ONE MORE TIME
By: Kuminosuki
Romance, Hurt/Comfort, Shounen-Ai
No Plagiat
Cerita di tulis berdasarkan pemikiran sang Author sendiri. Ide boleh pasaran, tapi cerita Ultimate murni milik Author. Dan Author minta maaf jika ada kesalahan dalam penulisan dan sebagainya.
Summary:
Jung Yunho menyesali perbuatannya di masa lalu karena termakan sumpahnya sendiri. Berkali-kali dia melewati reinkarnasi dengan ingatan menyakitkan dari kehidupannya terdahulu, demi memiliki kembali kekasihnya, menunggu hingga Kim Jaejoong terlahir di masa yang sama dengannya. Di saat mereka bertemu, kematian merenggut Jaejoong dari Yunho. Yunho pun harus menunggu hingga reinkarnasi berikutnya dan berjanji akan memiliki Jaejoong kembali.
Welcome Reader,
Please read in peace.
Chapter #1#
Bukan hal yang mudah untuk menjadi seseorang yang selalu menjadi sorotan publik. Sesungguhnya namja bermata musang itu tidak pernah suka dengan kepopuleran yang dia dapatkan, mengingat di setiap kelahirannya dulu, kepopuleran itulah yang membuatnya menderita sampai sekarang. Tapi mau bagaimana lagi? Segala kesempurnaan fisik dan materi seakan-akan terus mengikutinya seperti aliran darah di nadi-nadinya. Dia sudah bosan dengan segala bentuk pujian dan tatapan dari orang-orang munafik di sekelilingnya, yang terus saja menganggap betapa tinggi nilai seorang Jung Yunho.
Semua orang merasa segan dan selalu menjunjung tinggi dirinya. Namun untuk sementara Yunho bisa bernafas lega, setidaknya dia tidak terlahir kembali di dalam keluarga kerajaan, walau pun derajadnya masih dapat disetarakan dengan keluarga kerajaan.
"Ah, Jung Sajangnim! Selamat datang! Silahkan lewat sini!" Park Yoonjun membungkuk hormat pada namja yang nyatanya lebih muda darinya itu. Mengantarkan laki-laki bermata musang itu memasuki ruang megah yang akan menjadi tempat rapat mereka hari ini. Seorang gadis cantik tersenyum pada namja musang itu, menyunggingkan senyum manisnya demi menarik perhatian sang namja, namun sayang, senyuman dan sapaan ramahnya hanya ditanggapi dengan wajah dingin.
"Kita mulai rapatnya sekarang." ucap Yunho.
.
.
.
"Kau sudah mengambil keputusan yang salah Jung." mendengar geraman dari sahabatnya itu, Yunho hanya diam sambil menikmati tehnya dengan tenang. Raut wajahnya tak menunjukkan emosi apapun.
"Bukan urusan mu Yoochun-ah. Aku Raja, dan aku tahu keputusan yang aku ambil."
"Tapi apa kau tidak memikirkan perasaan Permaisuri? Bagaimana dengannya?"
"Kau tenang saja Yoochun-ah. Dia akan baik-baik saja."
Yoochun menggeram kesal, tidak mengerti dengan cara berpikir sahabatnya ini. Sebenarnya apa yang terjadi dengan sahabat yang sangat di hormatinya ini? Apakah otaknya sedang bermasalah? Bagaimana bisa dia memutuskan untuk menjadikan Puteri Go sebagai selir?
"Tapi, Yunho-ah, kau pernah bersumpah untuk tidak menikahi wanita lain dan menduakan Jaejoong. Kau melanggar sumpah mu sendiri Jung."
"Yoochun-ah..."
"Aku takut kau akan menyesal nanti, Yun.. sebelum terlambat, batalkanlah niat mu itu. Aku mohon." pinta Yoochun.
Yunho menghela nafas, lelah berdebat terus dengan sahabatnya itu.
"Kau tahu sendiri aku harus mendapatkan keturunan bukan? Posisi ku sebagai Raja mengharuskan ku melakukan ini."
"Tapi aku yakin Jaejoong akan segera mengandung, Yun. Junsu mengatakan pada ku untuk melihat perkembangannya setahun ini."
"Setahun terlalu lama Yoochun-ah."
"Yunho!"
"Pergilah, Kasim Park. Ini perintah."
Yoochun menatap Yunho dengan mata sendu. Perasaannya sungguh tidak enak. Hatinya merasakan sesuatu yang tidak beres akan segera terjadi. Dia takut hingga tubuhnya gemetar.
Disamping itu dia juga kecewa dengan sahabatnya itu, bagaimana bisa Yunho berubah, sampai tidak memikirkan perasaan Permaisurinya sendiri. Padahal Yunho sudah bersumpah untuk tidak mengecewakan hati permaisurinya itu. Yoochun hanya takut, dia takut jika mimpi yang dia lihat menjadi kenyataan. Mimpi yang menunjukkan kehancuran seorang Jung Yunho.
.
.
Hari pernikahan Jung Yunho dan Puteri dari bangsawan Go pun berlangsung dengan sangat meriah. Banyak yang merasa bahagia namun tidak sedikit pula yang menyesali terjadinya pernikahan itu, termasuk sang permaisuri, Jung Jaejoong yang tengah terduduk lemas di dalam kamarnya. Wajah pucatnya tampak mengguratkan kesedihan yang begitu dalam, matanya sembab karena menangis berjam-jam.
Kim Junsu, sang adik sepupu hanya bisa menemaninya dalam diam. Pemuda yang baru menginjak umur 18 tahun itu pun ikut merasakan kesedihan sang kakak. Tak jarang dia ikut menangis saat Jaejoong menitikkan air matanya.
"Yang Mulia Permaisuri."
Jaejoong dan Junsu segera menoleh saat mendengar panggilan itu. Park Yoochun, sang Kasim dari Raja masuk dan berlutut di depan sang Permaisuri. Raut wajahnya tidak jauh beda dengan Jaejoong dan Junsu.
"Ada apa Yoochun-ah." ucap Jaejoong dengan suaranya yang mulai serak.
"Hamba mohon maaf, Yang Mulia Permaisuri. Hamba harus memindahkan Yang Mulai Permaisuri ke Paviliun Timur. Karena...karena Yang Mulia Raja akan menempati kamar ini bersama Selir Go." Yoochun berusaha agar suaranya tetap terdengar walau sebenarnya tenggorokannya sudah terasa sakit saat mengucapkan kalimat itu.
"Ap-apa?! Bagaimana bisa begitu?!" Junsu menyerukan keheranannya.
Yoochun menatap Junsu dengan pandangan sendu sambil menggeleng pelan.
Mata Junsu berkilat tajam, "Jung Yunho brengsek!"
"Su-ie...sudahlah." Jaejoong menghentikan Junsu yang tampak ingin mengeluarkan makiannya lagi.
Jaejoong berdiri perlahan, Junsu segera memapah tubuh kakaknya yang tampak melemah akhir-akhir ini.
"Tolong rapikan kamar ini, dan hiaslah seindah mungkin." ucap Jaejoong pada Yoochun yang segera di tanggapi oleh laki-laki itu.
Yoochun maupun Junsu dapat merasakan kekecewaan yang dalam dari seorang Jaejoong, Permaisuri yang begitu mereka kasihi. Wanita cantik dan berhati lembut itu kini di lukai dalam-dalam oleh lelaki yang paling dia cintai, Jung Yunho.
Dengan langkah pelan Jaejoong menjauh dari kediamannya. Dari jauh, dia dapat melihat rombongan Raja dan selirnya mendekat ke paviliun utama yang menjadi tempatnya tinggal selama ini.
"Su-ie, ayo kita segera pergi. Aku tidak ingin dia melihat ku." ucap Jaejoong dengan suara yang bergetar.
.
.
.
.
Sudah hampir lima bulan ini Jaejoong berdiam diri di paviliun timur. Dan sudah selama itu pula Yunho tidak pernah mengunjunginya. Paviliun Timur memang terletak cukup jauh dari paviliun utama dan paviliun lainnya. Namun paviliun timur memiliki halaman yang sangat luas dan indah. Berbagai bunga indah di tanam di seluruh halamannya, dan yang menjadi favorit dari Jaejoong adalah lily putih. Ya, sang permaisuri sangat menyukai bunga itu.
Junsu berjalan pelan,, mendekati sang kakak yang tengah memandang hamparan bunga dari tempatnya berpijak sekarang. Junsu tersenyum miris, sedih dengan keadaan kakaknya yang sekarang. Wajah yang selalu berseri itu tampak pucat dan muram. Sudah lama Junsu tidak melihat senyum manis kakak sepupunya itu lagi, tercatat sejak sang Raja memutuskan untuk mengambil seorang selir. Junsu tahu bahwa Jaejoong sangat tersiksa dengan hal itu, hingga membuat kesehatan kakaknya itu terganggu.
"Su-ie, ada apa dengan mu?" tanya Jaejoong saat melihat adiknya tertunduk muram di belakangnya.
"Ah! A-ani... aku baik-baik saja, Noona."
Jaejoong mengangguk pelan dan kembali menatap hamparan bunga di depannya.
"Su-ie..." Junsu mendongak, memperhatikan wajah cantik sang Permaisuri. "Seandainya bisa, aku tidak ingin terlahir sebagai wanita."
Junsu mengeryit heran karena ucapan Permaisuri. Namun dia tetap diam karena merasa sang Permaisuri ingin melanjutkan kata-katanya.
"Aku tidak ingin terlahir sebagai wanita, karena perasaan ini terlalu lemah. Seandainya saja aku terlahir sebagai laki-laki dengan pemikiran yang lebih tegas dan perasaan yang lebih kuat."
"Noona..." Junsu segera memegang pundak sang Permaisuri, membantu menopang tubuh lemah itu. Junsu juga ingin menangis, karena lagi-lagi air mata kesedihan itu mengucur deras dari kelopak mata sang Permaisuri.
"Seandainya saja aku laki-laki, aku tidak mungkin tersakiti seperti ini. Aku tidak mungkin jatuh cinta padanya, dan aku… hiks...hiks… Su-ie… Aku tidak ingin jatuh cinta lagi padanya, hiks.."
"Noona...jangan seperti ini, aku mohon!"
"Su-ie...sebagai wanita pun aku tidak bisa memiliki anak, karena itu Yunho meninggalkan ku. Karena aku tidak berguna." air mata Jaejoong terus keluar, namun isakannya sudah tidak terdengar.
Junsu diam, bibirnya bergetar.
"Yonho sudah tidak mencintai ku lagi Su-ie. Dia bahkan melanggar sumpahnya. Dia mengikat ku dengan sumpahnya, apa dia tidak terlalu kejam, Su-ie?"
"Noona, kau lelah. Kita kembali ke kamar sekarang, kajja."
Dengan perlahan Junsu membantu Jaejoong untuk berjalan memasuki kamarnya. Dengan lembut Junsu mengelus rambut Noona yang begitu di sayanginya itu setelah dia membaringkan sang Permaisuri dan menyelimutinya. Dalam hatinya, Junsu berkali-kali memaki Rajanya, laki-laki bernama Jung Yunho yang sudah memberikan luka pada kakaknya.
Setelah yakin Jaejoong tertidur pulas, Junsu segera keluar. Menangis dalam diam.
.
.
.
"Su-ie.." Park Yoochun menyadari kehadiran sepupu dari sang Permaisuri.
Dipandanginya wajah Junsu yang muram, Yoochun yakin pamuda kecil itu pasti baru saja menangis, terbukti dari matanya yang memerah dan sembab.
"Kau menangis lagi?" tanya Kasim muda itu.
"Ck! Memangnya apa lagi?!"
Yoochun tersenyum tipis, "Jangan seperti ini, ne. Kau harus kuat agar dapat menjaga Permaisuri."
Junsu mengangguk pelan. Perlahan dia mulai menceritakan tentang kegiatan Jaejoong hari ini sampai apa yang Jaejoong katakan padanya tadi. Yoochun membelalakkan matanya, dia memang menyesali apa yang telah terjadi, tapi dia tidak dapat berbuat apa-apa. Yunho lah yang berkuasa, bukan dirinya.
"Kau kembalilah ke Paviliun Timur. Aku akan menemui Yang Mulia Raja."
Junsu segera bergegas menuju Paviliun Timur. Dalam perjalanannya pulang tadi tiba-tiba saja perasaannya tidak enak. Ada rasa sakit yang menusuk-nusuk dadanya, dan pikirannya segera melayang pada sang Permaisuri. Sambil berlari dia menaiki undakan tangga dan menuju kamar kakaknya.
Para dayang yang melihat kedatangan Junsu segera menunduk hormat. Dengan perlahan Junsu segera memasuki kamar sang Permaisuri. Memeriksa keadaan wanita yang tengah lemah itu. Namun tiba-tiba matanya terbelalak kaget.
"Andwe..ANDWE! NOONA! NOONA!" Junsu berteriak panik dan mengguncang tubuh ringkih Jaejoong... yang sudah tidak bernyawa lagi. Air matanya segera merembes keluar. Teriakan pilunya membuat para dayang yang ada di luar berhambur masuk. Kepala dayang yang melayani Permaisuri segera menyuruh salah satu dayangnya untuk memanggil tabib kerajaan dan pengawal untuk memberitahukan hal ini pada Yang Mulia Raja.
"Andwe Noona! Ku mohon buka mata mu! Hiks...Noona! hiks...NOONA!"
Kabar meninggalnya sang Permaisuri tersebar cepat hingga ke telinga masyarakat. Banyak yang menangis sedih atas kepergian Permaisuri yang terkenal dengan kecantikan dan kebaikannya itu. Bagaimana pun mereka sangat mencintai Permaisuri negeri mereka tersebut.
Namun bagi sebagian orang, seperti selir Go contohnya, kabar kematian sang permaisuri merupakan kabar yang sangat mengembirakan. Karena dengan begitu, posisinya akan naik, dari selir menjadi permaisuri.
Lalu, bagaimana dengan sang Raja? Lelaki dingin dan angkuh bernama Jung Yunho itu jelas tidak baik-baik saja. Hatinya tiba-tiba mencelos saat Yoochun, sang sahabat menyampaikan kabar itu sambil menangis. Tanpa memandang statusnya sebagai raja, malam itu Yunho segera berlari menuju Paviliun Timur yang jaraknya cukup jauh kediamannya.
Hilang sudah wibawanya sebagai Raja saat melihat tubuh dari orang yang paling dia cintai di dunia ini telah kehilangan nyawanya. Dan untuk pertama kali dalam masa kepemimpinannya, sang Raja menangis histeris seperti orang yang telah kehilangan kewarasannya.
.
.
.
.
.
Yunho terbangun dari tidurnya. Matanya sembab tanpa dia sadari. Ah, lagi-lagi dia mengingat tentang masa lalunya, masa yang menjadi awal semua penderitaannya. Diliriknya jam yang masih menunjukkan pukul dua dini hari, masih terlalu dini untuk beraktivitas. Tapi dia tidak dapat memejamkan kembali matanya, karena itu Yunho memilih bangun dan mencuci wajahnya.
Di tatapnya pantulan wajah rupawan miliknya. Tidak pernah berubah, tetap sama seperti dulu. Ini sudah reinkarnasinya yang ketujuh kalinya.
Yunho menggeram kesal, saat ingatan reinkarnasi sebelumnya melintas di pikirannya. Gambaran-gambaran menyakitkan saat dia berharap dapat memiliki kekasihnya kembali, namun pada akhirnya kekasihnya kembali pergi tanpa memiliki perasaan apapun terhadapnya.
"Boojae...aku akan terus menunggu dan mencari mu sampai dapat." gumam Yunho.
.
.
Sudah berkali-kali Yunho ber-reinkarnasi, namun selama itu pula dia tidak pernah menjumpai reinkarnasi sahabatnya, namun sekarang, sepertinya Yunho harus berbahagia.
Sebuah berkas lamaran pekerjaan terpegang erat di tangannya. Yunho memandang rindu wajah yang terpampang di foto tersebut.
"Park Yoochun."
.
.
Park Yoochun, pemuda berumur 26 tahun itu mengangkat alisnya tinggi-tinggi saat mendengar bahwa dia di panggil untuk interview pekerjaan di Jung Corporation.
"Jinja? Kau benar-benar di panggil untuk interview hyung?" Changmin, pemuda keterbelakangan mental yang lebih muda tujuh tahun dari Yoochun itu bertepuk tangan heboh seperti anak kecil tak lupa cengiran khasnya yang manis itu. Sambil menyendok es krim terakhirnya, Changmin mengangguk-angguk.
"Minnie akan cerita ke eomma kalau hyung sudah bekerja. Ayo! Berterima kasihlah pada Minnie, Hyung! Itu pasti karena Minnie yang mengumpulkannya ke ahjussi itu." ucap Changmin dengan nada bangga.
Yoochun mendelik jengah, "Huh, aku tidak akan datang, Min."
Changmin membelalakkan matanya, "Hieee? Kenapa Hyung? Bukankah seharusnya Hyung senang? Eomma bilang kalau Hyung sedang butuh pekerjaan yang gajinya banyak kan?"
Yoochun tidak menjawab pertanyaan Changmin. Dia hanya fokus pada komputernya yang sedang memunculkan foto gadis-gadis cantik dan sexy. Changmin yang merasa diacuhkan menjadi kesal sendiri. Dengan kasar di tutupnya layar laptop milik Yoochun dan menimbulkan teriakan kesal dari Yoochun.
"Yak! Bocah nakal!"
Changmin berdiri dan berlari keluar cafe tempatnya sering nongkrong dan sekaligus tempat kerja Yoochun. Lidahnya terjulur mengejek Yoochun sebelum dia benar-benar pergi dari sana.
Yoochun menghela nafas lelah, pikirannya kembali melayang pada tawaran interview dari Jung Corporation tadi. Sebenarnya dia tidak pernah menyerahkan lamaran pekerjaan apapun, apalagi sebagai sekretaris. Walaupun dia lulusan terbaik dari universitas di luar negeri, namun Yoochun tidak pernah benar-benar ingin menjadi sekretaris. Entah mengapa dia benci pekerjaan itu.
Lagi-lagi Yoochun menghela nafas. Sepertinya berkas lamaran pekerjaan itu hasil kerja Junsu dan Changmin. Benar-benar… menyusahkan saja.
"Eomma! Min pulang dan Min lapeer!" teriak Changmin saat dia masuk ke apartemen kecil dimana dia dan sang eomma tinggal.
"Eomma? Eomma belum pulang ya?" tanya Changmin, entah bertanya kepada siapa, karena hanya sepi yang dia rasa.
Changmin melirik jam dinding yang bergambar gajah, ini sudah jam tujuh malam. Biasanya Changmin akan langsung di suguhi makanan enak oleh eommanya, lalu sekarang eommanya yang cantik itu kemana? Padahal Changmin sudah buru-buru pulang tadi, karena tidak sabar untuk segera memakan masakan eommanya.
"Ah! Mungkin Eomma ada urusan penting, terus pulangnya telat. Min tunggu di depan saja ah!" ucap Changmin bermonolog sendiri. Kemudian dia kembali keluar dari apartemennya dan berjalan menuju taman bermain kecil yang berada tepat di depan gedung apartemennya.
Sementara itu, seorang pemuda manis sedang berlari-lari kecil sambil membawa barang belanjaannya dengan kedua tangannya. Dia tidak memperdulikan penampilannya yang cukup berantakan sekarang, yang di pikirkannya adalah pemuda lain yang sudah tinggal bersamanya hampir enam bulan ini. Bibirnya mengerucut sebal saat mengingat alasan mengapa dia sampai terlambat pulang seperti ini.
'Ah, FoodMonster itu pasti kelaparan sekarang.' ucapnya dalam Hati.
Kim Jaejoong, nama pemuda itu, terus berlari kecil hingga sebuah sosok tinggi menghadang, mengagetkannya dan membuatnya harus merasakan perih di bagian bawahnya.
"Huwah! Ah! Ad..duuh..." ringis Jaejoong saat pantatnya dengan kasar menghantam beton jalanan yang keras.
"Astaga! Eomma!"
Changmin, sang pelaku pengagetan langsung berlutut di samping Jaejoong dan menatap namja manis itu dengan tatapan mata bersalah.
"Changmin?! Apa yang kau lakukan, eoh?! Kau mengagetkan ku! Untung jantungku tidak copot!" omel Jaejoong setelah menguasai rasa kagetnya.
Changmin haya bisa menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Minhae Eomma, Min kan cuma bercanda, he he he..." ucapnya disertai cengiran lebar khas anak kecilnya.
"Aiiish, ya sudah." Jaejoong bangkit dan menepuk-nepuk bagian belakang tubuhnya yang kotor terkena debu jalanan.
"Biar Min bantu!" Changmin meraih kantong belanja yang di bawa Jaejoong dan membawanya.
Jaejoong tersenyum tipis.
"Minnie sudah lapar, eoh?" tanya Jaejoong.
Changmin mengangguk, "Min laper banget, Eomma. Nanti Eomma mau masak apa?"
"Masak apa ya?" gumam Jaejoong.
Setelah sampai di dalam apartemen mereka, Jaejoong langsung bersiap untuk memasak, sementara Changmin ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Malam semakin larut, Jaejoong segera menidurkan Changmin setelah sebelumnya membereskan meja makan dan mencuci semua piring dan alat-alat yang kotor.
"Eomma, tadi Chunnie hyung dapat panggilan kerja loh, Hoaaahhm~. Trus, Chunnie hyung bilang, dia gak mau datang."
"Eh? Benarkah?" tanya Jaejoong yang masih setia mengusap-usap kepala pemuda tinggi itu.
Changmin mengangguk pelan, matanya sudah terpejam dan tinggal menunggu hingga dia benar-benar tertidur lelap.
Jaejoong tersenyum kecil melihat Changmin. Baiklah, sepertinya Jaejoong harus bicara dengan Yoochun nanti.
.
.
.
Sosok seorang Jung Yunho memang selalu menjadi sorotan publik, apalagi saat dia berjalan-jalan di pusat perbelanjaan seperti saat ini. Beberapa orang sampai berhenti hanya untuk melihat sosok tampan dan berkharisma seorang Jung Yunho, pengusaha muda dan sekaligus pemilik baru Victorian Mall. Kini Yunho tengah memeriksa keadaan pasar dengan berkeliling.
Pria di sampingnya terus berbicara menjelaskan toko apa saja yang memberi keuntungan besar terhadap mereka. Namun tiba-tiba Yunho menghentikan langkahnya, tepat saat mereka akan melewati Big Market. Mata musang Yunho terpaku pada satu sosok yang berasil mencuri perhatiannya.
Wajah, mata, bibir serta senyuman dari objek yang tengah di perhatikannya sekarang benar-benar telah menghipnotisnya. Dan tanpa berpikir dua kali, Yunho melangkah menuju sosok itu. Melihatnya lagi lebih dekat.
.
.
.
.
.
TBC
Terima Kasih
Ini fanfic pertama yang Vian up-load. Dibilang orang baru sih, memang benar. Karena itu, jika cerita diatas tidak terlalu menarik, mohon di maklumi, coz Vian juga masih dalam tahap belajar.
Thanks banget buat para Reader yang udah mampir dan membaca Fanfic Vian. Klo ada yang berkenan untuk memberi Kritik dan Saran, Vian akan sangat senang banget. Ultimate senang malah. Ahahaha...
Yosh! Mari tetap berkarya dalam dunia Fanfiction!
Malang, Jawa Timur.
Salam Hangat
Kuminosuki & Alviandra