Yosh, sudah lama tidak memposting cerita lanjutannya, dan akhirnya menemukan waktu yang tepat deh buat ngelanjutin fanfic nih, hehehe.
Permainan Kata
Bagian 2
Tentu saja apa yang dikatan Chitanda itu membuatku bingung, tetapi kurasa dia memang benar. Yang membuatku tidak mengerti adalah, mengapa bisa surat itu berada di mejanya, apakah orang ini sengaja menjatuhkannya atau kebetulan semata? Ah, apapun itu semoga hari ini tidak memberatku. Kurasa aku butuh energi lebih hari ini.
Lalu keesokan harinya di sekolah...
"Hai Oreki, Ohayou."
"Ohayou." Lambai tanganku.
"Tak biasa kau seperti itu, Oreki terlihat serius, oh apa mungkin kau sakit? Oh tidak, apa mungkin dunia sudah berubah!"
"Jangan berlebihan."
"Apa itu, oh sisa misteri dari Chitanda yang belum terselaikan itu yah?" melihat karah kertas.
Pagi ini aku menemui Chitanda. Kurasa aku mulai menyadari sesuatu, oleh karena itu aku menghampirinya. Namun aku hanya bisa menyalin beberapa saja karena dia tak mengizinkanku, ah melelahkan skali. Jadi aku hanya menyalin angka '.1.4.8' Ni(bentuk katakana) '.' karena hanya itu sisa misteri yang belum kami pecahkan. Ku dengar ponsel ku berbunyi.
'kriiiingg!' ada email masuk dari Chitanda. Dia memintaku untuk pergi ke ruang klub setelah pulang sekolah. Ya sudahlah kurasa aku juga sudah menemukan jawabannya.
Waktunya istirahat, entah knapa tiba-toba aku berdiri dan berjalan menuju kelas Chitanda. Sebenarnya lelah sekali hari ini. Ku lihat seorang laki-laki sepertinya mengawasi meja Chitanda, ku tahu karna Chitanda ada disana. Yah, memang benar sih orang itu yg sudah kucurigai didalam surat ini. Ya sudahlah, aku hanya ingin memastikan saja kalau teoriku ini memang benar.
Bel tanda berakhiran berbunyi. Yah, saatnya menuju ruang klub. Sesampainya disana semuanya sudah berkumpul, kecuali Chitanda. Tidaklama kemudian dia datang.
"Trima kasih semua karna mau datang hari ini." Sapa Chitanda.
"Tidak apa-apa Chitanda, lagi pula kami memang penasaran, siapa pelaku dibalik surat misterius itu." Jawab Satoshi.
"Jadi Oreki, keajaiban apalagi yang akan kau tunjukkan kali ini?" sontak Ibara menantang.
"Tch." Lirikku kesal.
"Kalau meneurutku, Sataoshi mungkin memang benar. Tapi ada yang kurang dari pendapatnya."
"Yap, lagi pula aku ini database. Karna database tidak bisa memberi kesimpulan."
"Kau ini. Jadi apa yang kau makasud Oreki?"
"Ya, pesan terakhir yang teradapat pada surat itu kurasa adalah kata kunci dari jati diri penulisnya. Lebih tepatnya sandi nama dari si pengirim."
"Sandi?"
"Sandi angka, oh mungkin sandi ponsel bukankah jika menulis pesan maka kita sama dengan menekan tombol angka 1 sampai sembilan. Misalnya untuk alfabet a itu satukali angka 2 bukan?"
"Mungkin? Tapi bukan itu jawabannya. Kau mungkin biasa mencoba menulis ulang angka-angka ini di ponselmu."
".11.4.8 dan . ehm... '...uu.t.o...g.t' lalu '..t.u..., beginakah Oreki?"
"Apa itu, aneh skali?" tanya Satoshi.
"BRISIK kau satoshi!"
"Sebenarnya kau sudah mendapatkan petunjuknya, tapi bukan jenis pad atau tombol itu yang kita gunakan."
"Maskdumu?"
"Alat apa yang mungkin kau gunakan untuk mengirim pesan? Hanya ponsel kah, yang pastinya ini bukan alat tulis. Dan jelas bahwa pad jenis tadi bukanlah yang kita gunakan saat ini. Namun mungkin kau bisa menemukannya pada beberapa jenis ponsel tertentu."
"Maksudmu keyboard? Oh qwerty pad kan Oreki?" sahut Chitanda.
"Ah, Chitanda kau benar, sudah kuduga kalau kau memang lebih pintar dari orang itu."
"Satoshi, BERISIK!" kesal Ibara.
"Iya, Chitanda benar. Kalau dilihat lagi tombol jenis qwerty pada keyboard itu berjumlah sepuluh untuk urutan 'qwertyuiop' dan kau bisa melihat angka '1234567890' diatasanya atau pada saat berganti simbol. Kau bisa melihatnya pada jenis ponsel yg memiliki tombol qwerty pad atau komputer. Dari semua angka yang tertulis tadi tidak akan menghasilkan simbol titik ataupun lainnya bukan?. Anggap saja kalau titik itu adalah pemisah huruf pertama dan huruf selanjutnya."
" 'Akinari' 'AI'.." ucap Ibara terpotong.
" 'Akinari' 'untuk' 'Aika'." Ucap Chitanda.
"Nah, itu dia, tapi darimana kata 'untuk' itu"
"Kalau soal itu, aku menerjemahkan kata 'ni' kedalam bahasa inggris lalu mengartikan lagi ke bahasa jepang."
"Oreki, jelaskan padaku!"
"Apa kau lupa tentang misteri kata Watashi dengan tiga bentuk itu? Sama halnya dengan itu, dalam bahasa jepang 'ni' berarti 'two' dalam bahasa inggris dan dibaca seperti 'to' dalam baha inggris yang artinya untuk. Kau tidak perlu lagi menyebut to sebagai 'dan' dalam bahasa jepang, lagipula memang katakana itu ditulis karna salah satunya berupa serapan bukan?"
"Begitukah, sepertinya aku mengerti kenapa Chitanda ingin sekali membedah kepalamu dan melihat otakmu itu."
"'?'. Jadi setelah mengetahui ini semua apa yang akan kau lakukan. Memberikannya secara langsung?"
"Tentu! Baiklah, akan kucari sekarang."
Yah, sekali lagi masalah terpecahkan, hanya tinggal memberikan surat itu pada pemiliknya. Hanya saja...
"Oreki, ayo ikut aku!"
"Mau kemana kita? Sudahlah aku sudah lelah."
"Yang jelas kalian harus mengembalikkan surat itu secepatnya."
"Yap, Ibara benar."
"Satoshi!"
"Yang jelas karna Chitanda yang menemukan surat itu dan kau yang memecahkan misteri itu sebelum penerimanya yang membaca."
"Lalu mau kita cari kemana?"
"Ayo kita ke lab komputer, bukankah Akinari itu anggota klub komputer?"
"Ah, tidak mungkin. Hari ini lab komputer sedang ada pemasang kompuer baru."
"Lalau bagaimana? Bukankah berarti dia sudah pulang, mengapa tidak kalian berikan langsung kepada Aika saja?"
"Tidak, Akinarilah yang harus mengirimnya. Tidak ada artinya jika kita yang memberikan surat ini ke penerimanya langsung. Entah mengapa aku merasa, akan lebih baik jika Akiralah yang memberikannya."
"Kau tak perlu khawatir Chitanda. Mungkin Cuma perkiraanku saja kalau orang ini sudah berada didekat tangga menuju ruang geologi."
"Maksudmu?"
"Tadi siang ketika istirahat aku sempat melihatnya berulang kali melewati tempat duduk Chitanda, sambil terus memperhatikannya. Kurasa dia yakin kalau kau yang menemukan surat itu ketika terjatuh. Lalu kurasa..."
Entah mengapa wajah Chitanda kali ini terlihat begitu pensaran namun sangat manis sekali. Chitanda yang begitu penasaran langsung berlari kearah luar dan membuka pintu. Sontak saja ia langsung menabrak seseorang yang berada dibalik pintu.
"Oh, maaf. Aku tak sengaja."
"Tidak, aku yang salah karna terlalu lama menunggu diluar. Chitanda, apa kau melihat sebuah surat di mejamu beberapa hari yang lalu?"
"Iya. Jadi ini suratmu Akinari. Maaf aku membawanya terlalu lama. Ini suratmu."
"Oh, jadi ini makasumu Akinari." Seorang wanita tiba-tiba saja muncul.
"Aika?"
Aika kelihatan merasa cemburu, ah dasar wanita. Aku memang tak mengerti apa yang ada dipikiran mereka. Bahkan aku sendiri tak mengerti apa yang selalu kakakku rencanakan. Sungguh mengerikan orang itu.
"Jadi Aika, apa kau cemburu?"
"Houtaro, apa maksudmu!"
"Asal kau tahu saja, kau sudah salah sangka. Itu surat darinya untukmu?"
"Untukku? Yang benar saja."
"Akinari, berterimakasihlah pada Chitanda dan berikan surat itu padanya."
"Eh? Anu terimakasih karna telah memberikan surat ini padaku."
"Tidak, ini bukan apa-apa. Cepatlah berikan pada Aika."
"Aika, ini pesanku untukkmu."
Langsung saja Aika membaca surat itu. Tiba-tiba saja dia menangis. Dan memeluk Akinari yang sedang berada dihadapannya.
"Akinari, maaf. Aku sudah salah."
"Tidak Aika, aku yang salah."
"Astaga, aku dan Chitanda pergi dulu ya. Ayo Chitanda"
"Heh, Oreki."
"Hotarou, trimakasih."
"Ya, sama-sama."
Yah, begitulah. Kisah romantis. Jujur saja aku masih tidak mengerti apa yang terjadi tadi. Tapi ku lihat wajah Chitanda yang sedikit meneteskan air mata dan tersenyum.
"Oreki, tidakkah kau pikir mereka itu romantis. Ku lihat Aika saja langsung mengerti tentang pesan rahasaia dari Akinari tadi."
"Hah, aku lelah sekali. Tapi setidaknya kau sudah senangkan melihat mereka bahagia. Semoga saja kisah kita sebahagia itu walaupun sebenarnya aku ingin kisah yang biasa-biasa saja dalam hidupku."
"Kita?"
"Maksudku kisah kita masing-masing."
"Oh, jadi Oreki sudah mulai bisa merayu rupanya." Ujar Satoshi.
"Hehe, dasar. Modus."
"Berisik kalian."
Dengan begitu, masalah surat ini selesai. Melelahkan sekali beberapa hari ini. Semoga aku bisa dapat istirahat lebih. Benar-benar menguras energi.
"Yah, sekali lagi Oreki berhasil menyelesaikan masalah."
"Lihat wajah kelelahan itu. Dasar laki-laki lemah."
"Trima kasih Oreki. Aku senang sekali hari ini. Benar-benar kisah yang romantis."
Astaga, wajah Chitanda begitu manis saat mengucapakan trimaskasih. Yah, hari pun sudah sore dan akhirnya kami pun pulang bersama. Hari yang melelahkan, semoga hari esok lebih santai dan hemat energi, bukan kah kita perlu menghemat energi.
Kontak Pengarang :
FB : Axel Code
