Disclaimer : MK
Author : Akira Naru-Desu dan Amach CiE-Cerry Blossoom aka Amach cuka'tomat-jeruk
Pair : SasuNaru
Rate : T (Plis jangan minta M)
Gendre : Humor, Romance.
Warn: YAOI, GAJE, TYPOS, OOC, Humor gagal, DLL.
.
.
Matahari begitu terik. Benar-benar berniat menghanguskan segala bentuk hal di muka bumi. Seorang pemuda dengan wajah putus asa berdiri dibawah panasnya mentari. Menatap jalanan penuh hiruk pikuk kehidupan dengan tatapan miris. Oh.. Inikah yang dinamakan hidup nelangsa? Harusnya pemuda pirang ini sedang menikmati harinya bersama gadis-gadis cantik untuk ia kencani. Seperti halnya para pemuda yang sedang ia perhatikan disudut taman itu. Ironis sekali.
Tapi, kenapa ia sekarang harus berjalan terlunta-lunta di tengah teriknya Tokyo?
Pemuda itu berambut pirang. Berwajah tampan dan mempunyai tubuh yang ideal. Namun, karena kebaikan Kami-sama, si pirang itu di anugerai paras manis dan imut. Sehingga, ketampanannya sebagai laki-laki yang gagah, sedikit ternodai. Namanya, Namikaze Naruto. Anak tunggal dari pasangan Minato Namikaze dan Kushina Uzumaki. Namikaze yang termahsyur dengan perusahaan elektroniknya di Jepang, hingga ke manca negara. Kesimpulannya, mereka tajir biadab.
Lalu kenapa Naruto hidup terlunta dijalan dan dengan kondisi yang mengenaskan seperti itu? Jika pada kenyataannya ia haruslah sedang menikmati bertumpuk uang dengan segala kenikmatan yang ditawarkannya?
Usut punya usut. Naruto diusir dari rumahnya oleh kedua orang tuanya.
Bagaimana bisa?
Alkisah, di suatu tempat yang diberi nama Mansion Namikaze. Terjadi kisruh dikeluarga, antara anak dan orang tua.
"Naruto, mau sampai kapan kau menghamburkan uang? Dan bermain dengan gadis-gadis tidak jelas itu, HAH?" Mom Kushina memaki anaknya dengan jengkel.
Naruto memutar matanya, bosan. "Mom~, plis deh.. Naru bukan menghamburkan uang, tapi menikmati hidup," katanya dengan nada bosan, "dan gadis-gadis itu bukanlah gadis sembarangan, mereka adalah bidadari-bidadari surga yang diturunkan kepada pangeran sepertiku," lanjutnya dengan senyuman menawan setelah kalimat narsis itu sukses meluncur di bibirnya. Ekspresi Naruto membuat Minato mengernyit jijik. Anaknya yang bermuka seperti itu membuat gaya sok play boy. Fix, tidak cocok sama sekali.
Naruto dan Kushina saling berpandangan.
"Bidadari yang menghabiskan uangmu begitu?" tanya Kushina sarkastik dengan mata yang menyipit. Naruto terlalu tidak peka untuk menyadari bahwa aura Kushina mulai berbahaya.
"Mom~, uang kita tidak akan habis hanya karena mereka," timpal Naruto mulai jadi anak yang menyebalkan.
"KITA?" cicit Kushina. "Yang benar saja. Itu uang KAA-SAN dan TOU-SAN!"
Naruto menatap sang ibu dengan tatapan nanar. "A-apa maksudmu, Mom?" tanyanya dengan nada pedih yang dibuat-buat sehingga MinaKushi yang mendengarnya tidak merasa simpati sedikitpun. "Aku ini darah daging kalian? Mengapa kalian tak mengizinkanku mengakui hak atas harta ini?" tanyanya seraya membentangkan tangannya, mulai mendramatisir dengan sok menjadi anak yang terdzolimi. Naruto berusaha sekuat tenaga mengeluarkan air mata buaya. Tidak berhasil.
Minato sweatdrop melihat tingkah labil anaknya. 'Itu pasti gen Kushi-chan,' batinnya mengkambing hitamkan Kushina karena enggan mengakui sifat anaknya yang iyyuh itu. Ia memijit dahinya, pusing. "Naruto, dewasalah. Kau sudah berumur 21 tahun. Dan apa yang telah kau lakukan selama ini hanya bermalas-malasan dan menghabiskan uang. Dengar Naruto, kau harus mulai menata hidupmu untuk masa depan. Dan tinggalkan pola hidupmu yang seperti ini," petuah Minato begitu bijaksana kepada anak tercintannya.
Namun,
"Dad, jangan ikut-ikutan Mom deh," tukas Naruto mulai berpotensi menjadi anak durhaka. "Masa depanku sudah pasti menjadi direktur Rasengan Corp. Selagi Dad masih hidup, artinya aku masih bebas. Lima atau empat tahun lagi, aku pasti sudah mulai menjadi direktur, ttebayo!"
Apa katanya tadi? Selama Minato masih hidup? Apa itu artinya Naruto sedang membicarakan kematiannya? Prediksinya, dalam lima-empat tahun kedepan ia akan mati, begitu?
Minato kehilangan kata-kata. Dalam hatinya ia menangis. 'Aku gagal sebagai ayah. Aku gagal.' Terus menerus Minato merapalkan itu dalam hatinya. Rasanya pilu.
Kushina menatap suaminya prihatin. Anaknya memang keterlaluan. Padahal dulu, Naruto itu anak yang sangat manis sekali. Penurut dan lucu. Sekarang, kemana anaknya yang dulu? Yang tertinggal hanyalah pemuda pirang yang sok play boy tanpa tahu ia sudah dimanfaatkan gadis-gadis yang berkencan dengannya. Polos tetaplah polos. Ia mendesah. "Benar kata ayahmu. Masalahnya bukan pada uang Naruto! Tapi, masa depanmu!" Kata hati sang ibu keluar setelah Kushina haruslah menahannya selama beberapa tahun. "Apa yang akan kau lakukan? Bagaimana kalau kita mengalami bangkrut dan hidup miskin? Mencari uang itu susah Naruto! Tidak semudah menghabiskannya! Bagai –"
"KYAAAA!" Naruto berteriak ala gadis yang mau diperkosa yang putus asa dengan posisi tangan menutupi kedua telinganya. Lebay. "Cukup ,Mom! Itu sangat kejam dan tidak manusiawi!" raungnya memotong kata-kata ibunya yang dalam mimpipun Naruto tak pernah bayangkan. Jatuh miskin? Tidak. Akan. Pernah.
Kushina dan Minato cengo. Bagian mana yang tidak manusiawi dan kejam? Naruto sudah terlalu terbawa arus zaman alay yang mengerikan. Kondisi mental Naruto sungguh sudah jatuh pada level darurat. Harus diselamatkan. Maka dengan memantapkan hati, setelah saling pandang sejenak, mereka mengangguk kompak. Sudah diputuskan –
"Naruto, kau keluar dari rumah ini! Kami akan mencabut semua fasilitasmu. Renungkan kesalahanmu. Dan buktikan kepada kami bahwa kau menyesal dan kau bisa sukses dengan tanganmu sendiri!" Kushina mengangguk menyetujui ucapan suaminya.
"Pergilah. Maka kau akan tahu, seberapa sulit kau mendapatkan sesuap nasi. Kembalilah, ketika kau menyesali apa yang telah kau sia-siakan!" Minato kembali menambahkan.
Hening.
Naruto menatap datar kedua orang tuanya. Tiga detik berlalu.
Lalu?
"APAAAAA? TIDAAAAAKK!"
Berakhirlah Naruto didepan pintu kediaman Namikaze dengan cara yang paling mengerikan. Singkatan kisah ini berakhir.
Itu akan menjadi kenangan yang buruk bagi Naruto yang malang. Sampai kapanpun ia tidak akan pernah secuilpun melupakannya.
Pahitnya bukan terasa di lidah, tapi dihati. Naruto meremas dadanya kuat ketika mengingat tragedi pagi ini. Lebay. Tak terasa air matanya jatuh.
Clak.. Clak.. Clak..
"A-aku... –"
Naruto menunduk, tubuhnya bergetar putus asa.
" – lapar," lanjutnya berbisik. Waktu seperti berhenti. Hanya hembusan angin yang menjawab lirihan perih yang Naruto rasakan.
Krruyuuuk..
Dengan cepat Naruto mencari keberadaan dompetnya. Dicelana, dibaju, di ransel dan di dalam boxer. Nihil. Dompetnya raib. Naruto terbelalak.
Shit!
"Dompet juga di sita sama orang tua tak berperasaan itu, ttebayo!" Naruto menyerapahi kedua orang tuanya. "Lihat saja. Tanpa uang dari kalianpun, aku bisa hidup dengan enak, ttebayo! Semua wanita cantik juga akan tergila-gila padaku!" koar Naruto berapi-api penuh dendam. "AKAN KUBUKTIKAN!" teriaknya mengacungkan kepalan tangan keudara. Selanjutnya tertawa kencang. Puas dengan pikirannya.
"AHAHAHA... FUFUFUFU!"
Naruto tak menyadari. Kini, ia menjadi sorotan mata bingung semua orang, karena ia berdialog sendiri ditengah jalan.
"Kasihan, dia pemuda yang tampan. Tapi harus menderita kelainan jiwa."
"Iya.. Ganteng-ganteng ko stres."
Samar-samar Naruto mendengar bisikan-bisikan itu. Ia mengedikan bahunya tak peduli. "Orang gila manakah yang sedang mereka bicarakan?" tanya Naruto pada dirinya sendiri – celingak- celinguk mencari orang gila itu. Naruto kini merasakan akibat dari rasa depresinya. Mulai, tidak waras.
Oke, sekarang ia harus mencari pekerjaan. Dengan kemeja biru kotak-kotak a la orang kantoran, serta dasi orange yang sebenarnya gak nyambung sekali karena dua warna mencolok mata itu harus dipadukan. Tapi, nyambung-nyambung saja sih buat Naruto yang good looking. Celana bahan, juga surat lamaran pekerjaan yang sudah ia persiapkan satu jam sebelumnya yang sebenarnya hanya berisi biodata tulisan tangan asli Naruto dan pas foto tiga kali empat, ia tenteng serta merta ia kipas-kipaskan map berisi arsip itu untuk mengusir hawa panas. Panas sekali cuacanya.
Uang tak ada, padahal dirinya sangatlah haus dan kelaparan. Kakinya super pegal. Tapi mau naik bis, atau kereta mana bisa. MAU BAYAR PAKE APA COBA? KOLOR OROCHIMARU? Ya, ENGGAKLAH! Karena Naruto yakin, seratus lembar kolor Orochimarupun takkan laku menjadi mata uang. Gak ada yang mau nerima! Lagian, Naruto gak punya kolor Orochimaru. Bentuknya juga tidak tahu. Apa lagi mengoleksi?
Stop!
Kenapa jadi bahas hal yang tabu itu sih?!
Skip.
Setelah perjuangannya yang begitu menyiksa nan melelahkan. Perjalanan yang terasa sepanjang sungai nil, kini dihadapannya terpampang jelas sebuah kantor yang berdiri menjulang. Oh.. Ada pula bertuliskan 'Lowongan Pekerjaan', itu sudah seperti keberuntungan ditengah seribu kesialannya. Akhirnya, Naruto menemukan tempat yang indah untuk berpijak.
Tanpa basa-basi, ia melangkah kedalam area perusahaan tersebut. Kaki jenjang berbalut celana bahan, berwarna hitam itu memasuki gedung yang akan menolongnnya. Plis jangan mikir gedungnya. Tentu saja pemilik gedung megah ini.
Setelah memasuki gedung, Naruto dihadapkan dengan berbagai pertanyaan seorang security yang dianggapnya begitu kepo, Naruto juga harus berhadapan lagi dengan orang yang akan langsung meng-interview dirinya. Heran sih awalnya. Kenapa coba, ia langsung keterima setelah di interview? Padahal baru juga dateng. Bersyukur kepada Kami-sama yang berbaik hati kali ini. Mungkin. Dengan semangat kemerdekaan, Naruto mengiyakan dan menyepakati kontrak kerjanya.
Tapi,
Seharusnya dari awal Naruto mengikuti instingnya yang mengatakan akan terjadi malapetaka bagi hidupnya di hari ini. Transaksi antara dia dan pihak HRD yang terlalu cepat seharusnya membuat Naruto curiga. Tapi, karena desakan ekonomi, Naruto lupa semuanya. Dan ia harus menerima apapun yang terjadi. Karena itulah jalan hidupnya. Pantang mundur dan menarik keputusannya.
Lalu?
Setelah berjabat tangan dan menandatangani kontrak, Naruto menghadapi kiamatnya.
Pekerjaan Naruto ternyata adalah jadi seorang tukang parkir. Tidak salah. TUKANG PARKIR!
Naas.
Ia sudah menyetujui tanpa menanyakan kerja apa. Dikiranya kerja seperti para pekerja kantoran lain. Sekuat tenaga Naruto sudah mencoba untuk protes. Seperti,
"Bapak punya otak tidak sih? Orang sekeren aku? SE-KEREN AKU? JADI TUKANG PARKIR? Oh.. Lihat muka yang pas-pasan itu." Naruto menunjuk kearah asisten HRD yang berpenampilan cupu dengan emosi, "Orang se-JELEK itu menjadi asisten HRD? Dan aku menjadi TUKANG PARKIR?! Dunia menangis!"
Sayang seribu sayang, protes Naruto tidaklah berjalan dengan baik. Naruto hanya bisa berserah diri.
Dan sekarang disinilah Namikaze Naruto mengadu nasibnya. Mengatur parkirkan mobil-mobil agar tertata rapi ditempatnya. Meskipun ia tak punya keahlian untuk itu, namun cukup baik. Walau, barisannya agak bengkok. Ia yang setiap harinya tak pernah mau bekerja, dan hanya menghabiskan uang. Tenyata cukup mampu menangani mobil-mobil tersebut agar terparkir sempurna, tanpa ada kasus mobil meledak atau tabrakan sehingga memakan korban jiwa.
Kadang kala, ia mendapat uang dari sang pengemudi, istilah lainnya tips. Lumayanlah. Naruto jadi bisa makan dua porsi ramen. Begitulah pikiran orang yang kelaparan macam Naruto. Kasihan. Naruto harus banting stir, asalnya pemuda sempurna yang kalau mau apa-apa tinggal petik jari, sekarang jadi tukang parkir. Makan ramen pun susah. Enggak hina sih, tapi harga diri. Mau dikemanakan mukanya yang super ganteng ini? Bagaimana kalau ada teman-teman atau salah satu gadis teman kencannya yang liat ia jadi tukang parkir? Ah.. Naruto mau berpura-pura jadi orang lain saja.
Apa ya, nama yang pas buat penyamaran ini?
"Minato.. Minato nama yang cukup bagus buat menyamar," bisiknya kurang waras seraya menyeringai keji, menggunakan nama ayahnya dalam siasat nista itu.
Naruto tersenyum puas atas usahanya yang ia lakukan cukup berhasil, karena tak perlu mengemis lagi kepada orang tuanya untuk minta kembali fasilitas yang telah diambil paksa mereka. Walau ia hanya jadi tukang parkir. Ini untuk sementara, pikirnya yang mengingat kontrak kerja terkutuk itu.
Lalu, sebuah Mobil ferrari berwarna biru dongker melaju. Maka, dengan segera Naruto membantu memberi aba-aba kepada sang pengemudi untuk parkir ditempat yang pas.
"Kiri! Kiri!" Teriaknya heboh. "Mundur-mundur! Terus, Terus – ter-"
Greettttt. KREEETTTT!
O-ow!
Sepertinya Naruto salah memberi instruksi.
Setelah bunyi gesekan kaca spion mobil yang berada disebelah kiri terdengar begitu memilukan, ia tahu body mulus mobil ferrari yang sedang ia parkirkan sekarang itu mengalami lecet yang begitu dalam.
DAMN! Naruto mengumpat horor dalam batinnya.
SIAL! SIAL! SIAAAALLLL!
Bunyi pintu mobil dibuka dengan kasar. Lalu?
BLAM!
Membantingnya dengan keras. Alamat ia mendapatkan malapetaka, lagi. Naruto menelan ludahnya –
"Apa. yang. kau. lakukan. pada. Mobilku. Usuratonkachi?"
– Glek.
Naruto membeku seketika. Ia kira, ia sudah memberi intruksi yang benar tadi. Shit. Demi kolor Orochimaru! Orang didepannya sangat mengerikan. Bahkan hanya mendengar nada suaranya saja Naruto sudah gemetaran begini. Maka, Naruto tak berani menatap wajah si pemilik mobil. Pasti orangnya serem. Naruto merinding seraya komat-kamit.
Tuhan, selamatkan Naruto.
"Dobe. Apa yang kau lakukan dengan mobilku?!" Bentak orang itu murka ketika Naruto hanya diam ketakutan. Dan sepertinya berniat kabur.
Baiklah Naruto menyerah. Ia takut, apalagi tangan dingin si pemilik mobil mencengkram dagunya dan dengan kasar memaksa Naruto untuk memandang wajah mengerikan di depannya.
Oniks dan safir bertemu.
Untuk beberapa saat suasana menjadi hening.
"K-KAU!" keduanya berteriak kompak dengan mata terbelalak.
.
.
~Dua tahun silam~
Sore hari yang cerah. Naruto pergi kencan dengan salah satu koleksi gadisnya, namanya kalau gak salah, Hyuuga Hinata. Hinata itu adalah seorang wanita dengan muka lugu dengan 1001 cara licik untuk melengserkan seluruh posisi gadis yang saat itu menjabat sebagai pacar Naruto.
Hinata paling anti sama kebijakan Naruto di dunia percintaan. Ketenangan batinnya akan terganggu kalau Naruto sudah menerima telepon yang kata Naruto salah sambung. Menurut Hinata, Naruto tidak adil memperlakukannya. Padahal, Naruto sudah berusaha sebijak mungkin dan seadil mungkin sebagai seorang pacar. Termasuk waktu Naruto dihadapkan dengan sebuah masalah pembagian waktu kencan, yang mengharuskan Naruto untuk menjatah waktu mereka dengan rata. Naruto punya 4 pacar. Di kesempatan ini, Naruto kasih waktu Hinata enam jam dalam seminggu.
Dan bagi Naruto ini adil.
Sesampainya di tempat yang namanyan swalayan, Naruto ngajak Hinata buat membeli minuman dan cemilan. Padahal, Naruto berniat membeli kondom. Taulah kalau anak muda jaman sekarang. Ya, Naruto memutuskan untuk melepas masa keperjakaannya hari itu bersama Hinata setelah hasil memilih secara acak siapa kandidat yang beruntung itu.
Dan voila! Hinata orang yang beruntung itu.
Naruto memberi senyum misterius kepada Hinata. Ceweknya bulshing hebat. Ngerti kode Naruto. Hinata deg-degan abis.
Karena ini adalah pengalaman pertamanya. Jadi, Naruto gak tau bagaimana ia bisa mendapatkan kondom. Maka, ketika ia melihat pemuda yang Naruto taksir umurnya kira-kira lima tahun diatasnya, ia memutuskan untuk meminta bantuan. Orangnya tampan dan gaya rambutnya emo. Jadi, Naruto yakin orang ini sudah banyak pengalaman. Naruto menghampirinya dengan membawa cengiran yang teramat lebar.
Si tampan tertegun.
Dengan gaya malu-malu kucing, Naruto berkata, "Hai.. Nii-chan, bolehkah aku meminta bantuanmu?" Manis banget pokoknya gayanya. Modusnya ketauan.
Si tampan diam aja. Naruto berkesimpulan orang dihadapannya gak keberatan. Jadi, dengan percaya dirinya ia melanjutkan. "Dimana dan bagaimana aku bisa mendapatkan kondom? Bisakah, Nii-chan membantuku mencarinya?"
"Hn."
Tak membuang waktu lama, orang itu bergegas nyari apa yang sepertinya ada dipikiran dia. Naruto senang. Ternyata meski kaya tembok, orang ini baik juga, pikirnya. Naruto mengikuti orang itu dibelakangnya. Si tampan mukanya terlihat bergitu serius. Saking seriusnya sampai terlihat agak menakutkan. Tidak ada yang dapat menghentikan langkah orang itu. Gerakannya, manuvernya, dari kanan ke kekiri, mirip seperti seorang atlit sepatu roda. Dengan gerakan seperti itu, berhasil membuat Naruto kewalahan.
Hebat, pikir Naruto ketika melihat wajah si tampan masih datar. Tidak ngos-ngosan sepertinya.
Tapi, dalam letih Naruto bersyukur. Oh Tuhan masih ada orang sebaik dia yang berusaha secepat mungkin untuk membantunya menemukan kondom.
Beberapa saat kemudian orang itu berhenti di sebuah tempat dan mengambil bungkusan berwarna pink. Si emo memberikan benda itu dengan penuh hormat kepada Naruto.
"Ini." Orang itu ngasih ke Naruto.
Naruto terima bungkusan itu dengan cengiran lebar, pertanda senang dan terharu. Ia menatap benda itu.
Tapi..
Cengirannya raib. "Ini kan pembalut!" Seru Naruto emosi dan tersinggung.
"Memang pembalut, Nona," jawab si emo datar.
Seketika ada hening yang panjang.
Naruto tarik kembali ucapannya yang mengatakan orang dihadapannya ini baik. Naruto tidak tahu apa alasan orang datar dihadapannya memberikan sebungkus benda empuk yang identik dengan perempuan ini.
"NONA? Aku ini laki-laki! Kau buta?!"
Dari kejauhan, terlihat Hinata memanggil. Dia mengibarkan kedua tangannya keudara pertanda Naruto harus cepet datang kesana. Si tampan melirik gadis itu sebentar sebelum menatap Naruto lagi. "Tunggu Hinata-chan!" Serunya. Ia kembali menatap penuh emosi pria dihadapannya.
Si emo menyeringai. Dengan wajah dibuat sok polos ia bertanya. "Benarkah kau seorang pria?"
Habis sudah kesabaran Naruto.
"AKU MEMANG PRIA, SIALAN! MAKANYA AKU MEMINTAMU UNTUK MEMBANTUKU MENCARI KONDOM! AKU PRIA SEJATI! MALAM INI AKU AKAN BERCINTA DENGAN KEKASIHKU YANG DISANA!" Naruto menunjuk Hinata yang sedang memadang sekelilingnya dengan shock dan wajah pucat pasi. "AKU AKAN MENUSUKNYA DENGAN SENJATAKU. AKU YANG DIATAS. TIDAK KAH KURANG JELAS? DAN KAU MEMBERIKU PEMBALUT?! BRENGSEK!" Naruto berteriak sangat keras di swalayan yang dipenuhi oleh berbagai jenis orang.
Hening.
Semua melihat kearah Naruto. Dan?
BRUKK!
Hinata pingsan. Naruto terlalu lamban menyadari situasinya. Ketika si emo dihadapnnya tertawa saperti orang gila –
"HAHAHAHAHAH!"
Barulah ia sadar. Ia telah melakukan kesalahan yang tak termaafkan untuk nasib kesejahteraan harga dirinya.
Sial! Bodohnya aku!
Hari itu, Naruto tidak jadi melepaskan masa keperjakaannya. Ia sibuk mencari rumah sakit terdekat untuk menyelamatkan satu nyawa tak berdosa yang diakibatkan ulahnya yang idiot. Hinata mengalami shock dan trauma. Malang nasib gadis lugu itu. Terciptalah dendam di hati Naruto untuk pemuda rambut emo yang telah menjebaknya itu.
.
.
~Kembali kemasa sekarang~
"K-KAU SI BRENGSEK YANG MEMBERIKANKU PEMBALUT, TTEBAYO!"
Sasuke melotot menatap Naruto.
Lalu?
Ia menyeringai. "Lama tidak bertemu, Nona~."
.
.
Bersambung..
Akira Notes :
APAA INI? AMPUUN ATEEUU! #SujudKeAmach
Ane gak bisa bikin Humor. Jadinya ide keren dan sekilas cuplikanmu ane buat se nista ini! Maafkan daku Ate..
Dipikiran daku cuman terpikir bagaimana caranya ngelunasin utang..
Jadilah begini ceritanya... HAHAHAH! #Garing
Maksain publih banget! #nekad
BTW, fik yang lain masih dalam pengerjaan. Jadi, mohon sabar. Aku pasti lanjut ko. Cuma gak jamin cepet. Hehe..
Apakah fic ini dilanjut atau gimana? Semua keputusan ada di tangan Ateu dan Reader.. Aku gak cukup percaya diri untuk lanjutin fik ini...
Jaaaa!