaara lantas mendekat pada sang Uchiha. "Ada kabar penting"

"LOH. KAU KAN.." Shikamaru menunjuk Kiba yang spontan balas menunjukknya.

"LAH. NGAPAIN KAU DISINI?" Kiba mendelik sosok dihadapannya. Sebagai tambahan, Shikamaru belum ganti baju. "Pffffft.."

"Kiba" Sela Sasuke.

"Ya?"

"Dia tahu terlalu banyak. Buat dia lupa"

Hening menyusup sesaat bersamaan dengan firasat buruk yang tiba-tiba menguar dari sudut pikiran Shikamaru.

'Buat dia lupa'

Kedengarannya seperti kode untuk menghajar kepala si nanas dengan benda keras sampai dia lupa ingatan dan tidak menjadi saksi hidup. Shikamaru berspekulasi bahwa Naruto berada di pihak para 'kriminal' ini sehingga meminta tolong pun akan percuma.

Si pirang yang tahu apa maksud ucapan Sasuke hanya menatap lantai dengan perasaan sedikit takut. Sebentar lagi akan ada pertunjukkan berdarah habblut-menggigit-teman-sekelasnya.

Tapi Naruto juga merasa ini langkah yang tepat.

Tak lama berselang, suara Shikamaru yang mengerang sakit dan berontak terdengar, pertanda Kiba tengah melancarkan gigitannya.
Hanya beberapa detik hingga sosok kepala nanas itu jatuh tak sadarkan diri.

Dalam empat puluh menit kedepan Shikamaru akan lupa bahwa hari ini pernah terjadi.
Naruto merasa lega untuk itu.

Semuanya akan baik-baik saja.

"Lalu bagaimana keadaan Karin?" Sasuke tampaknya telah pulih sekarang. Rupanya darah Hinata dan Orochimaru cukup membantu.

"Kami belum dengar apapun tentang dia" Sahut Kiba sembari menyeka sisa darah di ujung bibirnya. "Terakhir dia bilang, ada seorang akatsuki yang mengejarnya di konoha gakuen"

"Aku tahu disekolahku ada seorang mata-mata akatsuki. Tapi Orochimaru bersamaku di dapur dan menyerangku. Aku menggigitnya. Jadi mustahil jika dia mengejar Karin"

"Tidak" Sela Naruto. "Tidak jika yang mengejar Karin bukanlah Orochimaru-sensei"

Mungkinkah?

Mungkinkah pria baik yang Naruto temui itu adalah akatsuki?

Naruto tidak ingin mempercayainya tapi..

"Apa maksudmu, Naruto?"

"Naruto benar, hittou" Kiba menimpali. "Karin sempat bilang padaku, yang mengejarnya itu bukanlah Orochimaru tapi Itachi"

Jadi benar.

Jadi benar bahwa Itachi adalah seorang akatsuki.

Naruto agaknya tercengang, karena pemuda berambut panjang itu sama sekali tidak tampak seperti seorang pembunuh vampir dan habblut.

"Kita semua tahu untuk selamat dari kejaran Itachi itu mustahil. Meskipun Karin seorang wanita, dia tidak akan membiarkan Karin hidup" Tambah Kiba.

Dan Sasuke terpaku dengan raut yang sulit dimengerti. Dia menggenggam udara dalam kepalan tangannya yang kosong.
Tak perlu menjadi jenius untuk membaca kemarahan itu. Kemarahan yang entah apa artinya.

Ada sedikit. Sedikit sekali sengatan aneh yang datang di sudut batin Naruto.

Siapa.. Karin bagimu?

Kenapa dia tampak begitu penting?

"Hng.."

Detik berikutnya, semua kepala menoleh ke arah suara mengerang barusan.

Shikamaru menggeliat, padahal baru lima menit yang lalu Kiba menggigitnya.

"Kuso.." Desisnya sambil menyentuh daerah tengkuknya. "Kenapa kau menggigitku? Makhluk apa kau?"

Naruto melotot.

Kiba jawdrop seketika.

DEJA VU.

Shikamaru.. Tidak lupa?

"Ba-Bagaimana bisa?" Kiba mulai kalang kabut. Dia yakin dia telah melakukannya dengan benar tadi.

Kaget.

Jadi selain Naruto, Shikamaru juga kebal? Tapi kenapa ketika Kiba menggigitnya hari itu, Shikamaru lupa?

"Jelas sekali" Gaara melirik tajam ke arah sang terdakwa. "Kiba, kau menyukai orang ini"

"H-HAH? T-Tidak tidak" Kiba menggeleng cepat.

"Ini pernah terjadi sebelumnya, Kiba. Minggu lalu kita sudah membicarakannya bahwa seorang habblut tidak bisa menghapus ingatan orang yang digigit, jika orang itu adalah orang yang disukainya-"

DEG.

"Gaara" Sela Sasuke. "Cukup"

Naruto bersumpah dia sempat melihat Sasuke susah payah menutupi kepanikannya disana. Fakta bahwa Gaara kelepasan mengatakan sebab Shikamaru tidak lupa, memberikan jawaban samar atas pertanyaan besar Naruto.
Jadi, penyebab Naruto tidak lupa ketika Sasuke menggigitnya hari itu juga karena..

Sasuke menyukainya?

Rasa panas seketika menerbitkan semburat kemerahan di sepasang pipi Naruto. Jantungnya berdebar hebat.

Benarkah.. ini?

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Dimana Sasuke?" Pemuda itu, dengan suara baritone-nya yang begitu dalam berdiri memandang remeh sosok gadis-ah, bukan- sosok habblut yang tak berdaya dibawah kakinya.

"Ak..ku.. Ti..dak.. Ak..kan. Bi..lang" Jawab si rambut merah terbata. Kacamata yang awalnya membingkai sepasang iris hazelnutnya telah terlepas dan pecah dalam perlawanan singkatnya tadi. Yang ternyata sia-sia.

"Deidara" Pemuda itu, Itachi, memerintah kawan yang berdiri dibelakangnya dengan satu alat yang cukup besar ditangannya.

Mata Karin melebar saat Deidara membuka penutup alat yang mirip senter super besar itu. Dia tahu disana tidak hanya akan memancar cahaya biasa.
Dia berusaha berontak, tapi tali-tali yang berlapis perak hanya membuat gesekan dikulitnya terasa begitu menyakitkan.

"Kau masih tidak mau bicara?" Ulang Itachi.

Dengan segala kelemahan yang tersisa, Karin menggeleng cepat.
Maka saat itu juga, Itachi mengangguk pelan yang mengisyaratkan agar Deidara menyalakan benda besar ditangannya.

"AAAAAAAAARRGGHHHHH!" Jerit Karin lantang membelah sepi. Cahaya ultraviolet menyilaukan itu menyala, terasa membakar, menusuk dan menembus dirinya. Dia terus menggeliat dengan airmata tak tertahan. Dia menangis mengerang disana, bersama dengan kepulan asap kecil yang terbit dari setiap jengkal tubuhnya.

"Kau akan mendapat peradilan di tempat asalmu" Lirih Itachi yang masih menatapnya tanpa arti. "Kembalilah ke neraka dengan damai"

Karin menjerit kencang, melengking, ketika inci demi inci kulitnya mulai melepuh, robek, dan perlahan menghitam hangus dengan begitu menyakitkan. Sedikit demi sedikit.

Dan disana, Itachi menghunuskan senapan besarnya. Warna silver mengkilat semakin menegaskan cahaya mematikan itu -setidaknya bagi para vampir.
Tidak ada peluru yang meledak disana. Melainkan sebilah besi runcing tajam berlapis perak yang meluncur ketika Itachi menarik pelatuknya.
Menembus tepat melewati jantung gadis malang itu.

Dia berhenti bergerak bersama berhentinya detak jantung itu.
Terakhir, Karin menutup kelopak matanya sebelum perlahan-lahan cahaya itu terus membakar tanpa ampun.. Mengubahnya menjadi abu.

"Apa menurutmu mereka sudah meninggalkan Konoha, hm?" Deidara mematikan pemancar cahaya ultravioletnya.

"Tidak" Sahut Itachi. "Aku tahu mereka masih disini"

.

.

.

.

.

.

.

.

.
.

Diam. Hening.

Sepi tidak biasanya sesenyap ini. Setidaknya untuk Naruto.
Semenjak Gaara dan Kiba -yang membawa Shikamaru bersamanya- meninggalkan rumah, Naruto seolah terserang bisu mendadak.

Tidak. Bukannya dia bisu.
Dia hanya.. Kehabisan kata-kata.
Yang ada di pikirannya hanya penjelasan Gaara soal habblut-tidak-bisa-menghapus-ingatan-orang-yang-disukai.

Bahkan pada hari Sasuke menggigitnya, Naruto belum merasakan sesuatu yang spesial terhadap sang Uchiha.

Ah, benar.
Entah sejak kapan Naruto jatuh cinta.

Dia melirik sekilas sosok pucat disampingnya yang memang irit bicara. Percakapan macam apa yang harus ia buka?
Hari sudah larut dan Naruto bisa gila jika mereka berada dalam kamar yang sama dengan fakta suka-sama-suka.

"Ne, Sa-Sasuke.." Naruto berdehem sesaat sebelum melanjutkan ucapannya."Besok hari terakhir festival loh. Hehe…"

"Hn"

Canggung.

"K-Kau sudah dengar kabar soal Karin?"

"Kau akan tahu jika aku menerima kabar"

"Ah, ya.." Naruto menggaruk pirangnya. "Habis ucapan Kiba membuatku cemas dan kau.. Tampak khawatir sekali tadi"

Lalu Sasuke menoleh.

"Kau berpikir aku punya perasaan spesial terhadap Karin, dobe?"

Tepat sasaran.

"Hah? E-Etto.. Tidak-ttebayo! Siapa bilang!" Naruto malah panik disana.

"Tch" Sasuke menghela nafas. "Perasaanku kacau karena Itachi nii-san lah orang yang membunuh dan menghabiskan temanku sendiri. Dan juga aku. Nantinya"

"Tunggu" Sela Naruto. "Nii san katamu?"

Sasuke hanya mendengus sarkas.

Naruto terbelalak dramatis. Bagaimana mungkin, orang yang memburu Sasuke adalah kakaknya sendiri?
Walaupun fakta mengejutkan ini cukup menjawab pertanyaan akan betapa miripnya mereka.

"Jadi.. Itachi-san juga habblut-ttebayo?"

"Secara teknis, ya. Tapi dia mirip ibuku. Bisa dibilang.. Dia hampir sepenuhnya manusia. Yang dia dapatkan dari ayah cuma mata ini, dan umur yang abadi. Dia tidak membutuhkan darah seperti aku"

"Tapi.. Bagaimana bisa? Maksudku kalian bersaudara dan dia juga tidak sepenuhnya manusia. Kenapa dia.."

"Dia sangat tunduk pada agama dan ajaran Tuhan, Naruto. Dia berpikir, memusnahkan kami adalah cara terbaik untuk menebus dosanya karena terlahir sebagai keturunan.. Iblis"

Ada perasaan rumit yang bisa Naruto mengerti.
Menjadi buronan mati saudara sendiri adalah mimpi buruk yang tak terbayangkan oleh siapapun.
Naruto mengerti itu.

Ah, dia telah salah menilai rupanya.

"Jadi aku tidak punya perasaan khusus apapun pada Karin. Dia sahabat yang nyaris seperti saudara bagiku. Aku mengkhawatirkannya tapi tidak seperti yang kau kira"

"A-Aku mengerti-ttebayo" Lirih Naruto. "Jadi.. Apa yang Gaara bilang itu benar tidak?"

"Soal.." Naruto berdebar lagi. Dan merona seperti orang idiot. "Soal aku yang tidak lupa setelah kau gigit. Karena kau.. Menyukaiku?"

Sasuke diam.

Naruto ikut diam.

Canggung.

"Kalau benar.. Apa kau keberatan?"

Mendengar hal itu, pipi Naruto kian memanas. Sudah ada asap imajiner disekitar wajah merahnya.

Apa Sasuke sedang..

Menyatakan cinta?

Tidak.
Dia tidak mengatakannya.

Sasuke harus mengatakannya.

Harus.

Karena Naruto ingin mendengarnya.

"Naruto.." Sasuke menoleh dan memberanikan dirinya menatap sepasang safir sebiru langit pagi diseberangnya.

Katakan, Sasuke.

Katakan.

"Aku menyukaimu" Pandangan Sasuke melembut. "Kau bagaimana?"

Rasanya, ada sesuatu yang meledak dalam batin Naruto saat ini. Perasaannya terlalu bergelora untuk diterangkan.

Sasuke.. Benar-benar mengatakannya.

Ada jutaan kalimat berjajar dalam pikiran si pirang tapi mulutnya terasa beku. Lagi.

"Idiot" Sasuke membuang nafas. "Cepat jawab dong"

"A-Aku.. Ano.. Aku.. Teme! Jangan menatapku terus!"

"Tch. Aku mau lihat kau menjawabnya!"

"Aku jadi bingung kan!"

"Bingung? Kau benar-benar idiot ternyata. Bagaimana bisa kau tidak tahu perasaanmu sendiri"

"Aku tahu-ttebayo!"

"Kalau begitu katakan"

"Itu.. K-Kurasa.. Aku juga-" Naruto malu luar biasa disana. Dia tidak pernah terlibat percintaan sebelumnya. Ini pengalaman pertamanya yang sangat menguras konsistensi detak jantung.

Detik berikutnya, tanpa membiarkan Naruto menyelesaikan kalimatnya Sasuke mendekatkan wajah pada si pirang dan melayangkan satu kecupan manis pada bibir itu.
Dingin.

Tapi entah kenapa..

Naruto merasa hangat.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Aku tidak bisa mendapatkan informasi dari Orochimaru" Sosok pria dengan surai merah terangnya, Sasori, menghampiri Itachi dan rekan-rekannya yang lain di ruangan gelap itu. "Dia bilang dia tidak bisa mengingat apapun"

"Pasti" Sela sosok lain dengan rambut abu-abu rapinya, Hidan. "Habblut itu menggigitnya"

Itachi mulai berpikir lagi disana. Jika Orochimaru tergigit, itu artinya seorang habblut benar-benar bersembunyi di Konoha gakuen. Meski belum bisa dipastikan siapa.

"Saat matahari terbit.. Kita akan ke konoha gakuen lagi"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.
To Be Continued.

.

.

.

A/N : YAK. SETELAH SEKIAN ABAD AKHIRNYA GW LANJUT JUGA INI FIC. LOL. Ampun. Tolong jangan bully diriku ~

TERUS PENGUMUMAN PENTING NIH.
CHAPTER SELANJUTNYA (CHAPTER 6) ADALAH CHAPTER KHUSUS YANG MENCERITAKAN MASA LALU ITACHI DAN SASUKE.
Jadi nggak nyambung sama cerita alias OOT gitu. Atau bisa di sebut side story.
Chapter 7 baru akan kembali nyambung ke cerita.
Intinya, Chapter depan adalah Chapter khusus yang menceritakan masa lalu Uchiha bersaudara ya.

Ok! Gw rasa cukup pengumumannya.
Bakal di usahain updatenya gak ngadat lagi deh. Doain aja gak kena webe lagi yak.

Cheers!

Alice