peblish
presents
a chanbaek fanfict
.
Bodyguard? Bodyguard!
.
cast :
- baekhyun!girl
- chanyeol
- other casts
.
enjoy, happy reading, and dont forget to leave review! ^^
.
.
.
.
Aku asyik melamun sambil memainkan pensil mekanikku saat bel istirahat berbunyi. Aku menghela nafas lega karena pelajaran Matematika yang memuakkan ini telah berakhir. Begitu Kim songsaengnim keluar dari kelas, aku bangkit dari bangkuku dan segera keluar dari kelas.
Aku berjalan menyusuri koridor sekolah yang cukup ramai itu. Biasanya di waktu istirahat seperti ini, aku akan pergi ke kelas Kai untuk mengajaknya makan siang bersama. Menggelikan. Aku menyeringai kecil mengenang kenangan bodoh yang sangat konyol itu.
"Baekhyun-a!"
Aku menoleh mendengar suara yang memanggil namaku itu.
"Luhan.." Gumamku sedikit canggung melihat yeoja itu sudah ada di belakangku sambil tersenyum. "Ada apa?"
Luhan menyodorkan sebuah kartu putih tebal yang diikat dengan pita emas. "Aku mengundangmu ke pesta ulangtahunku. Jumat malam lusa, jam delapan. Datang, ya?"
Aku diam. Luhan? Mengundangku ke pesta ulangtahunnya?
Perlahan aku mengulurkan tanganku menerima kartu itu dan membaca isinya sekilas. "Hm. Baiklah."
Luhan tersenyum. "Gomawo, Baek! Akan kutunggu. Sudah dulu, ya, aku harus membagikan kartu undangan ini ke teman-teman yang lain." Ia mengangkat tas kertas di tangan kanannya yang berisi kartu-kartu undangan pesta ulangtahunnya.
Tak sadar senyumku mengembang membalas senyumannya. "Iya."
"Ah~ Kai-ya~!" Luhan tiba-tiba meneriakkan nama keramat itu dan melambaikan tangan kepada orang di belakangku. Aku langsung mematung begitu mendengar Luhan memanggil Kai yang ternyata ada di belakangku.
"Em, permisi. Aku harus pergi." Gumamku kemudian segera pergi dari tempat itu.
.
.
.
"Selamat siang, Nona." Sapa Chanyeol dengan riang begitu aku keluar dari gerbang sekolah.
"Hm." Gumamku membalas sapaannya. Kusodorkan ransel pink milikku padanya dan dengan sigap ia segera membawakan tasku.
"Silahkan, Nona." Chanyeol membukakan pintu mobil untukku dan aku segera masuk. Begitu aku sudah duduk dengan sempurna, Chanyeol segera berlari-lari kecil memutari mobil dan segera duduk di kursi kemudi dan menyalakan mesin mobil.
"Kita langsung pulang, Nona?"
"Ya."
"Baik, Nona." Chanyeol mengangguk patuh dan ia segera menjalankan mobil.
Aku membuka tasku kemudian merogoh kartu undangan pesta ulangtahun Luhan. Aku diam memandangi kartu itu. Aku sedikit heran. Kukira Luhan sudah tidak mau berteman denganku lagi setelah aku mengkambinghitamkan dirinya karena aku memecahkan kaca jendela perpustakaan saat jam olahraga. Saat itu juga Luhan mendapat hukuman skors selama 10 hari, sementara aku sebagai pelaku aslinya sibuk menertawai penderitaan yang diterimanya. Saat itu aku memang sedang sangat kesal dengan Luhan karena keakrabannya dengan Kai, mengingat mereka berdua mengikuti Klub Teater yang sama. Maka dari itu, aku mencoba balas dendam kepadanya dengan cara memfitnahnya seperti itu.
Aku menghela nafas mengenang perilakuku yang sangat bodoh dan memalukan itu. Kenapa aku harus menjadi sejahat itu kepada orang sebaik Luhan? Dan itu semua pun aku lakukan demi orang seperti Kai.
Membicarakan Kai... Uuuh... Pasti akan sangat memalukan kalau aku datang ke pesta itu tanpa pasangan. Mau jadi apa aku kalau sampai di pesta itu aku berpapasan dengan Kai? Aku tidak mau melihat senyum meremehkannya padaku nanti. Bisa-bisa ia menganggap kalau aku tak bisa berpaling darinya dan tidak bisa punya pacar lagi.
"Nona, kita sudah sampai." Suara riang Chanyeol membuyarkan lamunanku.
"Ah? Ah, iya." Aku mendongak memandang Chanyeol yang sudah membukakan pintu mobil untukku. Aku meraih tasku, memasukkan kartu undangan pesta Luhan ke dalamnya kemudian segera keluar dari mobil.
Begitu keluar dari mobil, bukannya langsung masuk ke dalam rumah, aku malah diam memandang Chanyeol yang langsung mengelap kaca mobil dan membersihkan mobil. Tiba-tiba sebuah ide gila melintas di pikiranku.
"Em... Chanyeol?"
Chanyeol berpaling memandangku, kemudian tersenyum. "Iya? Kenapa, Nona?"
Aku diam sambil terus memandanginya dari atas ke bawah. Aku menyeringai kecil, kemudian menghampirinya dan memegang bahunya. "Kau mau membantuku, tidak?"
"Eh? Ah, tentu saja. Membantu apa, Nona?" Tanya Chanyeol polos.
"Jadi begini. Jumat malam besok, temanku mengadakan pesta ulangtahun. Yeah~ kau tahu, kan, kalau ada pesta-pesta seperti itu, setiap yeoja pasti akan membawa pasangannya."
Chanyeol mengangguk-angguk. "Hm... Lalu, apa hubungannya dengan meminta bantuanku, Nona?" Tanyanya penasaran.
"Kau mau kan menjadi pasanganku ke pesta itu?" Tembakku langsung.
"E-EH?!" Seru Chanyeol kaget dengan kedua mata membulat. "Me-men-menjadi... Pa-pasangan Nona..?" Ulangnya terbata-bata.
Aku mengangguk, kemudian aku sedikit memajukan bibirku. "Please, Chanyeol... Kumohon! Kau mau, kan?"
"Ta-tapi Nona..." Chanyeol masih terbata-bata. "A-aku kan hanyaㅡ"
"Hanya apa?" Selaku. "Hanya karena kau hanyalah pengawalku, itu bukan berarti kau tidak boleh datang ke pesta mewah seperti itu bersamaku, kan?"
"Ta-tapi, Nona... Aku... Aku juga tidak tahu bagaimanaㅡ"
"Bagaimana apanya?" Selaku lagi. "Kau hanya perlu menemaniku pergi ke sana, hanya menemani! Apa susahnya? Masalah pakaianmu, penampilanmu, apapun yang harus kau lakukan di sana, serahkan saja padaku! Aku yang akan mengurus semuanya!"
"Eng... Ta... Tapi..." Chanyeol masih terlihat bimbang.
Aku menghela nafas tak sabar kemudian menatapnya horor. "Katakan 'ya' atau aku akan meminta majikanmu untuk tidak menggajimu selama setahun." Ancamku.
Chanyeol menciut mendengar ancamanku, kemudian ia mengangguk ragu. "Em... Ba-baiklah, Nona. A-aku mau."
Aku membuka mulutku gembira. "Ah... Jinjjaaaa?" Seruku senang. "Huaa! Gomawo, Chanyeol!" Bruk... Refleks aku langsung memeluknya erat-erat.
Chanyeol tersenyum geli. "Eng... Ehehe, sama-sama, Nona."
Aku melepas pelukan Chanyeol kemudian tersenyum memandangnya. "Kalau begitu, siapkan dirimu untuk besok!" Pesanku sebelum meninggalkannya masuk ke dalam rumah.
.
.
.
Karena pesta Luhan akan dimulai pukul delapan, sore ini aku mengajakㅡkurasa lebih tepatnya 'menyeret'!ㅡChanyeol pergi ke sebuah salon langgananku. Kuminta kepada owner salon tersebut untuk me-make-over Chanyeol sekeren mungkin. Awalnya Chanyeol memang terlihat cukup bingung dan risih menerima semua perawatan yang kuberikan padanya, namun karena terus-terusan kupaksa, Chanyeol pun pasrah juga.
Salon itu juga menyediakan berbagai macam gaun dan tuksedo sewaan untuk pesta atau acara-acara lainnya. Harga sewanya tidak terlalu mahal, karena itu, selagi menunggui Chanyeol di-make-over, aku mulai memilih-milih tuksedo untuk dipakainya nanti.
Akhirnya pilihanku jatuh pada setelan tuksedo berwarna putih. Bagian kerah dan pergelangan tangannya dihiasi dengan paduan warna perak, membuat tuksedo itu terlihat mewah.
"Chanㅡ" ucapanku terputus begitu aku masuk ke dalam ruang salon dan mendapati Chanyeol yang... "Yeol..." Sial, kuakui, sejak pertama kali aku bertemu dengannya kali ini ia terlihat sangat tampan! Wajah putihnya tampak terlihat lebih bersinar, rambut hitamnya yang biasa disisir rapi menjadi sedikit acak-acakan dengan gaya spike. Eyeliner tipis terbubuhkan dengan rapi di kedua matanya, membuat kedua mata besarnya itu lebih... Gorgeous!
Chanyeol terlihat salah tingkah, berkali-kali ia memegang-megangi rambutnya. "Ke-kenapa, Nona..? Aku... Aku terlihat aneh, ya?"
"Tidak, kau pantas, kok!" Seruku cepat. "Kau tidak terlihat seperti kau yang biasanya."
Chanyeol meringis. "Ehehe... Benarkah?"
"Nah, make-up wajah sudah selesai. Sekarang kau tinggal pakai ini." Aku menyodorkan hanger tuksedo tersebut kepadanya.
Chanyeol mengangguk ragu. Lagi.
.
.
.
"Hmmm... Hmmm..." Aku bersenandung kecil sambil mematut-matut diriku di depan cermin. Gaun putih gaya sabrina, stocking putih, sepatu wedges tali-tali putih, rambut panjang terurai dan sebuah bando berbentuk mahkota dengan berlian putih di tengahnya. Aku tersenyum puas memandangi diriku sendiri di depan cermin itu.
"Nona?"
Aku segera menoleh mendengar suara Chanyeol. Dan lagi, aku kembali terbelalak kagum dengan penampilannya. Tuksedo putih itu benar-benar melekat dengan indah di tubuh Chanyeol. "Wow..." Gumamku tanpa sadar.
Oh, God. Apa ini? Kenapa aku malah jadi memuja namja kampung seperti ini? Hhh, sadarlah Baek! Sadar! Dia cuma pengawalmu yang akan berpura-pura menjadi pasanganmu, itu saja! You don't have any reason to praise him at all, okay?
Wajah Chanyeol terlihat memerah. "Ah... Ke-kenapa, Nona..?" Ucapnya terbata-bata sambil tersenyum malu.
"Ayo cepat kita berangkat." Ajakku sambil menarik tangannya. Mencoba mengalihkan perhatiannya. Ih, sial. Dia terlihat geer karena aku memandanginya dengan terlalu terpesona.
Chanyeol mengangguk. "Iya, Nona."
.
.
.
Mobil yang disetiri oleh Chanyeol ini melaju menyusuri pelataran parkir di depan hotel mewah tempat pesta Luhan diadakan. Begitu menemukan tempat parkir yang pas, Chanyeol mematikan mesin mobil dan segera turun.
"Silahkan, Nona." Dengan sigap Chanyeol membukakan pintu untukku.
"Dengar, Chanyeol. Selama pesta berlangsung, kau jangan pernah memanggilku 'Nona'." Perintahku.
Chanyeol diam, kemudian, "Lalu aku harus panggil Nona apa?"
"Panggil aku 'cagi'."
"Ca-cagi?!" Seru Chanyeol kaget.
Aku mengangguk mantap. "Yap! Dan... Satu lagi. Jangan bersikap aneh atau gugup kalau aku memeluk lenganmu seperti ini." Sret! Aku langsung memeluk lengan Chanyeol, memeragakannya. Dapat kurasakan ia sedikit gemetar saat aku memeluknya seperti itu.
"Ah... I-iya."
"Pokoknya tunjukkan pada setiap orang yang ada di sana kalau kita adalah sepasang kekasih. Mengerti?"
Chanyeol mengangguk lagi. "Emh... Ba-baik, Nona."
Aku langsung melotot sambil menginjak kakinya dengan kakiku.
"AAAH!" Seru Chanyeol kesakitan. "I-iya, ma-maksudku, ca-ca-cagi." Ralatnya gemetaran.
Aku tersenyum senang sambil semakin erat memeluk lengannya.
Akhirnya kami pun sampai di ballroom tempat pesta Luhan diadakan.
"Baekhyun? Kau datang juga akhirnya!" Tiba-tiba Luhan muncul dari belakangku.
"Ah..." Aku tersenyum mendapati kehadirannya. Segera kujabat tangannya. "Selamat ulangtahun, Lu! Pesta yang hebat."
Luhan tersenyum senang kemudian ia memelukku. "Gomawo, Baek!" Ucapnya. "Aku senang sekali kamu datang."
"Oh iya." Aku membuka pouch milikku dan mengeluarkan sebuah kotak kecil berlapis kertas kado berwarna emas. Isinya? Seuntai kalung dengan bandul permata berwarna silver yang kubeli di toko perhiasan langgananku kemarin. "Ini... Sedikit hadiah." Aku menyodorkan kotak itu kepadanya sambil tersenyum.
"Wuah..." Luhan tersenyum senang menerimanya. "Gomawo, Baek."
"Sama-sama."
Luhan tersenyum lagi, kemudian ia beralih kepada Chanyeol. "Ah... Dia pacarmu, ya, Baek?"
Aku tersenyum lebar sambil kembali memeluk mesra lengan Chanyeol. "Hihihi. Yaaahh~ begitulah."
Chanyeol tersenyum kemudian ia mengulurkan tangannya. "Park Chanyeol."
Luhan menerima uluran tangan Chanyeol. "Aku Luhan! Senang berkenalan denganmu. Kau bersekolah di mana?"
"Ah..." Chanyeol terlihat gugup, ia mencuri pandang ke arahku.
"Chanyeol baru saja menyelesaikan art-culinary school-nya di luar negeri." Aku langsung membeberkan alasan dengan cepat. "Iya, kan, Darling?" Aku menoleh ke arahnya, tersenyum memaksa, mencubit kecil pinggangnya serta sedikit melotot agar ia cepat tanggap.
"Ah, iya." Chanyeol langsung menanggapi sambil tersenyum meyakinkan.
"Wah... Keren!" Luhan mengangguk-angguk mengerti. Aku tersenyum puas dalam hati.
"Kalau begitu, aku pergi dulu, ya, menyambut teman-teman yang lain. Nikmatilah pestanya!" Pesan Luhan sebelum ia berlalu meninggalkanku dan Chanyeol.
"Yeah! Berhasil! Luhan saja bisa dikelabui." Bisikku senang sambil ber-high-five ria dengan Chanyeol.
Chanyeol hanya tertawa tak bertenaga.
Setelah itu aku banyak berpapasan dengan teman-teman yang lain. Ternyata semuanya percaya kalau Chanyeol adalah pacarku yang baru saja lulus bersekolah di luar negeri! Wooohooo~ ini hebat sekali! Bahkan ada yang berkata kalau Chanyeol lebih tampan daripada Kai. Hihihi~ aku senang sekali.
"Nona mau aku ambilkan minum?" Tawar Chanyeol.
Aku refleks segera memelototinya begitu ia memanggilku 'Nona'. "Kau ini harus aku beritahu berapa kali, sih?" Desisku.
Chanyeol meringis. "Ma-maaf, ca-cagi. Ehehehe." Ralatnya. "Em, cagi mau aku ambilkan minum?"
"Jangan ambilkan minuman yang warnanya mencolok atau memiliki aroma manis yang berlebihan. Oh ya, jangan minuman yang berkafein juga, karena kau tahuㅡaku benci itu. Apalagi minuman mengandung jeruk, ukh. Kalau ada jus, ambilkan jus saja. Tapi kalau jusnya tidak dingin dan tidak segar, tidak usah. Kalau sudah begitu, ambilkan aku air putih saja."
Chanyeol diam sejenak dengan tampang melongo, tapi sedetik kemudian ia mengangguk patuh. "Ba-baik, cagi!" Kemudian ia segera pergi mengambilkan minuman untukku.
"Huh... Dasar." Gumamku sambil memandanginya yang berlalu itu.
Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling. Kulihat para tamu undanganㅡyang merupakan murid-murid sekolahkuㅡsemakin banyak berdatangan.
Aku mengerjapkan kedua mataku saat aku melihat seorang namja tengah merangkul seorang yeoja dengan mesranya. Mereka berjalan beriringan memasukki ballroom.
Ouch, mataku langsung sakit.
Yeah, dia Kai. Dengan seorang yeojaㅡdan bahkan yeoja itu adalah yeoja yang berbeda dengan yeoja yang ada di distro waktu itu.
Dasar brengsek, umpatku dalam hati sambil menatapnya sinis. Aku bahkan masih ingat kata-katanya saat ia mengirim pesan padaku setelah aku memergokinya di distro itu... Bagaimana ia masih mencintaiku, lah, apa, lah. Bullshit. Omongannya benar-benar tidak dapat dipercaya. Aku bersyukur sekali sudah memutuskannya dengan telak dan berhasil mempermalukannya di depan sekolah waktu itu. Ha-ha.
Dan... Shit. Ternyata Kai sadar kalau aku memandanginya. Ia semakin menyeringai dengan menyebalkan, kemudian... Menarik yeoja di rangkulannya itu mendekat padanya kemudian mencium pipinya dengan mesra. Membuat yeoja yang keterlaluan polos (dan juga bodoh!) itu bersemu merah kemudian semakin mendekat untuk memeluk lengan Kai.
Oh my God. Apa maksudnya namja brengsek itu melakukan hal seperti itu setelah dengan sengaja menangkapku tengah memandanginya?! Dan lagi ini kan tempat umum! Oh, shit. Dasar kampungan. Murahan. Tidak punya sopan-santun. Aku bahkan tidak tahu hal buruk apa lagi yang benar-benar menggambarkan sifat-sifat jeleknya itu.
Aku celingukan kesana-kemari. Mencoba sekuat tenaga berpura-pura agar terlihat tidak melihatnya mencium pipi yeoja itu. Oh, Chanyeol! Chanyeol! Mana namja itu?! Sial, mengambil minum saja lama sekali. Aku membutuhkan Chanyeol di sisiku! Agar Kai melihat bahwa aku juga bisa berpaling dan mencari pacar dengan cepat setelah putus darinya.
Baru saja aku akan melangkahkan kaki kananku, tiba-tiba saja kakiku tersengkat dan keseimbanganku hilang, sehingga aku terjatuh. "AH!"
Sret.. Tiba-tiba saja ada seseorang yang menarik lenganku, membantuku berdiri. "Gwenchana?" Tanya seseorang itu.
"Ah..." Aku mencoba berdiri, kemudian mendongak melihat seseorang yang sudah menolongku itu.
Kai? "A-apa-apaan kau?!" Seruku kemudian aku menyentakkan cekalan tangannya di lenganku.
Kai tersenyum. Lebih tepatnya senyum meremehkan. Oh, bukan. Seringai. Seringai meremehkan. "Lain kali hati-hati kalau melangkah, baby." Ucapnya setengah berbisik.
"Ck!" Aku berdecak kesal. "Aku sudah bilang, jangan pernah sentuh aku lagi!" Apa-apaan orang gila ini? Oh, dia benar-benar sudah gila. Bisa-bisanya mencoba mendekatiku setelah mencium pacar barunya itu.
"Oppa! Kau sedang apa, sih?" Yeoja tadi sudah ada di antaraku dan Kai. Ia kembali memeluk lengan Kai kemudian menatapku dengan sedikit sinis. "Siapa dia?"
"Oh. Maaf, Sayang." Kai tersenyum pada yeoja itu kemudian merangkul bahu yeoja itu lagi. "Baekhyun-a, kalau kau masih mau mengobrol denganku, kita lanjutkan saja kapan-kapan, oke? Aku mau berdua dengan pacarku dulu."
WHAT?! "Aku tidakㅡ"
.
"Ada perlu apa dengan pacarku?"
.
Aku, Kai, dan yeoja itu refleks menoleh ke asal suara itu.
Aku melongo.
.
.
.
Chanyeol?
...Dengan dua gelas limun dingin di tangannya?
.
Kai terlihat terkejut dengan kedatangan Chanyeol. "Pa-pacar..?" Gumamnya. Terlihat jelas sekali bahwa ia sedang menyembunyikan keterkagetannya dan berpura-pura tetap tenang. "Maksudmu... Baekhyun..?"
"Ya, pacarku. Ada perlu apa?" Chanyeol menyodorkan salah satu gelas limun padaku kemudian menggandeng tanganku dengan erat. "Maaf, aku tidak begitu suka melihat pacarku didekati namja lain. Apalagi namja sepertimu."
Kai terdiam dengan wajah memerah. Begitu pula dengan yeoja itu. Sementara aku masih melongo di tempatku, terkaget-kaget mendengar kalimat demi kalimat yang meluncur dari bibirnya.
Yeoja itu melengos. Mungkin tidak diterima kalau Kai pacarnya itu dikatai begitu. Hihihi. "Ya sudah! Kami juga memang sudah mau pergi. Ayo, Oppa! Kita ke sana saja." Yeoja itu menarik Kai pergi dari hadapanku dan Chanyeol.
"Ah..." Sret. Chanyeol melepaskan genggamannya di tanganku, kemudian membungkuk hormat. "Maaf, Nona. Aku tidak sopan sudah memegang tangan Nona dengan lancang." Bisiknya pelan.
"Ahahah..." Aku hanya tertawa tak bertenaga. Kemudian menunduk dengan wajah memerah. Astaga, apa-apaan ini?! Kenapa aku bersemu karena perilakunya? "Em... Ma-makasih, Chanyeol."
Chanyeol tersenyum. "Iya, Nona. Tadi aku lihat dari jauh Nona sepertinya didekati lagi oleh namja itu. Langsung cepat-cepat, deh, aku ke sini. Tujuan Nona mengajakku ke sini untuk menunjukkanku sebagai pacar baru Nona di depan namja itu, kan?"
Skak mat. "Ah... Be-begitulah." Uh, sial. Aku jadi tidak bisa berkata apa-apa akibat aksi heroik Chanyeol barusan. Perasaanku benar-benar bercampur aduk. Antara senang, gugup dan sedikit malu.
Walaupun aku sendiri tidak tahu, untuk apa aku harus merasa gugup dan malu.
"Kita ke tengah saja, ya, Nona?" Ajak Chanyeol. "Tadi aku lihat ada pertunjukan musik di panggung di sebelah sana."
"Em. I-iya." Bahkan sampai saat ini aku cuma bisa bergumam sedikit-sedikit. Aish... Ada apa denganku?!
Baru saja aku akan melangkah, tiba-tiba saja kakiku tersengkat lagi dan keseimbanganku hilang untuk kedua kalinya, sehingga aku kembali terjatuh. "Ah!"
"No-Nona?!" Seru Chanyeol panik. Ia menghampiriku kemudian Chanyeol buru-buru berlutut sambil memegangi bahuku. "Hati-hati, dong, Nona..."
"Aaaahhh..." Aku meringis, merasakan kram di bagian kakiku. "Sakiiiiiiitttt..." Rintihku sambil melepas sepatu wedges-ku. Aish, sepertinya kakiku terkilir.
"Bisa berdiri?" Chanyeol bangkit, kemudian ia mencoba membantuku berdiri.
"A-ahhhh..." Rasa sakit langsung menjalar begitu saja saat aku menapakkan kakiku. "...Ka-kayaknya nggak bisa..." Aih, bagaimana ini?!
"Ya sudah. Sini, biar aku gendong, Nona." Chanyeol segera memposisikan tubuhku di depan tubuhnya. "Ayo naik, Nona."
"A-APA? Ah, andwae!" Seruku cepat. Apa tadi katanya? 'Biar kugendong'? IH! Mau jadi apa aku sepanjang pesta ini digendongi oleh Chanyeol?! "Ki-kita pulang saja, deh!"
"Ya sudah, kita pulang, Nona. Tapi kalau mau pulang, kan, kita juga harus berjalan untuk mengambil mobil, Nona." Ucap Chanyeol. "Sudah, tidak apa-apa, kok, Nona. Sini, biar aku gendong. Cepat naik, Nona."
"Ah..." Aku mencoba menapakkan kakiku lagi. Sial. Masih sakit. Uuuuh, bagaimana ini?!
"Hhh, iya deh." Maka akhirnya dengan setengah hati aku segera naik ke punggung Chanyeol.
...Sambil menutupi wajahku selama Chanyeol berjalan menggendongku menyusuri sepanjang ballroom untuk mencapaitempat parkir.
.
.
.
"Kita sudah sampai, Nona." Ucap Chanyeol begitu menghentikan mobil dengan sempurna di depan rumah. Chanyeol segera melepas seat-belt-nya, keluar dan memutari mobil, lalu membukakan pintu untukku.
"Biar aku bantu, Nona." Chanyeol langsung tanggap memegangi bahuku saat aku sedikit kesulitan untuk berdiri. Uh, sial. Rasanya aku sudah seperti nenek-nenek yang tidak bisa berjalan tanpa dibantu orang lain.
Chanyeol terus memapahku berjalan menyusuri ruang tamu. Aku mendapati namja tua itu sedang membaca buku sambil duduk di sebuah sofa dan begitu kami masuk rumah ia langsung memandangiku dan Chanyeol itu.
"Selamat malam, Tuan." Sapa Chanyeol hormat.
Bukannya menjawab sapaan Chanyeol, namja tua itu malah bergantian memandangiku dan Chanyeol dengan pandangan menyelidik.
"Darimana saja kalian sampai semalam ini?"
"Ah... Ka-kami..." Chanyeol melirik ke arahku, tapi aku diam saja. "Em... Saya baru saja mengantar Nona Baekhyun ke pesta temannya, Tuan."
"Pesta?" Namja tua itu menaikkan alisnya.
Chanyeol mengangguk. "Iya, Tuan."
"Lalu apa yang terjadi denganmu sampai kau harus berjalan dibantu Chanyeol seperti itu, Tuan Putri?" Namja tua itu berpaling kepadaku dengan pandangan dan nada suara yang berbeda.
Aku berdecak kesal. Aku paling benci dijuluki seperti itu. Seakan-akan ia sedang menyindirku.
"Ah... Ini..." Chanyeol kembali melirikku. "Em, tadi saat mau pulang... Nona Baekhyun terjatuh dan kakinya terluka, makanya saya membantunya berjalan menuju kamar."
Namja tua itu diam menerima jawaban Chanyeol. Kemudian ia kembali berkutat dengan bukunya.
"Ya sudah. Cepat antarkan dia ke kamar. Jangan lupa obati kakinya itu agar dia bisa berjalan sendiri lagi."
"Tanpa diperintah juga Chanyeol akan melakukannya." Balasku sambil menatapnya sinis. "Ayo, Chanyeol."
Chanyeol mengangguk, kemudian ia kembali memapahku berjalan.
"Nah..." Chanyeol mendudukkanku di tempat tidurku. Aku menghela nafas lega begitu sudah terhempas di atas tempat tidurku. Kusandarkan punggungku pada sebuah bantal putih, kemudian memejamkan kedua mataku. Fuh.
"Nona tahan sebentar, ya." Gumam Chanyeol sambil memberi sedikit pijatan kecil di kakiku. "Mungkin rasanya akan sedikit sakit, tapi lebih cepat sembuh kalau dibeginikan."
"AAAAHHH!" Jeritku kesakitan saat tiba-tiba Chanyeol mengurut kakiku dengan cukup kuat. Saat itu juga nyut-nyutan langsung menyerang kakiku. Mataku sampai berkunang-kunang saking sakitnya. "Kau mau membuat kakiku diamputasi, hah?!" Bentakku kesal.
Chanyeol nyengir. "Maaf, Nona... Kaki Nona ini terkilir, dan cara untuk menyembuhkannya paling cepat ya dengan diurut seperti itu..."
Aku memutar kedua bola mataku dengan malas. "Apa tidak ada cara yang lebih enak daripada yang tadi?!"
Chanyeol nyengir lagi, kemudian menggeleng dengan polosnya. "Eng... Kalau yang lain sih aku tidak tahu, Nona..."
Aku menghembuskan nafas kesal. "Aish~ dasar tidak berguna! Sudah, keluar sana!"
"Eh... Ta-tapi, bagaimana dengan kaki Nona..?"
"Kakiku akan jauh lebih tidak kenapa-napa kalau kau tidak mengurutnya seperti tadi!" Gerutuku. "Sudah, keluar sana! Aku capek, mau tidur!"
"Ehehe..." Chanyeol nyengir lagi. "Maaf, ya, Nona. Ya sudah, aku keluar dulu. Selamat malam, Nona." Chanyeol membungkuk hormat, kemudian ia segera keluar dari kamarku.
Aku menghela nafas.
Uh.
Such a bad day.
Aku memejamkan kedua mataku. Memutar ulang segala hal yang terjadi hari ini. Mulai dari waktu aku melihat Kai mencium pacar barunya itu, waktu aku terjatuh, waktu Chanyeol tiba-tiba datang dan mengagetkan dengan kata-katanya itu, waktu aku jatuh untuk kedua kalinya...
...Dan waktu Chanyeol menggendongku...
Aku membenamkan wajahku dalam-dalam ke bantal. Tidak peduli dengan make-up-ku yang mengotori bantal putihku karena ulahku sendiri.
Kenapa hari ini seakan-akan Chanyeol menyita seluruh perhatianku?
to be continued...
