"Aku selalu menperhatikan dirimu walau bermula hanya karena tugas, tapi mata ini tak dapat lepas dari merah mencolok yang kamu miliki" - Kuroko Tetsuya.
"Sejak kejadian itu, sosok berambut babyblue yang penuh misteri tersebut tak pernah absen dari pikiranku. Tak jarang kosentrasiku buyar ketika mengerjakan soal karenanya," - Akashi Seijuurou.
Disclaimer: Kuroko no Basket milik Tadatoshi Fujimaki, I own the idea and plot of this story
Warning: typo, EYD, dan kayaknya OOC dikit.
.
.
.
.
Science x Social
Sepasang mata biru langit tak henti-henti mencari sosok yang dianggapnya menarik. Badan kecil itu bersandar pada salah satu tembok di koridor kelas IPA. Tak jarang ada siswa yang kaget ketika menyadari keberadaannya, ada juga yang memberi tatapan dingin bahkan ilfil akan dirinya. Alasannya mudah ia, Kuroko Tetsuya merupakan salah satu siswa teladan SMA Teikou kelas dua belas IPS empat. Hanya dengan mengetahui bahwa ia anak jurusan IPS sudah cukup untuk siswa IPA memelototinya, singkatnya di SMA Teikou ini para siswa IPA dan IPS memang 'kurang' akur mengingat akan prinsip dan tingkah laku masing-masing.
Tak terasa sudah tiga puluh menit Kuroko berada di sana, ia memutuskan untuk kembali ke ruang kelasnya. Kecewa karena tak membuahkan hasil. Sesampainya di kelas, makhluk kuning menyerbunya dengan pelukan harimau dan sukses mencium tembok ketimbang sang target.
"Kurokocchii jahat! Jangan menghindariku seperti itu!" rengek makhluk kuning dengan bercucuran air mata.
"Kise-kun aku bisa mati karena serangan jantung mendadak kalau kau menyerangku seperti itu," jelas Kuroko kepada makhluk kuning yang di panggil Kise itu.
"Ne tadi aku ngeliat Kurokocchi nangkring di koridor musuh, memangnya ada urusan apa Kurokocchi kesana?"
Kuroko mengehela nafas panjang, ia tahu keberadaannya disana takkan luput dari kekasih kakaknya ini. "Aku lagi mencari orang yang cocok buat jadi subjek penelitian tugas sosiologi".
Mendengar hal tersebut sontak mata Kise terbelalak. "K-kurokocchi aku tak tahu kau sejahat itu..."
"Kise-kun berlebihan," omelnya singkat setaya beranjak dari posisisnya menuju tempat duduknya.
"Matte yo Kurokocchi!"
Yang dipanggil hanya menganggapnya hembusan angin lewat dan berusaha mengisi lembaran soal akutansi.
Skip time
Bel pulang sekolah tengah berbunyi memberitahukan bahwa pelajaran telah selesai untuk hari ini. Kuroko membereskan semua perlengkapannya dan bergegas meninggalkan kelasnya menuju koridor IPA. Jika ditanya mengapa ia bersikeras memilih musuh jurusannya sebagai subjek tugas sosiologi miliknya, jawabannya hanya satu Kuroko ingin mempelajari sikap dari siswa jurusan IPA dan membuat cara agar perang diantara kedua jurusan ini berhenti.
Mata secerah langit musim panas kini menerawang satu persatu orang yang berlalu-lalang, mencari target yang sekiranya dapat diajak bekerjasama. Tiba-tiba mata itu menangkap sesosok pemuda dengan rambut merah mencolok duduk di dekat 'taman buatan' membaca suatu buku. Kuroko memandanginya sebelum akhirnya membuat keputusan untuk menghampiri pemuda tersebut.
"Permisi," sapa Kuroko padanya.
"Ada yang bisa kubantu?" tanya pemuda tersebut sembari mendongakkan kepalanya.
"Saya Kuroko Tetsuya dari 12 IPS 4, ingin bertanya jika anda memiliki waktu kosong untuk bercakap dengan saya," sebisa mungkin Kuroko mencoba menggunakan kata-kata baku.
"Tak perlu sesopan itu, Kuroko-san," jleb, sudah susah payah pakai kata baku malah di komentari. "Dan mengingat ini adalah wilayah kekuasaan IPA, nekat juga kau memasukinya seorang diri".
Kuroko berdehem, "Kedatanganku bukan semata-mata jadi penyelinap dan bermaksud berdebat dengan orang tak di kenal".
Pemuda tersebut mengangkat satu alisnya, wajahnya masih menunjukkan ekspresi dingin dan tak bersahabat mengingat orang di depannya komplotan dari musuh. "To the point aja, apa alasanmu kemari?".
"Aku mendapatkan tugas dari guru sosiologiku untuk mengamati seseorang, yah seperti pelajaran psikologi gitu untuk nilai praktek kelulusan. Jadi maksud kedatanganku kemari ingin bertanya apakah kamu mau menjadi subjek penelitianku dalam tugas ini?"
"Kenapa kau tak meneliti orang lain saja? Banyak orang yang menarik di luar sana," pernyataan tersebut sudah jelas terdengar sebagai penolakkan di telinga Kuroko.
"Jika kau bermaksud menolakku, aku permisi dahu-"
"Siapa bilang kau boleh pergi begitu saja?"
Kuroko terhenti dari gerakkannya. "Bukankah kau baru saja menolak tawaranku?"
"Aku tak mengatakan sesuatu yang berartikan penolakkan"
"Tapi dari kata-katamu yang terucap sudah menandakan bahwa kau menolakku"
"Itu hanyalah tanggapanmu sendiri"
"Berarti kau bersedia?"
Sang pemuda mengangkat bahunya, "Menurutmu?"
Ingin sekali rasanya Kuroko mencubit dirinya bahwa ini hanya mimpi. Tanpa pikir panjang ia menampar dirinya sendiri, membuat pemuda berambut merah itu tecengang melihatnya.
"Sakit..." ungkap Kuroko.
"Jelas sakit, dasar bodoh," pemuda berambut merah itu mengusap pipi Kuroko yang sudah memerah akibat tamparannya sendiri. " Jika kau melakukan hal seperti itu kekuatan cerna otakmu akan menurun".
"Maaf, aku rasa aku baru saja bermimpi bahwa ada orang sepertimu yang mau membantu anggota dari musuh".
Pemuda yang menjadi lawan bicaranya hanya dapat menyeringai, aura gelap terpancar di sekelilingnya. "Itu bukan berarti tak ada persyaratan yang di waspadai, Kuroko-san".
Mendengar pernyataan yang baru saja terlontar dari mulut sang pemuda sudah membuat bulu kuduk Kuroko berdiri ditambah lagi dengan aura pengintimidasi. Ia menelan ludah, memikirkan perkiraan terburuk yang akan keluar. Kuroko tahu benar kalau akan ada resiko yang besar dan itu membuatnya berpikir berulang kali agar ia tak akan kecewa nantinya. Dengan mengepal seluruh jarinya, Kuroko mengangguk.
"Sebelumnya, tolong beri tahu dulu namamu".
"Aku Akashi Seijuurou dari kelas 12 IPA 1," kata pemuda berambut merah menyala.
"Baiklah Akashi-san, syarat apa saja yang harus kupatuhi?"
Akashi tampak berpikir, salah satu lengannya menopang dagu.
"Pertama-tama kapan deadline tugas tersebut?"
"Dua minggu dari sekarang"
"Baiklah, kita mulai persyaratannya," Kuroko mengangguk."Yang pertama kontak apapun diperbolehkan, kedua segala pertanyaan yang diajukan harus dijawab tak terkecuali sesuatu yang privasi, ketiga pada jam istirahat kita habiskan bersama"
Sekali lagi Kuroko mengangguk mantap, tak ada yang berat baginya.
"Terakhir, kau harus pindah ke asrama Teiko tepatnya sekamar denganku hingga tugasmu beres apa kau mengerti?"
"Kenapa aku harus pindah ke asrama? Mengamatimu dari kejauhan sudah cukup buatku," Kuroko memandang Akashi dengan tatapan bingung.
Akashi menatap balik Kuroko, matanya menkilatkan cahaya. Tertera dengan jelas ketidak sukaannya akan pertanyaan Kuroko. "Kau menantangku? Jika kau memang tak bisa menerima syarat dariku lebih baik kau cari saja orang lain".
Sungguh baru pertama kali Kuroko merasakan ia menyesali segala tekad yang ia pilih.
"Tolong berikan alasan yang masuk akal untuk persyaratan terakhir," ucap Kuroko berat hati.
"Dalam tugasmu itu kau harus mengobservasi seseorang baik dari dekat mau jauh, benar?" Kuroko mengangguk.
"Alangkah baiknya jika kau juga bisa mengamatinya setelah pulang sekolah karena belum tentu pemikiranmu akan kegiatan sang target lakukan benar"
Mata biru langit itu menatap ke arah mata bara api menyala menandakan bahwa ia memahami betul apa maksudnya. "Jika itu alasan logisnya, maka alasan tak logis dari syarat tersebut..."
"Objek percobaan biologi," terpapar seringai di bibir sang emperor. "Kau memanfaatkanku dan aku akan memanfaatkanmu, cukup adil bukan?".
"Baiklah, kalau begitu mohon kerja samanya selama 2 minggu mendatang, Akashi-san," kata Kuroko seraya mengulurkan tangannya.
"Begitupula denganku dan kuharap kau mengganti surfik 'san', Kuroko," balas Akashi menggapai tangan Kuroko dan menjabatnya.
"Kuharap itu bertanda baik, Akashi-kun"
"Tentu saja! Saa, kita pulang"
Akashi bangun dari duduknya setelah memasukkan buku yang ia baca ke dalam tas. Mengambil langkah maju, meninggalkan Kuroko yang terpaku dalam pikirannya sendiri.
"Oi! Sampai kapan kau mau diam disana?" Tanya Akashi terlihat jelas rasa jengkel di wajahnya. "Kalau semakin sore pintu asrama akan dikunci, yah kecuali kau pengen tidur di luar"
Loading... entah kenapa rasanya otak Kuroko menjadi lemot, mungkin gara-gara dia nampar pipinya sendiri kali ya.
"1...2...3..." hitungan sang pemuda berambut merah terhenti ketika terdegar teriakan dari pihak yang bersangkutan.
"Langsung hari ini juga!? Aku belum minta izin orang tua dan lagi memangnya di kamar Akashi-kun ada ranjang lain?"
"Tentu saja, khusus untuk hari ini izinlah ke orang tuamu dahulu dengan alasan mengerjakan tugas," ucap Akashi.
"Lalu bagaimana aku tidur?"
"Kita bisa berbagi tempat tidur"
"E-eeeeeeeh!?"
"Kau tak keberatan bukan? Kita kan sesama lelaki jadi tak apa berbagi tempat tidur, kecuali kau punya kelainan"
"Tentu tidak! Mana mungkin aku gay seperti kakakku-" ups sepertinya mulut Kuroko kelepasan.
Mata Akashi memincing meratapi Kuroko dengan pandangan tak jelas. Oh Tuhan untuk kali ini saja biarkan Kuroko mengembalikan waktu. Sungguh ia benci dirinya sendiri yang keceplosan tentang aib keluarganya sendiri.
"Hee~ menaruk juga keluargamu"
"Hentikan..."
"Kenapa? Kau malu mengakui dirimu juga seorang gay?"
"S-siapa bilang aku gay?!" Wajah Kuroko tampak seperti kepiting rebus.
Akashi hanya nyengir-nyengir nggak jelas. "Oh well, percuma saja berdebat disini nanti malah membuang waktu... saa Kuroko, ayo kita pulang".
Kuroko hanya mengikuti Akashi dari belakang dengan wajah merah padam. Tanpa diketahui oleh kedua orang tersebut terdapat dua makhluk yang sedari tadi mengamati mereka dengan tatapan yang aneh.
"Fufufu tak dapat disangkamusuh bebuyutan bisa bekerjasama begitu romantis, ne Riko-chan?"
"Benar, aku tak sabar untuk memata-matai mereka untuk bahan doujin kita"
.
.
.
Tbc
A/N: Bagaimana? Pendek ya... maklum udah lama ngga nulis ff. Etto sebelumnya aku author baru di fandom ini yang biasanya hanya nangkring baca aja ;;; yoroshiku na! Review onegai~