Prolog

"Aku mau kamu jadi suamiku!"

Tanpa pernah mengalami rasanya 'ditembak', atau menerima ucapan bernada pernyataan cinta apapun seumur hidupnya, Tsurugi Kyousuke (umur: 13 tahun), secara tiba-tiba disodori lamaran pernikahan.

Sang peminang pun bukan makhluk sembarangan. Melainkan cewek nomor satu, dari planet nomor satu di seluruh Bima Sakti, yaitu Yang Mulia Baginda Ratu Lalaya Obies (umur: sementara ini, hanya Tuhan dan Hino-san yang tahu).

Seandainya para penduduk bumi yang masih jomblo (baca: Gouenji, Fudou, Hiroto, dan kawan-kawan) mendengar kabar ini, niscaya mereka akan gigit bibir, gigit jari (baik tangan ataupun kaki), gigit sapu tangan atau apalah yang bukan bagian tubuh—bagi mereka yang bukan masochist.

Tapi, meski benda yang mereka gigit berbeda, teriakan mereka tetaplah sama:

"SHIT! Gw kalah sama bocah SMP~~!"

.


.

Fall in Purple

Disclaimer: Inazuma Eleven GO Galaxy (c) Level-5

Warning: berantakan, typo, kegajean, Tsurugi dinikah paksa (hahaha), spoiler Galaxy episode 24 ke atas (Lho? Jadi kayak rating aja XD)…

Pair Utama: LalaKyou (Lalaya Obies x Tsurugi-chan)


.

.

Beberapa jam silam

Kelopak matanya berat. Kepalanya pun terasa berputar. Beberapa menit berlalu, hanya demi mengumpulkan kesadaran dan kekuatan untuk membuka mata. Sebuah langit-langit yang tampak asing menaungi dirinya.

Tsurugi terlonjak, dan bergegas hendak bangkit, namun…

JDUKK!

"Aduh!" Tsurugi meringis. Sesuatu membentur jidatnya saat hendak duduk.

Sembari mengelus jidatnya, Tsurugi yang kembali terbaring, mengamati sekitar. Tempat di mana ia berada remang-remang. Tapi cahaya yang ada cukup untuk meyakinkan dirinya, bahwa tak ada benda atau penghalang apapun yang berada di atas tubuhnya. Jadi, apa…?

Diulurkannya tangan ke atas. Meraba-raba. Dan menyadari kalau ranjang tempatnya berbaring diselimuti oleh semacam kaca bening.

Sial, di mana ini? Apa yang sebenarnya terjadi…?

Belum sempat Tsurugi menemukan jawaban untuk pertanyaannya itu, pintu ruangan tempat ia berada terbuka. Seseorang—Tsurugi hanya bisa melihat bahwa tubuhnya besar—masuk. Tsurugi menahan napas.

Mau apa dia…?

"Ah, Anda sudah bangun?" orang itu berkata. Ia kini berada tepat di sisi ranjang, sehingga Tsurugi bisa melihat wajahnya. Dengan kedua tanduk di kedua sisi dahinya, kuping yang panjang, dan rambutnya yang tampak berwarna kehijauan, dia jelas bukan orang bumi.

"Siapa kau? Di mana ini?"

Dia tidak segera menjawab. Jarinya bergerak menekan beberapa tombol di sisi ranjang. Tingkap kaca yang menaungi ranjang terbuka. Segera, Tsurugi bangkit duduk. Khawatir terkurung lagi.

"Nama saya Minel Eiva. Mungkin, bagi Anda yang manusia bumi, saya adalah alien. Tapi saya bukan musuh."

"Alien…" Tsurugi menggumam. Berarti, ia memang masih berada di luar angkasa.

"Anda Kyousuke Tsurugi, bukan? Ratu kami ingin bertemu dengan Anda."

"Ratu?"

Dibantu Minel, Tsurugi melangkah turun.

"Sekarang, Anda berada di Planet Faram Obius."

"Faram…" Tsurugi berhenti membeo ucapan Minel. Faram Obius, itu kan…

"Tepatnya, istana Faram Obius," tambah Minel. "Sekarang, saya akan membawa Anda menghadap Yang Mulia. Mohon jaga sopan santun Anda."

.

.

.

Biarpun sudah dipesani begitu, mustahil Tsurugi mau bermanis muka pada orang yang jelas-jelas sudah menculiknya.

"Mau kauapakan aku?!" tuntutnya, ketus. Kedua tangannya terlipat rapat di depan dada.

Sang Ratu bernama Lalaya. Di luar dugaan, ia ternyata masih sangat muda—kalau tidak mau dibilang kecil. Rambutnya berwarna ungu panjang. Digerai hingga memenuhi punggung kursi singgasana yang ia duduki.

"Tidak ada maksud apa-apa. Aku hanya mau kau ada di sisiku dan melayaniku."

"Melayanimu? Aku?"

"Benar. Kau akan menjadi milikku."

Enak saja dia bicara.

"Aku menolak!"

"Menolak?" Jawaban Tsurugi jelas di luar harapan Lalaya. Tapi gadis itu tersenyum. "Sepertinya, kamu tidak tahu posisimu sekarang, ya?"

"Apa maksudmu?"

Lalaya berpaling pada sang bawahan. "Minel, siapkan kendaraan! Aku mau berkeliling!"

"Ha! Segera!"Minel mundur. Meninggalkan Tsurugi dengan Lalaya, juga dengan keempat orang-orang tua yang berdiri di samping singgasana. Tapi Tsurugi tak melihat mereka. Ia hanya menatap pada Lalaya.

"Kalau begitu, akan kuberitahu," Lalaya berdiri, memberi isyarat pada Tsurugi agar mengikutinya. "Tempat seperti apa Planet Faram Obius, tempat kau berada sekarang ini."

.

.

.

Bersama dengan keempat orang-orang tua tadi dan Minel, Lalaya mengajak Tsurugi keluar istana.

Sejauh mata memandang, yang terlihat hanyalah puluhan, bukan, ratusan gedung-gedung tinggi yang menjulang, berlomba-lomba menyentuh langit lembayung Faram Obius. Beberapa benda serupa pesawat terbang mini berseliweran. Tampaknya, transportasi udara—yang penggunaannya masih terbatas di planet bumi—sudah menjadi transportasi sehari-hari di planet ini.

"Itu pesawat polisi patroli," jelas Lalaya menjawab ekspresi keheranan Tsurugi. "Memang ada juga beberapa rakyat sipil yang memiliki pesawat sendiri. Tapi jenisnya lebih beragam. Yang bentuknya langsing, berwarna putih, dan tampak seragam itu, semuanya adalah pesawat patroli."

Pandangan Tsurugi masih terpaku keluar, "Pesawat patroli…? Tapi, apa perlu sebanyak ini…?"

"Tentu saja. Selama ini, sudah banyak sekali ancaman planet asing yang bermaksud menjatuhkan Faram Obius. Tapi, itu bukan masalah. Soalnya, planetku ini…," Lalaya menarik napas, seperti memberi waktu bagi Tsurugi untuk mencerna kata-katanya. "...adalah planet nomor satu di seluruh jagat raya!"

Entah pengaruh dari nada bicara Lalaya, atau apa. Tapi Tsurugi—meski ia tak mau mengakuinya—merasakan sesuatu dalam tubuhnya gemetar.[1]

Dengan kekuatan yang seperti ini, jangan sebiji manusia bumi. Satu buah planet pun bisa saja mereka perbudak dengan mudah.

Kini Tsurugi paham maksud Lalaya mengajaknya keluar berkeliling kota. Yaitu untuk menunjukkan bahwa ia tidak sedang berada dalam posisi yang bisa menentang keinginan sang Ratu muda Faram Obius.

Sebagai tambahan, kendaraan yang ia dan Lalaya naiki sekarang pun, meski mampu terbang, sama sekali tidak bisa disebut pesawat. Malah lebih mirip bangunan yang mampu melayang. Bukti betapa senjangnya perbedaan kemampuan teknologi planet ini dengan planet bumi.

Tapi, yang paling membuat Tsurugi terkesan bukan soal itu.

Faram Obius adalah planet raksasa yang katanya akan habis dalam waktu beberapa bulan dikarenakan kemunculan sebuah Black Hole. Karenanya, Tsurugi berpikir, kondisi dalam planet ini pastilah sangat kacau. Penuh dengan suara kegelisahan, kepanikan, dan ketakutan para penduduk menghadapi vonis kematian.

Di luar dugaan, suasana dalam planet itu tetap riang, dengan kelap-kelip lampu metropolis yang gemerlapan. Saat Lalaya mendarat, orang-orang bersorak menggaungkan namanya.

"Dou ja, Tsurugi? Bagaimana? Planetku keren, kan?" tanya Lalaya, setelah mereka kembali ke istana.

Para orang-orang tua yang ternyata adalah penasehat Lalaya, menghormat pergi lalu mengundurkan diri. Meninggalkan Tsurugi dan Lalaya berdua.

Sekilas, Tsurugi merasakan tatapan tak senang ditujukan padanya, saat orang-orang tua itu melewati dirinya. Pandangan paling sengit datang dari satu-satunya nenek di antara orang-orang tua itu.

Tsurugi mencoba maklum. Bagaimanapun, dia adalah orang luar. Wajar kalau mereka tidak terlalu menyukai keberadaannya. Meski separuh hatinya dongkol juga. Siapa juga yang duluan membawaku ke sini?!

"Sekarang, Tsurugi mau 'kan mendengarkanku?"

Tsurugi terdiam. Lalaya adalah ratu yang mampu memberikan rasa aman bagi rakyatnya. Itu kesan yang ia tangkap. Meski menghadapi bencana di depan mata, orang-orang itu tetap merasa aman, karena jaminan status 'terkuat' yang disandang oleh Faram Obius ini.

Planet ini, juga rakyatnya. Mereka tidak bermaksud jahat. Seperti kata Ozrock, mereka cuma ingin punya tempat untuk tetap hidup.

Meski sedikit ragu, Tsurugi pun mengiyakan. "Yah, bolehlah…"

Wajah Lalaya langsung cerah. Ia berputar-putar kegirangan.

"Sonata wa kashikoki mono ja nou? Ternyata aku memang tak salah pilih orang, ya?"

Melihat tingkahnya yang kekanakan, namun bicara dengan gaya seperti orang zaman dulu (pakai kata 'sonata' dan akhiran 'ja'), Tsurugi pun tak tahan untuk tidak tersenyum. Anak ini lucu juga, pikirnya.

Sayangnya, apa yang dikatakan Lalaya kemudian, sama sekali bukan bahan tertawaan.

Mungkin, di antara berbagai hal-hal aneh yang ditemuinya hari ini (dari kemarin juga banyak hal aneh, sih. Mengingat dari kemarin ia sudah berada di luar angkasa...), permintaan Lalaya adalah hal paling, paling tidak diduganya.

"Warawa no… otto ni naru no ja! Aku mau kamu … menjadi suamiku!"

Tsurugi tertegun. Mencerna kalimat Lalaya, sebelum kemudian berseru kaget, "Nani!?"

.

.

.

Mengertilah Tsurugi, kalau yang dimaksud Lalaya dengan menjadikan ia sebagai miliknya itu, adalah dengan menikah dengannya. Ia dibawa ke sini bukan untuk diperbudak, melainkan untuk dipersuami (?).

Tapi ternyata, cerita Lalaya tidak sampai di situ.

"Planet ini butuh seorang raja seperti Ayahanda yang mampu membimbing rakyat ke jalan yang benar. Dan aku yakin, Tsurugi adalah orang yang tepat untuk itu. Karenanya, Tsurugi, menikahlah denganku! Kalau menikah denganku, kau bisa jadi raja dan menyelamatkan planet ini! Kumohon!"

Sembari menatap mata memohon Lalaya, Tsurugi berpikir, lama.

Permintaan itu memang tidak masuk akal. Tapi, kalau Faram Obius lepas dari krisisnya, maka bumi dan juga planet lain pun takkan terancam bahaya lagi. Tawaran ini memang bukan tawaran yang layak untuk ditolak, tapi… menikah? Di umur 13? Dengan alien pula?

Padahal, pengalaman bercinta dengan lawan jenis saja nol. Masa tahu-tahu ia disuruh menikah?

Eh, tapi kalau pengalaman dengan sesama jenis? Hm… itu sih rahasia…*plak

Faramdite, matahari-nya planet Faram Obius, bergeser mendekati kaki langit. Tsurugi membuang pandang ke luar jendela istana, mendapati suasana senja Faram Obius yang remang namun gemerlap.

Suasana yang terlalu damai untuk sebuah planet yang akan hancur dalam beberapa bulan.

"Kamu tak perlu jawab sekarang!" ujar Lalaya seperti bisa membaca keraguan di wajah Tsurugi. "Kamu bisa tinggal di planet ini sementara sambil mempertimbangkan lamaranku. MINEL!"

Minel Eiva, sang bawahan, tergopoh-gopoh menghadap ratunya.

"Kamar Tsurugi sudah siap?" tanya Lalaya.

Minel membungkukkan badan. "Ha! Semua sesuai perintah Yang Mulia!"

"Bagus," Lalaya tersenyum puas. "Tsurugi, ayo ikut! Dan kamu Minel, suruh para pelayan siapkan makan malam, ya!"

"Ha!" angguk Minel lagi. Lantas membungkukkan badannya hingga Lalaya dan Tsurugi benar-benar keluar ruangan.

.

.

.

Tsurugi berjalan linglung di belakang Lalaya, dengan perasaan campur aduk antara bingung, bimbang, dan ragu (sama aja, kali!). Yah, masih untung Ratu Lalaya tidak terang-terangan melamarnya waktu di tengah kerumunan massa tadi.

Kalau tidak, bisa saja kalimat 'Manusia dari Planet Luar akan jadi Anggota Keluarga Kerajaan?' menjadi headline koran pagi di planet ini besok. Lengkap dengan foto ekspresinya yang sedang dalam kecengoan selama lima menit penuh.

Hiiy, sungguh pemberitaan yang sangat tidak elit.

"Nah, Tsurugi! Mulai hari ini, di sinilah kamarmu!"

Lalaya membuka sepasang pintu. Menampilkan penampakan sebuah kamar tidur.

Tsurugi melangkah ke dalam, dan terkesima. Seingatnya, dulu ia pernah mampir ke rumah Shindou-san. Dan kamar ini, sepertinya masih jauh lebih luas jika dibandingkan dengan kamar kakak kelasnya yang putra konglomerat itu.

Tempat tidurnya saja berkanopi, dengan ukuran king size, mungkin, soalnya Tsurugi sendiri belum pernah melihat ranjang seluas itu. Bentuknya unik. Bulat lonjong dengan posisi sedikit melayang, seperti yang sering muncul di anime bertema futuristik. Selain itu, ada sofa panjang, lengkap dengan mejanya. Kebanyakan perabotan berwarna ungu atau hijau, yang sepertinya sudah jadi semacam trademark planet ini.

"Dou ja, Tsurugi? Bagus 'kan?"

Tsurugi tidak langsung mengiyakan. "Apa… tidak apa-apa?"

"Tentu saja tidak apa-apa. Ini kan kamar tamu. Siapa saja, asal dia kuijinkan, boleh memakainya."

"Kamar tamu? Seluas ini?"

"Kamarku lebih luas lagi, lho! Kalau menikah denganku, Tsurugi juga bisa memakai kamar itu."

"Lalaya, aku 'kan belum…" Tsurugi ingin menyergah. Tapi Lalaya mencengkram lengan jaketnya. Seolah tak ingin mendengar kelanjutan ucapannya.

"Ehm, begini. Masalahnya, usiaku baru 13 tahun. Dan di planetku, menikah di umur 13 itu tidak…tidak…" Tsurugi berusaha mencari kata yang tepat. "… tidak normal!"

Lalaya mengerutkan kening. "Yang benar?"

Reaksi datar Lalaya membuat Tsurugi tergelitik untuk menanyakan umur gadis itu. Tapi kemudian urung, karena ia sendiri terlalu takut untuk mengetahui jawabannya. Bisa jadi terlalu muda, bisa jadi terlalu tua. Yang mana pun sama saja. Sama-sama mengerikan.

Tsurugi mulai membayangkan dirinya yang masih 13 ini dalam gauncoret baju pengantin, lantas dituntun ke altar perkawinan, mendampingi seseorang yang ternyata masih (atau sudah?) berusia XX (di mana XX adalah umur yang tak pantas disejajarkan dengan umur 13).

Tsurugi bergidik

Tuh, kan? Lebih baik, ia tidak usah tahu.

Diputuskannya untuk mengalihkan topik.

"Anu… soal pembicaraan tadi…" Tsurugi ragu-ragu.

"Ya?" Lalaya menanti kelanjutan kalimat Tsurugi dengan senyum manis.

"Apa maksudnya, kamu ingin menjadikanku sebagai raja? Maksudku… kenapa harus aku? Kenapa kamu begitu yakin kalau aku bisa jadi seperti ayahmu?"

Ekspresi Lalaya perlahan berubah.

"Ng… itu…"

Bel pintu membuyarkan obrolan mereka.

"Ma-masuk!" seru Lalaya, terdengar gugup. Minel muncul dari balik pintu, melaporkan bahwa makan malam sudah siap.

"Ayo, Tsurugi! Makanan planet ini nomor satu paling enak sejagat raya! Kamu harus coba!" ajak Lalaya riang, seakan tak peduli akan pertanyaan Tsurugi yang belum terjawab.

Meski masih penasaran, Tsurugi akhirnya mengikuti juga langkah-langkah Lalaya. Terlebih saat merasakan angin di perutnya memberikan peringatan, bahwa belum ada satu pun makanan masuk ke mulutnya sejak dirinya dibawa paksa ke Faram Obius ini.

.

.

.

Tsurugi tahu, ia tidak boleh pilih-pilih makanan.

Tapi, kejadian yang baru saja dialaminya kala duduk menghadapi hidangan istana Faram Obius, membuatnya terpaksa melanggar wejangan dari Nii-san tercintanya itu.

Setelah Lalaya dengan semangat menjelaskan nama-nama dari semua suguhan yang tersaji di depan mereka, Tsurugi memilih satu makanan yang tampaknya cukup normal, mirip dengan spaghetti di bumi.

Tapi ya…, senormal-normalnya makanan alien, tetap saja itu makanan alien. Ehm, maksudnya, rasanya tetap saja terlalu ngejreng bagi yang belum terbiasa seperti Tsurugi.

Apalagi kemudian, setelah memakannya, ia merasakan makanan serupa spaggetti itu mulai menggeliat-geliat di dalam lambungnya, seperti cacing kepanasan.

Untung reaksi perutnya cepat, sehingga masalah tidak sampai merembet jadi diare. Cuma sekadar muntah-muntah, disertai pusing dan mual.

Melihat Tsurugi yang terbirit meninggalkan meja makan menuju wastafel, Lalaya bergegas menyusul calon suaminya itu. Mengelus-elus punggung Tsurugi sementara si pemilik punggung oek-oek menumpahkan isi perutnya ke dalam saluran air.

Lalaya keheranan.

"Padahal kita belum menikah, tapi kok Tsurugi sudah hamil duluan?" ujar Lalaya tanpa dosa, membuat Tsurugi tersedak muntahannya sendiri.

"Mana mungkin, kan?! Ini cuma…"

Sebentar, sebentar. Jangan-jangan, kata-kata Lalaya tadi maksudnya… yang bisa hamil di planet ini adalah para cowoknya? [2]

NO~!

Sekali lagi, Tsurugi memutuskan tidak menanyakan hal yang paling ditakutinya

Sebaliknya, ia berkata, "Maaf… tapi sepertinya aku tak cocok dengan makanan kalian…"

Lalaya melongo.

Setelah meminta maaf pada tetua istana dan penasihat kerajaan—yang juga makan di meja yang sama—Tsurugi undur diri, minta izin kembali ke kamarnya.

Terdengar samar-samar suara Lalaya yang mengomeli koki istana. Dan bisik-bisk para tetua setelah melihat kelakuannya tadi. Tapi, Tsurugi tidak peduli. Yang ia butuhkan sekarang adalah mengistirahatkan perutnya, setelah lelah berkontraksi(?). Ehm, kontraksi melepas muntahan, tentu saja.

.

.

.

Memang selelah istirahat sebentar di kamar, Tsurugi merasa jauh lebih baik.

Namun bersamaan dengan itu, perutnya pun merengek minta diisi kembali. Tapi mau minta makan lagi, rasanya mustahil. Makan malamnya pasti sudah selesai. Lagipula, dia juga tidak tahan sama menunya.

Glundung… Tsurugi berguling di atas tempat tidurnya, menelungkup. Menekan perut dengan tubuhnya sendiri agar mau diam. Sambil mencoba memikirkan hal lain.

Misalnya. Tenma dan yang lain sedang apa? Apa juga sedang makan malam? Atau sedang siap-siap menuju planet selanjutnya? Atau sedang sibuk mencarinya karena dia tiba-tiba menghilang? Tsurugi berharap, mereka tidak sampai lupa makan…

Kruukk… Perutnya berkeriuk lagi. Membayangkan makanan enak yang mungkin sedang dinikmati Tenma dan yang lain. Uh, aku ingin pulang…

Di saat ia bingung mau berbuat apa, Lalaya masuk tanpa permisi, diiringi seorang maid yang membawa segelas air bening dalam nampan.

Tsurugi buru-buru menyusut air matanya yang sempat keluar. Lalu duduk di tepi tempat tidur.

Lalaya mendekat.

"Tsurugi nggak apa-apa?"

Tsurugi mengiyakan saja. "Maaf, tadi aku langsung pergi."

"Tak perlu minta maaf! Para koki yang salah! Mereka menyiapkan makan, tanpa memperhitungkan menu yang cocok buat Tsurugi."

Lalaya berpaling pada maid yang mengiringinya. Sang maid mengangguk dan mengangsurkan segelas air bening yang dibawanya itu pada Tsurugi.

"Apa… ini?"

"Ini air minum khusus hasil dari teknologi tinggi Faram Obius. Air ini bisa membuat kenyang, sama seperti makanan," jelas Lalaya seolah mengiklan. "Karena rasanya sama seperti air tawar biasa, Tsurugi pasti bisa menelannya."

Tsurugi meneguknya, pelan-pelan. Untuk jaga-jaga kalau-kalau muntah lagi.

"…Gochisousama. Makasih makanannya."

Agak aneh juga mengatakan itu. Karena dia kan, cuma minum, bukan makan. Tapi memang, perutnya tak lagi rewel setelah menerima pasokan cairan yang katanya tercipta dari teknologi tinggi itu.

Apa jangan-jangan ini cairan infus, ya? Waduh… lagi-lagi aku makan benda yang tak seharusnya dimakan.

Tapi, rasanya tidak seperti itu. Justru rasanya tawar dan bening, seperti air biasa…

"Bagaimana, Tsurugi? Enak?" Tahu-tahu wajah Lalaya mampir tepat di depan hidungnya.

Tsurugi mengembalikan gelas di tangannya pada Lalaya, setengah memberi isyarat padanya agar sedikit menjauh. "Kamu jangan terlalu dekat."

Lalaya tak menggubris. "Kita akan menikah. Dekat sedikit tidak masalah, kan?

Tsurugi melengos. "Aku kan belum..."

Belum selesai bicara, Tsurugi merasakan satu dorongan kecil di dadanya. Dorongan lemah saja sebenarnya. Tapi berhubung itu sama sekali di luar dugaannya, dorongan itu sukses mengantarnya telentang tanpa pertahanan di atas tempat tidur yang empuk. Blush!

Sebelum Tsurugi sempat bereaksi, kedua telapak tangan kecil Lalaya telah lebih dulu menawan tubuhnya dengan menapaki ruang kosong di samping kanan-kiri bahunya.

Sementara gelas kosong bekas pakai yang tadinya ada di tangan Lalaya, bergulir liar di atas tempat tidur. Nampaknya tak sampai jatuh, karena Tsurugi tak mendengar bunyi pecah akibat membentur lantai.

Dan sekarang, Lalaya masih belum beranjak dari atas tubuhnya. Meski sebetulnya gampang saja membebaskan diri dari gadis kecil ini, tapi Tsurugi entah kenapa tak kuasa berontak. Mata hijau Lalaya menatapnya dingin, seperti memantek tubuhnya untuk tetap lekat di atas tempat tidur.

Tsurugi sedikit gelisah. Apa jangan-jangan dia marah, ya?

Mereka bertatapan dalam jarak sekitar dua puluh senti, selama beberapa menit. Tanpa ada yang bergerak maupun bersuara.

Sampai kemudian, Tsurugi merasa tak tahan, dan akhirnya berucap pelan, "Lala—"

Lalaya tak menunggu Tsurugi selesai menyebut namanya.

"Ternyata aku memang tidak salah!" seru Lalaya, mengagetkan. "Tsurugi mirip sekali dengan Ayahanda!"

Tsurugi mengerjap. "A-ayahanda…? Maksudnya…?"

Dengan wajah tersenyum lebar, Lalaya menyingkir dari atas tubuh Tsurugi. Tsurugi sendiri pun buru-buru duduk, dan meraih gelas yang hampir mencapai tepi tempat tidur.

Ditatapnya Lalaya yang kini beranjak keluar kamar. Takjub campur heran, atas perubahan sikap gadis itu yang begitu tiba-tiba.

"Tsurugi perlu baju ganti, kan?" katanya, masih dengan wajah manis penuh senyuman. "Biar kupinjamkan baju Ayahanda waktu masih kecil dulu. Kayaknya masih ada di kamar, deh. Hm… sebentar, ya? Akan kuambilkan. Oh, ya! Sambil menunggu, kamu bisa mandi dulu. MINEL!" panggil Lalaya, keras.

Tanpa menunggu lama, Minel muncul. Menghadap Lalaya dengan sikap hormat.

"Ajari Tsurugi cara memakai kamar mandi, ya! Aku mau mengambilkan baju ganti buat Tsurugi."

"Anu…, Yang Mulia. Kalau cuma mengambilkan baju, biar saya saja," sang maid yang tadi mengantarkan air, menawarkan diri.

Tapi, Lalaya menolak. "Tidak bisa. Barang-barang peninggalan Ayahanda cuma aku saja yang boleh pegang. Lebih baik, kamu sampaikan pada para koki untuk mempelajari masakan planet bumi. Pokoknya, aku mau semuanya cocok dengan Tsurugi agar Tsurugi tetap betah di sini!"

Mau tak mau, Tsurugi terkesan juga melihat cara Lalaya memerintah. Menyerocos cepat seperti mercon.

Lalaya pergi bersama si maid. Meninggalkan Tsurugi berdua dengan Minel.

"Mari, Tsurugi-sama," Minel membimbingnya menuju sebuah pintu di pojok kamar. "Saya akan mengajari Anda bagaimana memanfaatkan kamar mandi."

Ajari? Memang kamar mandinya seperti apa?

.

.

.

Tsurugi membayangkan sebuah kamar mandi super luas yang menyaingi luasnya lapangan basket, atau bahkan lapangan sepak bola. Tapi, lagi-lagi di luar dugaan. Ukuran kamar mandi ala Faram Obius ternyata biasa saja. Bahkan cenderung normal.

Yang luar biasa, adalah fasilitas yang tersedia di dalamnya. Selain bisa pilih-pilih suhu, wangi, dan kandungan mineral dalam air, kita juga bisa memilih mau mandi pakai apa. Mau pakai shower, muncul. Mau pakai bath tub, oke. Mau minta kolam renang juga boleh.

Tsurugi memilih air hangat dalam bath tub. Dengan wangi buah jeruk (entah apa nama buah itu di planet ini. Tapi yang jelas, wangi itu seperti wangi jeruk, menurut hidung Tsurugi).

Kalau dipikir lagi, sudah lama ia tidak mandi sendirian. Sebelumnya, sewaktu ia bersama Earth Eleven, mandinya selalu beramai-ramai, tanpa ada privasi. Memang menyenangkan. Tapi tak jarang juga ia dibuat kesal oleh tindak tanduk mesum Tenma.

Tsurugi menyadarkan tubuhnya di dinding bath tub. Ah, damainya dunia…

Kenyamanan ekstra membuat Tsurugi sempat tertidur di dalam bath tub, dan mungkin bakal mati lemas, kalau saja Minel yang berjaga di sisinya, tak segera berseru membangunkannya.

Ya, pelayan setia Lalaya itu memang tidak beranjak dari sisinya, bahkan di saat ia sedang telanjang bulat untuk masuk ke dalam bath tub. Tapi Tsurugi tak keberatan. Toh, Minel tidak seperti Tenma.

Selesai mandi, Minel menyerahkan handuk dan membantunya mengenakan jubah mandi.

Sekarang, tinggal menunggu Lalaya datang membawakan baju.

Tsurugi sibuk menggosok rambutnya yang basah dengan handuk, hingga tak menyadari bahwa Minel tengah menatapnya lekat.

"Mari, biar saya sisirkan rambut Anda."

Tsurugi menoleh, mendapati Minel berdiri di sisinya, dengan sebuah sisir di tangannya.

Tapi Tsurugi merasa pelayanan seperti itu terlalu berlebihan.

"Tidak usah repot-repot…."

"Tapi…"

"Aku bisa sendiri, kok. Berikan sisirnya. "

Meski tampak keberatan, Minel tak membantah lagi. Sambil memperhatikan Tsurugi menyisir rambutnya, pria paruh baya itu mendesah dalam hati.

Betapa ingin ia menyentuh rambut itu. Rambut berwarna kelam yang tergerai liar melewati bahu, seperti mendiang Yang Mulia Akurous sewaktu masih muda.

.

.

.

Tsurugi mengenakan baju ganti yang diberikan Lalaya. Baju piyama yang sangat tipis dan pendek. Mungkin ini kompensasi tentang kenyamanan berpakaianan karena orang-orang Faram sehari-harinya mengenakan baju yang kelihatannya panas dan belibet bak orang lagi cosplay.

Beruntung, selimut di kamar itu tebal. Dipadu dengan kasurnya yang empuk dan lembut, seolah hendak menenggelamkan orang yang berbaring di atasnya..

Tapi, justru kasur yang terlalu lembut ini yang membuat Tsurugi susah terlelap. Bolak-balik ia mengganti posisi tidurnya, tetap tak ada yang terasa nyaman. Menyerah, Tsurugi akhirnya memanfaatkan waktunya untuk berpikir.

Sebenarnya banyak, banyak sekali alasan baginya untuk menolak lamaran Lalaya. Mulai dari usianya sendiri yang masih terlampau belia, sampai statusnya yang masih merupakan anggota Earth Eleven. Belum lagi status Lalaya sendiri sebagai ratu dari planet musuh.

Teringat teman-teman satu tim yang kini berada jauh darinya. Apa Tenma dan yang lain masih ribut mencarinya, ya? Seandainya bisa, Tsurugi ingin sekali menghubungi mereka, mengabarkan keberadaan dirinya, dan—kalau bisa—minta tolong. Tapi…

Sesaat kemudian, Tsurugi tersentak, hingga terduduk tegak di ranjangnya. Ia ingat, sesaat sebelum pingsan, ada seseorang yang sangat mirip dengannya muncul di hadapannya. Orang itu… apa jangan-jangan ia kini menyamar jadi aku…?

Tsurugi merasa kemungkinan itu sangat besar. Dan kalau itu benar, berarti Tenma dan yang lain tidak ada yang menyadari bahwa ia sudah tidak bersama mereka lagi.

Entah ia harus merasa lega, atau bingung. Lega, karena dengan begini ia takkan membuat teman-temannya panik dengan kehilangan dirinya. Bingung, karena jika teman-temannya tak sadar dirinya menghilang, maka ia harus berusaha kabur dari planet ini dengan usahanya sendiri.

Tapi, melarikan diri juga sama sekali bukan perkara gampang. Tsurugi tahu, pintu kamarnya dikunci dari luar, begitu Lalaya pergi. Percuma berusaha membuka dari dalam. Jendelanya juga tak berdaun. Kamar ini seperti penjara. Hanya saja fasilitasnya kelas satu.

Mau kabur dari kamar saja rasanya sulit. Apalagi pergi menyusul Tenma dan yang lainnya.

Capek berpikir, Tsurugi pun merebahkan tubuhnya kembali. Merendam kepalanya ke balik selimut. Berdoa semoga pagi cepat datang.

.

.

.

(bersambung)


Note:

[1] Sedikit beda dengan yg di anime. Di versi game, muka Tsurugi kayaknya kaget dan agak gemetar gitu, waktu Lalaya bilang planetnya nomor satu di jagat raya (moe!). Pas lamaran Lalaya, suara "Nani?!" nya Tsurugi juga lebih ekstrim. Nani?!

[2] Yang suka main game The Sims, tentunya tahu, dong. Kalau cowok diculik alien, pulangnya bakal hamil. XDD. Saya dapat inspirasi dari situ *digeplak Tsurugi*


.

.

Sudut coretan author

Ini dia! Fic canon Lalaya x Tsurugi, sebagai pasangan fic "FAKE" yang kemarin saya publish. Kalau "FAKE" ceritanya si Tsurugi palsu, fic ini ceritanya si Tsurugi asli.

Terus, kalau "FAKE" ceritanya plesetan, kalau yang ini ceritanya lebih kayak membongkar rahasia (?) tentang bagaimana Tsurugi menjalani harinya di Faram. Mulai dari makan, mandi, dan tidur (aktivitas dasar manusia, gitu, lho)

Ngomong-ngomong, saya baru sadar, kalau saya sering banget bikin Tsurugi mandi. (dasar mesum). Di "Switched", terus di "Galaxy Iro-iro", nah lalu di sini juga. Di "Switched", malah sampai dua kali =.=a

Sebenarnya, fic ini sudah lama bikinnya, tapi sengaja saya tahan karena nunggu spoiler. Maksudnya, supaya ceritanya nggak menyimpang jauh dari aslinya, gitu. (Kalau "FAKE" sih, menyimpang banget ^^)

Nah, setelah game Galaxy rilis kemarin, dan bocoran pun muncrat ke mana-mana, akhirnya fic ini saya publish juga, deh. Dengan pengeditan di sana-sini, karena menyesuaikan dengan cerita yang benar.

Oke, deh, Minna! Sampai sini dulu! Cerita Lalaya dan Tsurugi kencancoret jalan-jalan di kota itu akan muncul di chapter depan. Jadi, stay tuned! ^^