Disclaimer : Naruto milik Masashi Kishimoto
Don't like Don't read.
Happy Reading! ^_^
Aku melangkah ringan di
sepanjang koridor KHS―
Konoha High School. Sekolah
yang mayoritasnya terdiri
dari kalangan siswa-siswi
yang sangat berprestasi,
tokcer dan good behavior― di
depannya sih memang
terlihat seperti itu, tapi kalian
mana tahu bopengnya seperti
apa. Ya... mungkin juga ada
pula calon pemegang
kekuasan politik yang
merupakan calon mahasiswa
Universitas Tokyo atau New
York, atau yang lainnya. Bahkan kelasnya pun diatur
akan kejeniusan yang mereke
miliki.
―Dan yang pasti aku tidak
termasuk dalam kategori
tersebut.
Karena apa? Hahahah... tentu
saja karena aku termasuk
salah satu siswi yang tingkat
kewarasannya nggak begitu
beres atau kejeniusanku kurang memadai meski jidatku lebar dan bisa menampung pelajaran. Kalian tahu, aku sering dipanggil
guru BK karena ketahuan
membawa artikel majalah
yang menyangkut
Hobiku ―berpetualang.
Dipanggil Kepsek karena
nggak sengaja mencopot
rambut palsunya di depan
murid. Suer― sebenarnya
untuk yang satu itu aku
nggak sengaja
melakukannya. Salah siapa ada daun berterbangan dan jatuh di atas kepalanya. Sebagai murid yang baik, bukankah tindakanku tepat untuk mengambil daun tersebut. Tapi ya
sudahlah, apa boleh buat
kan? Setelah itu aku discore tiga
hari karenanya. Dan masih ada
banyak beberapa kelakuan nggak
beresku.
Aku suka yang namanya naik
bukit, mendaki gunung dan
mengarungi arus jeram yang
sangat luar biasa kejamnya.
Bila aku dihadapkan dengan
Fisika, Biologi, Kimia, dan
Matematika, apalagi
makhluk bernama eksakta
lainnya, berani jamin jika saat itu juga aku
pasti akan keok. Makanya,
aku nggak berhasil masuk
kelas Sains, sekalipun sudah
belajar sampai jungkir
balikpun hasilnya tetap akan
sama saja. Peace, deh! Asal
kalian tahu saja, ya, Ayahku
langsung kebakaran jenggot
dan ngelancarin perang
dingin selama berhari-hari
lamanya begitu tahu kalau aku
dengan suksesnya masuk
kelas sosial. Tapi, Ayah
langsung menyerah begitu
melihat anak perempuannya
tetap acuh dan bersikap cuek
bebek.
Tentu saja kan aku yang menang, toh pembagian kelas sudah diberikan.
''Jidat, nggak biasanya
berangkat sendiri. Break ya
sama Suigetsu?'' Ino
memiting tangan Sakura
pelan. Matanya celinguk
mencari sosok Suigetsu yang
biasanya dibelakang Sakura.
"Nggak! Kenapa? Masalah?"
sungut Sakura memutar bola matanya bosan, "aku bahkan bersyukur
setengah mati nggak bareng
sama dia" imbuhnya lagi.
Ino tertawa renyah
mendengarnya. Sesekali
tangan Ino menepuk
punggung Sakura 'cukup'
keras sampai-sampai Sakura
meringgis menahan sakit
"Sakit bodoh!" Dengus Sakura yang hanya ditanggapi Ino seringai tipis.
Karin tertawa renyah begitu
melihat tingkah mereka yang
setiap kali bertemu selalu
berdebat dengan konyol.
Apalagi kelakuan Ino yang menurutnya sangat jahil. Cewek berkaca mata ini
memamerkan deretan giginya
yang terawat plus terkawat.
Kalau dipikir-pikir, Karin ini
sangat mirip sama someone.
"Aduh, kalian ini memang seperti anak kecil. Tiap kali
ketemu langsung bertengkar"
ucapnya memandang Sakura
dan Ino, bosan.
"Ah... kira-
kira, apa yang bakal kamu
lakuin hari ini. Kamu nggak
mungkin lupa ini hari apa
kan? Saturday night, lho?"
Sakura memincingkan
matanya. Dia tahu benar jika sahabatnya itu pasti menjebaknya dengan pertanyaan bertubi.
"Tau nggak, Aku
bakalan traktir kalian berdua
kalau hari ini aku nggak
ketemu sama preman cap
kadal itu" cibir Sakura.
Ino ngakak. Gadis bersurai pirang panjang itu baru berhenti
saat Sai― cowok dari kelas
Seni yang katanya lagi
dekat sama dia menatapnya
plus dengan senyum palsunya.
Kabar yang sering beredar, jika mereka dalam kondisi PDKT atau Pendekatan.
Ah... apa kalian tau jika
sekolah KHS ini terdiri dari kelas
yang berbda?
Ok, akan ku perjelas sekali
lagi.
Di KHS, cuma satu kelas yang
memakai jas. Kelas Mars
(kelas sepuluh), Kelas Jupiter
(kelas sebelas), kelas arius (kelas dua belas) dan kelas
Pasifik. Dan,
cuma satu kelas yang pakai
jas biru dongker. Yaitu kelas Pasifik dari
kelas Sains. Kelas yang
dipenuhi siswa-siswi peringkat
35 besar. Kelas ter-elite
diantara yang elite. Aku heran kenapa harus memberi nama yang seperti itu.
Aku melangkah ringan dan santai menuju kelas Sosial. Nggak perlu berjalan dengan sangat cepat, karena bunyi bel akan dibunyikan sekitar lima belas menit lagi.
Tapi yang bisa membuatku kaget adalah saat aku bertemu dengan Suigetsu. Aku memang berpacaran dengan laki-laki itu, tapi bukan karena aku menyukainya. Awalnya, aku nggak pernah punya pikiran untuk nerima taruhan dua sahabatku yang menyebalkan itu, Ino dan Karin, untuk berpacaran dengannya yang tekenal sadis dan sebagainya. Bahkan yang paling membuatku nggak percaya lagi, jika kedua sohibku itu menyuruhku ngebuat Suigetsu yang terkenal bengis itu bertekuk lutut dihadapanku. Awalnya aku memang menolak ide gila tersebut, kalau dipikir secara logika, melihat matanya yang tajam saja sudah ngebuat jantung copot. Lha ini? Apa mereka menyuruhku mati muda?
Dan saat aku menolaknya, apa yang mereka katakan,
"Bukankah kamu menyukai tantangan?"
Lalu apa yang harus aku katakan jika mereka sudah menjebakku dengan pertayaan tersebut?.
"Oh ya, Sakura, kemarin aku
lihat kekasih berandalanmu itu
boncengin cewek dari SMA
Teitan, lho" Ujar Karin
memanas-manasi Sakura lagi.
Sakura hanya diam tanpa
merespon apapun, wanita
berambut gulali itu hanya
mengeluarkan senyum tipis
andalannya.
"Oii... Kenapa malah senyum
sih. Nggak merasakan
apapun?"
Tanya Ino memincingkan matanya heran
"Ya... dia mau boncengan
sama cewek SMA Teitan atau
SMA lain pun aku nggak
peduli. Cewek selusin, sekodi
kek, aku nggak akan
ngelarang. Bukan urusan ku"
Sakura memandang kedua
temannya datar, gadis itu
sama sekali tidak
memperdulikan raut
keterkejutan dari mereka.
Semasa bodoh dengan itu.
Karin tersenyum tipis, " Suigetsu memang terkenal di sekolah ini karena sikapnya yang seperti preman, dan ditakuti, tapi aku nggak nyangka hidupnya bakal naas seperti ini saat berpacaran denganmu."
Dan kemudian mereka bertiga tertawa renyah.
Saat Sakura pulang sekolah, dia berdiri binggung dengan mulut terbuka plus merasa linglung di halaman rumahnya sendiri. Pasalnya, rumah yang biasanya ia tempati kini sudah ngelebihin rimbunnya hutan.
"Ini beneran rumahku nggak sih?" Gumamnya pelan.
Ngaak mungkin kan jika rumahnya ini akan dijadikan suaka margasatwa atau hutan lindung? Dan nggak lucu juga kan kalau rumah kesayangannya itu di kelilingi hewan.
Gadis beriris emerald itu terus memandangi rumahnya seksama. Matanya tak henti-hentinya memandangi sekawanan orang yang asyik merangkai bunga di pagar dan pintu rumanya."Sebebarnya ada apa sih ini?" Sakura melotot begitu melihat pohon kesayangannya yang sudah dililiti pernik lampu dengan berbagai warna.
"Danzo-san, sebenarnya ada acara apa sih?" Tanya Sakura pada Danzo, lelaki tua yang sudah lebih sepuluh tahun mengapdikan hidupnya bekerja di kediaman rumah Haruno.
"Wah! Nona Sakura nggak tahu ya. Tuan dan Nyonya tiba-tiba menyuruh saya menghias rumah sebelum malam nanti"
Sakura mengernyit heran. Sebenarnya apa yang Ayah dan Ibunya itu inginkan. Bazar bunga?
Sakura mencubit pipinya beberapa kali. Sakit, itu yang dirasakannya. Sepertinya dia nggak lagi mimpi.
Saat langkah kakinya masuk ke dalam rumah, Sakura dikejutkan saat manik emeraldnya menatap hiasan menenuhi seluruh rumahnya. Dia mengamati adanya beberapa bunga yang tertata rapi disetiap sudut rumahnya. Lalu berbagai hidangan yang siap di santap di meja panjang disana, bahkan tak lupa sebuah karpet merah yang tergeletak rapi di lantai. Rasanya sejak pagi tadi keadaan rumahnya normal. Bahkan Sakura nggak lihat ada tanda-tanda hal yang aneh pada kedua orang tuanya. Lalu apa-apaan dengan ini semua?
Segera, dengan cepat setelah menganti seragam sekolahnya, Sakura langsung berlari menuju kamar Ibu-nya. "Okaa-saaaann..."
Kebetulan, sesampainya Sakura berada di depan kamar ibunya, dia langsung nyelonong masuk. Dan beruntungna lagi dia mendapati kedua orang tuanya dengan mengenakan pakaian resmi. Dan segudang pertanyaan yang sejak tadi berputar-putar di kepalanya langsung segera diutarakannya.
"Sebenarnya ada acara apa sih ini. Waktu Sakura pulang, rumah udah kaya margasatwa gini." Tuturnya sambil menutup pintu. Kedua orang tua Sakura hanya tersenyum begitu melihat anak gadisnya yang sudah pulang sekolah. "Kenapa kalian tersenyum?" Sambungnya lagi dan duduk nyaman diatas kasur.
"Kamu akan Ayah tunangkan"
OH MY GOD!
Sakura menatap ayahnya tak berkedip sedikitpun. Ia mengorek-ngorek telingaya bergantian.
"Tadi ayah bilang apa?" Desisnya. Nyaris seperti orang sekarat. Takut-takut kalau dia nggak salah dengar.
"Malam ini, kamu akan ditunangkan sama anaknya teman Ayah. Dari keluarga Uchiha"
TBC
Ok, saya nggak tahu Fict ini modelnya kaya gimana. Yang jelas, saya mendapat ilham saat tadi pagi saya liat NARUTO seri UTAKATA. Apa kalian juga liat?
Hmmm... biarpun ini ide pasaran dan banyak banget di FNI, saya harap kalian mau membacanya :P.
Yosh, kelanjutan cerita ini kalian yang tentukan. Keep Or Delt?
Review?
