Author's corner : demi kenyamanan, aku alihkan dari minseok pov jadi normal pov atau author pov, karena menurutku ada beberapa hal yang gak bisa minseok jelasin sendiri.

Warning : evryone, lemon is in the hoy^^ !

.

Mermaid Tears

Kim Minseok Xi Luhan

Cameo : Kris Wu & EXO

Disc : Inspired by mermaid tales, a pirate movie (Pirate of The Caribbean : On A Stranger Tides), and Xiumin 'under the sea' cuteness at EXO's Showtime episode 5.

A Fanfiction by Frozen Deer

.

Chapter 4 : Back To Black Pearlkembali ke Black Pearl.

.

.

.

Minseok rasa seketika dunianya runtuh menjadi puing-puing. Semua karena Luhan.

Luhan. Luhan. Luhan. Luhan. Semuanya karena Luhan. Luhan yang dingin, Luhan yang aneh, Luhan yang penyayang, dan—minseok benci mengakuinya—Luhan si duyung.

Baru kali ini, Minseok merasa sudah dibohongi, ditipu, dikhianati. Dan semua dilakukan oleh Luhan yang ternyata bukan perompak—parah lagi, bukan manusia. Bukan manusia biasa, karena, hell, dia punya ekor berwarna aqua dan berbadan manusia. Dia duyung. Ikan duyung. Putri duyung. Mermaid. Minseok benci mermaid. Dia sangat benci dan takut dengan putri duyung. Tapi nyatanya Minseok koma selama tiga minggu di pulau-sialan-aneh ini dan melewati seharian penuh dengan seseorang yang nyatanya bukan orang.

"Min−minseok …"

Minseok mendengus kasar. Ia tak sudi namanya dipanggil oleh makluk menjijikkan macam Luhan. Ia berjalan berbalik arah, meninggalkan wujud duyung Luhan. Mengacuhkan panggilan-panggilan Luhan yang tertuju kepadanya untuk tetap di sana, tidak meninggalkan Luhan.

Tapi Minseok tetap berjalan dan ia tak menyadari sesuatu. Sesuatu yang mengintipnya dari dalam perairan. Mengawasi gerak-gerik Minseok dan berenang menuju dasar laut.

"Harusnya aku tidak percaya pada orang asing." Pikirnya. Minseok merasa bodoh sekali bisa percaya pada Luhan. Ia menyesal sekali telah mempercayai Luhan.

Minseok menangis, tangisan penuh kecewa dan amarah, serta rasa dikhianati bercampur turun melewati lekuk pipinya. Kepalanya disembunyikan dibalik kaki dan pelukan tangannya.

"Minseok." tangisannya berhenti, suara itu,

"Minseok, kau kenapa?"

Kris? Itu suaranya Kris. Minseok mendongak memastikan apa yang didengarnya bersumber dari Kris. Benar, di depan sana ada Kris, Kris yang sebagian tubuhnya berada di perairan. Tubuhnya dibalut oleh kemeja putih bersih seperti punya Minseok sebelum pergi melaut. Surai dark brown-nya basah oleh air laut dan menetes membasahi pelipisnya. Tidak ada kail atau penutup mata, bahkan tangan kirinya terlihat baik-baik saja berbanding luru dengan matanya yang biasa ditutupi oleh kain penutup.

"Kris? Kau kah itu?" Kris di seberang sana mengangguk kecil sembari tersenyum manis kepada Minseok. Minseok mulai mendekat, "se-sejak kapan rambutmu c-cokelat?"

Kris hanya tersenyum. "K-kris, Yi-yifan? Kau kah itu? Kau tak tampak seperti Wu Yi Fan, Kris."

Kedua tangan Kris terangkat ke udara, melakukan isyarat agar Minseok mendekat. "Ini aku, Kris Wu. Kemarilah Minseok, mendekatlah." Minseok agak ragu, pasalnya pria itu tidak tampak seperti Kris—Kapten kapal Black Pearl.

"Eum, Kris. Bagaimana keadaanmu?" tanya Minseok. Balasan Kris hanya sebuah senyuman.

Sebentar lagi Minseok menyentuh perairan, dan Kris terus menerus melirik kaki Minseok. "Ayo, kemari. Jangan takut, aku disini, Minseok."

Raut wajah Minseok mengatakan kalau ia ragu. Sejenak suara Luhan yang memperingatinya akan bahayanya perairan terngiang di telinganya. Tapi suara-suara itu Minseok buang jauh-jauh. Untuk apa mendengarkan suara duyung, merekalah yang bahaya, pikir Minseok. Ia memantapkan langkahnya mendekati sosok Kris yang tersenyum puas. "Ayo, sayang, kemarilah." Kris menyeringai tipis.

Air laut sudah menenggelamkan kaki Minseok sampai lutut. Kakinya terus melangkah hingga …

"MINSEOK JANGAANN!"

Luhan muncul dari permukaan dari dan menubruk tubuh Kris hingga tenggelam ke dalam air. Tapi tadi ia mendengar Kris mendesis marah, seperti duyung yang tadi malam menyerangnya. Minseok ragu untuk bertindak, tapi akhirnya ia memilih untuk mengamankan diri ke daratan dan mempersenjatai diri dengan pisau yang tergeletak tak jauh di dekatnya.

Lama sekali. Luhan dan Kris berada didalam air. Minseok takut jika terjadi hal-hal yang bisa membuat nyawanya meregang, ia sudah janji pada Kris untuk membawakannya youth fountain. Jauh dilubuk hatinya, ia ingin Luhan bisa naik ke daratan dan menemuinya. Tapi ia terlalu naïf untuk sekedar mengakuinya, ia lebih memilih Luhan mati tenggelam didasar laut sana.

"M-Mhin …"

Itu, Luhan. B-bagaimana bisa? Minseok menatap sosok Luhan yang terluka dimana-mana. Tapi,,

Crasss

Sosok Luhan itu terjatuh dengan tombak menancap di punggungnya. Darah mewarnai air laut yang tadinya biru muda. Sosok Luhan yang lain di belakang jasad Luhan dengan nafas tersengal. Tubuhnya penuh dengan bekas luka.

"Kau harus pulang."

.

Minseok merasa hari ini dia sudah gila. Dimulai dari ia bangun tidur dan mencari Luhan. Mendapati duyung dengan ekor aqua. Kris palsu. Dan Luhan lagi.

Ia tengah duduk berhadapan dengan Luhan, tentunya dengan jarak yang terlalu tidak dekat. Awalnya, Luhan memaksa untuk berunding sejenak dengan Minseok, tapi MInseok menolaknya dan Luhan tetap bersikukuh dengan alasan demi keselamatan Minseok yang kian lama tidak terjamin.

"Baik," jeda sebentar, "Biar kujelaskan. Maaf sebelumnya aku tidak bilang kalau aku sebenarnya seorang merman atau mermaidman atau apalah, yang jelas aku ini sebangsa duyung. Soal teror-teror dari mermaid tadi dan kemarin bukanlah rencanaku. Justru aku yang membawamu dari badai laut. Aku menemukanmu di atas sebuah sekoci ada ditengah badai, lalu petir menyambar dekat dengan sekocimu, kau tenggelam dan aku menarikmu kesini. Sebenarnya aku adalah putera raja duyung, tapi aku tidak mau naik tahta dan memilih kabur, dan ini adalah pulau pelarianku. Pulau ini, Ningyo No Namida."

Minseok terdiam. Cerita Luhan tidak bisa ia percaya sepenuhnya. Bisa saja ini akal-akalan Luhan karena nanti Luhan akan menenggelamkannya sampai dasar laut dan ia akan mati dengan selangkangan yang sakit.

Ia harus bisa keluar dari situasi ini. Tapi bagaimana caranya?

"Kau harus keluar dari sini dan kembali ke kapalmu." Suara Luhan terdengar keras dan serius.

"Aku tidak bisa sebelum aku mendapatkan youth fountain." Suara Minseok melemah.

Luhan menangkup kedua waja Minseok di antara kedua tangannya. "Bodoh, kau bisa mati dalam jangka waktu pendek!"

Luhan berdiri dan menghempaskan tombak yang sebelumnya berada di genggaman tangan kirinya. "Aku tidak mau tahu, pokoknya kau harus segera kembali ke kapalmu!"

Minseok mengangkat wajahnya, menatap Luhan tajam. "Aku harus ke kapalku pakai apa? Berenang? Sudah pasti aku mati, tuan merman." Ujar Minseok sarkastis.

Luhan terlihat berpikir, mencoba mencari jalan keluar atas semua masalah ini. Masalah tentang Minseok yang ia selamatkan dari badai laut, dan hukum dimana seharusnya bangsa duyung harus menjaga jarak dengan manusia yang telah ia langgar.

Terlintas ide di benak Luhan, tapi Luhan ragu untuk membaginya dengan Minseok, takut-takut Minseok tambah murung dan tidak setuju. Tapi wajah kusut Minseok memaksa untuk mengatakannya.

"Baiklah, kalau kau bersikukuh untuk ke Ai To Zetsubō. Mungkin aku bisa membantumu mendapatkan youth fountain."

Minseok melotot. "Tapi, kau kan …" Luhan menatapnya tajam, "bagaimana bisa?"

Luhan berjalan menuju bibir pantai tidak menghiraukan Minseok yang tengah berkacak pinggang menanti jawaban Luhan. Badannya benar-benar sudah tidak mulus lagi akibat berkelahi dengan duyung yang suka meneror Minseok dari kemarin. Memang, susah sekali mengalahkan panglima perang kerajaan duyung yang kekuatannya tidak bisa lagi diragukan oleh seluruh samudera. Dan ada rasa bersalah dalam hati Luhan karena telah membunuhnya, mengingat panglima itu sering menemani Luhan bermain dari kecil.

"Aku akan ke teluk itu."

"Tap−tapi ...,"

"Tanpamu!"

Terlambat, Luhan sudah berenang masuk ke dalam air. Ada keraguan di hati Minseok. Ragu untuk berterima kasih dan meminta maaf. Karena Minseok akui, Minseok memang naïf dan dunia tahu itu.

.

Sudah tiga hari Minseok menunggu kedatangan Luhan. Dan tiga hari itu ia sanggup berpuasa makan daging karena ia takut memancing dan bertemu duyung. Catat; sekarang Minseok takut duyung kecuali Luhan, walau agak sedikit takut dengan Luhan setelah tahu kalau Luhan itu duyung juga.

Tersiksa juga hanya makan rebusan daun dan buah-buahan aneh yang ada di hutan. Juga ia harus terjaga kalau-kalau ada duyung yang menyamar menjadi manusia datang dan menyergapnya.

Disaat itu Minseok mengakui kalau ia ingin ada Luhan di sisinya dan memeluknya seperti insiden penyerangan duyung yang pertama. Hatinya mulai melunak untuk Luhan. Otaknya serasa amnesia akan tujuan sebelumnya untuk mengambil mata air awet muda. Ia hanya ingat Luhan dan hanya Luhan yang ada di hati maupun pikirannya. Cuma Luhan.

Hanya Luhan.

"Lu," Minseok mengigau dalam tidurnya, "Han …"

Ia bermimpi masuk ke dalam pusaran air bersama Luhan. Tapi Luhan tidak di sisinya dan Minseok merasa takut sekali. Air mulai menariknya dan Minseok berusaha agar tidak tenggelam. "LUHAN!" Diseberang sana Luhan juga berteriak memanggil nama Minseok, tapi Minseok tidak mendengar apa-apa melainkan hanya bisa melihat gerakan mulut Luhan.

"LUHAN!"

Minseok semakin masuk ke dalam pusaran air. Ia terus melawan tapi tanga-tangan air menarik-narik kakinya agar ia semakin masuk ke dalam air. Sementara Luhan berpegangan pada sesuatu yang aneh berbentuk segitiga berwarna putih kuning seperti gigi. Kemudian muncul berbagai segitiga di setiap tingkatan pusaran membentuk lingkaran. Netra Minseok melotot. Ini, …

"MONSTER!" tidak dapat tertolong lagi, Minseok sudah tidak dapat ditolong sudah tenggelam hanyut masuk ke dalam pusaran air—lebih tepatnya mulut monster. Pandangannya mengabur tertutupi oleh air yang menutupi arah pandangnya.

"Lu—mpth …" Dunianya perlahan memutih.

"Minseok."

Minseok terbangun. Nafasnya tersengal tidak karuan. Tubuhnya basah dibanjiri keringat dingin yang mengucur deras membasahi tubuhnya. Tangannya digenggam oleh tangan seseorang. Kepalanya mendongak.

"Lu−Luhan?" Betapa bahagianya Minseok melihat sosok Luhan ada di depannya. Segera Minseok memeluk tubuh Luhan dengan erat—tidak mau kehilangan Luhan lagi.

Luhan balas memeluk Minseok, tidak kalah erat. "Minseok. Mimpi buruk?"

Minseok mengangguk dalam pelukan Luhan. Tubuh bagian atas Luhan yang telanjang basah akan air laut, baunya pun bau asin laut. Luhan menyembunyikan kepalanya di ceruk leher Minseok, menciumi leher dan bahu Minseok dengan lembut. Sesekali juga menghisap kecil-kecilan leher Minseok.

Tangan Luhan mengeluarkan Minseok dari dalam pelukannya. Dirogohnya saku belakang celananya dan mengambil sebuah tabung transparan kecil dengan hiasan dan tutup yang terbuat dari emas. Tabung itu ia berikan kepada Minseok.

Ia mencium dahi Minseok. "Mata airnya." Kata Luhan. Netra Minseok menatap Luhan tak percaya. Minseok memeluk leher Luhan hingga Luhan agak terjerembab ke belakang. Alunan tawa bahagia keluar dari celah bibir Minseok. Tak luput tangan Luhan yang membelai sayang surai Minseok, juga kecupan-kecupan ringan dilayangkannya kepada Minseok.

"Ayo, tunggu apalagi! Minum airnya, dan sebutkan tiga permintaanmu." Minseok bangun dari tubuh Luhan. Senyumnya tetap merekah di bibir merah menggodanya.

Dibukanya tutup emas tabung yang berisi youth fountain. Minseok memejamkan matanya, membuat permohonan setelah sebelumnya menenggak habis isi tabung itu. Luhan mengelus surai Minseok sayang.

"Sudah."

"Kalau begitu kau harus pulang."

Mata Minseok terbelalak. Kenapa mendengar kata pulang membuat Minseok tidak berselera? Tidak ingin. "Pu−pulang?"

Luhan mengangguk dan menggumam kata 'pulang' sekali lagi.

"Tapi bagaimana? Aku sudah tidak punya sekoci lagi. Aku …," Minseok menggigit bibir bagian bawahnya. "Tidak bisa pulang."

Tawa renyah Luhan meledak begitu saja. Tubuhnya masih berada di bawah Minseok.

"Kata siapa," bibir Luhan mendekati daun telinga Minseok, "Sayang."

.

Jongdae sedang berdiri memantau di tiang pemantau. Angin berhembus sepoi-sepoi menerpa wajah kotaknya. Dikeluarkannya nafat berat lewat hidungnya.

"Ahh, begini lebih baik."

Diliriknya suasana kapal Black Pearl yang ramai manusia tapi sepi suara. Bagaikan kapal berisi mayat hidup. Semuanya karena kepergian nekat Minseok semenjak satu bulan yang lalu, dan tidak kunjung datangnya Minseok selama hampir satu bulan. Banyak awak yang menghadap Kapten untuk menyusul Minseok, tapi Kapten selalu menolak dan dapat mengatasi kerusuhan yang terjadi di kapal.

Jongdae bertopang dagu, "Minseok hyung, kapan kau pulang?" lirih Jongdae.

Tanpa sadar, matanya menatap benda asing dikejauhan. Sesuatu yang sedang mendekati Black Pearl di atas permukaan air. Dengan sigap ia mengambil teropong berkarat kesayangannya. Matanya membelalak tak percaya.

"M−mhin … MINSEOK HYUNG DATAAANGGG!"

Tao dan Chanyeol yang sedang bersender di bawah tiang pemantau terjatuh oleh teriakan menggelegar Jongdae. Baekhyun langsung berdiri dari duduknya. Kyungsoo yang tadinya berada di dek bawah langsung naik ke dek atas. Semua yang ada di kapal langsung melihat arah tangan Jongdae menunjuk dan kemudian bersorak senang.

Semua awak berpelukan tanda gembira akan kepulangan Minseok. Tidak terkecuali Jongin dan Sehun yang bahkan meneteskan air mata di masing-masing bahu dan dada. "Ya Tuhan, aku tidak menyangka ini!" teriak Jongin senang.

Sehun tertawa bahagia. "Sebentar," ia melepas pelukan Jongin, "Kapten harus diberi tahu akan hal ini!" kata Sehun antusias sambil menarik lengan Jongin menuju ruangan Kapten.

"Kapten," Sehun bahkan lupa mengetuk pintu, "Minseok hyung datang!"

Kris berbalik menatap Sehun dan Jongin tak percaya. Sama dengan Sehun dan Jongin yang menatap takjub Kris.

"D−dimana?!" tanya Kris tidak sabaran.

"Luar." Jawab Jongin sambil menuntun Sehun keluar ruangan. Kris langsung berlari hingga tanpa sadar menabrak beberapa awak sampai terjatuh. Tawa bahagia terdengar dari celah bibir Kris melihat tubuh utuh Minseok sedang berusaha naik ke atas kapal. Tanpa pikir panjang Kris memeluk tubuh Minseok dan berputar-putar membuat Minseok terbang di udara. Semua awak kapal turut tertawa meramaikan suasana.

"Haha, … Kapten sudah, sudah … turunkan aku!"

Kris menurunkan Minseok, tapi tetap memeluknya erat. "Terima kasih. Terima kasih untuk kembali." Bisik Kris lembut.

"Oh iya," Minseok keluar dari pelukan Kris, "Ada yang ingin aku tunjukkan kepada kalian."

Minseok setengah berlari dan menarik Luhan yang baru saja naik kapal. "Perkenalkan, ini Luhan." Luhan tersenyum ramah dan melambaikan tangannya kepada seluruh awak Black Pearl.

"HAI LUHAN!" teriak Baekhyun yang duduk di sebelah kemudi kapal. Semuanya tertawa.

"Dia yang membantuku ke Ai To Zetsubō. Dia juga yang telah menjagaku selama perjalanan. Berterima kasihlah pada Luhan karena Luhan lah aku bisa kembali kesini lagi."

Chanyeol langsung maju dan menjabat tangan Luhan, "Aku Park Chanyeol. Main nahkoda di kapal ini. Terima kasih sudah membantu hyung tercinta kami."

Kemudian Jongdae mendorong Chanyeol dan menjabat tangan Luhan, "Kim Jongdae, pemantau keadaan di sekitar kapal."

"Huang Zi Tao, panggil saja Tao. Nahkoda kedua setelah Chanyeol."

"Kim Jongin. Sebenarnya aku bingung akan posisiku disini. Terkadang aku disuruh membersihkan kapal, terkadang disuruh membuka layar, terkadang disuruh menembakkan meriam, terkadang disuruh memantau. Aku fleksibel disini."

"Sehun. Fleksibel." Kata Sehun datar.

Semua sibuk berkenalan dengan Luhan. Minseok ditarik Kris menuju ruangan Kapten.

"Kenapa kau bawa dia?"

"Aku berhutang budi padanya."

"Aku tidak suka."

Minseok meremas lengan Kris pelan, "Ayolah, Kris …"

"Tidak! Aku tidak percaya dengannya!"

MInseok menatap Kris tepat di mata agar Kris melunak. "Tidak." Nafas berat berhembus keluar lewat celah bibir Minseok.

"Minseok, aku pernah melihat sorot matanya di permukaan air laut selama beberapa kali kita berlayar. Aku tidak mungkin salah mengenali walau aku hanya melihat dengan satu mata kala itu."

Minseok tersenyum lembut sembari mengusap pipi Kris dengan sayang. "Kris, kalau tidak ada dia aku tidak akan ada di sini sekarang." Kris berdecak kesal, melepas tangan Minseok, "Tapi kenapa harus dibawa ke Pearl?" Minseok menatap Kris memohon dengan binaran-binaran di kedua obsidian indahnya, "Aku hutang budi—ah, lebih besar lagi—aku hutang nyawa kepada Luhan. Lagipula dia itu perompak yang terdampar dan membantuku dari badai laut. Dia juga yang meminjamkan sekoci dan gayung untukku. Makanya aku bisa kesini."

"Kalau dia punya sekoci dan dayung sendiri kenapa tidak dari dulu ke kapalnya sendiri?" ujar Kris. Raut mukanya sudah seratus persen keras.

Minseok menghela nafas panjang. Dasar keras kepala, pikirnya, "Oke, Kapten … kalau ia sudah begitu dari awal, maka aku tidak akan pernah kembali ke Pearl lagi." Jemari Minseok masuk ke sela-sela rambut pirang Kris yang lebih cepak dari sebelumnya.

"Kau tidak menghargai perjuanganku eoh?" Raut muka Minseok berubah cemberut. "Memangnya kau pikir mengambil mata air di Zetsubō mudah?" Minseok melipat kedua tangannya di depan dada. "Huh … sekarang kau mendapatkan apa yang kau inginkan. Tapi aku tidak. Jahat!" Minseok memutar badannya membelakangi Kris.

Giliran Kris yang menghela nafas panjang. Dasar keras kepala, pikirnya, "Huft …, Tidak semuanya terkabul, Min." Kris memutar badan Minseok, "Ayahku, Kapten Wu Li Fai, tidak bangkit dari kematiannya." Minseok memekik tertahan. Ditatapnya dalam onyx Kris, mencoba mencari kebohongan di dalamnya. Kris tertunduk, menghindari kontak mata dengan Minseok.

"Ya tuhan, Kris … aku benar-benar t-tidak percaya. Padahal a-akku sudah mengucapkan wish itu saat minum youth fountain. Ya ampun, aku minta maaf kepadamu."

Kris menaruh telunjuknya di depan bibir Minseok. "Sst .., tidak apa-apa. Yang penting kau kembali."

Satu tetes air mata jatuh, terjun menuruni pipi putih Minseok. "Hei … jangan nangis. Perjuanganmu tidak sia-sia kok. Lihat nih, aku jadi tampan lagi." Kris menghapus air mata Minseok. Tapi air matanya malah mengalir lebih deras.

CUP!

Tanpa pikir panjang Kris mencium bibir mungil Minseok. Membuat yang dicium terbelalak kaget sekaligus berhenti menangis. Dengan cepat Minseok mendorong tubuh Kris untuk menjauh. "KREASE!"

"Hahaha … yang penting kau berhenti menangis kan?!"

Kris tertawa geli melihat reaksi Minseok yang menurutnya lucu. Tak tinggal diam Minseok langsung mengelitiki perut Kris sampai Kris menjerit-jerit minta ampun kepada Minseok. Saking asyiknya sampai tidak merasa ada memerhatikan mereka lewat celah pintu.

.

Seperti biasa, pada malam hari, para awak kapal menggelar pesta di dek bawah untuk merayakan kedatangan dan keselamatan Minseok kembali ke kapal Black Pearl tercinta serta menyambut kedatangan Luhan yang sudah dianggap penyelamat Minseok dan teman baru awak Black Pearl. Dimulai dengan Chanyeol, Jongdae, dan Tao yang memainkan alat musik seperti; akordion, harmonika, dan ukulele, mengiringi nyanyian Kyungsoo dan Baekhyun tentang kehidupan bajak laut yang perkasa di atas kapal.

Semua awak tertawa tak terkecuali Luhan yang tampak menikmati walau ia terus mencari sosok Minseok. Joonmyeon disebelahnya tersenyum malaikat walau tangan kanannya menyodorkan segelas anggur mahal yang dibelinya secara sembunyi-sembunyi di pelabuhan beberapa bulan yang lalu. Sementara Sehun yang sudah dipengaruhi alkohol menciumi Jongin yang sama mabuknya dan merancau tidak jelas kepada Luhan tentang bagaimana soju murahan itu enak sekali dan Luhan harus mencobanya. Luhan tetap tersenyum walaupun telinganya mau meledak mendengar rancauan Sehun.

Tiba-tiba Baekhyun dan Yixing tiba di hadapannya, menarik pergelangan tangannya ke tengah-tengah kerumunan orang-orang bermusik. Baekhyun berdiri di samping Kyungsoo yang duduk di atas gentong anggur sambil terus bernyanyi dan bertepuk tangan mengikuti alunan irama musik.

"Ayo menari!" ajak Yixing. Luhan menolak, kemudian mendorong awak lain untuk menggantikan posisinya dan mundur secara perlahan.

Sempat kaget melihat Sehun dan Jongin yang sedang bercumbu, akhirnya ia memilih untuk pindah tempat. Dilihatnya sekitar dek. Tidak ada tanda-tanda Minseok. Melainkan tanda-tanda para awak kehabisan lagu untuk dinyanyikan lagi.

Baekhyun menghampiri Luhan dan membuat semua mata mengikutinya. "Luhaen!" Luhan sedikit terperanjat, "Apa yang harus kita lakukan? Sudah tidak ada lagu lagi untuk dinyanyikan. Terlalu bosan untuk mengulang lagu."

Peduli sekali aku mengurusi kalian, pikir Luhan. Tapi jelas Luhan tidak ingin mereka tahu. Jadi ia memasang wajah sok berpikir dan memandang sekitar dek. Kebetulan sekali wajah Minseok mampir di otaknya, dan satu lagi wajah sok tampan yang melebihi kekuningan rambutnya.

Xi Luhan menyeringai tipis. "Bagaimana kalau main kartu?" semua awak berdecak malas. "Terlalu membosankan!"

"Tapi setiap membuka kartu kita harus minum soju." tambah Luhan.

"Hanya minum soju? Tidak ada hadiah yang lebih menggiurkan kah? Atau mungkin yang kalah harus menghabiskan satu malam di tiang depan kapal, itu bahkan lebih seru daripada minum soju sehabis buka kartu." Celetuk Tao.

"Kami butuh yang lebih!" kata Sehun datar. Jongin mengangguk dipelukannya.

"Hei, hei!" Kyungsoo tiba-tiba berdiri, "Bagaimana kalau kita ajak Minseok hyung main? Dia pasti kalah dan kita kerjai dia habis-habisan."

Semua awak bersorak setuju.

"Tunggu! Bagaimana kalau Minseok dijadikan hadiahnya? Apa yang bisa pemuda kaku itu lakukan kalau misalkan dia dipertaruhkan tubuhnya disini? Coba bayangkan …, satu malam bersamanya!" bagai terhipnotis oleh kalimat Luhan, seluruh awak membayangkan satu malam dengan Minseok si kaku tanpa balutan kain, di atas ranjang, dalam beberapa ronde.

Kyungsoo yang notabene adik tersayang Minseok langsung bangkit dan protes, "Apa tidak keterlaluan?"

"Aish, kau mau ikut tidak? Lumayan tauk hadiahnya!" celetuk Jongdae. Kyungsoo menggeleng.

"Mari dimulai."

.

Fantasi liar awak kapal dan kerasnya pengaruh alkohol membutakan mereka. Tujuannya adalah satu malam sepuasnya dengan si kaku Minseok yang selama ini mereka hormati. Kalau ada yang harus bertanggung jawab acara ini adalah Luhan, Luhan si panitia acara lomba kartu remi berhadiah tubuh Minseok.

Jangan tanyakan apakah permainan itu berlangsung curang atau tidak. Karena si panitia sendiri yang ikut andil dalam permainan malah berlaku curang dengan tidak menenggak soju yang diwajibkan untuk diminum setiap ia membuka kartu. Jadi, akal sehatnya masih main dan bekerja baik, tidak seperti awak lain yang mulai asal-asalan mengeluarkan kartu.

Hilir mudik peserta keluar dari meja. Hanya Luhan dan Chanyeol yang bertahan. Ada sengatan listrik disetiap mata keduanya bertemu.

"Ada apa sih?" tanya Minseok yang baru datang di dek bawah.

"Eh, ada 'hadiah' hyung." Celetuk Chanyeol.

Tak!

Luhan mengeluarkan kartu terakhirnya. Membuat Chanyeol dan awak kru lainnya melongo tak percaya. Chanyeol langsung mengumpat terang-terangan di depan Luhan. Semua pasti sudah tahu kalau angka tujuh bisa dikalahkan oleh King—King Luhan.

Luhan menghampiri Minseok.

"Ayo, ada yang harus kita selesaikan malam ini."

Minseok menatap Luhan tak mengerti. "Hah?" Luhan menyeringai tipis.

"Malam ini, kau milikku."

.

.

.

"A-ahh!"

Sesuatu yang besar memasuki Minseok. Luhan liar dan kasar membuat yang di bawah sana terasa perih. Tubuh mereka sudah tak berbalut benangpun. Dalam hati Luhan berteriak bangga dengan hasil pekerjaannya pada tubuh Minseok.

Luhan terus menyodok bagian bawah Minseok lebih dalam menghantam benda kenyal milik Minseok yang membuat Minseok mengerang nikmat. Walau kenaifan Minseok yang berteriak meminta Luhan untuk berhenti. Erangan dan desahan nikmat terus keluar melalui celah bibir Minseok atas perlakuan Luhan yang begitu sensual dan nikmat malam hari ini. Harus diacungi jempol untuk Luhan yang berhasil membuat Minseok keluar untuk pertama dan beberapa kali.

"Aahhh … Hh-hentikan!"

Yang di atas Minseok sudah tuli. Telinganya tertutup oleh kabut kenikmatan berupa suara desahan dan erangan Minseok yang meminta kepada Luhan seorang. Terdengar manis dan bergairah di gendang telinganya, menyampaikan pesan ke seluruh tubuh untuk melakukan sebaliknya. Tubuh Luhan terasa panas dan terbakar akibat semua yang diberikan Minseok kepada Luhan. Tangan kanannya memilin titik cokelat Minseok dengan sensual membuat Minseok mengerang nikmat, tangan yang lainnya juga tidak tinggal diam untuk bermain bersama adik kecil yang sudah besar meski tak sebesar Luhan di dalam sana.

"Aauhh … L-Luhaann,"

"Katakan kau ingin lebih, Minseok." Luhan menghantam titik nikmat Minseok.

Minseok mengerang, "Aaa-ahhh!"

Keras dan cepat. "Tidak? Kalau begitu teriakkan namaku dengan lantang ya?" Minseok menggeleng, kuku-kuku jemarinya menancap dalam pada bahu Luhan.

"Naa-ahhh! C-cukuuup,"

Tidak. Segitu tidak akan pernah cukup untuk Luhan. Kenikmatan ini mengelabuhi akal sehatnya. Miliknya di dalam makin besar dan cepat, sama seperti Minseok yang sepertinya mau datang. Wajah dengan peluh, mata yang terpejam, menggigit bibir bawah hanya untuk menahan desahannya. Oh, ini pemandangan yang tidak boleh dilewatkan. Lihatlah, bagaimana Minseok membuka mulutnya untuk mengeluarkan desahan lega nan menggoda di telinga Luhan. Silahkan katakan Luhan itu duyung tak tahu diri. Toh, ia takkan peduli. Seumur hidupnya sebagai merman, hanya wajah erotis milik Minseok lah yang paling indah yang pernah ia temui. Erangan dan desahan nikmat tapi naïf milik Minseok jauh lebih indah daripada nyanyian-nyanyian merdu mermaid yang sering didengarkannya. Bahkan satu malam bersama dengan Minseok, rasanya begitu nikmat dan indah seperti dunia telah memberikan keindahannya kepada Luhan semata di kamar yang kecil milik seorang perompak cantik, Minseok.

"Aku mencintaimu."

.

DAK DAK DAK!

"Minseok hyung, Luhan hyung … Kapten memanggil!"

Mati saja kalau begitu.

.

Bersambung …

.

.

Hwallooowwww ….

Bagaimana kabarnya adik-adik? Hayoo, jangan pada balang pisau atau cangkul keaku yaa … aku masih mau hidup untuk melanjutkan kisah seekor duyung dengan seorang perompak cantik mwehee /alibi/. Hikseuu,, maafin aku yaaa /masang mata anjing/ *puppy eyes kamsudnya*

Hayoloh, habis sekian lama ngilang langsung dapet Er-ge sama Da-ge make out. Parah ya Er-ge kita iniii … Ada note sedikit nih untuk scene make out itu. Gini, sebenernya aku gak terlalu bisa bikin NC, dan entah kenapa jadi inget KEBANGSATAN LUHAN di ff nya Yunjou-ssi. Note : Yunjou-ssi, aku padamu,,,muah:*