Halo, saya author baru disini. Ini fanfic pertama saya. Maaf jika hasilnya tidak sesuai dengan harapan para pembaca (m)-_-(m) Daripada lama-lama, saya persembahkan first ff saya… JRENG JRENG JRENG…. #Dramatisisasi (?)

Forbiden

by Yumiharizuki

Vocaloid bukan punya saya, tapi punya Crypton Future Media

Warning: masih abal, banyak typo, mungkin OOC, cerita kurang greget dan legit (?), dll

Part 1

Sang malam telah menyelimuti langit begitu pekatnya tanpa menyisakan seberkas cahaya bintang pun untuk menyinari langit. Bulan purnama penuh telah menampakkan wujudnya tak lama setelah itu, membuat biasan-biasan cahayanya menembus kepekatan malam tersebut. Lorong-lorong gang sempit yang ada di kota telah tersinari oleh cahaya lampu jalan seadanya. Di tengah keremangan gang sempit itu, terdengar isak tangis yang begitu memilukan hati. Tak ada siapapun yang menyadari keberadaan si pemilik suara tersebut. Wajar saja karena gang sempit itu memang tak sering dilewati oleh para pejalan kaki.

Isakan tangis itu semakin lama terdengar semakin kencang seakan tak bisa berhenti. Kepiluan itu seolah membuat sosoknya terus bergelung dalam kegelapan, menyatu dengan tumpukan kardus bekas dan sampah. Ia sama sekali tidak merasakan risih dengan kondisi tersebut. Yang terjadi adalah, ia makin merapatkan dirinya pada tumpukan sampah itu agar sosoknya semakin tidak terlihat.

Seorang gadis sedang menunduk, menyembunyikan wajah sembabnya dari dunia. Ia membenamkan wajah pada lututnya sambil terus menangis, membuat rambut panjang terurai nya menutupi dirinya. Ia tidak peduli jika ada orang jahat yang menganggunya, atau mungkin ada polisi yang menangkapnya karena disangka sebagai gelandangan. Baginya, kini hidupnya sudah sedemikian tak berharga. Bagaikan sampah yang ada disana, terkucilkan dan terbuang. Dirinya begitu kotor. Ia tidak bisa menjadi sosoknya yang dulu. Ia tak memiliki nyali untuk menunjukan dirinya pada semua orang. Dan ia merasa tidak punya tempat untuk kembali sekarang. Maka satu-satunya tempat kembali adalah tempat pembuangan sampah itu.

Angin malam yang dingin perlahan-lahan mulai membelai dirinya. Pakaian seadanya yang ia gunakan sama sekali tidak bisa menghangatkan dirinya. Ketika rasa dingin itu mulai terasa, ia pun mengangkat wajahnya dan mulai menggosok-gosok tangannya agar tetap hangat. Kemudian ia pun menutupi dirinya dengan lembaran koran yang ia temukan di dalam tempat sampah. Cara itu sama sekali tidak ada yang berhasil. Ia tetap kedinginan dan mulai menggigil. Pada akhirnya, ia kembali bergelung di tempatnya sambil berharap agar malam bisa membunuhnya dengan cepat.

Tiba-tiba terdengar suara getar diiringi dengan dering handphone milik gadis itu. Dengan enggan, ia melirik sekilas ke arah handphone berwarna pink yang ada di dekatnya. Rupanya ada panggilan masuk. Dari layarnya tertulis kata "Mama". Namun dirinya sama sekali tidak mengangkat telepon itu dan malah membiarkannya. Ketika handphone itu telah berhenti berdering, ia pun mengambil handphonenya dan mulai melihat ada apa saja beberapa jam lalu. Disana terdapat deretan riwayat panggilan tak terjawab dan juga pesan masuk dari beberapa orang. Tetap saja nama "Mama" lah yang paling sering menghubungi dia, disusul dengan nama "Gumi chan" dan juga "Rin chan". Tentu saja, siapa lagi yang akan menghubungi dan peduli kepadanya selain ketiga nama itu. Gadis itu masih terus mencari. Ia menanti nama seseorang tertera di layar handphone nya. Namun ia tak kunjung menemukan nama "Kaito" di riwayat panggilan maupun pesan masuk yang ada. Gadis itu kini merasa frustasi. Kembali terdengar isak tangis darinya.

"Tidak mungkin… Kaito… Jangan bilang ini kenyataan…," isaknya pilu. "Kamu… Kamu tidak mungkin… Melakukan hal ini… Kepadaku…,"

Gadis itu tiba-tiba berteriak kencang ketika kelebatan ingatan mulai muncul mengganggu pikirannya. Ia tidak ingin mengingat hal itu. Ia tidak mau mengingat hal yang sudah membuat hidupnya hancur seperti ini. Ingatan itu begitu menyakitkan, membuatnya harus berkubang dosa dan penyesalan yang mendalam. Ia menyesal tidak mendengar perkataan sahabat-sahabat terbaiknya. Ia menyesal telah membenci ibunya. Padahal sebelumnya ia telah berjanji pada dirinya sendiri, ataupun pada setiap orang yang ia percayai kalau dirinya tidak akan lagi terikat dengan laki-laki itu. Namun kenyataan yang ada justru lebih buruk lagi. Dan kini semua sudah terlambat. Ia hanya bisa menangisi dan menyesali apa yang telah terjadi pada dirinya.

Siang pun telah menjelang. Udara yang lembab mulai membuat kulitnya berkeringat. Kota itu begitu panas dan membuatnya tersiksa. Meskipun ia sekarang mengenakan pakaian yang sudah tidak utuh lagi; baju seragam kemejanya sudah compang camping dan sobek di berbagai sisi termasuk di bagian dadanya, juga rok sekolah dengan kondisi yang sama naasnya dengan kemeja bajunya, namun tetap saja masih terasa panas untuknya. Gadis itu pun menyisir rambut panjangnya dengan tangan. Ia ingat bahwa rambutnya yang selalu diikat dua kini telah tergerai bebas begitu saja. Mungkin itu salah satu hal yang membuat dirinya kepanasan. Ditambah lagi ia merasa haus dan lapar. Penderitaannya benar-benar lengkap saat ini.

Ditengah keputusasaannya, ia pun kembali melongok ke arah handphonenya. Saat memeriksa handphone itu, ia kembali menemukan pesan masuk. Kali ini dari "Mama". Akhirnya ia pun membaca pesan dari sang Mama untuknya.

To: Miku chan

From: Mama

Subject: No subject

Miku, sekarang kamu ada dimana nak? Sejak kemarin sore, Mama mencarimu kemana-mana. Mama sudah bertanya kepada kedua teman baikmu, Rin dan Gumi chan. Tapi mereka berdua sama sekali tidak mengetahui keberadaanmu. Mama juga sudah meminta mereka untuk mencarimu, namun mereka juga sama sekali tidak bisa menemukanmu. Miku, kenapa kamu tidak memberi kabar kepada kami? Tak ada satupun panggilan maupun pesan dari kami yang kamu jawab. Kami semua sangat mengkhawatirkanmu. Mama takut terjadi sesuatu kepadamu. Jika memang kamu membaca pesan ini, Mama mohon kepadamu untuk segera memberi kabar. Semoga kamu bisa cepat pulang ke rumah. Kami semua menunggu kepulanganmu.

Dengan cinta, Mama

Tanpa terasa, air matapun kembali menetes di wajah cantiknya. Ia merasa begitu bodoh karena selama ini telah membenci ibunya yang begitu Workaholic dan jarang meluangkan waktu untuknya. Ia begitu menyesal sekarang. Padahal ibunya seperti itu untuk membiayai hidup mereka selepas perceraian kedua orang tuanya. Namun tetap saja ia tidak bisa pulang. Ia tidak bisa mengabari orang tersayangnya mengenai keberadaan dirinya kini. Karena itu hanya akan menambah beban hidup mereka.

"Maafkan Miku… Miku sama sekali tidak bisa pulang. Bahkan Miku tidak tahu kapan bisa menemui kalian," gumamnya pilu.

Matahari kian terik menyinari bumi, namun segala aktivitas yang ada justru makin bertambah padat saja. Terdengar dari kejauhan suara klakson mobil saling bersahutan, juga ada suara seseorang yang sedang mempromosikan potongan harga daging di supermarket menggunakan pengeras suara. Gadis itu; Miku, menyadari bahwa dirinya tidak mungkin tidak makan dan minum sepanjang waktu. Walaupun mati adalah jalan terbaik yang bisa ia pikirkan, tapi dalam lubuk hatinya ia sama sekali tidak menginginkan hal itu. Ia pun mencari barang berharga di saku baju maupun roknya. Dirinya begitu bahagia saat menemukan pecahan uang yen di dalam saku roknya. Setidaknya uang itu cukup untuk membeli satu roti murah di supermarket.

Miku pun berusaha bangkit ditengah ketidakberdayaannya. Ia merangkak dan meraba dinding, mencari pegangan untuk bisa berdiri. Akhirnya ia bisa berdiri dan berjalan perlahan keluar dari gang sempit itu dengan terseok-seok. Kakinya gemetar seakan-akan kapanpun ia bisa jatuh. Ia merasa belum sanggup untuk berjalan. Ia masih merasakan sakit di selangkangannya. Tapi mau bagaimana lagi, ia memang harus pergi dari sana.

Sepanjang jalan, orang-orang memperhatikan dirinya. Tak jarang dari mereka berbisik-bisik dan mengernyit sambil menutupi hidung mereka dengan tangan. Miku sadar dengan penampilannya kini. Ia tak layak disebut sebagai seorang pelajar SMA, dan ia lebih terlihat sebagai gelandangan. Tapi Miku tidak ambil pusing dengan hal itu. Supermarket yang ia tuju berada di blok depan. Sebentar lagi ia sampai di supermarket.

"Selamat datang… Nona?"

Bahkan pramuniaga yang ada di belakang meja kasir pun bersikap sama seperti orang-orang tadi. Sikapnya yang ramah kini berubah menjadi tidak suka terhadap kehadiran Miku di dalam tokonya.

"Mau apa kamu?" tanya gadis seusianya yang menjadi pramuniaga di supermarket itu. "Kami tidak menerima gelandangan untuk meminta makan di toko ini. Dan bau busuk apa ini? Ini pasti berasal dari tubuhmu kan?"

"Maafkan aku… Tapi aku mau membeli roti," jawab Miku pelan. "Dan aku punya uang,"

"Apa? Jangan-jangan kamu habis meminta belas kasihan dari orang lain?" cecarnya sengit. "Sudah, sana pergi! Kamu bisa membuat pengunjung disini merasa terganggu dengan kehadiranmu! Apalagi dengan bau busukmu ini!"

Miku tidak ingin berdebat dengan gadis itu. Ia memutuskan untuk pergi dari tempat itu. Ia sudah mulai mendekati pintu keluar, ketika ia melihat sosok yang sangat ia kenal sedang berjalan berdua bersama seorang gadis dari balik kaca. Yang membuat Miku syok adalah, sosok itu tengah merangkul dan menggandeng gadis yang tengah bersamanya dengan intim.

"Tidak mungkin," gumamnya tidak percaya. "Itu Kai… to…,"

Tiba-tiba pandangan matanya mengabur. Pandangannya berangsur-angsur menjadi gelap. Matanya terpejam ketika tubuhnya melemah dan jatuh tertelungkup di lantai. Ia tidak bisa melihat apapun, hanya bisa mendengar suara kepanikan orang-orang yang ada di dalam supermarket. Dan pada terakhir kalinya, ia mendengar suara gadis pramuniaga supermarket yang tengah panik menelepon tim medis.

TBC

Nah, akhirnya part 1 selesai publish *menyeka keringat*. Maaf kalau terlalu pendek. Ditunggu reviewnya, dan mohon saran juga untuk fanfic ini… Jaa mata ne!

7