Vampire-chan! I Will Get You!
.
.
.
Naruto © Masashi Kishimoto
Disclaimer : Naruto milik Masashi Kishimoto, saia cuma numpang minjem
Rated T
Genre : Romance, A Little bit Humor, Fantasy, Friendship
Pair : Naru x Hina(RTN)
Warning : Typo, OOC luar biasa, plus rada-rada gaje hihi~
Sequel 'Vampire-chan! Please Love Me?!'
OoOoOoOoOoOoOoOoOoOoO
Enjoy~
OooOOoOoOoOoOoO
Chapter 1 : Seven Years Old Me?!
Hinata Pov :
Masih ingatkah kalian padaku? Kuharap kalian mengingatnya, hm~ tapi mungkin akan kuperjelas sekali lagi,
Ehem!
Aku, Hinata Hyuga, seorang gadis yang mulai hari ini berumur seratus sepuluh tahun kalau kalian boleh lihat, wujudku masihlah sangat muda, sekitar tujuh belasan. Keturunan bangsa Vampire, dan aku harap kalian tidak terkejut.
Oke, hanya itu yang bisa kuberitahu,
"..."
Kenapa aku begitu singkat memberikan perkenalan pada kalian semua, hah~ mudah saja, itu semua karena-
Brak! Bruk!
"Hinata-sama, sudah kami katakan untuk tidak kemana-mana hari ini?!" seruan para pelayan yang terdengar nyaring semakin memekakkan gendang telingaku. Tak tahukah mereka kalau sekarang ini aku butuh ketenangan,
Ya, dengan berjalan-jalan santai keluar dari rumah besar ini tentunya.
"Argh! Berisik tinggalkan aku sendiri!" aku berseru kencang, seraya mempercepat langkah, mencoba melarikan diri dari pengawasan pelayan-pelayan yang di minta khusus oleh kedua orang tua dan kakak sepupuku.
Ah! Mereka terlalu berlebihan! Inilah yang membuatku malas menjelaskan panjang lebar pada kalian.
"Ta..tapi Hinata-sama, tubuh anda-"
Perkataan mereka segera kuhentikan, dengan pandangan tajam keahlianku, "Jangan berlebihan, aku ini hanya-"
"Hachiiii!"
Srot! Suara ingus tertarik dan suara bersin keras, membuat seisi lorong rumah terdiam, pelayan-pelayan yang mengejarku pun dapat kulihat tengah menahan tawa mereka!
Membuatku kesal setengah mati! Aku di permalukan!
"Na..Nah, anda sudah lihat sendiri kan Hinata-sama, hari ini bukan hari yang-"
"Urusai!! Biarkan aku pergi! Aku mau jalan-jalan di kota sebentar saja!" teriakku menahan marah plus malu.
"..."
Yah, seperti yang kalian dengar tadi, suara bersin dan ingus itu berasal dariku.
"..."
Mau tertawa? Silahkan? Tapi awas saja akibatnya!
"Hachii!" aku bersin sekali lagi, untung saja piyama yang tadi sempat aku gunakan sudah kuganti jadi tidak usah malu saat ingin berkeliling di kota nanti.
"Hinata-sama, ka..kau tidak boleh berpergian saat siang, kesehatan anda sedang menurun dan bisa saja sesuatu yang berbahaya akan terjadi!" seru pelayan itu kembali, membuat mau tak mau seringaian di wajahku bertambah~
'Ha~ berbahaya kata mereka? Justru hari-hari seperti ini yang sangat kuharapkan!' batinku senang~
Hinata Pov End~
OoOoOooOoOoOoOoOoO
Masih dengan senyuman di wajah manisnya, Hinata terus saja berlari meski hidungnya terasa gatal ingin bersin. Ia tahu harus kemana sekarang!
"Yoshha! Ini dia hari yang kutunggu!" teriak gadis itu, seraya berlari cepat, sehingga membuat semua pelayannya kelimpungan mengejarnya.
"Hinata-sama!"
"..."
"..."
Terus berlari selama hampir lima belas menit, gadis itu menengok ke belakang dengan cepat kembali, dan-
Siing~ sepi,
'Haha~ jangan meremehkan kemampuan berlariku~' Melihat tidak ada lagi pelayan yang mengejarnya, masih terus berlari-lari di lorong rumahnya, begitu melihat sebuah tikungan, ia segera berbelok cepat, dan menuju sebuah ruangan di sana. Yah, daripada rencana jalan-jalannya terganggu karena semua pelayan itu mengejarnya, lebih baik ia melakukan sedikit penyamaran untuk tubuhnya.
Dan itu semua bisa ia dapatkan dengan gampang~
[...]
Brak! Pintu coklat di depannya segera ia buka cepat, kemudian menutupnya kembali. Manik Lavendernya menelurusuri ruangan yang cahaya penerangannya sengaja di redupkan itu. Sampai akhirnya ia menangkap seseorang yang di carinya.
"Kabuto-san!" gadis indigo itu segera menghampiri seorang laki-laki berambut perak yang tengah asyik meramu hasil percobaannya.
"Ada apa lagi, Hinata-sama?" masih berkonsentrasi dengan percobaannya, laki-laki bernama Kabuto itu hanya menanggapi singkat. Sukses, membuat Hinata merengut kesal, tapi segera ia lupakan, mengingat kalau sekarang ada yang lebih penting dari itu semua.
"Kabuto-san, hari ini kau punya ramuan baru tidak?" tanyanya cepat, wajahnya tidak henti-hentinya menengok ke kanan dan ke kiri, melihat apa yang sedang di lakukan dokter sekaligus profesor di kediamannya ini.
Kabuto terdengar menghela napasnya panjang, "Hah~ dua hari lalu Hinata-sama sudah menghabiskan semua ramuan buatanku~" desahnya.
"Hee, itu kan beda, hari ini-Hachii- aku ingin...meminta ramuan yang cocok untuk kondisiku sekarang, aku ingin menyamar agar tidak ada orang yang tahu keberadaanku~" ujarnya seraya memberikan senyuman jahil andalannya.
"Hinata-sama, lebih baik anda mengikuti semua perkataan kedua orang tua anda, beristhirahatlah~"
"Kabuto-san! Kau tahu kan kalau hari ini adalah hari yang sangat kutunggu-tunggu!" Hinata berseru kesal, tidak terima.
"Aku tahu, tapi-"
"Nah, makanya, ini kesempatan dimana aku bisa berjalan-jalan di siang hari tanpa menggunakan sedikit pun obat-obatanmu dan payung menyebalkan milikku." Jelasnya sekali lagi.
Kabuto berniat menyanggah perkataan gadis indigo di belakangnya itu lagi, "Tapi Hinata-sama-"
Cling!
Pandangan kilat Hinata membuatnya tidak bisa berbuat apa-apa, "Berikan saja, atau aku akan- Hachii!" belum selesai mengucapkan kata-katanya, Hinata keburu bersin dengan tidak elitnya.
"Ughh, Kabuto-san!"
"..."
Tidak ada yang bisa ia lakukan lagi,
"Hah, baik, baik, pilih saja ramuan-ramuan yang ada di rak sana, tapi ingat efeknya hanya bisa bertahan tujuh jam saja, saat matahari terbenam nanti." Jelas laki-laki perak itu pelan, sambil tak lupa menunjukkan tempat di rak dekat peralatan-peralatannya.
Dan Hinata tak bisa tersenyum lebih senang lagi, "Oke!" gadis itu berseru kencang, dan segera berlari menuju rak-rak yang di tunjuk profesornya.
Meneliti lima buah botol ramuan kecil di sana, dan mencoba memilih salah satu, semuanya memiliki warna yang menarik, tapi kenapa tidak penjelasan apa-apa di jadi sedikit bingung,
"Hm, menurutmu yang mana lebih bagus, Kabuto-san?"
"Yang mana saja aman."
"..." berpikir sejenak lagi, sampai saat maniknya menangkap sebuah botol kecil berwarna biru yang letaknya tak jauh dari tempat kelima botol ramuan tadi.
"Hah~ baiklah kalau begitu, aku pilih yang ini saja," warna biru yang jernih itu menarik perhatiannya, dan tanpa basa-basi lagi-
Tangannya mengambil ramuan kecil itu, menimang-nimangnya sejenak, sampai akhirnya ia membuka tutup botol itu pelan,
Dan tanpa basa-basi lagi,
"Aku minum," Ia menegak ramuan kecil itu cepat, saat seluruh isi botol itu habis.
"Jadi apa reaksinya?" setengah mengernyit kecil, karena rasa yang di kecapnya sangat pahit.
"Sebentar Hinata-sama akan tahu~" Kabuto masih dengan perhatian yang tertuju pada ramuan barunya, melirik sekilas ke arah Hinata. Mencoba menghitung sampai tiga dalam hati, mengira-ngira apa percobaannya akan berhasil lagi?
Satu...
Dua...
Tiga..
Poooff~
Kepulan asap ringan langsung terlihat, menyelimuti seluruh tubuh Hinata. Membuat si empunya sedikit panik, "O..oi, Kabuto-san, ini benar-benar aman kan?" tanyanya cepat.
"Aman, Hinata-sama~"
Entah kenapa Hinata merasa, perlahan-lahan baju yang ia pakai terasa longgar, apa dia yang terlalu kurus atau dietnya selama ini berhasil?!
"Lh..Lho! Ke..kenapa bajuku melonggar seperti ini!" pekiknya panik, saat kabut yang menyelimutinya, menghalangi gadis ini untuk melihat sekitar,
"Tenang saja,"
"Tapi kan-" perkataannya terhenti seketika, saat kabut yang menyelimutinya perlahan-lahan memudar, dan mengembalikan penglihatannya kembali..
"..."
Baju terasa longgar-
"Sejak kapan tanganku jadi mungil seperti ini?!"
Tangannya yang mengecil-
Plok, tangan mungilnya alih-alih memegang dada miliknya reflek, "Kemana dada kebanggaanku!"
Dadanya yang ikut mengecil-
Serta,
"Lho, suaraku kenapa berubah seperti anak kecil!"
"..."
"Ramuan terbaruku,"
Saat kabut itu perlahan menghilang, Hinata terkejut minta ampun, mendapati dirinya kini menengadah menatap profesor di depan sana. "Kabuto-san! Aku...tubuhku kenapa mengecil!" barulah dia sadar kalau, tubuhnya kali ini menciut! Persis seperti tubuh anak kecil berumur tujuh tahun!
"Ramuan membuat kembali masa kanak-kanakmu~" barulah laki-laki perak itu sadar, ternyata putri majikannya itu mengambil ramuan pengubah usianya.
"Apa!" Hinata sukses berteriak keras, bukan ini yang dia mau!
"Itu aman kok, Hinata-sama~" Kabuto masih menatap santai gadis indigo itu, berusaha menahan diri agar tidak tertawa melihatnya.
"Bukan itu maksudku! Mana mungkin dengan tubuh kecil seperti ini aku bisa berjalan santai di kota!"
Masih berusaha menahan tawa, "Ehem, tenang saja Hinata-sama, efek dari ramuan itu hanya berjalan tujuh jam saja, dan ramuan itu hanya membuat pertahanan anda melemah sejenak." jelasnya singkat,
"Eh! Tapi aku-"
"Ingat Hinata-sama, kejadian anda hari ini hanya terjadi sepuluh tahun sekali. Keadaan tubuh anda yang melemah akibat serangan penyakit itu, dan mungkin saja besok anda sudah sembuh lagi."
Hinata terdiam, "..." sampai akhirnya ia mengangguk kecil, membenarkan perkataan profesornya.
"Kau benar."
"Nah, daripada membuang waktu, lebih baik segera melakukan rencana anda, ingat batas waktunya sampai sore nanti, dan sekarang baru saja pukul sebelas."
Tidak ada pilihan lain lagi, Hinata kembali menghela napasnya panjang. 'Hah, pikirkan saja sisi positifnya!' batinnya keras, menggeleng-gelengkan kepalanya singkat.
Yossh berjalan-jalan di siang hari merupakan kesukaannya sejak dulu! Itu lebih menarik daripada berburu pada malam hari, sepi, gelap dan membosankan. Hinata hanya bisa berjalan di siang hari, kalau memakai payung khusus buatan keluarganya, yang mencegah sinar matahari menembus sampai ke kulitnya, dan beberapa obat-obatan dari Kabuto yang membuat tubuhnya kebal terhadap sinar matahari selama tiga jam.
"..."
Itu sangat melelahkan!
Gadis indigo itu tersenyum lebar, mengepalkan kedua tangannya semangat. Jarang-jarang dia sesemangat ini, "Oh, oh! Kabuto-san! Kau masih menyimpan kotak yang kutitipkan di ruanganmu kan?!" serunya cepat,
"Untuk apa?"
"Memastikan, aku ingin memastikan sekali lagi!"
"Baik, baik, tapi jangan membukanya di sini, aku bisa muntah-muntah melihatnya," melihat anggukan kecil Hinata, laki-laki perak itu segera berjalan menuju lemarinya.
Mencoba mengambil sebuah kotak di sana, dan dengan cepat memberikannya pada Hinata,
"..."
"Ini,"
"Arigatou Kabuto-san!" saking semangatnya, hampir saja ia membuka kotak itu di sana, sebelum Kabuto berteriak lebih keras.
"Jangan buka di sini!"
"..."
"Ups, hampir saja lupa~" masih dengan tubuh kecil, dan bersin di hidungnya, Hinata memeluk kotak itu dengan erat, berjalan keluar dari ruangan Kabuto.
"Oh, nanti aku titip lagi di sini ya! Bisa gawat kalau Niisan, Kaasan dan Tousan tahu tentang benda ini."
"Ya, ya~" percuma saja menolak, kalau akhir-akhirnya ia selalu mengalah.
"Oke, kalau begitu aku pergi dulu!"
Kabuto hampir sweatdrop melihat tingkah laku putri majikannya itu, gadis yang biasanya menyeramkan, dan cepat marah, begitu menjadi kecil sifatnya entah kenapa malah berubah, periang, dan childish. Apa takaran ramuannya sedikit salah? Setahunya, ia tidak pernah meleset jika melakukan sesuatu yang berhubungan dengan ramuan miliknya.
Ditambah lagi, apa Hinata tidak sadar, kalau saat ini dia tengah berlari-larian dengan memakai baju longgar yang masih melekat pada tubuhnya?
"..."
"..."
"Ah, sudah lupakan, mungkin hanya perasaanku saja~" melihat tidak ada lagi tanda-tanda kedatangan Hinata, Kabuto menutup pintu ruangannya, dan kembali berkonsentrasi. Mencoba mengidahkan perasaan janggalnya-
.
.
.
.
.
.
"Sepuluh tahun menunggu, akhirnya aku bisa berjalan-jalan tanpa menggunakan benda-benda merepotkan itu lagi," Hinata berjalan di sekitar taman, mencari tempat duduk. Mumpung tidak ada satupun pelayan yang mencarinya.
"..."
Kalian pasti masih tidak mengerti apa maksud dari perkataannya tadi,
"Siapa yang tahu, kalau penyakit ini menjadi pembawa keberuntungan bagiku~" desah gadis indigo itu pelan,
Ya, penyakit yang sangat di tunggu-tunggunya. Penyakit simple yang entah kenapa hanya bisa menyerang bangsa Vampire sepuluh tahun sekali, penyakit ini tergolong spesial di kalangan Vampire lainnya.
Kenapa?
Karena efek yang di terima oleh orang yang terinfeksi itu sangat besar, tubuh Vampire yang tergolong kuat itu perlahan-lahan akan melemah dalam satu hari penuh, membuat pertahanan tubuh menghilang sesaat, dan membuat mereka-
"..."
Kehilangan semua kekuatannya, bukan hanya kekuatan yang akan hilang. Tapi jati diri mereka sebagai bangsa Vampire akan menghilang, tubuh mereka yang biasanya tidak tahan terhadap sinar matahari, perlahan-lahan akan menyamakan diri dengan tubuh manusia biasa, ketakutan mereka akan benda-benda, seperti bawang putih dan salib akan menghilang,
Garis bawahi kalau penyakit ini bukanlah sekedar penyakit flu yang menyerang bangsa manusia seperti biasanya, entah virus apa itu, sampai saat ini masih belum di ketahui.
Justru itu lah yang di tunggu Hinata!
Sebenarnya sejak dulu, sudah ada obat yang menangkal semua penyakit itu datang, tapi Hinata sengaja tidak memakainya. Membuat tubuhnya melemah, dan alhasil ia terserang penyakit yang tidak ada namanya itu dengan mudah.
"Sayangnya, penyakit ini membuatku sedikit melemah~"
Efek dari penyakit ini juga, membuat tubuh Hinata tidak seperti biasanya, hari ini Hinata sukses menjadi seorang manusia walaupun hanya sehari. Tidak bisa berlompatan seperti biasanya, dan semua kekuatannya menghilang,
Ia hanya akan berjalan-jalan sebagai anak kecil sebagaimana biasanya, karena tubuh akibat ramuan tadi,
"Hachii!" gadis itu kembali bersin, mengusap-usap pangkal hidungnya yang memerah.
"Hah, meski menyebalkan, tapi siang ini aku bisa berjalan layaknya seorang manusia dengan bebas!" ia menyeringai kecil, mengingat kembali betapa membosankannya ia hanya bisa berpergian dengan bebas di malam hari selama beratus tahun, siang hari pun hanya sekejap saja.
Dan entah apa yang membuat semangat Hinata semakin menguat, gadis indigo ini tanpa ia sadari memandang langit di atas sana, bibirnya tersungging tak biasanya,
"Nee, bocah, bagaimana keadaanmu sekarang?" ujarnya entah pada siapa, pikirannya melayang-layang, dan mengingat sosok anak kecil berambut pirang yang sempat membuatnya tersenyum dulu.
"..."
Sudah sepuluh tahun berlalu, "Bocah, kau pasti sudah besar sekarang, dan tentu saja-" perkataannya terhenti sesaat,
"..."
Hinata menggeleng kepalanya cepat, "Hah~ dia pasti sudah melupakanku, ahaha~"
Tangan mungilnya segera membuka sebuah kotak yang ia peluk sejak tadi, memperlihatkan dua buah benda di sana,
"Salib dan bawang putih~"
Ya, salah satu kelemahannya, Ia segera mengambil kedua benda itu pelan-pelan, mengangkatnya ke atas, dan mengayun-ayunkannya. Mengamatinya dengan teliti,
Tidak ada rasa mual-mual,
Tubuhnya baik-baik saja-
"..."
"Satu hal lagi," Hinata mengangkat jemari mungilnya, memandangnya sekilas, sampai,
Krauk, dengan gigi mungilnya, ia menggigit jari telunjuknya keras, membuat setetes darah mengalir dari sana, sedikit nyeri ia mengendus pelan bau darah miliknya,
"..."
"Kenapa aku bisa suka meminum cairan berwarna merah ini?" dengan cepat Hinata menjauhkan jemarinya, tidak ada minat untuk menjilatinya sedikit pun,
Yah, sepertinya hari ini ia bisa berjalan bebas di kota, tanpa ada nafsu makan yang besar akan darah.
"Lebih baik aku berangkat sekarang," gadis itu menutup kotak rahasianya dengan cepat, dan segera turun dari tempat duduknya tadi, sampai sebelum ia berniat untuk berjalan lebih jauh,
"Oke-"
Sret!
Kaki mungilnya tak sengaja menginjak celana panjang yang ia gunakan, sampai akhirnya-
"Huwaaa!"
Brukk!
Gadis itu terjatuh dengan tidak elitnya, dengan wajah yang tersungkur mencium tanah,
"A..arghh! Aku lupa kalau saat ini pakaianku membesar!" serunya kesal, padahal sebenarnya dirinyalah yang menciut.
Cepat-cepat ia membetulkan posisinya, mengusap-usap wajahnya yang terkena noda tanah, seraya memperhatikan keadaan pakaiannya sekarang.
Jiii~
"..."
"Bagaimana aku pergi dengan keadaan seperti ini?" pikirnya bingung, mencoba mencari-cari cara,
'Kembali ke dalam rumah, itu artinya rencanaku akan sia-sia,'
"..."
'Ditambah, aku tidak mempunyai satu helai baju pun yang seukuran dengan tubuhku sekarang,'
"..."
"..."
Tidak ada cara lain lagi, waktunya hanya tujuh jam, jadi ia harus cepat,
"Terpaksa,"
Sret, Sret, Hinata segera melepas celana panjangnya yang longgar, menyisakan baju atasan yang malah sanggup menutupi seluruh tubuhnya sampai sebatas lutut,
"Mungkin aku bisa menjadikannya baju terusan," manik Lavendernya melihat sabuk berwarna hijau yang tadi sempat ia pakai,
"Lucky!" cepat-cepat ia memakai sabuk itu pada pinggang kecilnya, membuat dirinya sekarang, terlihat sangat manis dengan baju yang menyerupai terusan, dengan sabuk yang membuat semuanya sempurna,
Tidak akan ada yang sadar kalau dirinya ini hanya menggunakan baju atasan saja.
"Sempurna!"
Masih dengan rambutnya yang tergerai selutut, membuat gadis itu kepanasan. "Di siram sinar matahari menyenangkan sekali~" maniknya menatap senang, pada matahari terik di atas sana, kalau keadaannya tidak seperti ini.
Mana mungkin menikmati mandi matahari ini bisa ia rasakan~
"Lebih baik aku mengikat rambutku~" berbekal sebuah ikat rambut di kantong bajunya, Hinata segera mengikat pony tail rambut indigonya.
"Selesai," entah kenapa hari perasaannya terasa ringan, sampai-sampai moodnya yang hampir setiap hari buruk, sekarang menghilang.
"..."
Tidak apa-apa kan, kalau aku menikmati hari-hari sebagai manusia satu hari saja?
.
.
.
.
.
Masih dengan wajah puasnya, Hinata melangkahkan kakinya santai, menyusuri kota Konoha. Meski ia akui sangat sulit berjalan dengan tubuh mungil seperti ini. Tapi ia harus berusaha menyesuaikan diri,
Suara bising kendaraan, suara orang-orang yang berlalu lalang, serta banyak hal lainnya membuat gadis Vampire itu senang, hari-hari kemarin dia hanya bisa berlompatan di atas gedung mencari mangsa.
"Lebih baik aku mencari mesin minuman dulu~" Ia merasa sedikit haus, dan mencari minuman adalah ide yang tepat, karena sudah hampir setengah jam ia berjalan-jalan.
Gadis itu berhenti sejenak, mencoba mencari-cari uang miliknya dalam kantung bajunya, 'Kalau masalah uang sih gampang~' batinnya kecil seraya masih sibuk mencari.
"..."
"..."
Srek, srek, beberapa menit mencari,
"..."
Srek, tangan mungilnya tak henti-hentinya mencari uang miliknya itu, "Lho, kemana uangku, bukannya sudah kusiapkan,"
"..." mencari lagi.
"Kenapa tidak ada!"
"Aku yakin sekali uangnya sudah ku simpan di-"
"..."
Perkataannya terhenti seketika, saat mengingat-ingat kembali memorynya tadi. Saat ia dikejar-kejar oleh para pelayannya,
Dan karena terlalu terburu-buru plus tidak sabaran-
"..."
"Hu..Huwaa! Baka! Aku lupa! Uangku masih ada di atas meja!" gadis kecil itu terpekik keras, meremas kepalanya frustasi. Kenapa dia bisa lupa?
"Ba..bagaimana aku mau menelusuri kota kalau uang saja tidak ada!" serunya kembali, mencoba-coba mencari siapa tahu ada uang yang tersangkut di kantong bajunya-
"..."
Tidak ada, kantongnya putih bersih.
"Aku tidak mungkin kembali lagi!"
Hancur sudah rencananya, padahal hari ini dia berniat berjalan-jalan, berbelanja layaknya seorang gadis remaja biasa, dan-
Menemui pemuda pirang kecil yang menyukainya itu.
E..ehh! Tapi, dia hanya ingin melihat sedikit saja kok! Tidak lebih, hanya sekedar memastikan apa tebakannya sepuluh tahun yang lalu itu akan benar atau tidak!
Jadi jangan berpikiran macam-macam!
"..."
'Eitt! Bukan itu masalahku sekarang!'
Tidak ada uang, dan hanya mengandalkan tubuh kecilnya ini. Jadi sekarang yang bisa Hinata lakukan hanya berjalan-jalan saja? Bagaimana kalau nanti dia kehausan, apa dia harus mencari mangsanya? Meminum darah? Atau dia harus pulang dulu? Atau mungkin-
"..."
Pilihan pertama, terpaksa ia lakukan.
Sedikit lesu Hinata tertunduk, sepuluh tahun menunggu penyakit ini datang mengenainya, dan sekarang semua sia-sia. Hah, ironis sekali, seorang Vampire bangsawan sepertinya menunggu sebuah penyakit datang, dan di tambah tidak bisa melakukan apa-apa dengan tubuh lemah dan kecilnya sekarang.
"Hachii!" tanpa sadar Hinata bersin, ia mengusap kembali pangkal hidungnya.
"Hah~ tidak ada pilihan lain lagi~" gadis itu menghela napas panjang, gara-gara tubuhnya yang melemah karena penyakit ini, baru berjalan-jalan setengah jam saja dia sudah lelah. Di tambah bersinnya yang semakin parah, kondisinya dalam keadaaan danger status gawat darurat!
"..."
Oke, itu sedikit berlebihan.
"Tempat duduk, taman-" Hinata bergumam terus menerus, melangkahkan kakinya mencari tempat yang rindang, padahal beberapa tahun yang lalu saat ia terkena penyakit ini. Dengan gampangnya Hinata bisa mencari sebuah restoran sejuk untuk beristhirahat, dan makan-makan.
Tapi sekarang-
"Kuso!!" untuk membeli minuman saja tidak bisa,
OoOoOoOooOoOoOoOoOoOoO
Taman~
Berhasil mencari tempat yang rindang, ya sebuah taman kecil yang sempat ia datangi beberapa tahun lalu, pada malam hari dimana tidak ada siapa-siapa di sana kecuali seorang anak kecil pirang yang menangis dan tanpa sadar malah merepotkannya.
Yah, kini tempat itu terlihat ramai, banyak orang-orang berlalu lalang, karena menurut kalender manusia, hari ini dimana seluruh orang di Jepang meliburkan diri. Hari minggu singkatnya, "Ramainya,"
"Guk!"
"E..eh!"
Hinata terpekik kecil saat melihat seekor anjing besar berwarna kecoklatan tiba-tiba berjalan di sampingnya bersama pemiliknya. Maklum, dari dulu dia memang trauma dengan hewan peliharaan itu, karena sejak kecil anjing-anjing itu selalu menggonggonginya saat ia lewat.
Merasakan kalau dirinya ini bukan manusia mungkin?
Dan sekarang, biarpun Hinata menjadi manusia satu hari, tetap saja dia tidak suka dengan anjing. Jadi tanpa menunggu lebih lama lagi, gadis kecil itu segera memasuki taman.
"Semoga saja ada tempat duduk yang kosong," harapnya,
.
.
.
.
.
"Waaawawa! Kaasan sini!"
"Ah lihat!"
"Hueee!"
"Kyahahaha! Kejar aku!"
Berjalan lebih dalam ke dalam taman, suara-suara itu semakin terdengar, berisik memang. Tapi itu lebih baik daripada berada di sini malam hari, sendirian.
"Tempat duduk~" seraya bergumam pelan, manik Lavender Hinata segera menoleh ke kanan dan ke kiri, mencoba mencari tempat duduk. Tapi sayangnya-
"..."
"Penuh!"
Sudah hampir terisi semua, banyaknya orang-orang yang berpiknik di taman rindang ini membuat semua persediaan lahan maupun kursi habis dalam sekejap!
Sial!
Haruskah ia membentak semua orang-orang di sini agar segera pergi, mencoba menakut-nakuti mereka, dan-
"..."
"..."
'Dengan tubuh kecil seperti ini?'
Hah~ percuma, dia bisa keburu di lempar lebih dulu dari sini.
Dengan bersin-bersin yang tak kunjung menghilang, Hinata benar-benar tidak tahan, 'Kuso, tubuhku terlalu lemah, kepalaku pusing..' inilah yang tidak ia suka, menjadi lemah, dan tidak berdaya.
Berusaha keras mempercepat langkah mencari tempat duduk, sampai-
"Guk! Guk!"
"Ahaha, Kuro jangan menjilatiku seperti itu~"
Telinganya kembali mendengar suara gonggongan anjing, dan suara tawa seseorang yang begitu nyaring. Enggan ia menoleh ke arah sumber suara itu, berharap akan menemukan tempat duduk di sana,
"..."
"Ketemu!"
Di samping pemuda bersama anjingnya itu ada tempat duduk yang kosong!
Tapi ada anjingnya,
"..." menghela napasnya dalam-dalam, Hinata menggelengkan kepalanya kecil,
"Ti..tidak apa-apa kalau ada anjingnya, aku bisa tahan, dan aku harus segera duduk di sana!" mengidahkah traumanya terhadap anjing, Hinata perlahan berjalan pelan, sampai secepat-cepatnya ia berlari ke sana.
'Tempat duduk wait for me!' entah kenapa dia bisa Ooc saking panasnya hari ini.
OoOoOoOoOoOoOoOoOOOooO
Masih setengah berlari dengan tubuh kecilnya, Hinata bersusah payah berlari ke tempat duduk itu, apalagi saat maniknya melihat beberapa orang berjalan ke arah sana.
[...]
"Dobe, kemana saja kau, meninggalkan kami seenaknya." Seorang pemuda raven menghampiri pemuda di sana, dengan lima orang teman di belakangnya.
"Baka! Kalau mau pergi bilang-bilang dulu dong!"
"Kau membuat kami cemas."
"Minuman untukmu~"
"Hah, benar-benar,"
"Mendokusei~"
"Ahahaha, gomen, gomen, tiba-tiba saja aku ingin mengajak Kuro kemari~"
[...]
Dan tenaga Hinata hilang seketika, ke tujuh remaja itu sudah mengambil tempat duduknya. Kenapa dia mesti sesial ini!
"Tempat duduk terakhirku!"
Habislah kesabarannya sejak tadi, moodnya kini kembali memburuk, bibirnya melengkung ke bawah, tangannya terkepal kesal, dan alisnya tertekuk. Ia sudah tidak tahan lagi, satu harinya sebagai manusia akan gagal hanya karena kesusahan mencari tempat duduk?!
"..."
"Tidak akan, bocah-bocah itu harus kusingkirkan." Gadis itu kembali melangkah, menghampiri ke tujuh remaja di sana.
'Well, kalau mereka tidak mau memberikan tempat duduk itu padaku, siap-siap saja menjadi santapanku besok~'
[...]
Dengan langkah cepat, setelah sampai di sana, tangan mungil Hinata segera menggapai baju milik pemuda raven yang mengambil tempat duduknya.
Sret, sret, 'Kalau bukan karena kondisiku seperti ini, mana mau kupanggil dia..Ughhh!'
"Niisan, itu tempat dudukku!" ujar Hinata masih merengut kesal, membuat pemuda itu menghentikan perkataannya dan menoleh padanya. Menatap datar wajah Hinata,
"..."
"Hn, aku yang lebih dulu duduk di sini." Ujar pemuda raven itu cepat.
Krieet! Urat kemarahan muncul di dahinya.
Srett! Tarikan tangannya makin keras, "Tidakkah kau mau mengalah untuk anak kecil?!" suaranya makin ia tekankan,
"Hn,"
"Jangan berkata itu terus!"
"Hn,"
"Berikan aku tempat dudukmu, aku lelah!"
"Tidak."
"Ugh, kau menyebalkan Niisan!"
"Hn."
Hinata sukses mengepalkan kedua tangannya kesal, 'Ini orang tidak mengenal sopan santun sama sekali, terus arti 'Hn' itu apa coba!' batinnya. Ia bersiap-siap akan menyembur pemuda raven itu dengan kata-kata tajam andalannya,
"Hei!"
Sebelum-
Hyuung~
Tubuhnya mendadak limbung, kepalanya terasa panas, napasnya bertambah tak beraturan, dan kepalanya semakin pusing. Berteriak sekarang hanya akan membuang-buang tenaganya,
'Ugh, sial!' memegang kepalanya yang terasa sakit, Hinata terpaksa menyerah. Sepertinya dia benar-benar akan menyantap pemuda pantat ayam ini besok, setengah terhuyung, gadis itu segera mengalihkan pandangannya ke arah lain. Mencoba mencari rerumputan yang rindang untuk dia beristhirahat, akan lebih baik daripada harus bertengkar dengan pemuda irit kata seperti itu.
"..."
Ada!
"Ugh, sudahlah!" berteriak kecil, Hinata langsung meninggalkan ke tujuh remaja yang kini semua kompak melihat punggungnya yang perlahan menjauh.
OooOoOoOOoOoOooOoO
"Teme, apa yang kau lakukan pada adik kecil itu?!" seorang pemuda pirang berseru kesal saat baru sadar melihat tingkah laku sahabatnya tadi. Sedang asyik-asyiknya bermain dengan anjing kesayangannya 'Kuro' saat mendengar suara lengkingan kecil di samping sahabatnya aka Uchiha Sasuke. Ia sontak menoleh,
Sedangkan pemuda yang di tanya hanya mengendikkan bahunya sekilas, "Hn, gadis kecil itu tidak sopan padaku." sahutnya singkat.
"Hah?! Tapi dia itu masih anak kecil,"
"Aku tidak suka dengan anak kecil yang datang-datang langsung saja mengeluarkan kata-kata tajam seperti tadi. Kau tidak dengar?"
Pemuda pirang itu sontak terdiam, mencoba melirik ke arah teman-temannya yang lain, dan semua kompak mengangguk kecil, "Kami dengar, dan kau terlalu asyik bermain dengan Kuro-mu itu~" desah seorang pemuda berambut nanas aka Nara Shikamaru.
Bahkan keempat gadis aka, Sakura, Sara, Shion, dan Ino menyetujui perkataan Sasuke, "Memang anak kecil tadi kata-katanya sedikit tajam," ujar mereka kompak.
"..."
Sukses sang pemuda pirang menunduk kalah, 'Benarkah?' manik Saphirenya mencoba melirik ke arah gadis kecil yang perlahan berjalan menjauh, berambut indigo diikat pony tail,
"Indigo? Mirip sekali dengannya," gumam pemuda itu tanpa sadar, dan kembali melihat lebih jelas,
Gadis berambut indigo memakai baju terusan, dan entah kenapa tangan mungilnya tengah memegang kepalanya,
'Aku tidak salah lihat kan?' batinnya saat melihat samar-samar, gadis kecil itu berjalan terhuyung-huyung menuju sebuah pohon rindang di sana.
Terhuyung-huyung?
"..."
Plok, sebuah tepukan dari Shion di sampingnya sukses menyadarkan pemuda itu,
"Naruto-kun, ada apa?" tanyanya,
"Melamunkan apa kau?" ujar Sakura dan Ino berbarengan.
Seolah tersadar, pemuda itu menggaruk tengkuknya kikuk, kenapa dia bisa seintens itu menatap seorang gadis kecil? "A..ah! Tidak, aku ingin hanya melihat gadis itu-" matanya mencoba kembali, mengarah ke arah gadis tadi. Memberikan penjelasan pada semua teman-temannya,
Sampai-
Sret,
Lavender bertemu Saphire, tanpa ia tahu. Gadis kecil tadi tiba-tiba saja berbalik, melihat ke arah dirinya dan teman-temannya dengan pandangan kesal sampai akhirnya kembali berjalan. Naruto tertegun singkat,
"Naruto?" seorang gadis berambut merah aka Sara, ikut kembali menyadarkannya.
"..."
'Lavender, Indigo-' Ia membatin keras, mencoba memikirkan kemungkinan yang terjadi. Kenapa dia pernah merasa bertemu dengan gadis itu, padahal ia yakin sekali baru saja melihatnya.
"Naruto Baka!"
Bruagh! Sakura tiba-tiba saja memukul kepala pirangnya cepat, "I..ittaaii!"
"Kami ingin makan siang di Ichiraku, kau mau kami tinggalkan di sini!" gadis merah muda itu berseru padanya. Sekali lagi menyadarkannya,
"..."
'Mungkin hanya perasaanku saja, tidak mungkin itu dia,' menggelengkan kepalanya singkat, Ia menepis semua prasangkanya tadi. Dan kembali tertawa kikuk,
"Ahaha, Gomen, gomen, tentu saja aku ikut Sakura-chan!" pemuda pirang itu bangkit dari tempat duduknya dan berniat menghampiri teman-temannya, sebelum-
"Guk! Guk!"
"Kyaa! Kuro, anjingmu lari Naruto!" Ino tiba-tiba saja berseru kencang, saat melihat anjing miliknya yang tak sengaja ia lepaskan tali pengikatnya lari.
"Howaa! Kuro! Jangan lari!" Sukses Naruto mengejar anjing hitamnya itu, yang kini tengah berlari tepat ke arah-
"Guk! Guk!"
Gadis kecil tadi-
"Awas!" pemuda pirang itu mencoba menghentikan tindakan anjingnya, tapi sepertinya terlambat. Langkahnya kurang cepat, sehingga tanpa menunggu lama lagi-
"Huwaaa!"
"Guk!"
Brukk!
Kuro langsung saja menerjang sang gadis kecil, membuat gadis itu tersungkur jatuh dengan wajah dan tubuhnya yang menempel pada jalan,
Guk! Guk! Sluurrpp~ dengan senangnya Kuro menjilati gadis kecil itu, ekornya bergoyang riang, tapi lain halnya dengan sang gadis kecil-
"Huwaa menjauh!" Ia malah berteriak histeris.
[...]
Naruto semakin mempercepat langkahnya, 'Gawat! Kuro kau benar-benar membuat majikanmu ini kerepotan!' batinnya kecil.
[...]
Benarkah kau akan kerepotan, kalau sampai akhirnya kau tahu siapa gadis yang sebenarnya tengah di terjang oleh Kuro~
To Be Continued~
A/N :
Yahoo! Mushi kembali dengan fic baru! #tendang massal# Sesuai permintaan kalian, Mushi membuat sequel 'Vampire-chan! Please Love Me!' Gaje banget ya? Ahaha, maklum nulisnya pada cepet-cepet, ehehe XD Mushi saranin sebelum baca ini, lebih baik baca fic sebelumnya, supaya tidak bingung aja :D
Oh, tentang penyakit yang menyerang bangsa Vampire itu, Mushi dapet idenya dari komik 'Throbbing Tonight' kalau kalian pernah baca pasti tahu deh XD
Nah karena fic ini Mushi sudah membuat hampir lima chapter lebih, jadi rencananya untuk ke depannya Mushi pingin apdet konstan, setiap hari Sabtu :D
Kalau ada yang berminat dan setuju agar fic ini di lanjutin, silakan riview ya :D
Segitu aja deh Cuap-Cuap dari Mushi
Kalau begitu Akhir kata kembali
SILAKAN RIVIEW YAA! \^O^/\^V^7
JAA~