[No X MENGUMUMKAN HIATUS]

Menyusul keberhasilan konser perdana di 5 kota besar, boyband asuhan DANEnt—No X (No Exit) mengumumkan bahwa mereka akan hiatus untuk waktu yang tidak ditentukan seperti yang disampaikan oleh manajer mereka, Umino Iruka, pada konferensi pers Senin malam di Hotel Great Diamond. Sejauh ini tidak dijelaskan alasan di balik keputusan para member No X yang menyatakan hiatus, tapi manajer mereka bersikeras bahwa ini tidak ada kaitannya dengan konflik internal di antara member.

Seperti diketahui, No X terdiri dari lima cowok tampan yang bertalenta, yaitu Hyuuga Neji (Leader, Main Vocal), Sai (Lead Vocal), Uchiha Sasuke (Visual, Lead Dance), Uzumaki Naruto (Rap, Face of the group), dan Sabaku Gaara (Maknae, Main Dancer). Kelimanya pernah diberitakan terlibat insiden saat konser mereka di kota ke-4 berlangsung. Namun berita ini dibantah oleh pihak DANEnt. Hingga kini kelima member No X tidak diketahui keberadaannya.

[NARUTO No X MENJADI TUKANG PARKIR?]

Seorang penggemar No X bersikeras bahwa ia telah melihat salah satu member No X yaitu Uzumaki Naruto yang tengah membantu seorang pengemudi memarkirkan mobilnya di parkir basement sebuah mol di Konoha. Penggemar itu bahkan mengambil foto sebagai bukti, namun sayang, penerangan di tempat itu kurang jelas sehingga foto tampak buram. Namun jelas terlihat warna rambut orang di dalam foto itu adalah kuning cerah seperti warna rambut Naruto. Menyangkut pemberitaan mengenai artis asuhannya, DANEnt menganggap itu hanya gosip belaka.

[Sasuke dan Sai No X terlibat adu jotos?]

Kedua member No X yang terkenal dengan wajah tampan mereka, dengan rambut gelap dan tatapan memikat serta senyum yang sanggup melelehkan hati para penggemarnya ini dikabarkan terlibat adu jotos. Hal ini memang masih sekedar spekulasi setelah para penggemar menyambut kepulangan mereka seusai konser di Bandara Internasional Konoha. Di salah satu foto, terlihat Sai memakai syal hingga menupi sebagian wajahnya. Mengingat isu tentang konflik internal di konser sebelumnya, para penggemar menduga Sai tengah mencoba menutupi bekas luka di wajahnya. Sementara Sasuke memakai kacamata hitam besar dan topi yang membuat wajahnya sulit dikenali.

['Pet' apakah eksis?]

Belum lama ini sebuah topik ramai diperbincangkan di internet. Para penggemar menyebutnya sebagai 'pet'. Sosok dan arti dari kata 'pet' itu masih menjadi rahasia. Menurut spekulasi yang beredar, 'pet' adalah semacam 'peliharaan' boyband No X yang dipekerjakan untuk menghibur para membernya. Meski terdengar aneh, banyak dari penggemar No X mengakui mereka tidak keberatan dijadikan 'pet' selama bisa dekat dengan sang pujaan.

.

.

Tsunade membanting koran di tangannya itu ke meja. Saking kesalnya, kulitnya yang mulus jadi tampak berkerut saat ia menyipitkan mata dan menukikkan alis marah. Gejolak di dadanya tak lain akibat membaca artikel-artikel di koran yang tak henti-hentinya menyoroti No X—boyband yang bernaung di bawah agensinya. Dengan tangan gemetar, Tsunade menyambar gagang telepon dan membentak pada orang malang di ujung sana.

"Panggilkan mereka, SEKARANG!"


No Exit, No Choice [Web of Life]

Naruto © Masashi Kishimoto

Story by C.M.A

Pair : NejiTen, SaIno, SasuSaku, NaruHina, GaaMatsu, ShikaTema.

(Pair di atas adalah pair yang akan bersatu di ending, jadi jangan heran kalau di beberapa chapter seperti mereka bermusuhan atau tertarik dengan tokoh lain, namanya juga konflik :'D Dan tolong jangan bully saya~~~)

Happy reading, minna~~


Pagi yang cerah di awal musim semi. Aroma bunga liar yang menyembul dari balik tumpukan salju di tepi jalan menambah euforia tersendiri. Perlahan sinar matahari yang hangat menyinari seantero Kota Konoha, mengabarkan bahwa musim semi sudah datang. Burung-burung dan binatang yang baru selesai dengan masa hibernasi-nya mengintip malu-malu dari semak belukar dan saling bertukar sapa, bertanya pada angin yang membawa serbuk bunga apakah hari sudah lebih hangat?

Dipungkiri bagaimanapun, musim semi selalu membuat semuanya lebih ceria. Gebyar warna bunga di atas kepala membuat awan putih seolah berhias kertas warna saat orang menengadahkan wajah. Belum lagi angin sejuk yang semakin memanja, membuat semua orang berbondong-bondong keluar dan meregangkan tubuh yang sebelumnya kaku membeku di musim dingin.

Saat semua orang memilih berjalan-jalan santai di sekitar taman dan rumah, bersepeda, atau pun asik mengamati aktivitas orang lain dengan pakaian tipis sederhana, seorang cewek tinggi semampai malah menggerutu dari balik kaca mobilnya yang gelap. Mengamati dengan tatapan sinis orang-orang yang menghambat laju kendaraannya.

"Cepatlah, aku tidak ingin mendengar nenek mengoceh panjang lebar hanya karena aku telat beberapa menit," titahnya pada sang sopir dengan nada bosan. Harusnya ia sudah tiba sejak sepuluh menit yang lalu andai saja pelayannya tidak salah mengambilkan sepatu yang dimintanya. Astaga. Dia sudah bilang kalau ia minta diambilkan sepatu berwarana biru toska, bukannya hijau muda! Gara-gara itu, ia menghabisakan waktunya yang berharga untuk mengomeli si pelayan dan menyuruhnya memeriksakan mata ke dokter.

"Baik, Nona." Sadar dengan emosi labil sang nona besar, sopir itu menyanggupi tanpa bantahan apapun. Melirik dari spion depan, ia bisa melihat nonanya sedang dalam mode garang.

Seperti biasa, seorang Yamanaka Ino tampil modis dengan setelan musim semi terbaru yang dibelinya langsung di Milan. Kacamata branded berwarna karamel bertengger di atas hidungnya, menghalau cahaya pagi yang membuat pupilnya menyipit tak suka. Rambut pirang panjangnya terikat membentuk satu kuncir panjang yang tersampir di bahu kiri, persis seperti air terjun emas saking berkilaunya. Kuku-kuku tangan dan kakinya tak kalah menarik perhatian dengan cat sewarna tembaga dan hiasan yang begitu rumit dan cantik.

Sayangnya, wajahnya tidak tampak senang. Rahangnya kaku dan sudut bibirnya berkedut. Tiap berapa menit, sopirnya mendengar Ino memaki rendah, mirip desisan ular berbisa yang siap menyemburkan bisanya pada siapa saja yang kelewat bodoh menantangnya. Oleh karena itu, sang sopir sekali lagi menghembuskan napas dan fokus menyetir, bertekad mengantarkan nona mudanya ke tempat tujuan dengan secepat kilat.

Dering samar ponsel sang nona memecah keheningan. Sambil menggerutu, Ino mengeluarkan ponselnya dari tas kecil yang ada di pangkuannya.

"Apa?" Tanpa salam, dan tanpa peduli siapa yang meneleponnya. Tapi tidak masalah karena itu adalah sepupunya.

"Apanya yang 'apa'?! Sial kau Ino! Aku akan menjambak rambut kebanggaanmu itu saat kita bertemu!" Rupanya yang di seberang sana juga sedang kalap dan tidak peduli etika sama sekali. Samar terdengar suara barang-barang bertubrukan dan jeritan orang-orang.

"Kau mengamuk di mana?" Ino tak bisa menahan diri untuk tidak bertanya. Sepupunya ini biasanya menghindari tempat gaduh karena ia butuh banyak konsentrasi untuk belajar—kecuali kalau dia sendiri biang gaduhnya.

"Mengamuk di rumah sakit!"

"Sinting!"

"Diam kau, Pig! Tahu akan begini kejadiannya, kubiarkan saja kau menelan malu di meja kasir. Sekarang malah aku yang kena sial!" Sepupunya balas mengomel panjang lebar dilatari bunyi nampan besi yang jatuh berklontang di lantai. "Minggir!" Ino mendengar cewek itu menggeram kesal entah pada siapa. "Lalu kau sendiri sedang di mana?! Kalau kau tidak tiba dalam waktu kurang dari sepuluh menit, aku akan menyuntik dadamu dengan formalin!"

"Sakura! Kau gila, ya? Ancaman macam apa itu? Mengerikan!" Ino agak histeris mendengar ucapan cewek di seberang sana yang sama sekali tidak terdengar seperti lelucon. "Kau akan kutuntut kalau sampai berani! Calon dokter macam apa kau, mengancam orang-orang yang harusnya kau obati?!"

"Obati apa? Aku bukan spesialis kejiwaan tahu! Dan kau itu sakit jiwa, bukan fisik! Apa matamu itu tidak bisa melewati satu saja barang di etalase toko, hah?! Total belanjaanmu sangat tidak manusiawi tahu!" Sakura balas berteriak.

"Che. Untuk apa memegang kartu kredit unlimited kalau hanya jadi pajangan di dompet?!" Ino melepas kacamatanya saking ia terbawa emosi saat adu argumen dengan Sakura.

"Unlimited apanya! Sudahlah! Aku tidak mau dengar ocehanmu lagi! Pokoknya jemput aku secepatnya!"

Klik.

"Hei! Hei! Ck! Dasar jidat lebar tidak sabaran!" Ino memelototi ponsel di genggaman tangannya dan melemparnya ke sisi lain mobil, membuat supirnya terlonjak di depan kemudi. "Cepat ke RS Senju! Aku tidak mau dengar ocehan berisik orang itu apalagi sampai berurusan dengan jarum suntiknya!"

"Si-siap, Non!"

Dan sepuluh menit kemudian menjadi menit-menit paling menegangkan bagi sang sopir karena Ino dan kemarahan di pagi hari adalah kombinasi kombo yang paling menakutkan.

.

.

Di sebuah ruangan bundar bernuansa putih yang dilengkapi bar dan dua set sofa, seorang cewek berambut biru gelap dengan perlahan meletakkan dua gelas minuman dingin di hadapan dua cewek lain yang seluruh tubuhnya menguarkan aura hitam pekat. Mau disenyumi dengan semanis apapun, balasan yang didapat hanyalah kedutan samar di bibir, jadi Hinata—nama cewek itu—memilih berdiri di sisi sofa dengan tangan memegang nampan.

"Masih lama?" tanya cewek yang sejak tadi tak bisa diam untuk tidak menyentuh rambut pirang panjangnya. Satu kakinya bertumpu di atas kaki yang lain dan menghentak-hentak tak sabar. Sementara cewek berambut sewarna kelopak bunga sakura di sebelahnya hanya diam sambil meneguk cairan manis dari gelasnya. "Sial, aku masih ada pemotretan setelah ini!" umpat Ino saat gelengan Hinata ia dapatkan.

"Sejak kapan kau datang tepat waktu?" sindir Sakura yang meletakkan gelasnya kembali dengan gerakan anggun.

"Diam." Ino mendesis. Sungguh, bukannya ia suka marah-marah—hal itu membuat orang cepat tua dan Ino benci itu—tapi ini sudah lebih setengah jam dari waktu yang disepekati.

"Nyonya Tsunade bilang ia akan tiba setengah jam lagi," Hinata—sang asisten manajer yang sial harus berhadapan dengan cucu pemilik DANEnt ketika mood keduanya buruk—berujar hati-hati sambil melirik ke arah Ino dan Sakura. Benar saja, keduanya langsung melengos.

"Nenek pasti marah sekali padamu, Pig. Harusnya aku menyembunyikan kartu kredit itu jauh-jauh hari." Sakura mengeluh sambil memijat pangkal hidungnya. "Sekarang aku jadi ikut terseret."

Ino ingin membantah, tapi ia tahu ini memang kesalahannya. Tapi, cewek mana yang tahan digoda oleh kartu kredit unlimited yang seolah memanggil-manggil dari dalam dompetnya? Tentu saja Ino tidak akan mengabaikan begitu saja. Yah… mungkin dia memang sedikit berlebihan, hingga neneknya—Senju Tsunade—memblokir kartu kredit miliknya.

Kejadiannya tiga hari lalu, saat Ino sedang belanja awal musim semi. Segala macam pakaian dan pernak-perniknya benar-benar membuat Ino kalap hingga ia memborong semuanya. Sialnya, saat ia mengangsurkan kartu kreditnya untuk membayar, ia malah mengetahui kalau kartu itu diblokir. Kepalang tanggung dan malu, Ino menelepon sepupunya—Sakura—yang juga memiliki kartu kredit serupa pemberian sang nenek dan meminta bantuannya. Namun, itu hanya menambah daftar kesalahan Ino, dan Sakura akhirnya ikut terjebak dalam hukuman sang nenek yang masih belum jelas bentuknya.

"Lalu apa yang kau lakukan di sini?" Sakura menatap Hinata. Cewek yang tengah menyelesaikan studinya di sekolah kedokteran itu heran melihat asisten manajer Umino Iruka itu yang menyambut mereka di kantor DANEnt. "Tidak bersama Paman Iruka?"

Sakura dan Ino sudah tahu seluk-beluk bisnis neneknya. Bagaimanapun, ini adalah bisnis yang akan mereka pertanggungjawabkan suatu hari nanti—minus Sakura yang lebih memilih menjadi dokter dan menjalankan RS Senju milik sang Nenek—hingga mereka mengenali siapa saja yang bekerja pada neneknya. Tidak secara personal, namun khusus bagi Hinata, mereka mengenalnya baik karena sempat satu sekolah saat SMA. Agak mengherankan mengapa cewek cerdas dan berasal dari keluarga Hyuuga yang terhormat seperti Hinata memilih bekerja sebagai asisten manajer. Atau mungkin dia sengaja dikirim keluarganya untuk mengawasi sang kakak sepupu—Hyuuga Neji.

"Nanti manajer juga akan datang," jawab Hinata dengan suaranya yang lembut.

"Eh? Untuk apa?" Ino menurunkan kakinya dan menatap Hinata serius. Akhir-akhir ini manajer berambut cokelat itu pasti sedang pontang-panting meredam berita-berita miring anak-anak nakal—maaf, Ino bukan fans mereka, bahkan hanya sekali bertemu langsung—yang sedang panas-panasnya. Karena itu, untuk apa Umino Iruka ikut datang?

Hinata hanya mengangkat bahu tanda tak tahu dan memberi senyum tipis.

"Ah sudahlah. Terserah nenek saja, aku tak peduli." Sakura menyandarkan tubuh ke punggung sofa dan menutup mata dengan satu lengan. Ia masih mengantuk karena kurang tidur semalam.

Ino melirik Sakura sekilas dan menghembuskan napas berat sebelum kembali menatap Hinata yang masih berdiri di samping sofa. "Hei, duduk saja. Kau memangnya tidak capek berdiri terus?"

Cantik dan angkuh, tapi Ino tahu cara memperlakukan orang—meski tidak semua diperlakukan sama. Dan syukurnya Hinata adalah satu dari sedikit orang yang beruntung mendapat perlakuan istimewa itu. Tersenyum berterima kasih, Hinata mengambil duduk di hadapan Ino dan meletakkan nampannya di atas meja.

"Bagaimana dengan pekerjaan Anda, Yamanaka-san?" Hinata bertanya.

"Ck. Panggil saja Ino. Jangan bersikap formal padaku, kita teman satu SMA. Jangan bilang kau lupa kalau pernah memberikanku contekan saat pelajaran matematika?" Ino menyibak rambut panjangnya ke belakang punggung dan meminum minumannya. Hinata tersenyum.

"Aku hanya mencoba berlaku sepantasnya. Kau 'kan nanti yang akan memegang perusahaan ini setelah Nyonya Tsunade pensiun."

"Itu masih sangat lama. Kau tidak lihat? Kulitnya saja masih selicin meja kaca ini." Ino mengibaskan tangannya dan meletakkan gelasnya lagi di atas meja. "Dan soal pekerjaanku, aku mulai ditawari menjadi aktris. Tapi aku masih ingin menyeriusi dunia modeling. Karena itu juga aku berharap nenek tidak pensiun dalam waktu dekat. Aku tidak mau tiba-tiba bekerja di balik meja."

"Kau memang hebat. Semua keluarga Senju memang pekerja keras ya?" Hinata menatap Ino dengan binar kekaguman. Hinata memang menganggap duo sepupu itu sebagai orang yang pantas dikagumi. Meski hidup bergelimang harta, keduanya tak malu untuk bersusah payah bekerja. Mungkin hanya dalam hal berbelanja saja kekurangan Ino, sebab sebagai model, ia tak tahan jika melihat barang bermerk berkeliaran di depan mata.

"Yang pekerja keras itu kau. Kadang aku tak habis pikir bagaimana mungkin orang secerdas kamu mau mengurusi lima cowok imbisil yang merepotkan itu. Kau pasti capek." Ini memang hal yang ingin Ino utarakan sejak dulu. Karena jujur saja, Ino pernah melihat No X di salah satu variety show dan menyimpulkan betapa anehnya—setidaknya Ino berpikir begitu—cowok-cowok itu membuat Ino penasaran mengapa Hinata bisa bertahan sampai sekarang.

Mendengar penuturan Ino, Hinata hanya bisa tersenyum—tegang. Jika Ino teliti, ada setitik keringat di dahi mulus Hinata dan duduk cewek itu berubah tak nyaman.

"Aku… hanya mencoba melakukan yang terbaik," ujar Hinata hati-hati sambil melirik ke arah Sakura yang terlihat sudah jatuh ke alam mimpi. Cucu Tsunade yang satu itu memang mudah tertidur di mana-mana, Hinata sudah hapal kebiasaannya itu sejak SMA.

Ino memajukan duduknya, menyilangkan kaki dan meletakkan dagu di atas tangan yang bertumpu di lengan sofa. "Serius deh. Aku bahkan ikut pusing melihat pemberitaan akhir-akhir ini. Apa itu benar? Belum lagi soal 'pet' itu. Dan lucunya, ada penggemar yang bilang kalau mereka rela menjadi 'pet'."

Senyum Hinata semakin kaku mendengar ucapan Ino. Mencoba tersenyum, Hinata menjawab dengan hati-hati. "Soal itu, kamu bisa tanyakan langsung pada Nyonya saat ia datang."

"Loh? Kau 'kan asisten manajernya?" Ino menaikkan alis.

"I-itu…"

Belum sempat Hinata menjawab, pintu bercat hitam ruangan itu menjeblak terbuka karena satu tendangan. Terdengar seruan, "Jangan ditendang, Naruto!" sebelum lima orang yang sejak tadi Ino bicarakan muncul diikuti seorang pria berusia mendekati tiga puluhan yang berjalan paling belakang

"Oh, hai, Hinata-chan," Naruto—sang penendang pintu—berjalan paling depan. Hari ini ia mengenakan kaos putih polos dengan celana jins hitam dan sneakers biru-kuning yang mencolok mata. Senyum sejuta watt miliknya tersuguh cuma-cuma. Untuk sejenak, Ino menaikkan sebelah alisnya. Melihat Naruto secara langsung—dan sedekat ini—memang baru kali ini dialaminya dan ia agak tertegun dengan senyum cowok itu. Tidak heran cowok ini banyak fans-nya meski kelakuannya masih seperti bocah—rusuh. Naruto balas menatap Ino heran seraya duduk di samping Hinata.

Di belakang Naruto, ada seorang cowok berwajah kalem dengan rambut cokelat panjang yang diikat longgar di bagian ujung. Ino mengenalinya sebagai Neji, kakak sepupu Hinata. Seperti biasa, cowok itu tampak berkharisma meski hanya memakai kemeja yang rapi terkancing dan dimasukkan ke dalam celana bahan berwarna hijau gelap. Ia lah yang tadi berteriak pada Naruto yang diacuhkan begitu saja oleh cowok blonde itu.

Berdiri saling menjaga jarak di belakang Neji adalah Sasuke dan Sai. Keduanya kompak memakai baju hitam-hitam dengan gaya dan aksesori khas mereka sendiri. Sasuke dengan topinya dan Sai dengan syalnya. Terasa aura permusuhan yang cukup jelas menguar dari keduanya. Sepertinya berita di koran terbitan dua hari lalu bukan sekedar gosip. Begitu masuk, keduanya langsung mengambil duduk berjauh-jauhan. Sai—dengan cueknya—mengambil duduk di sebelah Ino sementara Sasuke duduk di single seat di dekat jendela.

Dan yang terakhir adalah Gaara, anggota temuda No X yang terlihat seperti panda dengan mata hitamnya. Pakaian yang dipakainya saat itu—kaos oblong putih—membuat kulit porselennya terekspos, dipadu dengan jins tiga perempat berwarna merah bata. Namun yang paling menarik perhatian adalah tongkat yang terselip di bawah lengan cowok itu juga memar samar di lengan atasnya. Dibantu Iruka, Gaara duduk di single sofa di dekat meja bar.

Aksi tatap-menatap masih terjadi di antara Ino dan Naruto, diikuti Neji, Sai dan Sasuke. Hinata hanya bisa mengamati dalam diam sambil bertukar tatapan khawatir dengan Iruka yang tersenyum miring.

"Nyonya Tsunade akan tiba sebentar lagi," Iruka mengumumkan, memecahkan keheningan tiba-tiba di ruangan itu. Ino seolah tersadar dari acara tatap-mata-saya dan menepuk pelan bahu Sakura hingga cewek itu menggeliat pelan.

"Bangun, forehead. Nenek akan datang sebentar lagi," Ino kemudian merapikan rambutnya dan menyampirkannya ke depan lagi, mencoba mengabaikan tatapan penasaran kelima—tiga sebenarnya, Neji sedang sibuk menanyakan keadaan kaki Gaara—anggota No X ketika mendengar kata 'nenek' terucap dari mulut Ino.

"Umhh…" Sakura meregangkan tubuhnya dengan satu tangan menutupi mulut yang menguap lebar. Masih sambil menguap, Sakura berdiri dan mengerjapkan mata. Agak lama Sakura mengerjapkan mata dan berdiri diam, sepertinya ia masih setengah sadar dan mengira enam orang tambahan yang sekarang berada di ruangan itu adalah penampakan. Dengan suara yang sedikit serak, Sakura berkata, "Aku mau cuci muka," lantas berlalu diikuti tatapan mata milik semua orang.

"A-aku akan buatkan minum," Hinata ikut berdiri dan berjalan ke arah bar. Mendengar Hinata yang akan membuatkan minum, Naruto dengan cepat berdiri dan mengikutinya.

"Buatkan aku segelas banana milkshake, Hinata! Ada tidak di sini?" dan dengan ucapan Naruto yang ceria dan nyaring itu, dua anggota No X lain seolah tersadar dan ikut berseru keras.

"Buatkan aku ocha!" dan "Buatkan aku milk tea!" terdengar bersamaan dari mulut Sasuke dan Sai. Keduanya kemudian beradu death glare sebelum membuang wajah masing-masing.

"Che, dasar anak kecil," cibir Naruto dengan seringai melihat keduanya yang bertingkah seperti kucing dan anjing. Dibanding Neji yang melihat ini sebagai tanda-tanda kehancuran mereka, Naruto malah menganggap ini hiburan yang seru. Kapan lagi melihat Uchiha di sana itu tampak jelek dengan wajah berlipat-lipat?

Neji yang sudah selesai mengecek keadaan Gaara sekarang beralih pada Sai dan Sasuke. Ia menghela napas berat. "Bisakah kalian hentikan? Kalian bukan anak kecil," ujar Neji tegas. Tapi keduanya masih membuang pandang, menolak melihat satu sama lain.

"Aku bukan, tapi dia yang anak kecil. Buta nada tapi berani mengomentari nyanyianku. Apa itu bukannya hal yang dilakukan anak kecil? Sok tahu." Sai melemparkan amunisi pertamanya. Dengan cepat ucapannya itu mendapat balasan tak kalah kasar.

"Kalau kau sudah bisa split dengan benar, barulah bertingkah seperti Kakashi-sensei!" Sasuke menatap Sai galak. "Jump-mu saja masih sering salah timing!"

Tiba-tiba saja ruangan putih itu berubah suram dilatari petir khayalan yang menyambar-nyambar di langit-langit. Iruka hanya bisa mengurut dada dan bertukar pandang dengan Hinata. Mengerti kode yang diberikan Iruka, cepat-cepat Hinata menyuguhkan minuman yang dibuatnya secepat kilat untuk pengalihan perhatian.

"Ini, diminum dulu." Dibantu Naruto, Hinata membagi-bagikan minuman pada para cowok. Saat ia melewati Ino, dilihatnya cewek itu tengah mengerutkan alis dalam-dalam. Sepertinya ini pertama kalinya Ino melihat anggota No X bertengkar—atau malah pertama kalinya melihat langsung? Ino terhitung jarang mampir ke markas DANEnt ini.

"Hei! Aku baru ingat! Kau Yamanaka Ino kan? Si model itu? Ya kan?! Pantas aku seperti mengenali wajahmu!" tiba-tiba Naruto sudah menyorongkan wajahnya didepan wajah Ino. Tangannya menumpu di atas meja kaca dengan satu lutut ikut naik ke tepiannya. Benar-benar rusuh.

Ino berdeham pelan karena risih dengan posisi mereka dan tatapan mata semua orang yang sekarang tertuju padanya. Mencoba bersikap sopan, Ino menggeser duduknya sedikit. "Ya. Saya Yamanaka Ino."

Mendengar jawaban Ino, Naruto langsung bersorak dan menegakkan tubuh lagi. "HA! Sedang apa kau di sini? Apa kau yang akan jadi model video klip kami beri—"

"Awas!"

"Naruto-kun!"

"Minumanmu!"

Belum sempat Naruto menyelesaikan ucapannya, ia terkejut saat tanpa sadar ia menubruk sesuatu—tepatnya seseorang—hingga banana milkshake miliknya tumpah membasahi pakaian orang itu. Terlambat sudah teriakan peringatan Neji, Hinata, dan Iruka.

Haruno Sakura yang baru kembali dari toilet—

—dan tatapan mautnya yang seolah mengatakan ia akan menunjukkan apa itu neraka dalam waktu dua detik pada objek tatapannya. Cepat-cepat Ino bangkit dan berdiri di antara Sakura dan Naruto. Sakura yang baru bangun tidur adalah lawan terakhir yang ingin kau hadapi.

"MAAF! Aku tidak tahu kalau ada orang di belakangku!" Naruto mengeluarkan sapu tangannya yang berwarna kuning cerah dari saku jeans dengan panik, tapi langsung ditolak Ino.

"Tidak usah," kata Ino sambil menarik Sakura yang masih memelototi Naruto ke seberang ruangan.

"Ini kemeja favoritku," Sakura mengerang tertahan dengan mata masih tertuju pada Naruto yang panik sendirian. Tapi Ino sekuat tenaga menghalau sepupunya dari hasrat menyuntiki Naruto hingga tubuhnya kaku seperti mayat.

"Su-sudah. Ganti saja pakaianmu. Nenek sebentar lagi datang. Aku akan ambilkan satu kardigan untukmu." Ino menepuk-nepuk pipi Sakura hingga cewek itu terfokus padanya. Sakura hanya berdecak pelan sebelum mengikuti saran Ino dengan ganti baju di tempat. Diulangi sekali lagi : Sakura ganti baju di tempat!

Seolah enam pasang mata cowok di ruangan itu tak kasat mata, Sakura dengan cepat melepas kemejanya dan menyisakan tubuh bagian atasnya dalam balutan kaos singlet berwarna putih yang mengekspos kulit putih susunya juga otot bisep dan trisep hasil nge-gym yang menjadi rutinitasnya. Noda banana milkshake Naruto tercetak samar di bagian dada kaos itu. Sakura berdecak sekali lagi sebelum melemparkan kemeja kotornya pada Ino.

"Kau akan mengganti itu," desisnya rendah pada Naruto yang hanya bisa berdiri diam dengan tampang bodoh.

"Sudah, sudah. Pakai ini, tutupi tubuhmu." Ino mengangsurkan sebuah kardigan berwarna hijau muda dari dalam tasnya.

Neji yang merasa ikut bertanggung jawab atas kelakuan anggotanya, maju mendekati Ino dan Sakura yang tengah memakai kardigan itu dengan wajah jutek luar biasa.

"Maafkan dia, dia memang suka ceroboh. Hal ini tidak akan terjadi lagi," kata Neji dengan kesadaran penuh bahwa ia sedang bicara dengan cucu pemilik DANEnt disertai bonus senyuman maut yang seharusnya bisa meluluhkan hati cewek manapun—

"Ajari dia yang benar, leader macam apa kau?!"

—tapi rupanya tidak mempan pada Sakura.

"Sudahlah Sakura," Ino kembali menengahi. Bisa panjang urusannya kalau Sakura dibiarkan mengomel.

"Hei, jaga ucapanmu pada leader-ku!" Naruto malah berubah marah mendengar ucapan Sakura. Ia maju dan menatap Sakura tajam yang dibalas dengan pandangan sinis Sakura.

"Diam bocah. Cepat pel tumpahan minumanmu sekarang sebelum aku memakai wajahmu sebagai pel-annya."

Ancaman itu terdengar cukup serius bahkan bagi Sasuke yang duduk diam di ujung ruangan. Sejak Sakura berjalan memasuki ruangan itu, ia melupakan sebentar persoalannya dengan Sai dan tak lepas menatap cewek itu. Baru kali ini ia melihat warna rambut yang begitu mencolok dan mata yang begitu hijau.

Mengancing asal kardigannya, Sakura keluar dari kerumunan kecil itu dan duduk di tempatnya semula, menenggak habis minumannya dan meletakkan gelas di tangannya sepelan ia bisa. Ia masih mendapati Naruto menatapnya sengit. "Apa?" tanyanya galak. Namun belum sempat Naruto menjawab, sesosok wanita masuk diikuti seorang wanita lain yang memeluk seekor babi kecil.

"Nyonya!" Iruka terlonjak kaget atas kemunculan orang yang mereka tunggu tepat sebelum Sakura dan Naruto perang mulut. Untungnya semua perhatian teralihkan pada wanita berusia lima puluh tapi bertubuh tiga puluh itu. Dengan dagu terangkat tinggi dan langkah yang mantap, Tsunade menuju meja yang dikhususkan untuknya dan duduk di belakang meja itu.

Untuk sesaat, ruangan itu kembali hening dengan Tsunade yang membuat semua orang terintimidasi hanya dengan tatapannya. Bahkan Sakura menegakkan tubuhnya di hadapan sang nenek saat tatapan matanya berpindah ke masing-masing wajah di ruangan itu.

"Iruka!" Iruka terlonjak lagi saat Tsunade menyebut namanya dan memintanya mendekat dengan satu jari. Cepat-cepat pria itu menghampiri meja Tsunade. Asisten kepercayaan Tsunade—Shizune—hanya senyum-senyum melihat tampang Iruka.

"Bagaimana dengan penanganan berita akhir-akhir ini?" tanya Tsunade langsung saja. sekilas ia melirik para member No X yang langsung berubah gugup maksimal—terutama Naruto—kecuali sang leader, yang berhasil stay cool dengan wajah datar.

"Sejauh ini sudah diambil tindakan-tindakan khusus untuk menekan pemberitaan itu. Kami juga sudah melayangkan surat resmi ke beberapa surat kabar untuk meminta mereka menghentikan pemberitaan tentang No Exit. Hingga semuanya kembali normal, grup akan dihiatuskan."

Tsunade termangu sebentar sebelum kembali fokus pada anak-anak muda di ruangannya. Menarik satu rokok dari kotak rokok di saku blazernya, Tsunade menatap Neji. "Aku tidak akan tanya, hanya butuh janji kalian kalau hal ini tidak akan terulang lagi," ujarnya. Terkesan santai tapi sangat mematikan. DANEnt tidak berusia hitungan hari melainkan tahun. Keberhasilan agensi itu adalah berkat Tsunade yang menjalankannya dengan tangan besi. Hanya orang bodoh yang berani membantah ucapan wanita itu.

"Saya mengerti, maaf untuk semua kesulitan yang sudah kami sebabkan." Neji membungkuk sembilan puluh derajat diikuti member lain—minus Gaara yang agak kesulitan dengan kakinya.

"Bagus. Untuk seterusnya, ikuti instruksi Iruka." Tsunade menyalakan rokoknya dan menghisapnya dalam sebelum menghembuskannya dalam bentuk asap-asap melingkar di udara. "Dan kalian, Ino, Sakura,"—keduanya duduk semakin tegap, "ada harga yang harus dibayar untuk semua barang-barang itu."

Ino dan Sakura saling lirik dan berdecak penuh sesal. Neneknya bukan orang yang suka memberi hukuman, maka jika itu sampai terjadi, bisa ditebak kalau hukumannya sangat ekstraordinary.

"Apa itu, Nek?" Sakura memberanikan diri untuk bertanya.

Tsunade menghisap rokoknya lagi sebelum melanjutkan dengan tatapan tajam terarah pada keduanya. "Kalian berdua harus membayarnya dengan tubuh kalian."

WHAATT—?

Bak bom atom, ucapan Tsunade itu membuat kedua cucunya jantungan. Tapi belum sempat protes, keduanya kembali dibungkam oleh ultimatum sang nenek.

"Selama No Exit hiatus, kalian akan membantu Hinata mengurus mereka," jeda sebentar, "atau serahkan semua fasilitas pemberian nenek sekarang juga."

Sakura dan Ino bertukar pandang. Anggota No X bertukar pandang. Bahkan Gaara yang sejak tadi diam, ikut menaikkan alis imajinatifnya dan bertukar tatapan dengan Hinata.

Mereka semua berpandangan.

Sedetik…

Dua detik…

Tiga detik…

"Itu dia hukuman kalian."

DAMN!

.

.

.

A/N : Ada yang aneh dengan fic ini, entah mengapa :v Sakura terlalu garang, Ino jadi nona besar, Hinata malah jadi asisten manajer, dan APA-APAAN ITU SASUKE! SasUKE mau nge-dance? Alamaakk…padahal dia yang nentuin (ini gak asal pilih loh XDD). Soal kelabilan coretekonomicoret emosi chara-nya ini akibat eksperimen saya yang mencoba membuat masing-masing tokohnya berbeda dan unik. Saya mencoba untuk membuatnya tidak terlalu OOC. Anggaplah keunikan pemberian saya adalah altar ego mereka yang lain :3 /gakgitu

Err… saya tidak tahu apa fic serupa ini sudah ada sebelumnya. Tapi fic ini murni dari hasil saya berkhayal. Untuk spesifikasi peran kelima cowok itu dalam boyband, saya mengikuti pembagian umum dalam boyband-boyband Korea sebab saya tidak tahu kalau di Jepang itu bagaimana.

Dan fic ini bergenre Romance-Drama yang sepertinya bakalan panjang berdasar plot kasar di kepala saya. Apalagi belum semua tokoh muncul :3 selain panjang, mungkin banyak konflik ngejelimet seperti benang kusut mengingat judul alternatifnya [Web of Life] itu. Jadi ke depannya semua tokoh ini akan terjebak di 'jaring kehidupan' yang lengket dan saling menempel. Mungkin masih burem banget, maklum, chapter awal :3 Tapi jangan harap konfliknya seberat kapal tenker karena isi otak saya aja gak seberat baling-balingnya. Mungkin lebih ke konflik penuh fluffy. Eaaa :v dia mikirnya gak bisa rumit sih. Jadi yang udah berharap banget, siap-siap melempem ye.

Oh iya, fic ini terinspirasi dari komik one shoot yang judulnya Suddenly Kiss (maaf, saya lupa nama mangakanya). Tentu saja sudah mengalami banyak modifikasi :v

Ada keluhan, masukan, atau flame *nge-flame-nya pakai bahasa Rusia aja ya? Biar saya gak nyesek karena udah gak ngerti duluan XD* ? silahkan jejakkan di kotak repiuuu~~

Jaa na~~~

Edited : Maaf! Saya minta maaf yang sebesar-besarnya karena lupa memasukkan pairnya. Karena terlalu banyak, dan saya berusaha adil, saya bingung harus mencantumkan siapa saja tokohnya. Maksimal kan cuma empat tokoh. Sekali lagi saya minta maaf. Doh, saya bukannya mau bikin pair war loh *sembah sujud* jadi sekali lagi saya mohon maaf.