Remaja bersurai biru muda itu hanya terdiam sambil memandangi pemandangan yang bergerak, seakan pemandangan yang ada dihadapan berjalan menjauhnya. Ia masih teringat dengan kejadian tadi pagi. Murasakibara yang terbatuk darah dan berkata itu hal normal, baginya itu jauh diatas normal. Yang lebih mengusik pikirannya adalah ekspresi pemuda bersurai ungu yang tampak tak keberatan.
Kuroko menutup matanya sambil sedikit mengerutkan keningnya sebelum remaja itu mendapati seseorang menyentuh punggung tangannya. Menyadari itu, Kuroko membuka matanya terkejut dan mendapati pemuda bersurai merah memandangnya penasaran.
"Kau tak apa?" tanyanya singkat. Kuroko menggeleng. Baginya kejadian tadi pagi lebih baik ia pendam sendiri, karena ia tahu mungkin semua Kiseki no Sedai menyadari kenyataan itu.
Mendapati gelagat itu Akashi hanya dia memandang pasangan netra biru yang sudah mengalihkan pandangannya. "Apa ini tentang Atsushi dan Jade yang ditanam di tubuhnya?" mendengar ucapan itu, Kuroko kembali membalikkan pandangannya. Memang pemuda di hadapannya persis seperti seorang cenayang yang bisa membaca semua pemikirannya.
Kuroko mengangguk ragu dan menatap pasangan heterokrom di hadapannya sedikit berharap penjelasan. "Kau tahu Kiseki no Sedai semua berasal dari keluarga yang sudah mengetahui legenda true rune, bukan? Jika dihitung, keluarga yang sudah turun-temurun tahu akan legenda itu ada sembilan sekarang. Tapi, berbeda dari kedelapan keluarga yang ditugaskan menjaga satu true rune, keluarga Murasakibara meminta untuk juga menjaga true rune Jade yang dikabarkan adalah true rune yang selalu memakan jiwa. Agar true rune itu tidak jatuh ke tangan orang dan memakan nyawa lain, keluarga itu membuat tradisi dimana Jade harus ditanamkan di semua keturunan keluarga itu." Jelasnya.
Mendengar itu Kuroko terdiam. Pemilik netra biru muda itu kembali menyenderkan kepalanya pada senderan sofanya. "Entah kenapa itu terdengar menyedihkan." Akashi menghela nafasnya sembari tersenyum. Ia hanya memberi dengungan singkat sebagai jawabannya.
Tanpa mereka sadari mansion utama keluarga Akashi sudah berada di hadapan mereka. Melihat ukuran mansion bergaya Jepang dengan ukuran yang luar biasa itu membuat Kuroko hanya terdiam terpaku. Akashi merespon gelagat lucu itu dengan senyum simpul. "Untuk hari ini kumohon kau menggunakan hakama atau kimono. Kau bisa memilihnya, sudah kusiapkan di kursi belakang." Kuroko mengangguk paham sembari membuka pintu belakang mobil itu dan mengambil salah satu baju yang sudah disediakan. Tanpa sadar ia mengambil hakama dan langsung pergi ke ruang ganti.
Akashi's Manor, Front Gate (15th May 19xx; 11.54 a.m)
Kuroko sedari tadi menarik-narik kerah bajunya. Memakai hakama adalah hal yang masih baru baginya. Setelah merasa pakaian itu sudah mulai nyaman di tubuhnya, ia menghampiri Akashi yang sudah berganti pakaian menjadi lebih formal. Ekspresi pemuda merah itu berbeda dari biasanya. Lebih terkesan... takut? Kuroko bertanya-tanya dalam hatinya.
Menyadari sosok remaja berhakama itu, Akashi menjulurkan tangannya dan disambut dengan santai dari remaja itu. Benar, karena status politik mereka tentu mereka harus menjalankan drama agar mereka tampak akrab di acara pemakaman itu. Tentu sebenarnya perasaan mereka sudah mulai sejalan dengan apa yang sudah ditulis dalam kontrak. Tapi sebenarnya Kuroko sadar bahwa perasaan itu sebisa mungkin harus mereka pendam.
Terlalu terlarut dalam pikirannya, Kuroko tidak sadar mereka sekarang berdiri di sebuah altar berhiaskan bunga lily of valley dengan foto seorang wanita yang begitu cantik terpampang di tengah altar. Tak cuma altar itu saja, rumah itu dihiasi dengan banyak hiasan yang tampak seperti bunga lili.
"Mendiang Ibuku sangat menyukai bunga lili." Akashi tiba-tiba berujar. Mendapati kalimat itu, Kuroko kembali memandangi altar. Banyak pendeta mengelilingi altar itu dan tampak berdoa menggantikan anggota keluarga di sana. Setelah pendeta itu pergi, barulah anggota keluarga wanita itu mulai menuju altar secara bergantian sembari berdoa atau bercakap-cakap, seakan wanita itu dapat mendengarnya.
Kuroko semakin terhanyut dalam kediaman. Ia sama sekali tidak terpikir untuk melakukan sesuatu. Ia hanya berdiri di pojokan bersama Akashi dan memandang anggota keluarga yang tampak bergantian ke altar hanya sebagai formalitas.
Perasaan aneh mulai muncul dan menyadari perasaan itu, Kuroko dan Akashi sontak membalikkan badannya. Benar saja, sama seperti saat Mibuchi Reo yang menculik Kuroko pada siang hari, sesosok pemuda berhelai kelabu berdiri di atas sebuah grude. Senyumnya yang angkuh seperti memancing emosi Akashi.
"Kenapa kalian menampilkan wajah seperti itu? Aku hanya ingin menyapa bibi, sama seperti kalian semua."
"Beliau tidak butuh tegur sapa darimu." Seorang anggota keluarga Akashi menjawab dengan ketus. Sontak pemuda itu tergelak. Ia turun dari grude itu dan mendekati altar tanpa peduli dengan keadaan sekitarnya. Tangan kanannya dimajukan ke depan dan ledakan pun muncul di altar itu.
Melihat itu Kuroko terbelalak kaget. Ini belum memasuki infinite time dan pastinya kemampuan true rune tidak bisa digunakan. Memahami itu, Akashi menarik lengan baju Kuroko dan menyuruhnya untuk mengambil senjata terdekat. Kuroko hanya mengikuti langkah kaki itu walau pandangannya sama sekali tidak bisa beralih dari pemuda misterius itu.
"Anggap saja ia itu seperti adik Shintarou, grude yang melewati batas. Tapi bedanya, ia adalah grude yang melewati batas karena sudah membuka semua gerbang tabu. Ketika infinite time tiba, bentuknya akan berubah menjadi grude pada umumnya. Untuk sekarang manusia biasa menganggapnya sebagai monster." Penjelasan singkat itu seperti menjawab semua tanda tanyanya.
Sebisa mungkin mereka harus mencoba mengusir pemuda itu terlebih dahulu. Setelah membulatkan tekad itu, Kuroko merasa seakan waktu tidak berdetak. Ia tidak tahu apa yang terjadi, yang ia ingat semuanya kacau.
The True Rune
Chapter 12: His Past
Akashi's Manor, Seijuurou's Room (15th May 20xx; 12.15 p.m)
Surai biru muda itu masih duduk dengan tenang. Sedari tadi ia hanya memperhatikan sosok surai merah yang terbaring lemah dihadapannya. Kejadian tadi benar-benar kekacauan yang sangat diluar dugaan. Tentu ia lebih terkejut ketika pemuda bermarga Akashi itu mencoba melindunginya sebelum pemuda misterius yang disebut sebagai grude itu pergi. Ingin rasanya surai biru muda itu mengelus helaian merah dihadapannya, mencoba menghilangkan ekspresi sakit yang muncul di wajah surai merah sedari tadi.
Kuroko menggenggam tangan kanan pucat dihadapannya. "Suhu tangannya dingin sekali," batinnya dengan cemas. Wajah manisnya masih terus ia tundukkan, sedari tadi ia hanya menatap tangan pemuda dihadapannya. Kembali tersirat olehnya ketika kejadian true rune Momoi yang sudah sempat retak dan hancur juga kenangan ketika Kise berujar padanya kalau true rune dan pemiliknya akan menjadi satu ketika mereka menyetujui kontrak sebagai pemegangnya. Bagaimana kalau Akashi benar-benar akan mati bila Garnet yang mengembannya sudah mulai melemah dan hancur?
"Maafkan aku Akashi-kun, kumohon sembuhlah." Kuroko memejamkan matanya dengan kencang dan tanpa sadar true rune di kalungnya bercahaya. Surai biru muda membuka matanya sejenak dan perlahan rasa kantuk membuatnya tak bisa membuka kedua kelopak matanya.
Akashi's Manor, Hall (15th May 19xx; 12.37 p.m)
Kuroko membuka matanya perlahan. Ia hanya bisa berpikir berkali-kali ketika ia mendapati berada di tepat yang tampak asing. Kuroko pun mengalihkan pandangannya pada pintu geser berwarna putih kemerahan yang terhias dengan lukisan bunga teratai.
"Mendiang Ibuku sangat menyukai bunga lili."
Terbayang kembali kalimat yang sudah diutarakan Akashi tepat saat mereka berdua baru menginjakkan kaki mereka di kediaman Akashi. Kuroko pun langsung menghapus kata asing dari pikirannya. Setelah memutar pikirannya sekali lagi, Kuroko berhasil menyimpulkan tempat tersebut adalah kediaman Akashi. Merasa dia dapat keluar dengan gampang, remaja berhelaian biru muda itu langsung menegakkan tubuhnya dan menggeser salah satu pintu disana.
Sosok wanita berparas yang begitu cantik juga surai merah terang yang mirip dengan milik Akashi dan iris berwarna cokelat kemerahan yang bagaikan permata. Kuroko terdiam sejenak, terpikat pada sosok wanita itu. Ia langsung bersumpah apabila ia terlahir sebagai laki-laki ia akan langsung jatuh hati pada wanita dihadapannya. "Maaf, Anda siapa?" tanyanya singkat membuat Kuroko terlonjak kaget mendengarnya. Pertama, ia tidak mengetahui siapa wanita itu dan ia bahkan tidak menemukan wanita cantik itu selama tur berkeliling kediaman Akashi.
Merasa ia tidak dapat menyembunyikan apapun dan juga tidak begitu peduli siapa sosok dihadapannya, Kuroko membungkukkan badannya dengan hormat. "Nama saya Kuroko Tetsuya... sa-salam kenal. Maaf kalau saya seenaknya masuk ke kamar Anda, emm..." Kuroko masih terus membungkukkan badannya dan akhirnya ia terhenti ketika tidak mengetahui nama sosok dihadapannya. Ia perlahan menaikkan pandangannya juga menegakkan tubuhnya kembali; menatap canggung sosok wanita di hadapannya.
"Shiori, Akashi Shiori. Boleh aku memanggilmu Tecchan?" Kuroko mengangguk sejenak diikuti dengan Shiori yang juga tersenyum. "Tecchan, apa yang terjadi di zamanmu? Apakah Seijuurou benar-benar menjadi pemegang Garnet?" Kuroko hanya bisa mengangkat sebelah alisnya dengan bingung. Dari mana ia tahu kalau Kuroko tidak berasal dari zaman ini? Kuroko mengambil beberapa detik untuk menjawab pertanyaan barusan.
"Aka–"
"Panggil aku Shiori saja."
Kuroko kembali mengangguk mengerti. "Saya... tidak mengerti maksud Shiori-san tentang 'benar-benar-menjadi'. Tapi seperti yang Shiori-san katakan, pemegang true rune Garnet di tempatku adalah Akashi-kun." Shiori tersenyum sejenak lalu mendesah lega. Ia pun langsung membalikkan badannya sejenak membuka sebuah laci yang tak jauh darinya dan memilah berbagai aksesoris di laci tersebut. Ia mengambil satu aksesoris dan menilainya dengan teliti lalu mengulanginya hingga beberapa kali.
"Lalu, siapa yang menjadi pemegang true rune Aquamarine?" tanya Shiori kembali membuat Kuroko tanpa pikir panjang menunjuk dirinya. Merasa tidak mendapat jawaban, Shiori membalikkan badannya dan mendapati Kuroko masih menunjuk dirinya. Seketika kedua kelopak mata Shiori terbuka lebar. Hiasan rambut yang dipegangnya jatuh begitu saja.
"Tecchan, kau... pemegang true rune Aquamarine?" dengan ragu Kuroko mengangguk sejenak dan perlahan pun Shiori tampak ketakutan dan akhirnya beberapa tetesan air mata mengalir begitu saja. Shiori menundukkan wajahnya sejenak sambil masih terisak. "Maafkan aku... maafkan aku..."
Shiori mengelap sisi matanya sambil akhirnya ia mengangkat wajahnya masih tampak begitu khawatir. "Kuroko Tetsuya-chan, bila lingkaran takdir menyinari tanda kelima maka keduanya kan bergabung dan pada saat itulah sang setan kan menyulubungi bumi. Kau tahu artinya? Itu adalah kalimat peninggalan nenekku yang berkata true rune memiliki lima batasan, apabila kelima batasan itu telah terlampaui maka kedua reinkarnasi Celesta akan muncul dan tragedi sejarah kan terulang." Kuroko mengangkat sebelah alisnya tidak mengerti dengan kalimat barusan. Tapi dalam hatinya entah kenapa ia memiliki perasaan bahwa Shiori sedang membicarakan tentang gerbang tabu yang akhir-akhir ini diungkit rekannya.
"Apa..."
"Penerus true rune Garnet selanjutnya adalah kau Tecchan!" Kuroko membuka lebar kedua kelopak matanya ketika mendengar kalimat barusan. Seluruh tubuhnya tegang dan sosok berhelaian biru muda tampak belum bisa menjawab kalimat barusan. Shiori menatap Kuroko tajam seakan ia bersiap membunuh sosok dihadapannya. Kuroko meneguk air ludahnya dalam ketegangan, kaliat barusan jelas bertentangan dengan apa yang ia lihat di masanya bersama Kiseki no Sedai.
"Ibumu adalah pemegang true rune Garnet sekarang, tapi dia bukan pemegang seluruhnya. Ia merupakan Halve, dan tidak begitu tahu tentang true rune. Tapi itu tidak berlangsung lama hingga ia mengetahui true rune Garnet kan membawa kematian bagi pemegangnya. Terutama pemegangnya yang kan selalu menjadi reinkarnasi Dark Celesta. Karena fakta bahwa Ibumu adalah Halve, ia tidak akan mati karena ia bukanlah calon wadah reinkarnasi Dark Celesta."
Flashback
"Shiori... tolong aku..." Sosok wanita berhelaian biru muda tampak begitu ketakutan. Helaian biru muda yang melebihi bahunya sedikit menutupi raut wajahnya yang sedang terisak. Shiori meraih bahu itu dan memeluknya sejenak.
"Apa... yang terjadi Kanae?" sosok berhelaian biru muda, Kanae, mengangkat wajahnya sejenak sembari menatap Shiori dengan iris berwarna birunya yang tampak berair. "Tetsuya... adalah penerus pemegang true rune Garnet." Shiori terkesiap mendengarnya. Kedua iris kecokelatannya mengecil mendengar kalimat tersebut. Ditariknya pelukan itu agar ia bisa melihat wajah wanita di hadapannya. Isakkannya jelas-jelas menjelaskan bahwa wanita itu sama sekali tidak berbohong padanya.
"Bagaimana bisa terjadi?" tanya Shiori sembari menatap tajam kedua iris biru muda itu. Kanae hanya menunduk dan menggeleng cepat.
"Sebelah irisnya berwarna emas seperti yang pernah Ayahmu katakan tentang reinkarnasi Celesta," Kanae langsung menenggelamkan wajahnya di bahu sahabatnya. "aku takut, ia akan hilang juga. Kau tahu bukan, keluargaku merupakan penjaga true rune Aquamarine. Aku takut jika orangtuaku menyadari Tetsuya yang akan menjadi reinkarnasi Dark Celesta, anak itu akan dibunuh." lanjutnya.
Shiori mendecak kesal. "Kanae angkat tanganmu." Kanae tampak bingung dan tidak bergerak tapi tiba-tiba Shiori menarik tangan itu untuk naik. "Dia yang merupakan penguasa lautan. Dia yang menciptakan lembaran ombak dengan tariannya. Sirnakan kesedihan dalam pusaran amarahmu. O Leviathan, dewa penguasa air yang tertidur dalam True Rune Aquamarine. Atas nama Akashi Shiori..." belum selesai Shiori memanggil penuh seluruh kekuatan true rune-nya, Kanae menarik kencang lengan baju Shiori, menyuruh gadis itu untuk menghentikan tindakannya. Shiori terdiam sejenak dan langsung menggerakkan tangannya tepat dihadapan tangan kanan Kanae.
Jeda sejenak hingga Kanae mendengar Shiori tengah menarik nafas dengan panjang. Tiba-tiba sesuatu ia bisikkan pada gadis bersurai biru itu. Seketika cahaya berwarna biru menyelimuti kedua tangan itu dan Shiori dengan cepat menarik kristal berwarna merah gelap yang menggelantung di leher Kanae.
"Aku bersyukur kau hanyalah seorang Halve. Aku hanya perlu menyerap sedikit kekuatan Garnet yang sempat kau gunakan," Shiori mengangkat wajahnya sambil tersenyum pahit. "dengan begini kita impas, Kanae. Sekarang aku tidak behutang budi padamu." Kanae semakin kaget memandang tindakan Shiori.
"Apa yang kau lakukan Shiori!? Kau tahu kan bila kau memegang true rune yang belum memilihmu kau akan–"
"Aku tahu!" Shiori membentak Kanae dengan kencang, membuat keduanya terdiam. "Aku tahu, Kanae... kalau aku mengambil true rune-mu maka ada kemungkinan true rune itu akan memilihku kan? Tapi walaupun begitu aku sudah tidak sanggup! Dari dulu selalu saja aku yang mengeluh dan berkata 'kenapa kita ditakdirkan untuk menjadi hal yang takkan pernah diingat?' tapi sebagai Halve kau bilang 'itulah peran kita! yang dipilih dunia agar hidup kita berkilau. Kalau kau mengeluh kau yang akan kalah!' kan!?" Isakkan tangis mulai membuat Shiori tidak dapat menahan kalimatnya. Kanae pun menahan tangannya. Perlahan telapak tangan kanan itu hanya bisa menggenggam angin dingin di malam itu.
"Waktu true rune Aquamarine ini mulai menggerogotiku pun kau malah menggunakan true rune-mu untuk menenangkan true rune-ku. Mana mungkin aku tidak akan mengorbankan nyawaku untuk orang yang sudah menjadi penonggakku selama ini?" Shiori masih terus menahan isakkannya hingga tiba-tiba air hujan tiba-tiba jatuh dan membasahi kedua tubuh itu. Rasa dingin yang menusuk kulit tak mereka pikirkan.
"Kanae, Tecchan memiliki aura kuat yang dapat memberikan kekuatan lebih jika ia menjadi reinkarnasi Dark Celesta. Aku akan menyegel true rune Garnet ditubuh Seijuurou, dengan fisik Seijuurou yang sejak awal tidak begitu kuat, ia dapat membuat reinkarnasi dapat disegel dengan mudah." Sembari menunjukkan kristal berwarna merah itu Shiori tersenyum sejenak sebelum akhirnya ia berlari tanpa memikirkan Kanae yang berulang kali meneriaki namanya.
Flashback
"Malam itu pula aku menemukan cara untuk memperpanjang tereinkarnasikannya kedua Celesta, yaitu dengan cara mentransplantasi true rune pada anak-anak berumuran lima tahun. Aku mengatakannya pada Masaomi, dan kami memulai dari kelima keluarga yang sudah menjadi pelindung true rune sejak terdahulu. Tapi kami melakukan suatu kegagalan dimana ketika putri kedua dari keluarga Midorima juga berpotensi dan membuat gadis berumuran empat tahun itu dikendalikan oleh Amber." Shiori mengakhiri dan memandang Kuroko sejenak.
"Itukah mengapa adik Midorima-kun?" pikir Kuroko sejenak sebelum akhirnya ia menyadari pandangan Shiori. Kuroko tampak risih dan langsung menundukkan pandangannya.
Shiori kembali tersenyum. "Aku... tidak tahu apa yang akan terjadi kelak. Tapi... Menurutmu Tecchan... apa aku melakukan hal yang benar?" Kuroko menggeleng tanpa pikir panjang dan raut wajah tampak datar seperti biasanya. Wanita berhelaian merah itu tersenyum simpul dan matanya berkaca-kaca.
Shiori tampak terkena serangan batin yang membuatnya sedikit terpuruk. Melihat respon itu membuatnya menyesali apa yang sudah ia lakukan. "Menurutku tindakan Shiori-san sedikit salah. Pertama, sekarang Seijuurou-kun sebagai pemegang Garnet tampak lumayan tersiksa dan kami yang menjadi pemegang true rune lain juga mendapatkan akibatnya. Tapi Shiori-san melakukannya sambil memikirkan banyak orang dan bahkan tidak memperdulikan Shiori-san akan dibenci oleh siapapun terutama Akashi-kun. Jadi menurutku, Shiori-san melakukan hal yang benar." Shiori kembali tersenyum dan memeluk sosok surai biru muda itu dengan gemas.
"Uh, kau benar-benar menantu yang manis sekali. Untung Seijuurou kutunangkan padamu! Kenapa aku sudah tidak ada saat bisa melihatmu berdiri disamping Seijuurou." Kuroko tampak sesak napas dibuatnya. Tapi tiba-tiba pandangan Kuroko kembali naik keatas ketika merasakan pelukan itu melemah.
"Tecchan!" dari pelukan berubah menjadi sebuah genggaman hangat pada kedua lengan putih itu. "Biarkan aku memanggilmu... putriku?" Matanya berkaca-kaca seakan meminta sosok dihadapannya untuk menganggapnya Ibunya sendiri. Kuroko hanya tersenyum dan memeluk tubuh Shiori perlahan.
"Silahkan... bu..." Dipejamkannya kedua manik biru muda itu hingga ia merasakan deru angin dihadapannya. Sensasi hangat itu sangat ia rindukan. Kapan terakhir kali ia bisa memeluk seseorang yang dapat ia sapa demikian? Terakhir ia melihat Ibunya adalah saat ia berusia lima tahun, ketika Ibunya menghilang dan meninggalkan Aquamarine sebagai kalung peninggalannya. Ketika kedua kelopak itu membuka sosok wanita berkimono tersebut telah menghilang. Pemandangan telah kembali pada sosok pemuda berhelaian merah yang tengah menyentuh pipi kiri Kuroko, ia mengelusnya sejenak.
Akashi langsung mengelus helaian biru muda dihadapannya dengan sedikit khawatir. "Kau menangis. Ada yang terjadi?" tanyanya singkat. Kuroko hanya menundukkan wajahnya sambil menggeleng sejenak. "Aku... maafkan aku karena sudah membuat Akashi-kun seperti ini..." ujar Kuroko sambil menahan isaknya.
Akashi hanya tersenyum. "Ini bukan kesalahanmu, Tetsuya. Aku memang ditakdirkan untuk terlahir begi–"
"BUKAN!"
"Eh?"
"Ini semua kesalahanku. Aku mendengarnya dari Ibu barusan." Akashi mengangkat sebelah alisnya, bingung.
"Ibumu?"
Kuroko menggeleng cepat. "Yang kumaksud Akashi Shiori-san." ujar Kuroko tegas. Mendengar rentetan nama itu langsung membuat Akashi terlonjak kaget. Kedua manik heterokromatiknya menatap pasangan iris biru muda itu dengan ragu. Antara ia harus menyangkal kalimat barusan ataupun mengakui kebenaran kalimat itu.
"Ceritakan padaku apa yang sudah kau ketahui, Tetsuya." Kuroko menyeka air matanya sejenak sebelum akhirnya mengangguk setuju. Kedua iris biru muda itu menatap pasangan heterokromatik dengan lurus.
To Be Continue
"—itulah peran kita! yang dipilih dunia agar hidup kita berkilau. Kalau kau mengeluh kau yang akan kalah!— Quote: Akashi Shiori's sentence
Author's Note:
Berhubung saya upload chapter ini karena kebetulan chapter ini tidak hilang bersama data-data lainnya saat laptop ini di perbaiki dan dikarenakan ada pengumuman yang tertinggal untuk diucapin di chapter sebelumnya karena Behind Scene yang terlalu panjang. Pengumumannya adalah kemungkinan besar saya bakalan hiatus lama sebelum bisa upload lagi. Pengumuman selanjutnya adalah, saya akan berhenti menulis di fanfiction setelah saya meng-complete-kan semua fanfict multi-chapter di akun ini. Kalaupun saya upload sesuatu di akun ini setelah saya menyelesaikan semua multi-chap dalam list, itu hanyalah coretan sesaat yang tentunya tidak akan dilanjutkan (apabila bersifat multichapter) dan mungkin bisa jadi di delete dalam jangka waktu tertentu.
List sebelum pensiun:
The True Rune (KuroBas)
Innocent Love (Suikoden)
Inilah Aku dan Keluargaku (Suikoden)
Caelum Septem (Suikoden)
Nichijou sa! (InaIre)
The True Rune: Aftertale (Kurobas): will be two-shot
Karena fiksi ini yang disebutkan, maka fiksi-fiksi ini akan diberi Author's note serupa. Sekian!