Disclaimer © Naruto milik Masashi Kishimoto, dan saya hanya meminjam karakternya saja.
Rated : T+
Genre : Romance, Drama, Family.
Warning! OOC, OOT, AU, TYPO, EYD berantakan dan semua kejelekan lainnya ada disini.
Don't like Don't read, and happy reding.
~oOo~
.
.
.
Oke, aku tahu bahwa semua yang kulakukan selama ini salah besar! Bukan apa-apa sih, hanya saja kenapa waktu itu aku sangat bodoh hingga dengan entengnya aku nerima taruhan konyol tersebut. Sedikit menghela napas dan mengusap permukaan wajahku kasar, aku langsung menghempaskan tubuhku dikasur kesayangan. Udah...aku akan menutup semua peristiwa gila itu dengan segera. Aku sudah nggak mau ingat-ingat lagi kenangan yang kubuat bersama Suigetsu beberapa bulan yang lalu. Dan sekarang, aku harus fokus dengan duniaku sendiri. Ah... dan untungnya lagi, sohib-sohibku itu nggak memintah jatah akan pertaruhan itu. Yaa... setidaknya aku harus bersyukur akan hal itu, kan?
Apalagi saat ini aku masih dalam status bertunangan. Ingat! Saat ini aku sudah terikat dengan si Uchiha itu. Kadang aku berpikir, kok bisa-bisanya ayah mencarikanku laki-laki super menyebalkan seperti dia, bahkan aku rasa dia jauh lebih menyebalkan dibandingkan Suigetsu. Bukannya aku membanding-bandingkan mereka, tapi memang begitu kenyataannya. Aku akui jika dia pintar, tapi dia pintar menyudutkanku. Dan aku benci itu.
Setelah kejadian penamparan diarea parkir yang dilakukan Suigetsu terhadapku, aku sudah nggak mau lagi lihat tampangnya itu. Sudah cukup aku berurusan dengan cowok macam dia. Memang sih, dia sangat terkenal dan ditakuti oleh beberapa siswa, tapi bagiku dia cowok paling brengsek yang pernah kutemui. Aku juga nggak peduli lagi tentang pertaruhan bodoh yang aku lakukan sama Ino dan Karin, aku masih sayang nyawaku dan aku juga masih ingin memiliki kulit mulus seperti gadis-gadis lainnya. Pokoknya, aku akan mengakhiri hubungan ini secepatnya! Masa bodoh jika harus kehilangan uang yang nggak seberapa itu, asalkan hidupku tenang tanpa ada cowok seperti Suigetsu.
Saat aku menceritakan pengalamanku yang sangat 'menyenangkan' itu, Ino dan Karin menatapku tak berkedip. Mungkin mereka shock saat mendengar ceritaku. Atau mereka malah takjub dengan aksi heroik yang dilakukan Suigetsu? Ah~ aku rasa mereka nggak mungkin segitunya. Dan satu lagi, aku juga menceritakan kisah pertunanganku pada mereka bahwa saat ini aku sudah resmi menjadi tunangan dari si pantat ayam, Uchiha Sasuke.
"Jadi, kamu sudah tunangan? Dengan si tampan Uchiha itu" Karin berteriak sekali lagi. Tapi didetik kemudian, aku membekap mulut besarnya itu. "Astagaaa! Masih jamannya gitu? Halloo nona manis, kamu itu bukan dijaman Siti Nurbaya." ucapnya setelah lebar dari bekapan tanganku
Aku mengangguk pelan dan mengehembuskan napas dalam-dalam. Berusaha mencegah Karin berteriak lagi. Sebagai bukti bahwa aku nggak ngibul, sengaja aku bawa foto hasil pertunanganku sama si Uchiha itu. Sebenarnya foto ini sudah ada didalam tas ku. Dan aku yakin sekali, kalau ibuku itu yang menyelinapkannya di tasku. Toh, aku nggak pernah bawa-bawa foto saat sekolah. Ya, siapa lagi tersangka utama kalau bukan ibu?
"Gilaaa! dia sangat tampan jika dilihat dari dekat. Pantesan saja, kamu langsung minta putus sama Suigetsu," Ino langsung merampas foto itu dari tanganku dan bicara nggak jelas. Dia tertawa dengan seringai kecil yang keluar dari bibirnya. Mungkin dia suka sama Sasuke.
"Tampan? Tch, begitu saja tampan. Lihat saja gaya rambutnya, kayak pantat ayam kan?" sungutku ketus. Nggak bermaksud ngehina sih, tapi memang kenyataannya begitu kan? Sasuke memang memiliki gaya rambut pantat ayam. Aku kan hanya bicara jujur.
"Aku juga mau kalau tunanganku kayak gini," seru Karin menyambar foto di tangan Ino dengan mata berbinar
"Oh may gooddd!? Ini sudah abad keberapa coba. Masak sih kalian nggak bisa bedain cowok tren dan mode. Dia aneh tahu! Kalian ini cuma lihat tampangnya saja, mana tahu seluk beluk dia seperti apaan."
Karin melongos menatapku tajam, "Tentu saja dia nggak bakal tahu tren dan mode. Dia kan bukan makhluk bumi seperti kita."
Aku mengernyit nggak ngerti perkataan Karin, "Maksudmu? Kamu pikir dia dilahirkan dimana kalau nggak dibumi." celetukku binggung begitu lihat Karin tersenyum
"Tentu saja dia malaikat. Lihat saja, paras wajahnya itu. Aku rasa dia pantas menjadi malaikat. Seharusnya kamu merasa beruntung dapat cowok tampan seperti dia, Sakura" Aku menganga dengernya. Malaikat? Ohh... lelucon macam apa lagi ini.
"Eh, bukannya dia ketua Osis kita yang baru? Denger-denger, karena dia tampan makanya dia langsung dijadikan ketua OSIS. Bukankah syarat untuk jadi ketua OSIS itu harus tampan"
Aku dan Ino melongo terdiam. Aku menatap Karin lama. Nggak tahu musti komentar apa lagi. Apa-apaan tuh, syarat darimana coba? Bukannya itu syarat pacarnya Karin?.
"Masak sih dia jadi ketua OSIS? Gaya rambutnya saja sudah kayak gitu. Aku takut kalau otaknya juga sama kayak rambutnya. Kan serem!" aku bergidik ngeri. Tapi kalau benar dia nggak pinter mana mungkin dia masuk kelas Pasifik.
Ino melirikku tajam. "Kamu kok bisa santai gitu ngomongnya, inget! Dia itu tunanganmu. Kok kamu jadi berpikiran negatif banget, sih? Sai saja yang pake kaca mata saja pinter kok, masak tunangan sendiri dikatain. Kamu itu aneh, Sakura." Aku tersenyum geli. Susah kalau Ino sudah bicara, gadis Yamanaka itu memang terkenal pinter soal ngejepit perkataan orang tanpa bisa berkutik. Heran, kenapa setelah lulus sekolah nanti dia nggak lanjutin kuliah di jurusan pengacara saja sih. Kenapa mesti jadi model. Heran!.
"Well! Sekarang hubunganmu dengan Suigetsu gimana?" Ino mengangkat sebelah alisnya. Dia menatapku serius
Aku mendesah berat, kemudian menatap Ino dan Karin bergantian. "Kita putus saja. Aku bilang begitu kemarin. Kemudian dia bilang begini; Sampai kapanpun, aku nggak mau putus!. Ya, kemudian aku pergi ninggalin dia yang teriak-teriak nggak jelas."
~0oo0~
Disclaimer © Naruto Masashi Kishimoto, dan saya hanya meminjam karakternya saja.
Rated : M, sengaja aku rubah rate-nya.
Genre : Romance, Drama, Family, Humor.
Pair : Sasuke U-Sakura H
Warning! OOC, OOT, AU, TYPO, EYD berantakan. Pokoknya kejelekan lainnya ada disini.
.
Don't like Don't read, and happy teading
~0oo0~
Aku berjalan terhuyung-huyung saat memasuki sekolah kesayanganku. Aku langsung melaju kesekolah setelah transit untuk mandi di rumah. Aku merenung dalam diam, hari ini rasanya ada yang berbeda dari sebelumnya. Yang biasanya aku akan disambut dengan tatapan tajam dan senyuman dari Suigetsu. Lalu sekarang? jangankan mendapatkan dua itu, bertatap muka saja nggak sama sekali.
"Kenapa? Rindu dengan Suigetsu?" tegur Ino yang tiba-tiba sudah berada disampingku. Ia menantapku dengan kerlingan kecil dan tersenyum menggoda kearahku.
"Nggak, aku bahkan lebih suka suasana seperti ini. Hidupku terasa damai" cetusku membantah tegas.
Karin dan Ino saling menatap, meski hanya sekilas aku tahu bahwa mereka meragukan ucapanku barusan. Meski kuakui, jika ada rasa sedikit kehilangan karena itu. Ya, mau diapakan lagi kan? Aku sudah terlanjur mengucapkan putus terhadapnya dan mana mungkin dengan mudahnya aku menarik perkataanku. Haahh... Lagipula, bukan itu yang harus kupikirkan sekarang.
Setelah peristiwa penamparan dan putusnya aku dengan Suigetsu, seluruh sekolah seolah memandangku aneh. Aku tahu, meski tak ada satupun yang mengadu padaku, tapi hanya dengan sekali lihat saja aku sudah pasti tahu tatapan-tatapan tak suka kearahku. Ah, masa bodoh dengan itu, yang penting aku sudah bebas dari si brengsek Suigetsu. Dan, aku juga tak keberatan jika seluruh cewek mengejar-ngejar cowok gila itu. Aku sudah tak membutuhkannya lagi!
"Eh coba lihat disana?" seru Karin terperanjat saat matanya menangkap sosok yang tak biasanya. Aku mengikuti arah pandang yang Karin lihat, dan betapa terkejutnya aku saat melihatnya. Wooow... ini bukan mimpi kan?
"Aku heran, kenapa dia sangat lengket dengan Shion." sungutku kesal. Aku menyilangkan kedua tanganku dan menatap dua anak adam itu berjalan bersama. Nggak dikantin, nggak dijalan, mataku selalu saja menangkap mereka. Ino yang mendengar ucapanku barusan mengernyit, lalu pandangannya ikut menuju kemana arah mataku sekarang.
"Cemburu?"
Aku nyaris tersendak mendengarnya. Cemburu dia bilang? Apalagi sama sih pantat ayam itu? Yang benar saja! Aku bahkan lebih memilih jadi pembantu daripada harus cemburu dengannya. Memangnya nggak ada cowok yang lebih baik daripada dia? Memang sih aku akui kalau aku nggak suka lihat mereka lengket seperti itu, tapi bukan berarti aku ini cemburu, hanya saja kenapa harus dengan Shion? Helloooo... apa dia buta? Shion bahkan lebih cantikan aku kan? Kenapa dia bisa baik dengan cewek licik itu dan malah mencari masalah denganku? Apa perlu aku mengingatkan status hubungan kami seperti apa?
"Jangan harap!" ketusku kesal menatap Ino tajam.
"Ya... Meski kalian baru kenal, tapi siapa tahu kalian akan sama-sama suka. Bukankah kalian sudah resmi bertunangan, yang suatu saat nanti bakal menjadi suami istri," Timpal Ino dengan seringai mesumnya. Kadang aku heran, kenapa sih aku bisa berteman baik sama dua cewek ini?
Aku mendengus lagi saat Ino mengatakan itu. Menikah? Aku bahkan baru berumur tujuh belas tahun. Bisa-bisanya Ino berkata seperti itu padaku. Aku langsung buru-buru melangkah pergi, entah kenapa suasanaku hari ini sangat kacau. Sudah kukatakan bukan, bahwa kehadiran Sasuke pasti membawa bencana buatku. Nha, ini salah satu bukti nyatanya. Kena tampar, putus, dan sekarang apa? Astaga! Apa sih yang membuat hidupku setragis ini.
"Mau kemana?" tanya Karin saat melihatku berdiri.
Aku menoleh dan menatap mereka tajam, "Tentu saja masuk kelas" sungutku kesal yang hanya ditanggapi anggukan kecil dari Ino dan Karin.
.
.
"...kura, Sakura..., kamu kenapa sayang?" aku tergagap saat ibuku menepuk pipiku pelan. Ia terlihat binggung dengan kebenggonganku.
"Ah... Bukan apa-apa kok." sahutku cepat sambil tersenyum kaku
"Kenapa? akhir-akhir ini ibu lihat kamu sering melamun. Apa ada masalah dengan Sasuke-kun?" Ibu langsung memposisikan duduknya disampingku, lalu membelai surai merah mudaku lembut. Aku menatap manik ibu penuh sayang, satu-satunya warisan yang kudapat dan nggak bakal ada satupun yang bisa merenggutnya
"Nggak kok, kenapa ibu berpikir seperti itu. Cuma lagi banyak ulangan saja disekolah" ujarku mencari alasan. Tapi yang kukatakan memang nggak sepenuhnya bohong kok.
Ibu tersenyum masam, dia menghela napas pelan dan tersenyum tipis. "Benarkah?"
Aku mengernyit tak mengerti, "maksud ibu?" Ibu terdiam sejenak. Sepertinya, dia sedang menimbang-nimbang sesuatu.
"Tentang pertunangan yang diadakan secara tiba-tiba itu, sebenarnya ada alasan khusus yang membuat ayah melakukannya"
Aku mengernyit dan mencibir pelan. Ya mana aku tahu kalau ada alasan dibalik pertunangan mendadak itu. Aku bahkan tak mengenal Sasuke sebelumnya, dan kalau aku tahu alasan sebenarnya, mungkin aku akan menolaknya habis-habisan. Jika perlu aku kabur sekalian. Mana mungkin aku mau ditunangkan dengan cowok macam dia. Memang sih dia tampan, tapi tetap saja siapa yang tahan dengan mulutnya yang tajam seperti dia? Sudah begitu, dia lengket banget sama nenek lampir itu. Ah, aku rasa nggak bakal ada yang mau sama cowok sejenis itu! Aku yakin!
"Ibu dan ayah hanya ingin yang terbaik buatmu, sayang. Mungkin ini terlihat aneh, tapi percayalah jika semua yang kami lakukan semata-mata demi kebahagiaanmu. Ayah hanya tak ingin jika kejadian dua belas tahun yang lalu terulanh lagi."
Aku mengernyit lagi, nggak tahu musti bicara dan berekspresi seperti apa. Sebenarnya ibu mau ngejelasin atau mau membuatku binggung?
"Maksud Ibu apa sih?"
Ibu tersenyum bijak, dia memelukku erat dan mencium keningku singkat "Suatu saat nanti kamu pasti mengerti."
Aku terbengong dengan mulut terbuka. Ibuku aneh nggak sih? Maksudku dia ingin menjelaskan sesuatu tentang pertunangan yang diadain secara mendadak, tapi saat aku tanya, ia malah tersenyum bijak. Aku jadi tambah binggung dengan sikapnya. Lalu apa yang terjadi dengan dua belas tahun yang lalu, sepertinya nggak ada kejadian aneh saat itu. Aku menggeleng dan mengusap wajahku binggung, semakin dipikir kok kepalaku rasanya ingin pecah.
"Nha... Karena kamu nggak ada kerjaan, bisa bantu ibu antar kue ini kerumah Sasuke-kun," ibu tersenyum tipis dan mengerling kearahku. Aku terbenggong, nggak tahu harus berkata apa untuk membantah permintaan ibu barusan. Yang bisa kulakukan sekarang hanya menggerutu dan berdecak kesal saat melihat senyum penuh rekayasa dari ibuku itu.
.
.
Aku berjalan lunglai melewati koridor-koridor kelas. Gara-gara perkataan ibu kemarin, semalaman aku nggak bisa memejamkan sedikitpun kelopak mataku biarpun waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Otakku selalu saja mengingat perkataan ibu dan aku terus saja mencoba mengingat apa yang telah terjadi padaku beberapa tahun yang lalu. Oke, anggap saja aku seorang gadis yang payah dalam mengingat sesuatu daripada nenek yang usianya sudah hampir seabad. Yang kutahu, dua belas tahun yang lalu aku tinggal di Suna dan beberapa tahun kemudian aku kembali lagi ke Konoha. Selebihnya... Mana aku pikirkan.
Masa bodoh dengan alasan pertunangan dan kejadian dua belas yang lalu. Intinya, aku tindak pernah dan tidak ingin bertunangan dengan makhluk yang rambutnya menyerupai pantat ayam itu. Apalagi dia sangat menyebalkan dan selalu membuat hari-hariku menjadi sial. Ohh... ayolah, kenapa harus dengan dia? Kenapa nggak dengan cowok lain saja sih.
Aku kesala, dan hari -hariku semakin kesal saat melihat Suigetsu yang kini sudah duduk dikursiku. Apa lagi ini? Belum puas juga dengan penamparan yang sudah dilakukannya, sekarang apalagi yang dia inginkan dengan menduduki kursiku.
"Hallo, Sakura." Suigetsu melambaikan sebelah tangannya dengan cengiran mautnya itu. Dia tertawa riang, seperti tidak pernah terjadi apapun diantara kami sebelumnya. Setelah hampir seminggu dia tak masuk kelas, sekarang dengan gamblangnya ia tersenyum kearahku tanpa beban? Hey... apa dia sudah gila.
Aku mengedarkan pandanganku keseluruh kelas. Sepertinya semua tampak tenang dan biasa saja. Aku mengernyit heran, entah kenapa tak ada suara bisik-bisik dari beberapa gadis yang biasanya mereka lakukan jika Suigetsu ada didalam kelas atau pandangan tak suka yang sengaja mereka berikan padaku karena desas desus akan putusnya hubunganku antara Suigetsu.
"Apa yang kau lakukan disana. Itu tempat dudukku." ujarku menatap Suigetsu sekilas yang lagi-lagi hanya ditanggapi dengan seringai tipis dibibirnya. Aku mengerutkan alis dalam, nggak tahu lagi harus bersikap dan bereaksi apalagi untuk menghadapi cowok aneh ini.
"Aku ingin menemuimu. Bukankah itu hal yang wajar bagiku jika ingin menemui kekasihnya." aku memandang Suigetsu tajam. Apa yang dia katakan barusan? Kekasih? Apa dia sudah nggak waras atau dia suda hilang ingatan. Aku bahkan sudah nggak mau memngingat lagi jika kami pernah menjadi sepasang kekasih.
"Tch! Kau lupa dengan perkataanku beberapa hari yang lalu, eh? Kita bukan sepasang kekasih lagi... dan aku sudah tidak berminat menjalin hubungan denganmu." sungutku setengah kesal.
Suigetsu tertawa dan beranjak dari tempat duduknya. Lelaki dengan perangai aneh itu mendekatiku dan menatapku lekat-lekat, "aku tahu! Apakah tamparanku sangat membekas dihatimu, sayang?" ujarnya sambil membelai pelan pipi yang kemudian langsung kutepis kasar. "Dan sejak kapan kau jadi tunangan dari pemuda Uchiha itu? Apa karena dia kau jadi seperti ini." dengan senyum yang memperlihatkan sederet gigi-gigi tajamnya, aku sontak melotot dan terkejut saat mendengar penuturannya barusan.
"Dia... tahu darimana kalau aku bertunangan dengan pantat ayam itu?"
"Kenapa... Kau terkejut hmm. Kau pikir aku akan diam saja dengan ini? Ingat, kau akan kembali lagi dalam pelukanku, Sakura." Suigetsu langsung pergi meninggalkanku dengan raut wajah terkejut. Otakku sudah nggak bisa diajak untuk berkompromi. Ah jangankan kompromi, diajak untuk berbipir saja rasanya ingin meledak. Dan hanya satu pertanyaan yang melintas dari otak jeniusku, "Siapa yang memberitahu berita pertunanganku padanya?"
.
.
.
Aku duduk bengong di samping jendela kamarku sambil mendengarkan musik yang kusukai. Sedikit mengingat kembali perkataan Suigetsu tadi siang, rasanya aku pengen menghejar mukanya sampai tak berbentuk. Aku sungguh nggak habis pikir, darimana dia tahu jika aku bertunangan sama pantat ayam itu. Aku rasa... hanya Karin, Ino dan keluargaku yang mengetahui soal ini. Dan ya... Sasuke tentunya.
Aku menatap sebuah kalung yang bertenger di leher jenjangku, nggak tahu musti berkata atau berargumen seperti apalagi saat aku melihat gandul yang berlambang S disana, seingatku... aku nggak pernah membeli perhiasan seperti ini sebelumnya. Dan aku juga nggak pernah ingat jika ayah yang membelikannya. Tapi, saat aku menanyakan asal muasal kalung yang kupakai ini, ayah dan ibu selalu bilang jika aku mendapatkannya dari seseorang yang sangat spesial.
Ya... Masa bodoh dengan itu. Aku sudah nggak peduli lagi darimana kalung ini kudapat. Yang pasti, kalung ini sudah menjadi milikku untuk selamanya. Dan untuk yang memberikan kalung ini, aku rasa dia memiliki selera yang lumayan juga.
"Aduh... Sakura kan bilang, ketuk pintu dulu sebelum masuk. Ibu mengangguku melukis..."
"Memangnya apa yang kau lukis?"
Aku langsung membalikkan badan begitu mendengar suara yang sebenarnya sudah lama nggak pernah kesengar untuk beberapa hari ini. Ya anggap saja aku merindukan suara beritone ini.
Sasuke, jantungku seperti maraton saat melihatnya sudah berada diambang pintu kamarku. Well... sebenarnya apa yang terjadi padaku sih?
"Kenapa? Kau ingin menerkamku!?"
Aku mengerucutkan bibirku, "Apa yang kau lakukan dikamarku? Nggak lihat ada tulisan segede gajah yanh digantung dipintu itu?" kataku sinis.
Tanpa memperdulikan cowok yang sangat menyebalkan itu, aku langsung menarik guling dan memeluknya tanpa menghiraukan Sasuke yang kini sudah duduk dikamarku- disamping tempatku merebahkan diri. Sasuke mengamati setiap detail dekorasi kamarku yang sengaja dicat merah, dalam hati aku bergumam, "Nih cowok sebenarnya mau apa sih?" Aku sungguh nggak ngerti kenapa ia bisa masuk kekamarku tanpa mengetuk pintu kamarku lebih dulu.
"Ngomong-ngomong... paman dan bibi tahu jika kau punya kekasih, Sakura?"
Aku menahan napas. Darimana cowok nyebelin ini tahu kalau aku punya kekasih?.
"Memangnya kenapa? Dan kau tahu darimana kalau aku punya kekasih... kau memata-mataiku?" sahutku ketus.
"Kau benar-benar menyukainya?"
Aku menggigit ujung bibirku gelisah. "Kalau aku memang menyukainya kenapa? Keberatan? Atau jangan-jangan kau cemburu?" aku tersenyum penuh penekanan. Sasuke menatapku tajam dengan obsidian hitam miliknya. Sekalipun dia tampan, tapi tetap saja sorot matanya itu mengerikan bagiku. Lihat saja, rahangnya sudah mengeras dan alis matanya bertaut.
"Tch... Seleramu payah."
Aku tersentak! Apa yang barusan dikatakannya? Seleraku payah? Hallooo... nggak ada yang pernah mengucapkan kata menggelikan itu padaku sebelumnya. Dan cowok sialan ini baru saja mengatakannya? Apa dia nggak salah?
"Jika seleraku payah, lalu kau sendiri apa? Kau bahkan dengan mesrahnya menggandeng nenek sihir itu kemanapun kau pergi," Sasuke menautkan kembali alisnya dan menatapku tajam.
Tiba-tiba Sasuke berdiri dan berjalan keluar. Aku melongo melihatnya. Masak sih dia marah hanya karena aku nyebut nama Shion dengan sebutan 'nenek sihir', dia tersinggung? Aku kan hanya ber-can-da. Aku melemparkan guling dan berjalan seceparnya menyusul Sasuke. Tuh cowok memang sangat diluar dugaan. Kadang-kadang sulit dimengerti kemauannya.
"Sasuke..." aku memanggil namanya berkali-kali dengan inotasi yang cukup keras. Dia menoleh dan menatapku sekilas. "Heeiii... apa kau marah dengan ucapanku barusan?"
Sasuke hanya diam, cowok itu hanya menghembuskan napasnya pelan dan berbalik menatapku, "sudah malam, sebaiknya kau cepat tidur."
Lagi-lagi aku terperangan. Entah makhluk apa yang merasukinya saat ini. Aku benar-benar nggak tahu lagi harus bagaimana untuk menghadapi tunangan menyebalkanku ini. Yang jelas, sulit bagiki untuk menerka keinginan dan kelakuannya yang kadang-kadang membuatku frustasi.
"Ini masih jam sembilan, dan aku bukan gadis kecil lagi Sasuke," aku mengerucutkan bibirku dan mendecih kesal.
Sasuke tersenyum tipis. Entah apa yang membuatnya tersenyum. Apa karena tingkahku atau karena bibirku yang aku kerucutkan? Ah... entahlah.
"Kau selalu saja seperti ini, tidak pernah berubah dari dulu. Jangan membantah dan lekas tidur." ucapnya sekali lagi. Aku mendengus dan mengernyikan kening dalam. Tidak pernah berubah? Maksudnya apa sih? Memangnya kami pernah bertemu dan berkenalan sebelumnya?.
Sasuke menyeringai menatap kebinggunganku dan membelai surai merah muda milikku pelan, "cepatlah tidur, besok aku akan menjemputmu."
~oOo~
.
.
.
TBC
.
Oke, bagaimana dengan Chap ini? Mohon maaf karena keterlambatannya, RL sangat menyita waktu saya dan saya sungguh sibuk akhir-akhir ini. Mohon dimaklumi.
Dan untuk Chap ini, semoga saja tidak terlalu mengecewakan. Saya sedikit lupa dengan alur ceritanya, dan maaf juga jika cerita ini nggak terlalu ngena.
Yosh! Sampai disini dulu cuap-cuapnya. Dan mohon maaf jika sesuatu yang kurang menyenangkan.
Lamongan,, 04-04-2014
salam sayang : Aihara Meyrin
