Naruto selalu punya om MK alias Masashi Kishimoto

Dilema original punya aku seorang yaitu istri dari Uchiha Sasuke #digampar :v

.

.

Note : Karena banyak yang bingung, jadi aku rombak ulang ceritanyaa, tapi inti ceritanya sama kok

Sudut pandang hampir semuanya POV nya Sakura, yang di italic berarti flashback yaa

.

.

.

Aku dan Sasuke menikah bukanlah karena dasar cinta tetapi karena perjodohan. Dia tak pernah mencintaiku, tak pernah memandangku, tetapi bodohnya aku.

Aku mencintainya.

Mencintai orang yang tidak mencintaiku.

Aku berharap cintaku ini akan terjadi seperti di film-film atau sinetron-sinetron yang sering ibuku tonton. Tetapi, hey ini dunia nyata. Bukan dunia rekaan.

Dan selain itu, semua terjadi ketika Sasuke meminta izinku bukan tetapi memaksaku agar mengizinkan dia menikah dengan wanita lain.

Awalnya aku menolak, tetapi mau bagaimanapun dia seorang Uchiha yang memiliki ego selangit. Akhirnya aku menyerah, aku mengizinkannya. Tetapi aku tak menduga, bahwa yang menjadi istri baru Sasuke adalah dia.

.

.

.

—Haruno Sakura

"Tapi bu sekolah disana terlalu mahal, aku tidak mau merepotkan ibu dan ayah."

"Ibu dan ayah mengerti, tetapi ini demi kebaikanmu Sakura~"

"Tapi buu—"

"Ibu dan ayah mau kau menjadi orang jika besar nanti, tidak seperti ayah dan ibu. Hanya seorang buruh pabrik yang gajinya pas-pasan."

"Tapi—"

"Ayolah Sakura sayang~ ibu dan ayah percaya kau mempunyai potensi yang bagus. Kau cerdas, sangat di sayangkan kalau kau tidak bersekolah di sana."

"Aku tau itu bu, tetapi bukankah lebih baik uang hasil kerja ayah dan ibu selama ini di tabung untuk masa tua kalian nanti. Kalau aku—"

"Semua orang tua mau yang terbaik untuk anaknya sayang~"

"Tetapi bu aku tidak mau merepotkan kalian~"

"Baiklah kalau begitu, kalau kau tidak mau merepotkan kami berdua dapatkan beasiswa di sana, bersekolah di sana dengan baik, jangan membuat masalah, lulus dengan nilai bagus, dan menjadi orang ketika kau sudah besar nanti. Bagaimana?"

"Banyak sekali~"

"Habis, tadi ibu tawarkan satu hal kau terus berkelit."

"Tetapi dua tawaran ibu mempunyai tujuan yang sama."

"Tentu, setiap orang tua ingin yang terbaik untuk anaknya."

"Baiklah~"

"Nah begitu dong dari tadi, oh ya cepat habiskan sarapanmu. Ibu juga akan segera berangkat kerja, ayahmu mungkin sebentar lagi akan pulang."

"Ha'i,"

Aku menghabiskan sarapanku, setelah menghabiskan sarapanku aku mengambil tas sekolahku. Ketika aku ingin beranjak pergi, ibuku memanggilku. "Sakura tunggu~"

"Ada apa bu?" aku melihat kearahnya, dan ibuku membawa beberapa lembar kertas yang di letakkan pada sebuah map transparan sepertinya itu penting.

"Itu untuk apa bu?" aku melirik kearah benda yang ibu bawa.

"Oh ini, ini adalah hasil nilaimu saat kau SMP. Ibu sudah menyiapkan semuanya. Ibu juga sudah mendaftarkanmu, sekarang kau ke sana dan berikan ini pada kepala sekolahnya."

"Hasil nilai? Mendaftarkan? Kepala sekolah? Jadi ibu sudah merencanakan ini dari dulu?" seruku tak terima. Jelas saja, aku memang senang bisa bersekolah di tempat elit itu, tetapi hey ini tidak adil.

"Aa, kau salah. Bukan ibu tetapi ibu dan ayah sudah merencanakan dari dulu."

"Apa?" entah bagaimana expresiku saat ini. Ibu mendekatiku, dan menyerahkan dokumen itu padaku.

"Sudah sudah, shocknya nanti saja. Sekarang kau cepat berangkat, nanti kau terlambat." Ibu mendorongku keluar pintu, aku berjalan tetapi masih memikirkan perkataan ibu. Mengapa aku jadi telat mikir seperti ini? Tetapi ketika aku mencapai pagar kayu rumahku, aku teringat dan segera berbalik. Tetapi karena teriakan ibu aku tidak jadi memberi ucapan yang akan aku ungkapkan.

.

.

"Sakura ini sudah jam tujuh cepat berangkat!"

"Iya bu!"

.

Dan kehidupan rumit yang sekarang aku jalani, terjadi dimulai saat kehidupanku saat SMA.

.

.

.

"Jadi siapa namamu?" tanya penjaga sekolah itu.

"Haruno Sakura."

"Kenapa kau disini? Ini SMA bukan SMP." Ia memperhatikanku dari ujung kepala hingga ujung kakiku. Ya aku tau itu kakek tua, begini-begini aku juga masih bisa melihat normal di gerbang itu yang bertuliskan SMA Konoha. -_-

"Saya tau itu pak penjaga sekolah. Tetapi saya kesini ingin memberikan ini pada kepala sekolah." Aku menunjukkan dokeumen yang tertata rapi itu. Pak tua itu mengambilnya dan melihat-lihatnya, ia sedikit tersenyum ketika melihat dokumen-dokumen itu.

"Nilaimu lumayan juga, jadi tujuanmu kesini dengan seragam SMP dan membawa berkas-berkas nilaimu saat SMP apa?" ia memberikan berkas-berkas itu lagi padaku. Aku mendekap dokumen-dokumen itu di dadaku.

"Saya ingin mendapatkan beasiswa di sekolah ini. Ibu saya sudah mendaftarkan saya minggu lalu, jadi saya kesini hanya memberikan ini sebagai tanda buktinya saja." Aku memperhatikan pak tua itu, dia sudah tua terlihat dari uban-uban yang sudah mulai bermunculan di rambut hitamnya dan juga kulitnya yang sedikit keriput. Kenapa dia tak pensiun dan tinggal bersama anak-anaknya saja yaa?

"Tunggu disini sebentar,"

Pak tua itu memasuki area sekolah. Aku sedikit mengintip dari celah-celah pintu pagar yang ditutup, dia berjalan menuju arah timur, tepatnya ke arah belakang sekolah dan setelah itu menghilang. Mata emeraldku menyapu semua padangan tampak depan SMA Konoha.

Memang benar-benar sekolah elit.

Depannya saja seluas ini, apa lagi di dalamnya. Pantas ibu terus memaksaku untuk sekolah disini. Ketika aku tengah melihat-lihat dari celah pagar, seseorang yang entah siapa itu berdehem di belakangku. Aku segera berdiri tegak dan menunduk.

"Gomenasai!"

Aku membungkukkan badanku sedalam-dalamnya. Aku beranikan untuk membuka mata, dan yang pertama aku lihat adalah sepatu hitam yang sedikit kusam. Kusam? Masa iya anak SMA Konoha sepatunya kusam? Bukannya meremehkan tetapi apa kalian tidak tau kalau mayoritas anak SMA Konoha adalah anak-anak yang mempunyai kantong tebal terkecuali aku.

"Tak usah sesopan itu padaku Sakura, boleh ku panggil begitu?"

Aku mendongakkan kepalaku, mata emeraldku melebar ternyata orang yang berdehem di belakangku tadi adalah pak penjaga sekolah. Tapi dari mana ia lewat? Kalaupun ia lewat seharusnya aku melihatnya, iya kan? Atau jangan-jangan—

"Disana terdapat pintu yang kulewati, karena aku sudah tua jadi aku malas membuang energiku yang sudah sedikit menjadi semakin sedikit untuk melewati lapangan seluas itu." Jelasnya. Pak tua itu menunjukkan pintu yang ia jelaskan.

"O-oh, maafkan saya pak. Saya kira pak penjaga—"

"Jangan panggil seperti itu, kesannya saya tua sekali. Panggil saja saya Hashirama." Pak penjaga sekolah yang kuketahui namanya Hashirama itu tersenyum. Melihat sosoknya aku jadi teringat akan kakekku yang telah lama meninggal.

"Sakura mengapa melamun?" aku sedikit tersentak ketika Hashirama-jiisan menyentuh pundakku.

"Eh? Maaf pak penj— maksudku Hashirama-jiisan."

"Tak apa, oh ya sebelum kau keruangan kepala sekolah lebih baik kau ganti rokmu dengan ini. Aku takut kau nanti di jahili oleh anak-anak nakal disana." Kakek itu memberikanku sebuah rok yang bertuliskan di pojok bawahnya SMA Konoha dan lambangnya, aku hanya memperhatikan rok yang terlihat lusuh itu.

"Ini memang bukan rok baru, tetapi setidaknya ini masih layak pakai. Tetapi kalau kau tidak mau pakai ya tidak apa-apa~" aku segera sadar dan mengambil rok itu. Aku tak ingin membuat orang di dekatku kecewa.

"Ah! Tidak kok kek, ini roknya masih bagus. Baiklah akan kupakai tetapi memangnya tidak apa-apa?" aku sedikit khawatir, karena aku anak baru disini. Dan aku ingin bertemu dengan kepala sekolah yang notabene adalah guru tertinggi disini.

"Tidak apa-apa, kalau kau pakai rok SMPmu kau pasti akan dijahili. Pakai saja rokmu double, nanti ketika di ruangan kepala sekolah kau copot rok SMA Konoha ini. Dan bilang saja yang menyuruhmu adalah aku." Hee? Memangnya kakek siapa? Memangnya kepala sekolah ini akan begitu saja menuruti perkataanmu? Oh ayolah bukan maksudku meremehkan tetapi ini, ya sudahlah kupakai saja.

"Baiklah," aku menuruti permintaan kakek Hashirama ini, entah kesan pertama apa yang akan keluar dari mulut kepala sekolah nanti ketika pertama kali melihatku.

.

.

.

Aku segera masuk kedalam SMA Konoha, tampak depan saja sudah luas sebegininya apalagi di dalamnya? Demi ibuku yang mengandungku sembilan bulan, ini jika aku bersekolah di sini dan jika aku kena hukuman di suruh mengelilingi satu lapangan maka mungkin satu menitpun akan terasa melelahkan.

Bagaimana tidak, baru aku masuk kegedung utama. Di sisi kanan terdapat lapangan softball, di sisi kiri terdapat lapangan sepak bola. Dan di tengah-tengah yang luas sekali ini lapangan aula untuk upacara. Belum lagi gedung itu, itu adalah gedung olahraga basket. Di sebelah sana gedung tempat untuk berenang. Di sebelah sana lagi gedung teater.

Astaga!

Oke, memang aku pernah membaca sebuah artikel yang mengenai SMA Konoha, tetapi aku tak menyangka akan seluas ini sekolahnyaaa!

Rasanya aku ingin berteriak sekencang-kencangnya. Tetapi murid-murid yang lain tengah belajar, yang ada nanti aku akan di hajar oleh mereka.

Aku segera menuju keruangan kepala sekolah yang sudah di tunjukkan oleh kakek penjaga sekolah itu. Tetapi di tengah perjalanan menuju ruangan kepala sekolah aku berpas-pasan dengan beberapa murid yang baru saja keluar dari kelasnya.

Sepertinya—bukan tetapi memang mereka anak orang kaya.

Terlihat dari apa yang mereka pegang dan apa yang mereka pakai. Aku menunduk dan hendak melewati mereka namun salah satu dari mereka seperti memanggilku.

"Oi kau yang memakai rok lusuh!" aku diam ditempat dan hendak mengacuhkan mereka namun lagi dan lagi kata kasar itu keluar.

"Kau tuli hah?! Aku bilang kemari!"

"Tapi Karin tadi kau tidak bilang kemari,"

"Ish kau ini! Sudahlah disini aku yang berkuasa, atau kau mau tidak menjadi temanku Shion?" aku berbalik dan mendekati dua orang berambut merah maroon dan pirang sedikit pucat itu.

"Ada apa?" aku memberanikan diri melihat mereka berdua. Dan mereka berdua melihatku dengan tatapan menyelidik.

"Kau benar anak SMA ini? Kok aku tak pernah melihatmu?" gadis yang bernama Karin –aku mengetahui karena ada nametag di bajunya.

"Aku anak baru,"

"Ohh~ anak baru, tetapi kok kamu kaya anak SMP yaa?" Orang ini punya indra keberapa sih, tau aja aku masih anak SMP,

"Dan lagi badanmu kecil tidak terlalu tinggi dan dadamu rata." Jleb rasanya, oh Sakura sabarkan dirimu ini.

"Dan lagi rokmu—" aku segera menepis tangannya yang hendak memegang rokku. Jika sampai ketahuan apa yang di takutkan oleh kakek akan terjadi. Tuhan! Aku tak mau menjadi bahan bullyan di SMA ini. Aku hanya ingin menjadi anak normal.

Setelah menepis tangan putih Karin aku segera berlari menuju ruangan kepala sekolah. Dan dari kejauahan aku mendengar makian Karin yang di tujukan padaku.

"Ah! Kukuku yang cantik! Dasar anak baru tak tau diri!"

.

.

.

Tok Tok Tok

"Masuk!" Aku memasuki ruangan yang bertuliskan kepala sekolah itu. Suara pintu berdecit terdengar, terlihat seorang wanita paruh baya duduk disana. Name tag di mejanya bertuliskan Senju Tsunade. Ya dialah kepala sekolah SMA Konoha.

Tsunade melepaskan kacamatanya dan menaruh pulpen yang sedari ia pakai untuk menandatangani beberapa berkas. Aku segera menutup pintu coklat yang berukiran mahal itu. Aku segera mencopot rok lusuh yang diberikan oleh kakek penjaga sekolah tadi.

"Kenapa kau melepas rokmu disini hah?!" dan betul saja dugaanku, reaksi yang dikeluarkan oleh kepala sekolah. Aku tidak menjawab pertanyaan atau mungkin lebih bisa di sebut bentakan dari kepala sekolah itu, aku terlebih dahulu melipat rok tersebut dan menaruh di dalam tasku.

Aku menundukkan kepalaku, aku mendengar suara derapan sepatu hak tinggi mendekatiku. Dan ketika itu aku mendongak betapa terkejutnya aku ketika seorang Senju Tsunade telah di hadapanku. Hampir saja jantungku mau copot dari tempatnya.

"Kemarikan rok itu!" Tangan lentik kepala sekolah cantik itu mengulur didepan wajahku, takut-takut aku mengeluarkan rok itu dan memberikan padanya. Ia melihat rok lusuh itu, namun membolak baliknya layaknya seorang ibu-ibu yang sedang memilah baju.

"Dari mana kau dapatkan rok ini? Dan siapa kau, aku tak pernah melihatmu?" tanyanya.

"Ano pertama-tama gomennasai!" aku membungkukkan badanku sedalam-dalamnya bahkan sampai rambut panjangku hampir terkena sepatu hak tinggi kepala sekolah itu.

"Are?"

"Gomenasai! Saya Haruno Sakura, saya ingin memberikan berkas ini. Ini adalah hasil nilai saya yang diperlukan untuk murid beasiswa. Dan saya memakai rok itu karena kakek penjaga sekolah khawatir jika saya akan di jahili oleh anak-anak." Aku menyerahkan dokumen yang sedari tadi ku dekap. Tentunya aku masih dalam keadaan membungkuk. Tapi lama-lama sakit juga membungkuk lama-lama.

Aku rasa ia mengambil dokumen yang kuberi. Setelah itu ia mengintrupsiku untuk tidak membungkuk seperti itu. Dia berjalan menuju kursinya dengan kedua tangan yang membawa rok dan dokumen. Aku di suruh duduk didepan mejanya. Dan aku menurutinya.

Wanita paruh baya itu memeriksa lembaran dokumen itu, ia sedikit tersenyum dan entah mengapa akupun ikut tersenyum. Ia menutup lembaran dokumen itu dan menatapku dalam. "Kau Haruno Sakura dari SMP Konoha?"

Aku mengangguk.

"Yang memenangkan lomba Olimpiade Sains tingkat Nasional?"

Aku mengangguk.

"Juara pertama dalam Turnamen Bola Basket Putri Nasional?"

Aku mengangguk.

"Haruno Sakura yang memenangkan semua bidang akademik maupun non akademik di SMP Konoha?"

Aku mengangguk kikuk karena menurutku itu sangat memalukan. Bukan. Bukan begitu tetapi aku merasa aku tak pantas mendapatkan itu. "T-tapi tidak semua cabang aku menangkan,"

"Ya sudah itu tidak penting, kau diterima di SMA Konoha. Mulai sekarang kau bisa bersekolah!"

"Hah?!"

"Kenapa expresimu begitu? Kau harusnya senang karena dapat beasiswa disini. Karena jarang sekali anak-anak yang mendapatkan beasiswa di sini." Ya karena disini tempat anak yang ber-uang, sedangkan murid beasiswa adalah anak yang ber-utang. Nasib sialku akan di mulai dari hari ini sepertinya.

"Ya,"

"Hah kau ini, Shizune!" serunya.

"Ha'i ada apa Tsunade-sama?"

"Siapkan seragam dan semua peralatan sekolah untuk Haruno Sakura. Dia adalah murid beasiswa baru di sini."

"Ha'i Tsunade-sama, baiklah Haruno-san mari ikuti saya!" Aku beranjak pergi namun sebelum pergi aku membungkukkan badan ke Tsunade-sama. Aku mengikuti Shizune-san. Sepertinya dia masih jauh lebih muda di banding kepala sekolah. Dan aku bisa tebak dia adalah asisten dari kepala sekolah.

Ketika aku menutup pintu, ternyata tali sepatuku lepas dan aku meminta Shizune-san untuk menungguku sebentar. "Ano gomenasai Shizune-san, tali sepatuku lepas bisa tunggu sebentar?"

"Ha'i silahkan ikat tali sepatumu dulu Haruno-san."

Aku membungkuk dan menali tali sepatuku tetapi sama-samar atau sangat jelas ya? Kalau aku mendengar teriakan kepala sekolah yang memanggil kepala sekolah dengan sebutan kakek. Dan mengungkit-ungkit masalah rok. Tunggu yang mengambil rok itukan kakek penjaga sekolah. Tunggu kakek? Berarti penjaga sekolah tadi?

.

.

.

"Kakek! Kenapa kau mengambil rokku yang ada digudang LAGI?!"

.

.

.

To be Continue

Mind to Review?

Uchiha Dita Fullbuster