Los Angeles, United States.

Perempuan itu berjalan dengan jubah merahnya yang khas. Rambut uniknya berkibar seiring dengan langkahnya yang semakin cepat saat matanya mendapati sebuah ruangan yang kini sudah ingin ia cepat-cepat kunjungi. Tangannya meraih ganggang pintu dan membukanya.

Ia melepas kacamatanya.

Wanita yang sedang menghadap jendela itu berbalik, setelah merasakan hawa kehadiran seseorang dibelakangnya.

"Akhirnya," Senju Tsunade berjalan dengan elegan menuju kursinya, dan duduk sambil mengunci tatapan pada sang tamu yang memang sengaja diundang. "Kau datang juga..."

"Aku datang kesini untuk menagih janjimu."

Wanita berambut pirang bergelombang itu terkekeh, "Tenanglah. Nah, silahkan duduk..." Senyum misterius mulai muncul di wajah Senju Tsunade.

"... Haruno Sakura."

.

.

.

.

GANGSTER SQUAD

Naruto by Masashi Kishimoto

Tales of Gangster Squad © Paul Lieberman

Gangster Squad © stillewolfie

Rated M

[ Uchiha Sasuke & Haruno Sakura ]

Crime, Drama, Friendship

OOC, AU, typo(s), etc.

.

.

.

She doesn't know who really he is...

.

.

"Jadi, kau memanggilku hanya karena itu?" Haruno Sakura menyandarkan punggungnya yang terasa lelah. Gadis itu menghela nafas kesal saat wanita paruh baya di hadapannya masih saja memasang wajah keras. "Aku tidak mau."

"Kau tidak boleh menolaknya, bocah." ucap Tsunade, ia menarik nafasnya dalam-dalam saat pandangan Sakura masih menatapnya bosan. "Aku percaya hanya kau saja yang bisa memecahkan kasus ini."

"Tidak ya tidak." Sakura menyesap kopinya. "Ini bukan kotaku. Aku tidak tahu apa-apa tentang L.A, baa-san."

Tsunade mengerutkan dahi. Ia menatap cucu semata wayangnya itu dengan heran sekaligus kesal. Mengapa bocah ini tiba-tiba menolak saat diberi misi?

"Apa yang terjadi padamu?"

"Tak ada." jawab Sakura seadanya.

"Kau ada masalah, Sakura?" tanya Tsunade serius.

"Tidak ada apa-apa."

"Jangan berbohong padaku. Aku nenekmu, kau tahu itu."

Sakura memutar bola matanya. Ia hanya mendengus malas saat Tsunade menatapnya dengan pandangan menyelidik. Gadis itu mencoba untuk mengerti. Maka dari itulah, ia menyesap kopinya lagi, menikmati rasa hangat serta pahit secara bersamaan membuatnya jauh lebih baik.

"Aku hanya memintamu untuk menyelidiki kasus seorang gangster, tidak lebih."

"Lalu?"

"Aku minta kau untuk melakukannya!" suara Tsunade mulai meninggi. "Kenapa kau tidak pernah menuruti perintahku!?"

"Karena itu tidak ada untungnya buatku, baa-san." jawab Sakura tenang. "Untuk apa aku harus mengorbankan nyawaku hanya untuk kepolisian tidak berguna ini? Mengurusi satu gangster saja tidak bisa."

"Tutup mulutmu. Kau benar-benar memuakkan, Sakura."

"Ya. Tapi kau lebih memuakkan dariku, baa-san."

Hening. Tsunade dengan penuh kesabaran mencoba untuk mengerti sifat cuek dari Haruno Sakura, gadis keturunan Jepang yang saat ini berstatus menjadi cucunya. Perempuan itu benar-benar tidak tahu apa yang terjadi pada kota itu. Saat ini, Los Angeles menjadi kota yang kacau. Daerah yang sering disebut kota bisnis dunia itu kini krisis ekonomi maupun politik. Wanita itu, Tsunade Senju, sebagai kepala Los Angeles Police Departement harus bertanggung jawab atas krisis mendadak ini. Mengingat hal itu disebabkan oleh seseorang yang dengan kejamnya mengubah Los Angeles menjadi kota yang... hancur.

Tsunade menutup kedua matanya. "Tapi, kau pernah bekerja disini 'kan, Sakura? Aku yakin kau pasti bisa—"

"Tidak." satu kata penekanan itu membuat Tsunade bungkam. Iris coklatnya menatap gadis itu dengan pandangan marah. Sangat marah.

"Kenapa kau tidak mengirimkan pasukan polisimu itu? Mereka pasti bisa tanpaku, 'kan?"

Tsunade mengepalkan tangannya, erat. "Percuma. Bahkan aparat hukum saat ini telah berkurang karena ulahnya."

Sakura menopang dagunya, bingung. "Apa maksudmu?"

"Dia bukan penjahat biasa, Sakura." Tsunade menatap Sakura secara langsung, membuat gadis itu sedikit tersentak saat neneknya itu menatap tajam kepadanya. "Dia bos mafia... dan pemimpin kota ini."

Sakura menaruh cangkirnya di meja. "Bos mafia?" alisnya yang tebal itu bertaut, ia heran sekaligus terkejut saat mendengar perkataan wanita itu. Pemimpin kota? Apa hubungannya?

"Kalau dia bukan orang biasa, pasti sudah kami tangkap dan aku tidak perlu repot-repot memanggilmu." Tsunade membuka laci di mejanya. "Tapi dia sangat kuat karena uang yang ia punya tak terbatas."

Kemudian Tsunade menyerahkan sebuah berkas kepada Sakura, dan Sakura menerimanya.

Matanya tertumpu pada foto yang ada di kertas itu.

"Dia Uchiha Sasuke, umurnya 24 tahun." Tsunade mulai menjelaskan, "Dia kepala mafia yang saat ini kita bicarakan."

Sakura tidak menjawab. Dia lebih menyibukkan diri pada kertas tersebut.

"Pria yang tidak diketahui asal-usulnya itu datang kesini sekitar setengah tahun yang lalu." jelas Tsunade. "Entah karena tujuan apa, dia bisa menundukkan seluruh aparat hukum disini dengan menyuap mereka semua. Aktivitas mafia yang dia lakukan membuat kota ini berada di ambang kekacauan. Penduduk bahkan terancam karena ulahnya itu."

"Seperti apa?"

Tsunade mengeluarkan sebuah map, kemudian membukanya dengan perlahan. "Daerah kekuasaannya sudah sampai di Chicago, bahkan seluruh pesisir barat Amerika telah ia kuasai dalam waktu singkat." Tsunade menghela nafas. "Ia melakukan pengedaran narkoba secara ilegal, menangkap setiap perempuan yang ia temui untuk dijadikan alat pemuas, penjualan besar-besaran alat senjata. Dia... bahkan telah merebut anak buahku."

Sakura mengernyikan alis.

"Uchiha brengsek itu telah menyuap kami, para polisi, serta politisi dan pemerintah yang berpengaruh di L.A." pandangan Sakura mulai serius. "... tapi itu tidak berpengaruh padaku."

"..."

"Maka dari itulah, kau satu-satunya harapanku, Sakura." Tsunade menggenggam erat tangan gadis itu. Wanita itu tersenyum kecil. "Kau mau membantuku, 'kan?"

Sakura diam saja. Jujur, dia sangat rindu pada saat masa-masa dirinya bertugas. Tapi mau bagaimana, ia sudah memiliki pekerjaan di Jepang dan membulatkan tekad untuk tidak melibatkan diri lagi dengan pekerjaan semacam ini. Ia sudah mengabdi pada usaha sang ayah yang saat ini telah mencapai kesuksesan yang cukup bagi keluarga Haruno. Tapi tiba-tiba saja Tsunade Senju, nenek Sakura yang cerewet ini tiba-tiba mengabarinya dan menyuruh perempuan itu untuk terbang subuh ini ke Amerika. Namun, saat ia sudah sampai disini, dengan pandangan lelah sekaligus marah, Tsunade malah menyarankannya sebuah misi yang well... cukup menggiurkan untuknya.

Menangkap seorang mafia yang sudah berpengaruh di kota sebesar dan seterkenal Los Angeles... untuk Sakura, itu sangat menyenangkan.

Sakura menyandarkan punggungnya lagi, kemudian memutar kursi yang ia duduki dengan pelan. Tapi tatapan khas emerald-nya masih terkunci pada sosok Tsunade.

"Jadi... kau ingin aku melakukan apa?"

Lagipula, ini lumayan juga 'kan? Melatih kemampuan Sakura selama dua tahun tidak memegang senjata api.

Gadis itu menyeringai tipis.

Tsunade, yang merasakan aura gadis itu mulai berubah, mulai tersenyum. Ia menopang kepalanya dengan tangan. Ia menatap Sakura serius.

"Aku tidak ingin kau membunuhnya ataupun menangkapnya, Sakura." Sakura menaikkan alis. "Tapi aku ingin kau menghancurkan operasinya dari dalam. Lakukan misi dengan sebaik-baiknya, jangan sampai lengah."

Sakura tersenyum, kemudian terkikik. "Iya iya... Dasar nenek cerewet." gadis itu mulai beranjak berdiri. Berjalan meninggalkan ruangan besar itu.

Saat Sakura membuka pintu, senyum khas rubah menghiasi wajahnya saat mendengar perkataan Tsunade.

"Aku mengandalkanmu, Sakura..."

.

.

~ gangster squad ~

.

.

Sakura berhenti berjalan saat matanya tertuju pada sebuah gedung tinggi yang saat ini berhadapan dengannya. Ia mengadahkan kepalanya ke atas, lalu ia menatap pintu yang banyak dilalui oleh orang-orang barat yang sama sekali tidak Sakura kenal. Dengan mantap ia berjalan memasuki pintu kaca tersebut.

Banyak orang yang saat ini mondar-mandir disana, membawa barang bawaan yang tak jelas ukurannya. Sakura pun mempererat topinya, berniat menyembunyikan rambutnya yang mencolok. Ia kembali berjalan dan duduk di salah satu sofa yang ada di lobby di lantai itu. Ia membuka sebuah koran dan berniat membacanya.

Sakura diam membaca. Jujur, dia sama sekali tidak berminat pada koran tersebut karena isinya hanyalah berita tentang para selebritis Hollywood yang kini telah hot di perbincangkan oleh berbagai kalangan. Sakura menghela nafas, lalu ia lemparkan koran itu di meja yang telah tersedia.

Menyebalkan.

Ia pun memperhatikan sekelilingnya. Sakura sebenarnya tidak tahu ia sekarang berada di mana, gedung mana, ataupun tempat apa. Yang jelas ia hanya mengikuti nalurinya untuk berjalan dan kakinya berhenti disini. Maka dari itulah, ia tak tahu harus berbuat apa karena lantai satu yang tempatnya berada hanyalah orang-orang tidak berguna yang hanya bisa berjalan mondar-mandir sambil membawa barang layaknya orang bodoh.

Tapi tunggu.

Seseorang yang ada di sudut ruangan membuat Sakura tertarik.

Dia seorang pria—sangat jelas dari caranya berpakaian—mata coklat pria itu menatap orang-orang disana dengan pandangan menyelidik, membuat Sakura segera duduk tegak. Ia pura-pura melihat ke arah lain, tapi sebenarnya ia berfokus pada pria bermantel itu.

Langkah pemuda tak di kenal itu mulai terlihat. Sakura memperhatikannya dari jauh. Kemudian matanya menyipit tajam ketika menemukan kalau pria itu telah berjalan menuju seorang wanita yang kini berdiri di tengah-tengan ruangan besar itu. Wanita itu tampak mencari seseorang, namun dirinya dikejutkan saat bahunya di tepuk oleh seseorang.

Pemuda itu telah menegurnya.

Tampak mereka berbincang-bincang. Wajah sang wanita tampak sedikit merona ketika tiba-tiba pemuda itu menyentuh tangannya dan berbicara dengan rasa antusias yang amat sangat. Kemudian wanita itu terkejut saat si pria itu menarik lengannya tiba-tiba dan mengajaknya ke lantai dua.

Otomatis, Sakura segera berjalan dan mempererat jaket merahnya kemudian berlari melewati tangga. Ia tidak mau keberadaannya diketahui oleh dua sosok tadi karena mereka menggunakan lift. Sakura dengan cepat menaiki tangga dengan tergesa-gesa.

Tep!

Ting!

Tepat langkah terakhirnya terdengar, Sakura terkejut saat memandangi lift yang ada di hadapannya telah terbuka. Cepat-cepat Sakura berlari ke jendela besar yang ada di sampingnya, pura-pura melihat keluar dari kaca transparan tersebut. Tapi itu malah menguntungkannya karena dua sosok yang ia buntuti sama sekali tidak memperdulikan kehadirannya.

"S-Sebenarnya Wilshire... kau ingin membawaku kemana?"

"Hm? Tenanglah, aku hanya ingin mengenalkanmu dengan teman-temanku."

Samar-sama Sakura dapat mendengar gumaman khawatir dari gadis pirang yang sudah di gandeng oleh pemuda misterius tadi. Dengan cepat Sakura mengikuti langkah mereka, mengabaikan pintu-pintu yang berjejer di kedua sisinya.

Tepat mereka berhenti di pintu bernomor 1892, Sakura memberhentikan langkahnya dan sembunyi di balik tembok. Matanya menyipit saat mereka memasuki ruangan tersebut. Namun matanya kembali membulat sempurna saat terdengar suara teriakan serta kekehan beberapa pria. Wanita itu dipaksa masuk oleh pemuda tadi.

Gawat!

Sakura berlari menuju pintu tersebut, namun tangannya yang kecil di cegat oleh tangan besar oleh sosok yang ada di belakangnya. Membuatnya menoleh dengan wajah beringas.

"Hai." sapanya. Pria itu menyeringai menjijikkan. "Mau bermain dengan kami?"

.

.

.

"Siapa kalian?" tanya Sakura tak suka. "Lepaskan tanganku."

"Hei hei Nona manis, jangan galak begitu dong." pria bertopi yang ada di belakang pemuda yang mencegat lengan Sakura terkekeh. "Kami hanya ingin... well, want to play with you little bit?"

"Just off, you jerk." Sakura membalasnya dengan hinaan. "Lepaskan aku, sialan!" teriaknya tak suka.

Tanpa perlawanan, gadis itu ditarik paksa oleh mereka bertiga di sebuah ruangan yang cukup jauh dari ruangan dimana wanita pirang pucat itu ditangkap. Sakura dilempar dengan tidak sopannya di ranjang yang ada di kamar itu. Salah satu diantara lelaki brengsek itu mengunci pintu.

Sakura menggeliat tak nyaman saat pemuda tak dikenal itu mencegat lengannya sehingga membuatnya tak bisa bergerak bebas. Sakura menggeram saat melihat lelaki itu menatap tubuhnya dengan pandangan menjijikkan. Gadis itu menarik nafas.

Dia tidak boleh membuang waktu, ia harus menolong wanita itu!

"Sepertinya kau bukan orang sini, hm.. Lady pink?" Sakura menggertakkan gigi saat mendengar julukan menjijikkan itu. "I love your hair, your body, your face..."

"Hei, cepatlah Walkers! Kau membuatku mual!" kata pemuda yang ada di belakang mereka.

Tubuh Sakura bergetar saat pria itu memajukan wajahnya. Berniat mencapai bibir gadis itu.

BUAKH!

Dengan tendangan telak, Sakura berhasil menendang kepala pemuda itu hingga membuatnya terjungkal.

Kedua pria disana terkejut bukan main.

Sakura segera berdiri dan meninju pemuda berkaos putih tanpa lengan itu, membuatnya oleng ke depan dan jatuh dengan kepala menyentuh lantai duluan. Lalu ia berbalik dan menendang selangkangan pria yang satunya yang sudah berniat memukulnya dari belakang. Tak sampai situ, gadis itu bersalto dan memukul dengan keras kepala pria tadi memakai kakinya.

DUAKH!

Krakh!

Terdengar suara tengkorak patah disana.

Pria yang telah dipukul secara telak itu jatuh di tempat. Tidak bergerak. Tidak bernafas. Hanya terbaring kaku disana.

Sakura menatapnya tajam.

Ckrek...

"J-Jangan bergerak..."

Suara berat serta nafas tak beraturan itu membuat Sakura menolehkan kepalanya. Si pria berkaos putih itu telah mengarahkan sebuah pistol kepadanya, membuat gadis itu mendengus pelan.

Pistol murahan seperti itu tidak akan bisa membunuhnya.

Tangan besar pemuda tak dikenal itu tampak sedikit bergetar, ia terkejut saat Sakura sama sekali tidak bergerak... mengangkat tangan saja tidak. Apa yang sebenarnya dipikirkan oleh perempuan itu?

"Kau ingin membunuhku dengan benda itu?" kata Sakura pelan, ia tersenyum kecil. "... dasar bodoh."

"S-Siapa kau sebenarnya!?" teriak lelaki itu. Sakura tak menjawab. Ia malah tersenyum misterius dengan matanya yang menyipit. Membuat lelaki tak dikenal itu semakin bergetar ketakutan. "Jangan menatapku seperti itu, jalang!"

"Ah, aku jalang ya?" Sakura terkikik pelan. "... kalian memang sampah tak berguna."

"TUTUP MULUTMU, BRENGSEK!" Pemuda itu berjalan mundur saat Sakura berjalan maju di hadapannya. Entah kenapa, tangannya yang sudah berkeringat tidak mau menekan pelatuk revolver di tangannya, ia terlalu terpaku pada pandangan gadis itu. "KUBILANG, JANGAN MENDEKAT!"

Sakura menatapnya tajam, sangat tajam. Gadis itu segera melepas pegangan pistol itu menggunakan kakinya, membuat revolver itu melayang dan terjatuh jauh dari jarak mereka berdua.

"Shit!" lelaki itu berteriak nyaring, ia sudah ingin lari sebelum Sakura menarik kerahnya—

Jleb!

—dan menusuknya.

Orang itu jatuh di tempat.

Sakura menatap ketiga mangsa yang ada di hadapannya. Ia mengambil revolver yang terjatuh tadi, kemudian berjalan pada pemuda yang sudah hampir memperkosanya tadi. Tampaknya ia pingsan. Sakura mengacungkan pistol itu ke arahnya.

DOR!

Di kamar bernomor 1924, suara tembakan terdengar nyaring disana.

.

.

~ gangster squad ~

.

.

Tok tok tok.

"Hm?" pria itu memberhentikan aktivitasnya saat terdengar suara ketokan pintu. Lelaki berambut platina itu mengarahkan anak buahnya untuk segera membua pintu. Lelaki gemuk itu dengan pelan berjalan menuju pintu dan beniat membukanya.

Cklek.

"Sia—"

BRAAKKH!

Tanpa persiapan, si pria gemuk itu terlempar ke dinding, disusul dengan pintu yang sudah lepas dari engselnya itu. Empat orang pria disana terkejut bukan main saat seorang gadis tak di kenal sudah berdiri di hadapan mereka. Menyodorkan sebuah revolver ke mereka semua.

"Jangan bergerak."

Tak terima, si pria yang ada di kasur tadi segera berdiri, meninggalkan sang wanita yang ada di kasurnya dengan tatapan terkejut. "Beraninya—!"

DOR!

Peluru langsung menembus kepala pria itu. Lelaki itu terjatuh dengan mata terbuka lebar, mulutnya terbuka.

Tiga pria yang tersisa.

Sakura melirik wanita yang ada di kasur. Wanita berambut pirang itu menangis tersedu-sedu, ia menatap Sakura takut sekaligus berharap padanya. Kemudian ia melirik ketiga pemuda yang sudah mengacungkan pistol juga ke arahnya.

"Heh, jangan berharap hanya kau saja yang membawa benda itu, Lady!" pria itu menyeringai, kemudian tertawa.

Dengan brutal, pemuda berambut putih itu segera menembaki Sakura, membuat Sakura harus berguling ke bawah dan mencari perlindungan. Pemuda yang ada di sampingnya, Kakuzu juga menembakinya, membuat Sakura sedikit kewalahan.

DOR DOR DOR!

"Hahahaha! RASAKAN ITU, JALANG!" Hidan tertawa lepas, ia semakin tertawa saat melihat dinding ruangan kamar itu sudah bolong akibat ulahnya. "JANGAN MEREMEHKAN KAMI!"

DOR DOR DOR!

Dengan berlindungan meja, Sakura menembaki keduanya dengan revolver-nya. Kepulan asap membuat matanya menyipit. Dengan pertahanan yang bagus, ia segera berjalan ke tengah-tengah ruangan. Mencari keberadaan tiga pria yang tersisa.

Seth!

Sakura terkejut.

Buakkh!

Gadis itu terjatuh ketika pria berambut hitam meninjunya dengan keras. Pipinya berdenyut sakit. Sakura segera membalasnya dengan tendangan cepat, membuat pinggang pria itu retak dan terjatuh sambil mengaduh kesakitan.

BUAKH BUAKH BUAKH!

Sakura menendang, memukul, meninju, pria itu secara brutal. Gadis itu hanya terus terdiam sambil menatap pemuda yang meninjunya tadi tepar di tempat. Ia menggertakkan gigi, kemudian berdiri dan menginjak kepala pemuda itu.

KRAKH!

Suara tengkorak patah tiba-tiba terdengar.

"BRENGSEK!" Sakura menendang pemuda itu. Ia mengarahkan mata ke sekelilingnya. Ia baru sadar kalau kedua pria tadi sudah kabur, dengan bukti kalau pintu ruangan itu terbuka lebar. Ia menghela nafas.

Salahnya juga, ia berkelahi tanpa membawa apa-apa.

"Hiks..."

Sakura menoleh ke samping, wajahnya menampilkan raut datar saat menatap wanita yang ada di kasur di hadapannya. Ia tidak berpakaian, wanita itu menangis histeris saat menyadari keberadaan Sakura yang seperti mengancam hidupnya. Dengan pelan, gadis berambut merah muda itu berjalan dan menduduki samping kasur.

Ia menepuk kepala wanita itu. Lalu menyerahkan jaket merahnya untuk menutupi tubuh telanjangnya.

"Pakailah,.." katanya, lembut.

"T-Terima kasih..." ucap wanita berambut pirang pucat itu pelan. Ia menutupi tubuhnya dengan jaket Sakura.

Mereka hening sejenak. Sakura menatap wanita yang sedang menangis itu. Ia lalu tersenyum.

"Sudahlah... Sudah aman."

Ia mengeluarkan sesuatu yang membuat wanita bernama lengkap Shion Smith terkejut.

"Aku Haruno Sakura, salah satu anggota LAPD. Salam kenal, Miss. Shion."

Shion hanya bisa terpaku saat melihat lencana yang ada di tangan Sakura.

.

.

~ gangster squad ~

.

.

Pemuda itu berjalan dengan tenang di lorong sempit itu. Diikuti oleh bawahannya yang ada di belakang, Uchiha Sasuke berhenti ketika mata hitamnya menatap dua orang yang sudah di kawal kesini untuk bertemu langsung dengannya.

"M-Maaf, Master. K-Kami tidak bisa mendapatkannya..."

Sasuke terdiam. Ia menghisap rokoknya dan menghembuskannya tepat ke wajah kedua orang itu. "Tak apa. Aku mengerti."

"T-Tolong..." Kakuzu—yang ada di sebelahnya Hidan—berlutut dan meminta maaf kepada Sasuke. "M-Maafkan kami, Master Sasuke!"

"Hm?" Sasuke pura-pura bingung, "Minta maaf karena apa, Kakuzu?"

"Karena kami... Tidak bisa menemukan wanita untuk d-dibawa kesini..." jawab Kakuzu, begitu pelan... Begitu ketakutan.

Sasuke terdiam sebentar. Ia lalu menyuruh Kakuzu berdiri, dan pemuda itu menurutinya. Hidan dan Kakuzu terus menatap Sasuke takut.

Uchiha Sasuke menghela nafas, "Kalian benar-benar tidak berguna..." katanya sambil terkekeh.

BUAKH!

Sasuke memukul Kakuzu dengan telak, membuat Hidan berjengit kaget. Ia lalu menarik kerah Hidan dengan beringas, membuat Hidan menjerit keras.

"Dengar, para anak buah tidak berguna," ucap Sasuke penuh penekanan. "Karena kalian tidak bisa menghabisi wanita itu, aku jadi rugi besar, kalian dengar itu!?"

"M-Maafkan kami—"

"Bawa mereka ke penjara!" ucap Sasuke sambil berbalik. Ia menulikan telinganya saat terdengar suara jeritan Hidan. Dan dapat terdengar suara sel tertutup. Ia lalu berhenti menatap bawahannya yang sudah menunggu untuk di perintahkan.

"Bakar mereka. Kita tidak perlu sampah seperti mereka berdua."

.

.

.

TO BE CONTINUED

.

.

.

Kalau jelek, mohon maaf ya. Baru pertama kali bikin crime. :D

.

.

Terima kasih sudah membaca!

Mind to Review? :)