Ketika Sasuke pulang ke kampung halaman setelah perang berakhir.
Tidak satu kali pun matanya menangkap sosok Sakura, pun semua orang seperti merahasiakan keberadaan gadis musim semi itu, Sasuke pikir itu bukanlah hal yang perlu dipikirkan.
Menepisnya berulang kali, namun nyatanya pemikiran tentang gadis merah muda itu selalu kembali dan kembali lagi menghantui hari-hari seorang Uchiha Sasuke.
Jadi… dimana Sakura?
DISCLAIMER : NARUTO milik MASASHI KISHIMOTO
Dimana Sakura is Mine
RATED T
WARNING : masih banyak typo(s), fic ini masih banyak kekurangan.
FLAME? WHAT A FLAME?
Fic ini saya persembahkan untuk teman dunia maya saya tersayang : Nur Laili Sakanti
Chapter 1
"Aku benar-benar senang kita bisa berkumpul lagi," Naruto menuangkan segelas ocha pada gelasnya kemudian menghabiskannya dalam sekali tenggak. "Apalagi si Teme, dia bahkan lebih sibuk daripada aku yang menjabat sebagai Hokage, sudah lama ya kita bertiga tidak seperti ini?" Sasuke hanya mendengus sambil menyesap ocha perlahan-lahan.
"Naruto, sampai saat ini bahkan aku tidak percaya kalau kau ini adalah Hokage." Sai tersenyum seperti biasa, kemudian kegaduhan terjadi diantara ia dan Naruto.
Sudah setahun perang berakhir, Sasuke memutuskan untuk pulang ke kampung halaman, dan berkat usaha Naruto juga yang lainnya, Sasuke terbebas dari hukuman mati, nama Uchiha di bersihkan mengingat Sasuke juga turut andil dalam kemenangan pikak Aliansi.
Bagi Sasuke hidupnya belum pernah terasa sabaik ini. Ia tidak menyangka ternyata inilah rasanya pulang ke Konoha, ternyata inilah rasanya…
…RUMAH.
Setelah selesai berkumpul bersama Naruto dan Sai di kedai ichikaru—andalan Naruto—Sasuke memutuskan untuk mengelilingi perbatasan desa untuk memastikan bahwa semuanya baik-baik saja. Jabatannya sebagai Ketua ANBU benar-benar serius ia jalani, kali ini ia tidak adan mengacewakan tanah kelahirannya sendiri.
Bulan ini bulan Maret, beberapa tempat di desa kini seolah-olah tertutup guguran bunga sakura. Sambil melompati atap-atap rumah diam-diam Sasuke memperhatikan sekeliling dengan ekor matanya, guguran bunga sakura tidaklah menarik menurutnya, namun tiba-tiba langkahnya terhenti. Sasuke mengucek matanya tidak percaya, baru saja kalau tidak salah ia melihat sesuatu berwarna merah muda. Bukan guguran bunga sakura, lebih mirip seperti helaian rambut seorang wanita. Apa mungkin hantu? Ha? Hantu? Sasuke ingin menertawakan pemikirannya tersebut.
Merah muda ya?
Sasuke kembali melompati atap-atap rumah, ekspresinya tetap datar, meskipun ditepis namun diam diam hatinya berdebar. Kegundahan ada dalam setiap debaran itu.
Waktu berlalu sangat cepat seolah tanpa sempat sasuke hitung. Hari demi hari Sasuke jalani dengan perasaan seperti pertama ia menginjakan kaki di konoha satu tahun yang lalu. Lega—entah mengapa.
Entah ia yang baru menyadarinya atau diam-diam ia sadar namun menepisnya sejauh mungkin. Ia hidup sendirian,kadang ia kesepian—meskipun ia menepis perasaan itu jauh-jauh—ia merasa membutuhkan teman hidup, setidaknya untuk menemaninya atau—ehem—mengurusinya dirumah, nah kan… otak Sasuke agak rancu saat memikirkan hal ini.
Sasuke mengacak rambutnya kasar, apa yang barusan ia pikirkan? Seorang Uchiha kesepian? Hah! Jangan membuat leluhurmu tertawa nak!
.
.
.
"Hehehe kau harus hadir dalam acaraku ini Teme, tenang saja hari itu kau akan aku liburkan." Naruto memamerkan senyum rubahnya, Sasuke hanya menatap datar undangan pernikahan sahabat pirang nya itu kemudian bergumam 'Hn' seperti biasa.
"Mendokusei, kau sudah mau menikah Naruto, kenapa kau masih saja berisik, aku kasihan sekali pada Hinata."
Sasuke tidak lagi menyimak ledekan-ledekan teman-temannya pada Naruto. Meskipun tenang dalam diam, Sasuke tahu perasaan ambigu yang tidak nyaman lagi-lagi hinggap dalam hati memandang satu per satu teman-temannya. Sai? Dia udah menikah dengan Yamanaka pirang itu setengah tahun yang lalu. Chouji? Walaupun sepertinya dia tidak tertarik dengan hubungan antar lawan jenis, namun Sasuke tahu akhir-akhir ini ia sedang dekat dengan Tenten meskipun keduanya menyangkal bahwa kedekatan itu lebih dari sekedar pertemanan saja. Shikamaru? Si pemalas ini sebentar lagi akan bertunangan dengan kakak dari Kazekage Suna. Selama ini Sasuke tidak perduli akan dua hal yang diam-diam mengganjal dalam benaknya. Pertama, ia heran kenapa ia masih bertahan dalam kesendirian meskipun berkali-kali Naruto atau teman-teman yang lainnyamencoba mengenalkan Sasuke dengan beberapa gadis, ia sama sekali tidak tertarik—bukan berarti dia gay.
Hal yang kedua adalah hal yang sangat Enggan sasuke akui namun lagi-lagi menghantuinya diam-diam.
Sejak ia menginjakkan kakinya di Konoha ia menyadari satu hal yang selama ini tidak pernah ia perdulikan. Fakta tentang 'kenapa Uchiha Sasuke merasa aneh ketika ia tidak pernah tau keberadaan Haruno Sakura' kadang membuat ia mendengus kepada pemikirannya itu.
Rindu?
Ah bukan.
Dalam kamusnya tidak pernah ada yang semacam itu.
Hanya saja ia merasa aneh. Sakura tidak ada dimana-mana, namun semua teman-teman bahkan Tsunade dan Kakashi yang sekarang menjadi tetua desa pun tidak pernah membahas tentang dimana gadis musim semi itu.
Apa Sakura mati? Ck! Cedaslah Uchiha, bahkan saat pemakaman para shinobi yang gugur dalam perang tidak ada jasad Sakura.
Lalu dimana Sakura?
Bahkan jika di ingat-ingat secara teliti. Nama Sakura tidak pernah satu kali pun di lontarkan oleh siapapun selama ini.
"TEME!"
"Berhenti berteriak Naruto." Sasuke memandang tidak suka pada Sahabat pirangnya tersebut.
"Kau melamun apa Sasuke-san? Ingin menikah seperti Naruto ya?" Sai tersenyum sambil menyesap perlahan-lahan segelas ocha ditangannya.
"Sasuke pasti kesepian ya tinggal di rumah sendirian, pasti ingin menikah?" kali ini suara Chouji yang baru saja kembali dari kamar mandi terdengar.
"Iya sana Teme, menikahlah, memangnya kau mau jadi bujang lapuk ya?" Naruto segera mendapat deathglare paling mematikan dari Sasuke.
Sesi mencemooh Uchiha Sasuke berlanjut tanpa ia perdulikan, Sasuke tetap tenang meminum ocha perlahan-lahan.
Kegaduhan teman-temannya tiba-tiba berhenti seketika. Sasuke menyadarinya, ia merasakan semua chakra yang ada di sana iba-tiba tidak stabil. Sasuke tidak tahu dimana letak kesalahan dari perkatannya tersebt, namun sampai acara kumpul bersama itu selesai, yang Sasuke dapat hanyalah keheningan dan chakra yang masih tidak stabil.
.
.
"Bagaimana aku bisa seperti kalian kalau memikirkan wanita saja aku tidak sempat."
.
.
.
Sejak obrolan hari itu entah mengapa tidak pernah lagi ada satu pun yang membicarakan pernikahan di hadapan Sasuke. Bukannya Sasuke ingin di cemooh seperti tempo hari, ia hanya merasa aneh saja.
Apa yang sempat Sasuke lewatkan?
Apa yang tidak ia ketahui?
Kemana dia?
Gadis itu kemana?
Sakura kan namanya? Kenapa tidak ada satu pun hal yang bersangkutan dengan Sakura selama ini? Empat bulan lagi tahun baru, hampir dua tahun dan selama itu Sakura tidak lagi.
Ada perasaan gusar yang tumbuh semakin besar setiap harinya.
Sasuke menepisnya sejauh mungkin, namun nama Sakura seolah-olah selalu kembali ketika ia tepis berkali-kali.
Apa yang terjadi pada dirinya? Padahal sejak awal saat ia menyadari tidak adanya gadis itu ketika ia pulang ke konoha, Sasuke merasa itu bukanlah hal yang besar. Ia sama sekali tidak pernah merasa harus bertemu dengan gadis itu.
Sebuah pertanyaan sering menghantui Sasuke akhir-akhir ini…
Bagaimana… jika Sakura memang sudah tidak ada?
Sasuke merasa harus obat ketika paru-parunya sesak.
Hei! dia tidak punya obat sesak nafas 'kan?
Pesta pernikahan Naruto diselenggarakan sangat meriah malam ini. Hampir semua Kage dari berbagai Negara datang untuk menyaksikan acara pernikahan sahabat pirangnya tersebut.
Wajah Naruto menyiratkan kebahagiaan saat tadi mereka berdua berbincang-bincang sebelum Naruto membaur bersama tamu undangan yang lain.
"Hei Sasuke? Kau tidak ingin menyusul Naruto?" Sasuke yang sedang duduk sendirian sementara yang lainnya bardansa di tengah-tengah ruangan tiba-tiba dikagetkan oleh suara gadis yang ia hafal betul siapakah itu.
"Kau lupa kalau bos kita ini gay Karin?" suara lain menimpalinya, tidak perlu menoleh kearah belakang Sasuke tahu betul siapa suara-suara itu. Sasuke tidak berniat menanggapi dua orang yang kini duduk disampingnya. "Mau apa kalian kemari?"
"Aku bersama Karin juga di undang tau," Suigetsu memicing kepada mantan ketua tim Taka tersebut, "Jadi, kapan kau akan menyusul kami berdua Sasuke? Lihat? Bahkan Karin sudah hamil tujuh bulan." Setelah Sasuke memutuskan pulang, tim Taka resmi dibubarkan, Karin dan Suigetsu memutuskan untuk hidup bersama di Amegakure, sedangkan Jugo? Ia sudah meninggal dunia, jasadnya—yang sudah tidak berbentuk—dikebumikan bersama para pahlawan Konoha yang juga gugur dalam peperangan.
"Aku kasihan sekali anakmu mempunyai ayah berisik sepertimu, Suigetsu." Sasuke menyeringai. "Dasar Sasuke, mulutmu masih saja pedas, pantas saja kau belum menikah." Karin mengejek sambil mengelus perutnya yang sudah agak membuncit.
"Dimana yang lainnya? Tadi aku sempat bertemu dengan pelukis dan nona pirang Yamanaka di depan, juga yang bercepol dua bersama teman Naruto yang gemuk itu." Sasuke melirik Karin sekilas sebelum membuka mulutnya, "Mungkin belum datang, rombongan Kazekage Suna pun belum sampai dari tadi."
"Yoo..Sasuke."
"Sensei? Dimana nona Tsunade?" Sasuke beranjak dari tempat duduknya, mensejajarkan diri dengan sensei mesumnya yang masih saja bujangan, "Aa… dia masih ada urusan." Mata Kakashi menyipit menandakan ia tengah tersenyum dari balik maskernya.
"Urusan? Ditengah-tengah acara Naruto yang penting ini?" sekilas Sasuke melihat ekspresi terkejut dari mata Kakashi, namun belum sempat guru nya itu menjawab tiba-tiba Sai-Ino,Shikamaru-Temari, Chouji-Tenten dan Kazekage Gaara dating bergabung.
Sasuke tidak yakin, namun saat matanya bertemu dengan jade Gaara, ia melihat mata itu menyiratkan sebuah kekecewaan yang asing bagi Sasuke, hingga acara selesai kedua laki-laki yang sama-sama irit bicara itu tidak saling menyapa satu sama lain.
Awalnya ia tidak perduli, namun sebelum Sasuke pulang ke kediamannya, matanya sempat menangkap sosok Gaara tengah serius berbicara dengan Tsunade yang terlihat ketakutan bersama Shikamaru yang berdiri disamping Kazekage muda tersebut.
Dalam hati kecilnya diam-diam Sasuke merisaukan sesuatu yang ia sendiri pun tidak tahu apa.
.
.
.
Sasuke terbangun dari tidurnya dengan gerakan kasar, keringat dingin menetes dari pelipisnya. Sasuke tidak suka perasaan seperti ini, ia mencengkram sebelah dada dimana jantungnya berdetak tidak karuan.
"Sasuke-kun, aku mencintaimu."
Suara itu berdengung dalam telinga nya, suara seorang gadis yang mengganggu mimpinya barusan, suara yang diam-diam ia rindukan. "Sakura."
Sasuke berbisik lirih berkali-kali menyebut nama itu, berharap dapat mengurangi perasaan tidak enak yang tengah menguasai hati dan fikirannya.
Untuk pertama kalinya sejak ia menginjakan kakinya di Konoha, Uchiha Sasuke bersedia mengakuinya mentah-mentah.
Bahwa ia…
.
.
.
.
.
.
.
Merindukan sosok seorang Haruno Sakura.
OWARI?
Fic ini saya persembahkan untuk NUR LAILI SAKANTI yng setia menemani saya dengan kegalauan yang itu-itu saja XD
Terimakasih nee-chan sudah menjadi pelipur lara meskipun kita tidak pernah bertemu dalam dunia nyata *cuim jauh*
Thanks to : kak AY yang malem-malem aku tanyain tentang oneshoot ffn via BBM.
Masih banyak sekali kekurangan dalam fic ini, feelnya juga masih kurang :3 oiya, untuk fic yang WHY UCHIHA SASUKE akan saya update nanti sore.
Sampai bertemu di chapter depan.
Mind to review?
Salam sayang,
Cho lolo
