Disclaimer: Masashi Kishimoto.
Rate T for family.
Enjoy! :)
Epilogue
.
.
.
.
.
15:36 PM
13th November 20XX
Shinoko Uchiha berkedip sekali. Mata birunya yang bundar menatap adik kembarnya. "Tidak boleh," dia memberitahu adiknya. "Mama bisa marah."
"Tapi Sai bohong!" Naoki Uchiha mendesis. Bocah lima tahun itu mengembungkan pipi. Mata birunya berkilat-kilat. "Kata Taci, yang nakal harus dihukum."
Shinoko berkedip lagi. Gadis berkuncir dua itu menatap adiknya dan menatap Sai Takano yang berbaring di perkarangan kediaman Uchiha. Dengan tenang, bocah itu berlutut di depan lelaki tersebut, menyondongkan kepalanya dan berbisik pelan. "Sai, apakah kau bohong?"
Sai membuka matanya. Dia tersenyum lebar, menatap mata biru polos di depannya. "Rahasia."
Shinoko hanya terdiam sedangkan Naoki langsung mengerutkan kening, terlihat tidak senang. "Nee-san," Naoki, sang putra bungsu itu menggoncangkan lengan Shinoko. "Sai bohong bukan?" bocah itu mulai terdengar panik.
Shinoko kembali menatap Sai dengan mata birunya yang bundar. Gadis mungil itu menundukkan kepala, bibirnya sejajar dengan telinga Sai. "Aku tidak akan bilang siapa-siapa," gadis lima tahun itu berbisik pelan.
"Begitu?" senyum Sai melebar. "Baiklah. Akan kukatakan rahasiaku," lelaki itu mengulurkan tangannya dan Shinoko langsung duduk di pangkuan Sai dengan tenang. "Aku bohong," Sai berbisik.
Gadis lima tahun langsung beranjak, menempelkan bibirnya di telinga adik kembarnya, membuat Naoki tertawa geli. "Dia bohong," dia berbisik pelan.
"Hah! Kau bohong!" Naoki tiba-tiba berseru kesal, menghentakkan kakinya sambil melotot ke arah Sai. "Bohong itu tidak baik! Kata Papa, orang bohong akan dipotong lidahnya!"
"Kalau bohong lidahnya dipotong," Shinoko menimpali, menatap Sai dengan mata biru bulat. "Dipotong."
Sai menahan tawa. Dia tidak pernah bosan menjahili Naoki. Anak itu selalu gampang untuk dijahili. Jika dijahili, bocah itu kan langsung kesal dan mengamuk. Tapi Shinoko…
Sai langsung menggelengkan kepala.
"Naoki mirip dengan Sasuke ketika masih kecil dulu," Sai teringat akan ucapan Itachi. "Dia penuntut. Keras kepala. Ketika Sasuke masih kecil, dia juga suka menuntut dan mau menang sendiri. Aku tidak ingat berapa kali dia menarikku ke taman dan mengajakku main kuda-kudaan."
"Shinoko sangat mirip dengan Naruko dulu," Sai juga teringat akan ucapan Naruto. "Tenang. Terlalu tenang. Dijahili juga tidak menangis. Dia hanya menyelidiki dengan mata bundarnya."
"Kalian berdua ini…" Sai menggelengkan kepala. "Terlalu mirip dengan orang tua kalian," Sai mengulurkan tangan, hendak mengelus rambut bocah-bocah itu, tapi Naoki langsung mengelak, sedangkan Shinoko terdiam di tempat, membiarkan Sai mengusapnya.
"Jadi kau bohong?" Shinoko berujar santai. "Kau harus jujur kalau tidak mau lidahmu dipotong."
"Iya, aku bohong," Sai tersenyum, mengusap kepala gadis lima tahun itu.
Shinoko langsung tersenyum lebar sedangkan Naoki menyeringai girang.
"Jadi lidahmu akan dipotong?" Shinoko bertanya dengan girang, membuat Sai langsung terpaku.
Sifat tenang Shinoko memang berasal dari Naruko. Tapi sifat sadis anak ini… entah dari mana asalnya.
"Kau mau lidahku dipotong?" Sai bertanya santai.
Shinoko bergumam pelan, menelengkan kepalanya sambil berpikir. "Sakit tidak kalau dipotong?"
"Tentu saja sakit."
Shinoko dan Naoki langsung bertatapan, seakan-akan saling bertelepati dan berdiskusi dalam pikiran mereka.
"Jangan dipotong kalau begitu," Shinoko berujar. "Kasihan."
"Kasihan," Naoki menganggukkan kepala.
Sai tersenyum lebar. "Ayo," dia tiba-tiba beranjak. "Kalian berdua harus ganti pakaian."
Naoki kembali mengembungkan pipinya, langsung berlari mengelak dari tangan Sai. Shinoko diam di tempat, mengulurkan tangannya, minta digendong.
"Aku tidak suka kimono," gadis mungil itu memberitahu Sai, memeluk erat sahabat ibunya itu.
"Tapi kau harus ke pesta," Sai membalas. "Harus jadi cantik."
"Sai?" Lengan mungil Shinoko melingkar di leher Sai.
"Ya?"
"Maaf sudah mengingkar janji…" dia bergumam pelan.
Sai terpaku sesaat. "Ahh, tadi? Tidak apa," lelaki itu tertawa sesaat ketika melihat mata biru bundar itu. Dia mengecup pelan pipi Shinoko, membuat gadis itu tersenyum girang.
"Aku suka Sai."
Sai kembali tersenyum. Ketika dua bocah kembar ini lahir, Sai mengira kalau mereka akan sama setannya seperti Kyousuke, tapi setidaknya gadis mungil di pelukannya ini tidak separah dugaannya.
xxx
16:36
13th November 20XX
Kembar, tapi sangat berbeda.
Naruko Uchiha mengedipkan matanya, menatap dua bocah mungil yang mengenakan kimono hitam. Dua bocah itu sedang berbisik-bisik. Wajah putranya berubah-ubah setiap kali kakak kembarnya membisikkan sesuatu. Wajah Naoki selalu terlihat tidak puas. Pipinya menggembung, seakan-akan ingin protes. Ekspresi Shinoko tetap tenang, kembali berbisik di telinga adiknya.
Naruko tersenyum, menggelengkan kepala.
Dia tidak tahu seperti apa Sasuke dulu ketika masih kecil. Tapi menurut Itachi, Naoki sangat persis dengan Sasuke.
"Ini pertama kalinya mereka tidak langsung melompat ke arahmu."
Naruko menoleh, menatap Sasuke yang berdiri di belakangnya. "Dan ini juga pertama kalinya kau tidak langsung memeluk mereka berdua."
Sasuke mendengus, membuat Naruko tersenyum. Wanita itu menoleh sekeliling, menatap tamu-tamu yang sudah datang. Akhir-akhir ini perkembangan Uchiha Corp semakin pesat. Nyaris setiap minggu selalu ada pesta pertemuan dan Naruko harus hadir di beberapa pesta itu. Mau bagaimana lagi. Dia adalah salah satu faktor penyebab perkembangan itu. Orang-orang ingin melihat seperti apa wanita yang berhasil bersanding dengan sang jenius Sasuke Uchiha.
"Kau tahu sendiri kenapa aku tidak langsung memeluk mereka," Sasuke mendesis geram, membuyarkan lamunan Naruko.
"Aku tahu," Naruko mengerutkan kening. Mata birunya mendelik dengan tajam, menatap orang-orang yang memperhatikan mereka. "Kalau ada yang tahu bahwa mereka anak kita… Mereka juga kan menjadi incaran."
Sasuke mengangguk, mengetukkan kakinya dengan kesal. Dia menatap Sai yang menggandeng dua bocah itu, membawa mereka ke meja makanan.
"Dan para tetua sendiri memang harus dihantam," Naruko menggeram. "Memaksa kita membawa Shin-chan dan Nao-kun demi mencari calon tunangan untuk mereka. Seakan-akan Kyou belum cukup saja."
"Itulah takdirmu kalau kau lahir di keluarga Uchiha," Sasuke menjawab dengan nada dingin. "Aku sendiri sudah 'dipamerkan' ketika umurku lima tahun. Hal ini sudah biasa."
Naruko mendengus. "Apa pun yang para tetua itu lakukan, mereka mimpi kalau mereka mengira kalau mereka bisa merebut anak-anakku begitu saja."
Sasuke tersenyum mengejek. "Aku tahu."
"Dan asal kau tahu saja. Aku tidak akan membesarkan Shin-chan hanya supaya dia bisa menjadi calon istri Uchiha yang baik."
Sasuke mengangguk. "Dia bisa menjadi apa pun yang dia inginkan."
Naruko kembali mendengus, melotot ke arah para tetua yang berdiri di pojok ruangan, memperhatikan mereka. Naruko dan Sasuke selalu bolak-balik antara Jepang dan Amerika. Mau bagaimana lagi. Mereka harus tinggal di kediaman klan Uchiha dan mengurus masalah keluarga sekaligus mengurus pekerjaan di New York. Naruko sampai berhenti menulis karena dia ingin membantu Sasuke dan mengurus anak-anaknya.
"Kita akan menetap di Tokyo selama sebulan kali ini," Naruko bergumam. "Dan untung saja Sai mau menemani kita. Bayangkan saja. Entah setan apa yang merasuki Sai sampai-sampai dia sangat menyayangi Shin-chan."
Sasuke menggeram, membuat Naruko meringis. Wanita itu terpaku sesaat ketika melihat Shinoko yang menoleh, menatapnya dengan mata biru bulat. Gadis mungil itu tidak langsung berlari ke arah ibunya. Dia tersenyum simpul, mengangkat tangannya dan melambai pelan. Naruko balas melambaikan tangan, tersenyum. Hatinya terasa nyeri sesaat ketika melihat Shinoko yang memutar tubuhnya, mengabaikannya.
"Aku tidak peduli lagi," Sasuke menggeram. "Cepat atau lambat orang-orang akan tahu bahwa mereka anak kita."
Naruko terpaku, menatap Sasuke yang berjalan cepat ke arah si kembar. Wajah Naoki langsung bersinar-sinar. Dia melepaskan pegangannya pada tangan Sai dan melompat ke pelukan Sasuke. Shinoko terlihat bimbang, menatap Sai berulang kali. Ketika Sai tersenyum ke arahnya, Shinoko tersenyum lebar, ikut melompat ke pelukan ayahnya.
Naruko tersenyum lebar. Harus dia akui, Sasuke benar-benar tidak bisa lepas dari dua bocah kembar itu. Meski pun Naoki selalu keras kepala dan tidak bisa menurut, setidaknya Naoki mau menurut kalau orang tuanya berkata sesuatu. Bocah bungsu itu tidak mau menurut pada orang lain kecuali keluarganya sendiri. Naruko cekikikan, teringat akan Kyousuke yang dulu juga sama, tidak tertarik pada orang lain selain keluarga sendiri.
Setidaknya Shinoko mirip denganku, Naruko tersenyum, menghampiri keluarganya. "Kyou mana?" dia bertanya pada Sai. "Kau tidak membawanya juga?"
"Kyousuke ada pelajaran privat dan tidak boleh pergi. Bukankah kau sendiri tahu?"
Naruko menaikkan sebelah alis, sedangkan Sasuke mendengus. "Akulah yang mengatur pelajaran tambahan itu."
Naruko bergumam pelan, mengangguk. Umur Kyousuke sudah tujuh tahun, dan sebentar lagi dia akan diperkenalkan secara formal pada seluruh keluarga Uchiha. Naruko menggertakkan gigi. Tentu saja dia tidak ingin menambah beban bocah itu. Setiap kali Kyou datang ke pesta, semua orang menatapnya dengan tatapan 'lapar'.
Dan yang paling tidak bisa ditahan Naruko adalah sifat-sifat menghina orang-orang terhadap cara pendidikan yang dia dan Sasuke berikan pada anak-anak mereka. Di klan Uchiha, anak-anak harus dididik dengan keras dan dingin supaya mereka akan menjadi maju di masa depan.
Itachi dan Sasuke adalah contohnya.
Tapi tentu saja Naruko tidak akan membiarkan Sasuke mendidik anak-anak mereka seperti itu. Karena itu, Naoki dan Shinoko sangat menyukai ayah yang memanjakan mereka berdua. Naruko memutar bola matanya. Sasuke terlalu memanjakan anak-anaknya.
"Anak-anak kita masih normal," ucapan Sasuke membuat lamunan Naruko terputus. Dia menoleh, menatap Naoki yang menyeringai lebar, duduk di bahu ayahnya. "Setidaknya mereka belum seperti anak Itachi."
Naruko langsung tertawa, langsung teringat akan Wataru Uchiha. Bocah empat tahun yang menggemaskan. Tapi tentu saja, anak yang lahir dari dua psikopat itu akan berbeda dengan anak-anak lainnya.
"Keponakanku punya hobi membedah kodok," Sasuke mendesis, mata hitamnya mendelik. "Yang benar saja. Itachi harus menghentikannya sebelum hobinya menjadi membedah manusia."
"Tidak apa kan?" Naruko tersenyum. "Aku suka dengan Wataru-kun. Dia bocah yang lucu. Hanya di depan para tetua dia akan membelah kodoknya. Siapa tahu dia masa depan dia akan membelah para tetua."
Sasuke tersenyum mengejek, membuat Naruko tertawa.
"Itu cara spesialnya untuk melindungi dirinya dari ancaman para tetua," Naruko bergumam salut. "Bocah itu cerdas. Sangat jenius. Dia tahu kalau dia melakukan hal-hal yang 'buruk', para klan Uchiha akan takut padanya dan menjauhinya."
"Kyuubi yang mengajarnya," Sasuke mendengus. "Dan Itachi menyetujui."
"Karena dia anak yang lahir dari penerus bukan. Itachi tahu penderitaan yang akan dialami anak itu. Penderitaan Wataru akan lebih parah dari anak-anak kita."
"He will survive," Sasuke menjawab santai. "Dan anak-anak kita sendiri tidak kalah jenius dengan anak Itachi."
Naruko tersenyum simpul. Anak-anak kita. Wajahnya memanas, membuat Sasuke tersenyum mengejek. Naruko mendelik sesaat. Mau bagaimana lagi. Dia tidak pernah terbiasa dengan Sasuke yang mengucapkan 'kita', 'kau dan aku'. Sasuke selalu egois, memikirkan diri sendiri dan di kepalanya hanya ada 'aku', 'aku' dan 'aku'. Naruko tertawa pelan, dengan sengaja mengecup pipi suaminya, membuat Sasuke berkedip.
"Aku ingin pulang," dia memberitahu Sasuke. "Kita sudah cukup lama di sini dan aku tidak mau meninggalkan Kyou terlalu lama."
Sasuke mengangguk, menurunkan Naoki dan menggandeng putra bungsunya.
"Ayo pulang," Naruko tersenyum ke arah Shinoko yang sejak tadi memperhatikan mereka berdua. Gadis mungil itu balas tersenyum, mengangguk kepala dan menggandeng tangan Naruko.
xxx
21:35 PM
13th November 20XX
"Nii-chan."
Kyousuke Uchiha membuka matanya, menatap dua pasang mata biru bundar yang menatapnya dari balik kegelapan. Bocah tujuh tahun itu menguap, beranjak dari futon-nya dan berkedip, mengusap matanya.
"Apa?" sang putra sulung menyibakkan selimutnya dan di detik itu juga, dua bocah mungil langsung menyelip masuk, memeluk erat Kyousuke. "Kenapa kalian tidak tidur di kamar kalian?"
"Aku tidak bisa tidur," Naoki mengeluh, memeluk erat Kyousuke.
"Naoki membangunkanku terus," Shinoko balas mengeluh, menggesekkan wajahnya di kimono tidur Kyousuke.
Kyousuke hanya bisa berkedip. Dia mengusap matanya dan di detik itu juga, dua adik kembarnya ini langsung mengopinya, ikut mengusap mata mereka. "Kenapa kalian tidak bisa tidur?" mata biru Kyou menatap dua adiknya.
"Sai tadi siang bohong," Naoki memanyunkan bibir.
Kyousuke langsung bergumam pelan. "Nanti akan kupotong lidahnya, tenang saja."
Naoki langsung meringis, namun Shinoko menggeleng. "Sai sudah minta maaf."
Kyou hanya bisa mendengus. Perlahan-lahan, bocah itu menyalakan lampu mungil di sebelah futon-nya. "Mau kubacakan cerita?"
Di detik itu juga, dua adiknya langsung mengangguk dengan wajah berseri-seri, membuat Kyou tersenyum tipis. "Ne ne, nii-chan," Shinoko memanggilnya, dengan gesit duduk di sebelahnya. "Apakah Mama dan Papa sering membacakan buku cerita untukmu juga ketika kau masih kecil?"
Kyou bergumam pelan, membalikkan buku cerita di tangannya. "Dulu…" Kyou terdiam. Dia tidak bisa ingat kapan terakhir kalinya Naruko atau Sasuke membaca buku padanya. Karena ketika umurnya empat tahun, dia sudah bisa membaca sendiri. Selain itu, sejak kelahiran si kembar, Kyou jarang dimanjakan kedua orang tuanya.
"Nobunaga," Shinoko menunjuk di buku komik serajah Kyousuke. "Aku tahu siapa dia."
"Siapa?" Naoki mengerutkan kening. "Nii-chan, kau tidak akan membacakan buku superman?" bocah itu terlihat kecewa. "Mana buku superman yang kau suka itu?"
Kyou kembali bergumam pelan. "Sudah dibuang sama Danzo-jiisan."
Naoki mengeluh sedangkan Shinoko berkedip. "Semuanya?"
Kyou menaikkan sebelah alis, menyunggingkan senyuman mengejek. "Menurutmu?"
Shinoko dan Naoki langsung menyeringai ketika melihat kakak mereka beranjak, membalikkan salah satu tatami dan mengeluarkan buku komik pokemon.
"Pikachu!" Shinoko menjerit girang.
"Aku mau lihat Charmander!" Naoki melompat-lompat.
Kyou meringis, membolak-balik bukunya. Dia sudah hafal betul ratusan tipe pokemon di buku itu. Dia menjelaskan satu per satu nama-nama para pokemon pada adik-adiknya. Tak lama kemudian, Naoki nyaris terlelap.
"Aku mau jadi pelatih pokemon di masa depan…" bocah itu bergumam, mata birunya mulai tertutup. "… nii-chan jadi professor…"
Kyou hanya menyeringai. Dia menoleh, menatap Shinoko yang nyaris tertidur juga. "Shinoko," dia memanggil adiknya. "Sai bilang apa pada kalian tadi?"
"Dia bilang…" mata biru Shinoko tertutup. "… kalau Papa tidak sayang Mama…"
Kyou terpaku. Dia terdiam di balik kegelapan, menatap kedua adiknya yang tertidur sambil memeluknya.
xxx
22:25 PM
13th November 20XX
Naruko menguap pelan, memutar tubuhnya dan menatap kegelapan. Dia kecapekan karena pesta, tapi anehnya dia tidak bisa tertidur. Dia kembali memutar tubuhnya di futon yang sangat lebar itu. Sasuke masih 'rapat' dengan para tetua, entah kapan suaminya akan kembali. Dia menatap langit-langit, memikirkan anak-anaknya. Apakah mereka semua sudah tidur? Tadi dia sudah mengunjungi kamar mereka semua dan lampu sudah dimatikan. Anak-anak mereka sudah tertidur dengan lelap.
Pintu kamarnya terbuka, membuat Naruko membuka matanya. Dari balik kegelapan, dia menatap sepasang mata yang tajam. "Sasuke?" Naruko mengusap matanya. Dia terpaku ketika melihat mata biru yang tajam itu. "Kyou?"
Kyou bergumam pelan. "Ibu," dia berbisik. "Maaf mengganggu… aku…"
"Kyou," Naruko mengerutkan kening. "Aku tidak tahu seperti apa tetua-tetua sialan itu mengancammu. Tapi kau boleh memanggilku 'mama' sampai selama-lamanya."
Mata biru itu berkedip.
"Dan jangan sekali-kali kau mencoba berbicara dalam bahasa formal itu. Come on, sweetie. There's no need for all of those crap."
Di detik berikutnya, Kyousuke meringis, membuat Naruko tersenyum.
"Sini," Naruko menyibakkan selimutnya dan Kyou meringkuk masuk dan berbaring di sisi ibunya. "Kenapa? Tidak biasanya kau datang ke kamarku. Kukira kau sudah tidur ketika aku datang mengecek kamarmu tadi."
"Aku tidak bisa tidur," Kyou bergumam. "Tadi Shinoko dan Naoki masuk ke kamar dan membangunkanku."
"Oh ya?" Naruko bergumam, mengusap rambut anaknya. Dia tertawa geli ketika melihat wajah Kyou yang merona sesaat. Dada Naruko terasa nyeri. Dia sudah jarang memanjakan Kyousuke. Dia tidak ingat kapan terakhir kali dia memeluk dan mengecup anak sulungnya ini. "Mereka menyelinap masuk ke kamarmu? Kenapa mereka tidak bisa tidur?"
"Sai bohong pada mereka," Kyou langsung melotot, membuat Naruko kembali cekikikan. Kyousuke campuran antara dia dan Sasuke. Anak ini tenang, namun terkadang dia bisa menuntut dan keras kepala. Di depan orang yang tidak dia sukai, dia akan mengabaikan mereka.
"Sai bilang apa?"
Sebelum Kyou sempat menjawab, pintu kamarnya terbuka. Dua pasang mata biru itu langsung menoleh, menatap Sasuke Uchiha yang masuk ke dalam kamar. Sasuke terpaku sesaat ketika melihat anak sulungnya yang berbaring di sisi Naruko. "Kyousuke," Sasuke menyipitkan matanya. "Ada alasan kenapa kau tidak tidur di kamarmu sendiri?"
Kyou mulai menggeliat, membuat Naruko mendelik ke arah Sasuke. "Dia tidak bisa tidur."
Mata onyx Sasuke langsung melembut. "Begitu?" dia melepaskan sandal rumahnya. "Kalau begitu tidak apa."
Kyou berkedip, menatap ibunya dengan tatapan bingung. "Tadi di pesta, semua orang bertanya tentangmu," Naruko menjelaskan. "Sasuke takut kalau kau ke sini karena ada yang terlalu terobsesi padamu dan datang ke kamarmu."
Kyou tertawa pelan, membuat Sasuke menaikkan sebelah alis. Naruko menatap suaminya dan dia tersenyum pahit ketika melihat Sasuke yang terdiam, memperhatikan Kyousuke.
"Kyou-chan," Naruko mengusap rambut putranya. "Sudah lama sekali aku tidak memanggilmu begitu."
Kyou terdiam, membiarkan Naruko mengecup pipinya.
"Apakah kau marah pada kami karena kami sudah jarang memperhatikanmu?"
Kyou hanya bisa terpaku, menatap ayahnya yang berbaring di sisinya, ikut menatapnya. "Inikah alasan kenapa kau tidak bisa tidur? Karena…" ucapan Sasuke terputus.
"Kami sengaja memasukkanmu ke kelas-kelas privat supaya kau bisa jauh dari klan Uchiha," Naruko berbisik. "Tapi sepertinya jauh dari klan Uchiha berarti kau menjadi lebih jauh dari kami juga ya?" Umur Kyousuke masih tujuh tahun. Tapi dari caranya bertingkah dan berbicara, Kyou sudah seperti anak 12 tahun saja. Anak ini nyaris tidak pernah dimanjakan sampai dia menjadi seperti ini. Naruko menggigit bibir, benar-benar merasa bersalah.
Kyou hanya bisa berkedip, menatap dua orang tuanya yang menatapnya dengan tatapan pahit. "Tidak, bukan begitu," Kyou mengerutkan kening. "Aku ke sini bukan karena itu."
"Oh ya? Karena apa?" Naruko menaikkan sebelah alis.
"Sai bilang pada si kembar…" Kyou terpaku sesaat. "Kalau Ayah…" dia menoleh ke arah Sasuke dan dia melihat ayahnya yang mengerutkan kening. Kyou meringis. "… kalau Uge…" dia membenarkan, dan di detik itu juga kerutan kening Sasuke langsung menghilang.
"Kalau aku apa?" Sasuke bertanya, mengabaikan senyuman girang Kyou.
"Kalau Uge tidak sayang sama Mama."
Naruko langsung tertawa terbahak-bahak, membuat Kyou melompat kaget dan Sasuke yang menggeram. "Begitu?" Naruko masih tertawa. "Uge? Kau tidak sayang padaku?"
Sasuke menggeram lagi, membuat Naruko cekikikan.
"Kyou-chan," Naruko memeluk putra sulungnya. "Mama mencintai si Ugege ini ketika Mama seumur denganmu."
Kyou terbelalak. "Tujuh tahun?"
"Benar. Ketika umurku tujuh tahun," Naruko meringis. "Dan di kondisi yang sama. Ugege masuk ke dalam kamar Mama, di tengah kegelapan. Mata hitamnya yang tajam itu membuat Mama menyukainya."
"Tapi mata Ugege seram," Kyou mengerutkan kening, membuat Sasuke mendengus.
"Ahh, matamu juga menurun dari Ugege," Naruko meringis. "Kau tahu, Mama sangat menyayangi ayahmu sampai-sampai Mama tidak peduli apakah dia balas menyayangi Mama atau tidak."
Kyou hanya bisa terdiam, menyerap semua ucapan ibunya. "Aku juga menyayangi kalian," dia berujar pelan.
Naruko tersenyum lebar. "Kyousuke, Mama mau bertanya sesuatu yang serius."
Kyou langsung membuka matanya lebar-lebar.
"Kau memilih bersembunyi di balik pelajaran privat atau kau memilih ikut bersama Mama dan Ugege di pertemuan-pertemuan?"
"Kalau aku ikut di pertemuan…" Kyou berujar. "Apakah itu berarti aku harus melihat para tetua?"
"Iya," Naruko mengangguk. "Dan mereka akan mengkritikmu. Mengoceh tanpa henti."
"Aku benci Danzo," Kyou mendesis. "Dia membakar buku pemberian Ugege."
Sasuke langsung mendelik, membuat Naruko tersenyum. "Tidak semuanya kan?"
Kyou langsung menyeringai bangga. "Iya, aku berhasil menyembunyikan beberapa."
Naruko tertawa. Dia terdiam sesaat, memperhatikan Sasuke yang masih memperhatikan Kyou. "Kau tahu, Kyou-chan," Naruko berbisik. "Kau boleh kapan saja tidur di sini selama kau mau. Aku dan Sasuke akan ada di sisimu."
"Iya?" Kyou berbisik pelan, membuat Sasuke mengusap rambutnya.
"Kau memang anak paling besar. Kau selalu dipaksa untuk menjadi mandiri dan kau selalu melindungi kedua adikmu," Naruko berbisik. Dia menggigit bibirnya sesaat. Dari semua anak-anaknya, Kyou yang paling sering dikritik. Karena meski dia dan Sasuke sudah menikah, Kyousuke tetap 'anak haram'. Hatinya terasa sakit setiap kali dia melihat Kyousuke yang sengaja menjauh darinya karena anak itu merasa dia tidak disayangi. "Tapi jangan lupa. Aku dan Sasuke selalu ada di sana untuk melindungimu."
Kyou terdiam. Bocah itu mengusap matanya, berusaha untuk menahan air matanya. "Iya?" suaranya bergetar.
"Tentu saja," Naruko tertawa. "Ya kan Sasuke?"
Sasuke terdiam. Dia menatap mata biru tajam yang sekarang berlinang-linang itu. "Sai tidak bohong," ucapan Sasuke membuat Kyou terpaku. "Sebelum kau lahir, aku tidak punya perasaan apa pun terhadap ibumu."
"Setelah aku lahir?"
"Aku mencintaimu," Sasuke menunduk dan mengecup kening Kyou. "Dan kau membuatku mencintai ibumu."
Ucapan jujur Sasuke membuat Kyou menyeringai lebar. "Besok ada pertemuan lagi?"
Naruko dan Sasuke mengangguk.
"Boleh aku ikut?" Kyou berbisik. "Aku memilih melotot ke arah mereka daripada harus bersembunyi di pelajaran privat."
Naruko tertawa dan Sasuke meringis.
"Selain itu," Kyou tersenyum. "Mama dan Uge akan melindungiku bukan?"
Pertanyaan Kyou dijawab oleh kecupan di pipi dan usapan di kepala.
xxx
16:45 AM
14th November 20XX
"Anak-anak kalian semua tidak bisa diandalkan," Danzo mendelik tajam, menatap Wataru yang berlari mengejar kodok. Bocah itu mengabaikan tatapan tajam para tetua dan tetap berlari-lari. Kyuubi berlari di belakang anaknya dan Itachi berdiri di dekat mereka berdua. Kyousuke duduk dengan sopan di perjamuan teh itu, bersama dengan anak-anak Uchiha lainnya. Sepupu-sepupunya terlihat takut untuk bergerak, membuat Kyou memutar bola matanya. "Dan kau, Kyousuke," Danzo mendelik. "Apakah kau sudah belajar dari pengalaman? Apakah komik bisa membuatmu menjadi penerus Uchiha di kemudian hari?" sang kakek menggeram. "Karena selain Wataru, kau lah calon penerus. Bocah pembelah kodok itu tidak bisa diandalkan."
"Jangan mengejek Wataru," Kyou mendelik, membuat Danzo menggertakkan gigi. Sang kakek langsung beranjak, menggulung lengan kimononya, hendak menghukum Kyousuke. Melihat itu, Sasuke ikut beranjak, menggeram dan siap untuk menghantam sang tetua. Naoki mulai terlihat panik, membuat Naruko cepat-cepat menghibur anak bungsunya.
"Danzo-jiichan," suara ceria Shinoko membuat Danzo menoleh. "Aku buat teh sendiri," anak itu tersenyum lebar, membuat Danzo berkedip. Dia menerima cangkir teh dari Shinoko yang tersenyum manis.
"Huh!" Danzo mendengus. "Dari semua anak-anak tidak berguna ini ada juga satu bocah yang cocok untuk menjadi penerus," dia mendelik. "Tapi sayang sekali, dia seorang wanita. Dia hanya bisa menjadi ibu rumah tangga di klan Uchiha."
Sasuke kembali menggeram, namun Naruko berkedip. Mata birunya menatap Shinoko yang tersenyum girang. Dia menaikkan sebelah alis, apalagi ketika melihat Kyou yang berusaha untuk memasang ekspresi polos.
"Shin-chan," Naruko berbisik pelan. "Kau buat teh sendiri?" Dia memang melihat Shinoko yang serius mengaduk teh sejak tadi. Tapi…
"Iya," Shinoko tersenyum simpul.
"Dengan apa?" Naruko melirik, menatap air panas di teko yang masih penuh.
"Air mandi Gero-chan," Shinoko menjawab polos.
"Gero-chan?" Sasuke yang mendengar itu mengerutkan kening.
"Kodok Wataru," Kyou menjawab santai.
"Ah," Naruko bergumam santai, menatap Danzo yang menghabiskan tehnya. "Kau tahu, Shinoko, mungkin di keluarga ini kaulah yang paling mengerikan."
Shinoko menelengkan kepalanya, menatap ibunya sambil tersenyum polos.
THE END
AN: aku sedih sendiri nulis adegan Kyou yang jarang disayang. haha, tapi Shinoko buat aku girang. haha! Ini anak licik banget ya.
Dengan ini tamatlah Beyond the Darkness :)
makasih buat yang sudah baca dan nunggu buat epilogue!
AN (NEW): dari semua review yg kuterima, nyaris semuanya minta sequel. dan aku bilang disini kalau aku gak bisa nulis sequel itu karena konflik ceritanya udah selesai. dan tentang itakyuu, aku gak akan nulis mereka karena di sini mereka cuma tambahan. dan satu lagi. oneshot rate M. di anku sebelumnya aku tulis gini.
"Tapi itu oneshot setelah aku tulis epilogue dan kalau aku ada waktu pastinya."
ini artinya, kalau gak ada waktu ya gak bisa buat. jadi belum pasti :) dan semakin banyak yang nuntut aku buat nulis rate m berchapter2, sayang sekali. aku gak bisa nulis lemon. adegan seks yang kutulis cuma buat pemanis aja. segitu dulu dan makasih atas pengertiannya, sampai jumpa di fic lain!