Hai hai minnaaachiii XD

Sebelum kalian marah sama Fro karena uda bikin fic baru *Royal Revenge dilanjutin woyyy!* Fro cuma mau bilang fic ini Fro buat karena Fro ingin ikut meramaikan NaruSasu Day tanggal 23 oktober nanti huehehehe :3

Sooo, this is special for Indonesian NaruSasu Day 2014 XD

A three shot story about Naruto and Sasuke :3

cuma three shot, okay? Abis ini Fro lanjutin Royal Revenge kok huehehe :P


This Isn't Just A Game by Fro Nekota

Cerita ini didedikasikan untuk event NaruSasu Day 2014 yang diadakan Shrine

Genre : Romance, Sci-fic, hurt/comfort

Rate : M

Prompt : ruang/waktu

Warning : Yaoi, boyxboy, lemon, sexual content, explisit, cerita absurd, OOC, Modern AU, nangis bombay, sedikit angst...ato mungkin memang angst...

Disclaimer : Naruto by Masashi Kishimoto, Sword Art Online by Reki Kawahara with ABEC

Catatan Penting :

1. Cerita ini menggunakan latar tempat dan waktu dari anime/serial novel Sword Art Online, tapi FRO HANYA MENGGUNAKAN GAME ONLINE-NYA BUKAN CERITA PLOT DALAM SAO, jadi dalam cerita ini tidak ada yang namanya "tidak bisa log out dan hidup dalam dunia game sampai dua tahun" ataupun tokoh dalam cerita fic ini akan mati saat dia terbunuh dalam game. Fro cuma memakai model teknologi gamenya, yaitu nerve gear dan VRMMORPG

2. Game yang digunakan dalam cerita ini adalah Sword Art Online. kenapa bukan ALO atau GGO atau AW? karena Fro lebih suka SAO kekeke :P

3. Semua feature game SAO Fro buat semirip mungkin dengan aslinya, hanya saja fro juga menambahkan beberapa hal seperti feature pernikahan sesama jenis dan *ehem*lemon*ehem* juga bisa dilakukan. *Reki-senseeeeiiii maafkan Fro karena sudah membuat karyamu yang sangat luar biasa menjadi semesum ini *uhuk* #digampar_sang_pengarang_SAO *

4. Ini bukan cerita crossover, karena Fro tidak menampilkan satupun tokoh dari SAO, Fro cuma pinjem nama game dan teknologinya.

5. Cerita ini mungkin sedikit absurb, dan cerita game-nya mungkin tidak begitu kelihatan. But, well, whatever it is, Fro ga peduli, yang penting dibaca aja kalau kalian tertarik haha :P

6. Ini hanya cerita tentang dua dunia, yaitu dunia nyata dan dunia game.

7. Selamat Hari NaruSasu Indonesia 2014 ^_^

8. Tanpa banyak recok lagi, selamat membaca :3

.

.

.

.

.


Di masa depan tepatnya pada tahun 2020, telah tercipta sebuah permainan dalam dunia maya yang tak terpadai atau Virtual Reality Massive Multiplayer Online Role-Playing Game, yang dinamakan Sword Art Online, di mana para pemain berinteraksi layaknya di dunia nyata dengan bantuan teknologi bernama Nerve Gear. Dengan Nerve Gear, helm virtual reality yang merangsang panca indera pengguna melalui otak mereka, pemain dapat merasakan dan mengontrol karakter dalam game mereka dengan pikiran mereka.

Permainan termutakhir itu dengan sangat cepat menyebar ke seluruh Jepang, bahkan seluruh penjuru dunia. Berbagai orang dari seluruh dunia saling bertemu dan bermain dalam suatu permainan yang disebut dengan SAO ini. Perempuan, laki-laki, anak-anak, orang tua, remaja, pengusaha, mahasiswa, pekerja, apalagi seorang neet, tanpa memandang gender dan status, mereka semua tertarik bermain game online yang lambat laun membuat mereka ketagihan. Hanya dengan memakai nerve gear, mereka bisa bergerak, menyentuh, dan melakukan apapun dengan pikiran mereka.

Ini hanya sebuah kisah tentang dua orang pemuda yang saling bertemu dalam dunia permainan online. Mereka bertemu, mengenal satu sama lain sampai mereka menjadi teman, rival, sahabat, dan….sepasang kekasih.


This Isn't Just A Game

by

Fro Nekota


Seorang pemuda terlihat sangat asyik bermain dengan gadget berwarna oranye-nya. Duduk di sebuah bangku taman yang rindang oleh pepohonan. Surai pirangnya tersibak pelan oleh angin yang berhembus melewati tempatnya. Dia terkekeh pelan pada sesuatu yang ia baca dari gadget canggih yang sedang ia pegang. Tangannya pun dengan cepat mengetik balasan akan pesan yang baru saja ia dapat tadi. Bibir merah muda pucatnya membentuk sebuah cengiran lebar, membayangkan apa yang nanti akan dibalas oleh seseorang yang barusan mengiriminya pesan.

"Hey, Naruto!" sebuah suara berteriak memanggil namanya dari kejauhan.

Pemuda bersurai pirang yang dipanggil 'Naruto' itu pun menoleh ke sumber suara. Dilihatnya seorang pemuda berambut coklat jabrik dengan tato segitiga merah di kedua pipinya, di sampingnya berjalan seorang pemuda lain yang juga berambut coklat tua, namun yang satu ini berambut panjang dan diikat berdiri mirip seperti nanas. Kedua pemuda itu melambaikan tangannya dan berjalan menghampiri bangku taman tempatnya berada.

"Apa yang kau lakukan disini?" Kiba, pemuda bertato segitiga merah menyapanya. Dia melempar tas selempang yang dibawanya ke atas meja sebelum duduk di atas kursi, dibelakangnya Shikamaru, sang pemuda berambut nanas mengikutinya.

"Hey." Naruto menyengir lebar, membuat tiga goresan di pipinya mengkerucut sangat lucu. "Kalian tidak kuliah?"

"Kami baru saja selesai." Kiba menghela napas. "Bagaimana denganmu? Kenapa sendirian disini?" tanyanya melirik sekeliling bangku taman yang berada di halaman belakang universitas mereka berada. Tempat itu memang cukup sepi, khususnya saat jam-jam kuliah berlangsung, jarang yang pergi ke sana hanya untuk duduk-duduk sendirian seperti yang sedang dilakukan temannya itu.

"Oh, yah, sebentar lagi hehehe." Naruto menggaruk belakang kepalanya.

"Geez, jangan bilang kau mau bolos lagi, dude? Sudah berapa kali kau bolos minggu ini? Tiga, lima, enam?" cibir Kiba padanya.

"Hey, aku tidak semalas itu! Aku baru bolos tiga kali kok minggu ini…" gumam Naruto kesal, melipat kedua tangannya di depan dada.

"Itu tetap saja kau sering bolos, baka." Shikamaru menimpali, membuat pemuda pirang itu menekuk wajahnya cemberut.

Tekukan wajah Naruto langsung hilang saat ia mendengar sebuah ringtone familiar dari handphone oranye-nya. Dengan cepat ia menyambar gadget itu dan membuka pesan yang baru saja ia dapat. Sebuah tawa tak bisa ia tahan saat membaca pesan tadi, membuat kedua temannya menatapnya dengan heran.

"Dari pacarmu lagi?" selidik Shikamaru melirik gadget oranye yang masih dipegang si pemuda pirang.

Sebuah rona merah muncul di kedua pipinya, namun segera ia tepis dengan cengiran sangat senang ketika ia menjawabnya. "Yep! Pacarku sangat menggemaskan! Rasanya tidak sabar ingin bertemu dengannya lagi!" ucapnya girang.

"Che, kalian mesra sekali, tak pernah lepas kontak sedikit pun. Memang ia tidak bosan sms-an denganmu terus?" sindir Shikamaru

"Buu, bilang saja kau iri Shika!" ledek Naruto menjulurkan lidahnya.

"Ngomong-ngomong apa kau sudah bertemu dengannya langsung, Naruto?" ucap Kiba tiba-tiba

"Uh, t-tentu saja! Kami bertemu setiap hari kok." Balas Naruto merengut.

"Kau tahu bukan itu yang kami maksud…" Shikamaru menghela napas.

"Jangan bilang kau masih belum bertemu dengannya?! Dude! Yang benar saja! Cepat ajak dia ketemuan, jangan cuma di game saja, bodoh!" Kiba menimpali lagi

"B-berisik! Terserah kan, dia masih belum siap bertatap muka denganku! Aku tidak ingin memaksanya."

"Che, kau sabaran sekali, memang apa sih yang kau suka darinya? Bukannya dia juga cowok? Kenapa dia pemalu sekali. Kalian sudah pacaran lebih dari setengah tahun kan?"

"Sudah kubilang dia masih belum siap! Kalian tidak akan mengerti." Ucap Naruto semakin merengut.

"Hah merepotkan…" Shikamaru menghela napas. "Yah memang sih, maaf kalau kami menyinggungmu. Kami hanya tidak ingin hubunganmu denganmu hanya hubungan maya semata."

"Tapi Naruto, apa kau serius dengannya?" tanya Kiba penasaran.

Naruto terdiam. Dia menatap kedua temannya sebelum sebuah senyum terlukis di wajahnya. "Yeah. Aku tahu. Aku sangat menyukainya. Aku tak akan melepaskannya apapun yang terjadi." ucapnya tersenyum lebar. Shikamaru dan Kiba tertegun saat melihat keseriusan dari balik kedua manik shappire.

"Aku harus pergi, kuliah akan segera dimulai, sampai nanti!" Ucapnya Naruto melambaikan tangannya sebelum bergegas pergi meninggalkan kedua temannya.

Drrt. Drrt. Drrt.

Handphone-nya berbunyi lagi. Naruto pun dengan cepat mengeceknya. Bibirnya langsung menyengir lebar saat melihat siapa yang mengiriminya pesan.

From : My Lovely Teme

Dengan cepat ia pun membuka pesan itu.

Bukannya kau ada kuliah, Dobe? Jangan bolos lagi. Aku akan membunuhmu jika kau sampai bolos lagi.

Menahan tawa ia pun membalas pesan itu. Memang pesan yang ia dapat hanyalah pesan singkat yang tidak begitu berarti. Tapi mendapatkannya dari seseorang yang sangat ia sukai benar-benar membuatnya senang. Ia tak bisa menahan dirinya untuk terus tersenyum saat mengingatnya.

To : My Lovely Teme

Aku akan kuliah kok. Memang kau bisa membunuhku teme?

Drrt. Drrt. Drrt.

Sebuah balasan pesan diterimanya lagi.

From : My Lovely Teme

Hn. Cepat kuliah atau aku akan membunuhmu saat kita ketemu nanti.

.

To : My Lovely Teme

Sukeee, kau jahat sekali T-T

.

From : My Lovely Teme

Hn.

.

To : My Lovely Teme

Sukee, aku akan kuliah, tapi kau harus memberiku hadiah, ok? ^^

.

From : My Lovely Teme

Hadiah? Memang kau anak kecil?

.

To : My Lovely Teme

Ayolahhh, aku ingin dapat hadiah darimu, temeee.

.

From : My Lovely Teme

Memang kau mau hadiah apa?

.

Naruto tak bisa menahan bibirnya untuk menyengir senang saat mendapat pertanyaan itu. Dia pun dengan cepat membalasnya sebelum memasukan handphone-nya kembali ke dalam saku. Dia pun berjalan lagi menuju ruang kelas dimana kuliahnya berlangsung. Bibirnya tak bisa berhenti tersenyum membayangkan seperti apa wajah pacarnya saat membaca balasan pesan darinya.

To : My lovely Teme.

Aku mau sesuatu yang sangat sangat manissss

.

From : My Lovely Teme

Huh? Memang ada yang seperti itu?

.

To : My Lovely Teme.

Yep, tentu saja ada.

.

From : My Lovely Teme.

Apa?

.

To : My Lovely Teme

Kau.


First Chapter

I love you too much that I can't let you go anymore…


Namanya adalah Namikaze Naruto. Pemuda berambut pirang jabrik ini merupakan putra bungsu dari keluarga Namikaze, salah satu keluarga terkaya di Jepang yang memiliki perusahaan sukses. Namikaze Corp merupakan perusahaan pembuat game dan teknologi terbesar di jepang, yang juga merupakan pencetus dari Nerve Gear dan permainan SAO.

Hidup sebagai penerus perusahaan pembuat game dan teknologi canggih membuat pemuda pirang itu tergila-gila dengan yang namanya game dan komputer. Bahkan setiap harinya, pemuda ini tak pernah lepas dari bermain game. Itulah awal mula bagaimana ia bisa bertemu dengan kekasihnya.

Benar. Semuanya berawal dari sebuah game.

Naruto tidak tahu seperti apa wajah kekasihnya, bentuk tubuhnya, tinggi badan, bahkan penampilannya. Dia tidak tahu siapa nama aslinya, identitas asli, berapa umurnya, ataupun dimana kekasihnya tinggal berada. Hanya satu kata yang ia tahu.

Sasuke.

Satu nama panggilan yang diberikan oleh kekasihnya. Hanya satu kata namun sangat berarti untuknya. Satu-satunya hal penting yang ia ketahui tentang kekasihnya, dan hal itu sudah sangat cukup.

Bukan berarti ia tak ingin tahu bagaimana rupa Sasuke sebenarnya, siapa identitas Sasuke sebenarnya. Ia ingin tahu. Sangat ingin. Namun, mengetahui bahwa Sasuke mencintainya itu sudah sangat cukup. Selama Sasuke berada disampingnya ia tak peduli seperti apa kekasihnya yang sebenarnya.

Karena itu, saat teman-temannya memandangnya aneh kenapa ia bisa bertahan begitu lama dengan seseorang yang tak pernah ia tahu wujudnya. Ia tak begitu mengambil pusing. Ia yakin suatu saat nanti mereka akan bisa bertemu saat keduanya sudah siap.

Bahkan ada beberapa temannya yang menjadikannya taruhan sampai berapa lama hubungan mereka akan berakhir, atau bahkan taruhan bagaimana rupa pemuda bernama Sasuke itu.

Oh, apa Sasuke seorang 'pemuda'?

Benar. Sasuke adalah seorang laki-laki.

Bertahun-tahun sebelumnya, hubungan sesama gender memang ditentang oleh masyarakat bahkan pemerintah sendiri. Tapi sekarang, hal itu sudah lama berubah. Jepang sudah melegalkan pernikahan sesama jenis, dan masyarakat pun sudah menerimanya, bahkan tidak jarang pasangan sesama jenis akan terlihat di tengah jalan.

Dalam dunia game pun tidak berbeda. Sudah ada banyak sekali game online yang menyertakan feature pernikahan baik lawan jenis ataupun sesama jenis. Teknologi yang semakin canggih membuat masyarakatnya semakin betergantungan dengan dunia internet. Tak akan sedikit orang yang memiliki kehidupan yang mirip dengannya.

Dia adalah Namikaze Naruto. Seorang pemuda berumur 19 tahun, hanya tertarik pada lelaki alias seorang gay, dan dia memiliki seorang kekasih dari dunia maya…Sasuke.

.

.

.

.

.

.

Mobil merah bercorak oranye itu pun terparkir dengan rapi di halaman rumahnya. Naruto membuka pintu mobilnya sebelum melesat masuk ke dalam rumah. Seorang pria yang merupakan kepala pelayan di rumahnya pun langsung menyambut kedatangannya.

"Okaerinasai, Naruto-sama." Pria berambut perak itu menyambutnya.

"Tadaima." Balas Naruto dengan cengiran, ia pun menyerahkan kunci mobil miliknya pada sang kepala pelayan. "Apa Aniki sudah dirumah?" tanyanya penasaran.

"Tidak, Kyuubi-sama masih ada urusan di perusahaan bersama Minato-sama." Jelas kepala pelayan tadi.

"Hmm, oke, panggil aku saat makan malam. Sampai nanti, Kakashi." Ucap Naruto pada Kakashi, sang kepala pelayan, sebelum ia melesat pergi menuju ruang kamar pribadinya.

Dinding bercat oranye dan hitam menyambut pandangannya saat ia membuka pintu kamarnya. Naruto melempar tas rangsel yang dibawanya ke atas sebuah sofa yang ada di samping tempat tidur. Ia melepas jaket dan baju atasannya lalu dengan segera merebahkan diri di atas kasur empuk yang berbalut kain oranye bercorak hitam. Dirogohnya sebuah handphone dari saku celananya saat ia merasakan benda canggih itu bergetar. Sebuah senyum terlukis di wajahnya saat ia melihat siapa yang mengiriminya pesan.

From : My Lovely Teme.

Dobe, kau sudah di rumah? Aku akan menunggumu di tempat biasa.

Menjadi tidak sabar, Naruto pun dengan cepat mengambil Nerve Gear miliknya yang ia taruh di atas meja samping tempat tidurnya. Benda mirip kacamata itu pun dengan segera ia pakai. Ia menyalakan benda itu dan menutup matanya. Dua lampu di sudut kiri benda itu pun menyala hijau, lalu disusul tombol lampu yang terakhir sebelum—

"Link start."

Sring!

Pandangan yang tadinya gelap pun langsung berubah menyilaukan. Naruto dengan cepat mengisi account dan password miliknya untuk masuk ke dalam game. Karakter favoritnya pun dengan segera ia pilih dan —Sring!— pandangannya berubah kembali menjadi garis-garis cahaya sebelum akhirnya ia memasuki dunia permainan favoritnya.

.

.

.

.

Pandangan yang pertama ia lihat adalah sebuah air mancur yang cukup besar. Naruto melirik ke sekelilingnya, menemukan dirinya berdiri di sebuah kota. Ia pun teringat dimana tempat terakhir ia berada saat log out kemarin. Naruto pun dengan segera menggerakan tubuhnya untuk pergi ke tempat biasa ia bertemu dengan Sasuke. Berkat nerve gear yang berhasil diciptakan perusahan ayahnya, ia bisa bergerak dengan bebas seperti dalam dunia nyata. Ia bisa merasakan ataupun menyentuh benda apapun dalam dunia permainan itu.

Naruto melirik ke sudut kiri atas pandangannya, dimana sebuah jendela grup terlihat disana. Nama Sasuke tertera jelas disana, bersamaan dengan garis hijau yang menunjukan berapa banyak HP yang masih dimiliki kekasihnya. Tanda itu menunjukan bahwa Sasuke masih satu grup dengannya, dan juga memperlihatkan bahwa kekasihnya itu sudah berada di dalam dunia yang sama dengannya. Naruto mempercepat larinya, merasa tidak sabar ingin segera menemui kekasihnya.

"Sasuke!" teriaknya senang saat ia menangkap sosok familiar dari karakter kekasihnya.

Pemuda itu berambut hitam sepanjang sebahu, memakai armor hitam dan abu-abu dengan sebuah pedang di pinggangnya. Pemuda bersurai raven itu bahkan belum sempat menoleh saat Naruto menghujamnya dengan sebuah pelukan erat.

"Dobe, lepas. Kau berat." Keluh sang kekasih, meronta-ronta melepas pelukan erat yang meremas tubuhnya.

"Noooo, aku sangat merindukanmuuuu 'sukeeee" rengek Naruto mempererat pelukannya.

"Kita baru ketemu kemarin, baka!" ucap Sasuke kesal memukul kepala bersurai pirang milik karakter Naruto.

"Owwwieee, tapi kan itu kemarinnnn temeee. Aku sudah sangat merindukanmu seharian ini." Rengut Naruto mengelus-elus kepalanya yang menjadi korban tadi.

"Hn. Jangan kayak anak kecil, dobe. Ayo cepat kita cari level saja. Hari ini aku tidak bisa bermain sampai malam." Ketus Sasuke sebelum berjalan mendahului menuju monster field. Tapi baru satu langkah ia berjalan, tubuhnya tiba-tiba ditarik dari belakang dengan keras, dan sebuah tangan membalikkan tubuhnya untuk menghadap pemuda pirang yang tadi menariknya, sebelum…

…bibirnya tiba-tiba menyentuh sesuatu yang lembut.

Sasuke mengerjapkan kedua matanya kaget. Ia melirik pada dua mata shappire yang menatapnya, bibir yang menempel dengan bibirnya bergerak membentuk sebuah senyuman. Lalu mata shappire itu pun menutup, membuat mata miliknya ikut menjadi sayu. Sasuke mengangkat kedua tangannya untuk merangkul leher Naruto, membalas ciuman yang tiba-tiba tadi.

Sentuhan bibir itu pun mulai menjadi panas, Naruto menjilat bibir cherry Sasuke dengan lembut, membuatnya terbuka perlahan mempersilahkannya masuk. Lidah dengan segera saling bertaut. Decakan basah pun terdengar. Hisapan tak luput menyertai sentuhan sensual itu. Sebuah desahan tak bisa Sasuke tahan saat Naruto dengan lihai memainkan lidahnya dalam mulutnya. Lidah mereka saling bertaut, menari dengan gerakan yang begitu sensual.

"Emmph! Naru—ahhmp!" Sasuke mengerang saat napasnya mulai kehabisan, Dia mencoba mendorong tubuh sang dominan namun cumbuan yang begitu panas seakan menguras tenaganya.

Seuntai garis saliva terbentuk saat akhirnya Naruto melepas cumbuan mereka. Dia menjilat garis basah itu dengan jahil seolah tak ingin menyisakan apapun milik sang kekasih.

JTAK!

"Ow, ow, ow, ow! Kenapa kau memukulku lagi, 'sukee?" rengek Naruto saat kepalanya tiba-tiba dijitak lagi.

"Berisik! Itu salahmu sendiri, dobe! Siapa suruh menciumku tiba-tiba!" geram kekasihnya dengan sebuah delikan tajam mengarah padanya.

"Tapi kan kau juga menikmatinya…" rengut Naruto menekuk bibirnya.

Blush.

Rona merah tak bisa dihentikan untuk muncul di kedua pipi pucat itu.

"B-berisik! Pokoknya jangan melakukannya tiba-tiba lagi!" Sasuke menggeram marah. Dia melayangkan satu delikan tajam lagi, sebelum berbalik dan berjalan meninggalkan kekasihnya.

"T-t-tunggu, teme! Jangan tinggalkan aku!" Naruto berteriak panik, dengan cepat menyusul pemuda raven itu.

"Ayolah temeee, jangan marah padakuuu. Aku hanya sangat merindukanmuu." Rengeknya saat sang raven terus berjalan menghindarinya.

"Sukeeeee.." Rengeknya lagi, berjalan menjajari langkah kekasihnya.

"Kalau kau tidak ingin yang tiba-tiba, berarti tidak apa kan kalau aku tanya dulu?" Tanyanya tiba-tiba, mencoba menarik perhatian sang raven yang masih menghiraukannya.

Naruto melirik ke samping saat Sasuke masih belum menjawabnya. Sebuah senyuman senang tak bisa ia tahan saat melihat rona merah samar-samar terlihat di pipi sang raven. Dia terkekeh geli lalu melirik ke bawah. Diraihnya tangan sang raven dan menautkan jari-jarinya dengan Sasuke. Dia menggenggam tangan itu dengan erat seakan tak ingin melepasnya lagi.

Naruto menyengir lebar saat melihat pipi pucat itu semakin merah.

"Aww, kenapa kau bisa semanis itu, Sukee! Aku benar-benar menyukaimu!" ucapnya geli menerjang sang raven dengan sebuah pelukan.

.

.

.

.

.

.

"Foto?"

"Yep, Shikamaru bilang hubungan kita sangat aneh. Dia selalu menanyaiku kenapa aku bisa bertahan begitu lama dengan seseorang yang tidak pernah aku lihat dalam dunia nyata. Karena itu dia bilang paling tidak seharusnya kita tahu wajah masing-masing." Terang Naruto seraya menebaskan serangan terakhir pada monster yang sedang ia lawan. Dia tersenyum puas saat mendapat pemberitahuan bahwa levelnya baru saja naik satu tingkat. Dia mengibaskan pedangnya sekali lalu menyimpannya di sarung pedang sebelum berjalan menuju kekasihnya yang sedang beristirahat di bawah pohon.

"jadi karena itu kau meminta foto padaku?" tanya Sasuke menyipitkan kedua matanya.

"Uh, tidak! Bukan begitu, aku juga sebenarnya ingin melihat wajahmu. Kita sudah pacaran lebih dari setengah tahun kan, tapi tak pernah sekalipun aku melihat wajahmu yang sebenarnya…" terang Naruto menggaruk belakang kepalanya ragu.

"Kau bilang kau tidak peduli seperti apa wajahku, dobe." Tanya Sasuke menatap tajam padanya.

"T-tapi, apa kau tidak penasaran dengan wajahku? Aku hanya ingin melihatnya. Aku tidak akan merubah pikiranku setelah melihatnya, Suke!"

"Jadi kau berniat merubah pikiranmu kalau wajahku tidak seperti yang kau bayangkan?!" teriak Sasuke marah tiba-tiba berdiri. "Kau mau bilang kalau wajahku jelek kau akan tetap menerimanya?!"

"A-apa?! B-bukan begitu!" ucap Naruto terbelalak shok.

"Kau bilang begitu! Kau bilang kau tidak peduli pada wajahku. Tapi karena temanmu itu kau berubah pikiran dan ingin melihatnya, dan pikiranmu pasti akan berubah lagi jika melihat wajahku tidak sesuai yang kau inginkan!" Sasuke berteriak marah.

"A-apa?! T-tunggu dulu, aku tidak bilang begitu! Aku hanya ingin melihat—H-hey! T-t-tunggu Sasuke! Sasuke! Hey! Jangan pergi!" Naruto berteriak panik mengejar sang raven yang berjalan meninggalkannya.

"Berisik! Jangan mengikutiku! Jika kau hanya ingin melihat wajahku lebih baik jangan menemuiku lagi!" Sasuke mendesis kesal sebelum ia me-log out dirinya dari game.

"Sasuke!"

.

.

.

"Damn it!" Naruto mengumpat kesal, dengan cepat ia melepas nerve gear dari kepalanya lalu menyambar handphone yang ia letakkan di atas meja.

Nomor yang sudah sangat ia hapal di luar kepala dengan sangat cepat ia tekan pada tombol handphone nya. Dia pun menempelkan gadget itu di telinga dan menunggu seseorang di ujung sana menjawabnya.

'…Maaf nomor yang anda tuju sedang sibu—'

"Fuck!" ia memutus sambungannya lalu dengan segera menelpon kembali.

Suara operator yang terus saja menyambutnya mulai membuatnya uring-uringan. Dia berjalan berputar-putar tanpa arah di dalam kamarnya, menekan terus-menerus nomor telepon kekasihnya. Puluhan sms dan telepon sudah ia lakukan, namun tak satupun dari hal itu terbalas. Setelah sekian lamanya, ia hampir menyerah, sambungan teleponnya tiba-tiba di jawab.

"Sasuke!" panggilnya panik.

"Sasuke! Aku minta maaf! Aku benar-benar minta maaf! Tolong jangan marah padaku!" ucapnya bertambah panik saat kekasihnya tidak menjawab panggilannya.

"…."

"Sasuke?! Kau mendengarku kan? Kumohon jawab aku, suke!"

"…."

"Kumohon jangan marah! Aku tidak akan sanggup jika kau sampai marah padaku! Aku benar-benar menyukaimu. Aku sama sekali tidak bermaksud untuk membuatmu marah. Jika kau memang tidak ingin menunjukan wajahmu, Aku sama sekali tidak akan mempermasalahkannya!"

"….."

"Sasuke, kumohon berbicaralah. Aku tidak mau kau marah seperti ini. Aku sangat menyukaimu, Sasuke. Aku ingin melihat wajahmu karena itu adalalah wajah seseorang yang aku sukai. Bukan karena Shikamaru ataupun siapapun. Aku tidak peduli seperti apa wajahmu. Aku hanya ingin bisa mengingat wajahmu saat aku merindukanmu."

"….."

"Sasuke? Kau masih disana kan? Berbicaralah padaku. Aku benar-benar minta maaf. Aku akan melakukan apapun asal kau tidak marah lagi padaku. Aku juga tidak akan mengungkit soal foto lagi. Karena itu Sasuke, kumohon berbicaralah. Aku—'

"…nar…ngin…m…l..hatnya?"

Suara itu hampir tak terdengar, sangat lirih layaknya sebuah bisikan yang sangat pelan.

"Sasuke?" Naruto mengerjapkan matanya kaget sekaligus senang mendengar kekasihnya berbicara.

"Sasuke? Aku tidak bisa mendengarnya, apa yang tadi—"

"…kau…ingin melihatnya?"

"Huh?" Naruto mengerjap bingung.

"….wajahku…"

Mata shappire-nya pun terbelalak terkejut mendengar jawaban itu..

"Itu…aku…tidak ingin memaksamu. Aku tidak mau—"

"…kau bilang ingin melihatnya…"

"Itu benar, tapi—"

"…aku akan memberikannya padamu…tapi apa…"

"…"

"…apa kau akan tetap bersamaku…?"

Kalimat itu pun berhasil membuat napasnya terkecat. Naruto menggertakan giginya sebelum berteriak keras menjawabnya.

"Bodoh! Tentu saja! Apa kau tidak mendengar perkataanku barusan?! Aku sangat menyukaimu Sasuke! Hanya karena sebuah foto tidak mungkin aku akan meninggalkanmu! Sudah kubilang aku tidak peduli seperti apa wajahmu. Aku menyukaimu bukan karena wajahmu, suke. Aku menyukaimu karena itu adalah kau, Sasuke."

"…kau…tidak akan membenciku…?"

"Apa?! Itu…damn it, Sasuke!" Naruto menggeram kesal. "kenapa kau selalu sebodoh ini sih soal perasaanku?! Aku sudah mengatakannya berkali-kali kan! Aku sangat menyukaimu, sampai kapanpun aku tidak mungkin membencimu!"

"…"

"Dengar, teme! Lupakan saja soal aku meminta fotomu. Aku sudah tidak peduli lagi soal itu. Bagiku bertemu denganmu dalam dunia game sudah sangat cukup. Karena itu jangan bicara hal bodoh seperti ini lagi, oke? Aku sangat menyukaimu, kau harus ingat hal itu."

"…"

"Sasuke? kau mendengarku kan? Bicaralah."

"…"

"Sasuke…?"

"…"

"…"

"…"

"…kau…tidak sedang menangis kan…?"

"…"

"…bisakah kita bertemu sekarang…?"

"…"

"Sasuke, kita bertemu sekarang, oke? Aku ingin bicara, ada sesuatu yang harus kuberikan. Temui aku di rumah. Aku akan menunggumu disana."

"…"

"Sasuke, kau mendengarku kan?"

"…"

"Aku akan menutup teleponnya, tapi kau harus segera menemuiku. Aku akan menunggu di rumah kita."

"…"

"Kututup sekarang, oke?"

"…"

"Aku akan menunggumu, Sasuke…"

Tut. Tut. Tut.

.

.

.

.

.

Naruto menghela napas panjang. Dia berjalan uring-uringan di dalam sebuah rumah, sesekali menengok ke arah kamar dan dapur takut-takut ia akan melewatkan Sasuke yang bisa muncul kapanpun. Rumah itu merupakan rumah yang mereka beli sejak mereka pacaran. Hanya rumah kecil dan sederhana namun sangat berarti bagi mereka berdua, seakan seperti sebuah tempat special yang bisa mereka gunakan untuk bertemu berdua kapanpun mereka mau tanpa diganggu siapapun dalam dunia game itu.

Naruto menggigit bibirnya, sudah satu jam sejak ia masuk ke dalam dunia game dan menunggu Sasuke. Namun masih belum ada tanda-tanda Sasuke akan menemuinya. Dia bahkan sudah puluhan kali mengecek contact list-nya untuk melihat apakah Sasuke sudah log in ke dalam game. Rambut ia acak-acak dengan kesal saat untuk sekian kalinya ia melihat nama Sasuke masih belum terlihat aktif.

Haruskah ia log out dan menelpon kekasihnya lagi?

Tidak. Bagaimana kalau saat ia pergi Sasuke malah kesini? Ia harus menunggu sebentar lagi. Ia yakin Sasuke akan datang.

Sebuah suara pintu terbuka hampir saja membuat jantungnya copot. Naruto dengan cepat menuju pintu depan. Badannya sontak refleks memeluk sosok pemuda raven itu saat melihatnya di depan pintu.

"Sasuke! Aku cemas sekali kau tidak akan datang!" ucapnya mendekap erat tubuh sang kekasih.

Sasuke tidak menjawab, dia hanya menenggelamkan wajahnya pada pundak sang pirang.

"Sasuke? Kau tidak apa-apa kan? Apa kau masih marah padaku?" tanya Naruto cemas, melirik sang raven yang menyembunyikan wajah pada pundaknya.

"Sasuke?"

Sasuke menggeleng pelan.

"Kau tidak apa-apa kan?" Naruto bernapas lega.

"Kemarilah." Ia melepas pelukan mereka lalu menarik sang raven untuk masuk ke dalam rumah. Mereka pun duduk di sebuah sofa.

"Sasuke." panggil Naruto pelan, menangkup wajah sang raven yang menunduk.

"Lihat aku, Sasuke." dan wajah itu pun mendongak, memperlihatkan wajah berkulit putih polos, tanpa satu pun cacat menempel di wajah itu tak seperti yang biasa terjadi pada manusia di dunia nyata. Mata beriris hitam menatapnya datar. Tidak ada yang spesial dari wajah itu, hanya sebuah wajah dari karakter game yang juga tidak jarang digunakan oleh orang lain. Hanya berbeda warna rambut, mata dan kulit, sama seperti yang juga ia gunakan untuk karakter gamenya.

Naruto membelai lembut surai hitam milik sang kekasih. Ia bisa merasakan halusnya rambut itu, nyata namun disaat yang sama juga terasa tidak nyata. 'Apakah rambut Sasuke juga sama seperti ini?' pertanyaan itu terlintas di kepalanya.

'Bagaimana dengan wajahnya?'

'Apa dia juga memiliki mata berwarna hitam?'

'Apa kulitnya juga seputih ini?'

'Apa wajahnya—

"…kau ingin melihatnya?" suara familiar itu menariknya kembali dari pikirannya.

Naruto mengerjapkan matanya, menatap mata hitam yang menatapnya datar.

"Kau ingin melihatnya?" Sasuke bertanya lagi, seakan bisa membaca apa yang sedang dipikirkannya.

Naruto terdiam. Ia memperhatikan wajah kekasihnya dengan teliti. Menyusuri tiap lekuk paras itu dengan jari-jarinya. Lalu ia pun tersenyum lembut.

"Tidak." Mata hitam itu melebar, menatapnya bingung.

"Kurasa ini pun sudah cukup, bisa melihatmu seperti ini, bisa menyentuhmu seperti sekarang. Walaupun ini hanya dunia game, tapi kau nyata, ada disini bersamaku. Ini sudah cukup. Kelak jika kau memang ingin menunjukkannya, aku dengan senang hati akan melihatnya. Karena itu aku akan menunggu sampai kau siap. Tidak perlu besok, minggu depan ataupun bulan depan. Kapanpun itu aku tidak peduli. Kau hanya perlu berjanji satu hal padaku, kalau kau tidak akan meninggalkanku, Sasuke." ucapnya tersenyum lebih lebar.

Sasuke membuka mulutnya namun kembali menutupnya erat, mata hitamnya menatap tak percaya pada Naruto yang hanya menatapnya lembut.

"Oh, benar juga, ada sesuatu yang ingin ku berikan padamu." Ucap Naruto tiba-tiba, ia membuka jendela inventories-nya dan mencari benda yang ia maksud tadi.

"Um, sebenarnya aku ingin memberikannya di saat yang tepat, tapi kurasa aku tidak bisa menahannya lagi." Ucapnya sedikit ragu, menggaruk belakang kepalanya dengan malu.

Sasuke hanya terdiam, namun matanya menatap bingung dan penasaran padanya.

"Um, Sasuke, apa kau bisa menutup matamu?" ucap Naruto dengan gugup.

"Ayolah, sebentar saja, tatapanmu membuatku gugup, teme." Pinta Naruto menutup mata sang raven dengan telapak tangannya.

"Hn." Sasuke akhirnya menurut. Ia memejamkan matanya, menunggu apapun yang akan diberikan oleh Naruto. Alisnya sedikit menekuk saat merasakan tangannya digenggam oleh Naruto, namun ia tidak menolak.

Naruto menarik napasnya, mencoba menghilangkan rasa gugupnya. Damn. Ia tidak tahu melakukan hal ini bisa membuatnya sepanik ini. Diliriknya tab jendela inventories miliknya. Dengan gugup, ia mengangkat tangannya dan menekan sebuah benda yang ingin ia berikan.

'Open?' Sebuah pertanyaan muncul ketika ia menekannya.

'Yes' or 'No'

Menarik napas dalam-dalam, ia pun menekan tombol 'Yes' dan benda itu pun muncul di genggaman tangannya. Dengan gugup ia meletakan sebuah benda berbentuk kotak kecil pada tangan Sasuke.

"T-tunggu!" ucap Naruto cepat saat ia melihat Sasuke hendak membuka matanya.

Naruto menarik napas lagi dan menghembuskannya pelan. "O-okay, kau boleh membukanya sekarang."

Sasuke pun membuka matanya. Dilihatnya langsung kotak kecil yang ada di tangannya. Dia menoleh ke arah Naruto seakan ingin bertanya apakah dia boleh membukanya atau tidak.

Dengan gugup Naruto hanya mengangguk pelan.

..dan benda itu pun dengan perlahan dibuka. Napas Sasuke tercekat saat melihat isi kotak itu. Matanya terbelalak lebar. Ia menatap penuh tanda tanya sekaligus tak percaya pada sang pirang.

"Um, a-aku tahu ini pasti membuatmu terkejut, d-dan kita juga baru sebentar saling mengenal. T-tapi waktu yang kuhabiskan bersamamu merupakan waktu terindah yang pernah aku alami. Aku sangat senang bisa bertemu denganmu, walaupun ini hanya dunia game, tapi perasaanku tulus padamu. Aku sangat mencintaimu, Sasuke. M-maukah…" Naruto menarik napas gugup.

"Maukah kau menikah denganku, Sasuke?" kalimat itu akhirnya terucap dari bibirnya. Naruto memberanikan diri untuk menatap sang raven, semu merah di pipinya tak bisa ia tahan karena merasa sangat malu. Tapi hal itu langsung lenyap saat melihat Sasuke…..menangis…

"S-sasuke?! T-t-tunggu k-kenapa kau menangis?!" Naruto langsung panik, mengusap air hangat yang turun membasahi pipi sang raven.

"H-hey, j-jangan menangis. Kenapa kau menangis Sasuke?! Apa aku melukaimu? Apa ucapanku menyakitimu? Sasuke?! kumohon bicaralah padaku" tanya Naruto panik mengusap air mata yang malah bertambah deras membasahi pipi pucat itu.

"Uh…" Sasuke terisak. Tangannya terangkat menyentuh air mata di pipinya, seakan baru sadar bahwa ia sedang menangis. "Uh..a..ah…a-aku…" ia semakin terisak.

"Ssshh sssshhhh…" bisik Naruto mendekap Sasuke dalam pelukannya. "Tenanglah, tidak apa, tidak apa. Jangan menangis lagi" Bisiknya mengusap lembut kepala sang raven. "Tenanglah, jika u-ucapanku yang membuatmu menangis, kau boleh melupakannya. Aku tidak akan marah, karena itu jangan menangis lagi...Lupakan saja soal tad—

"T-tidak!" Sasuke tiba-tiba berteriak, mendorong tubuh yang memeluknya dan menatap Naruto langsung. "B-bukan a-aku…uh…" ia menahan isakan. "Aku hanya...uh…a-ah…" ia terisak lagi.

"A-aku hanya…hanya…s-sangat…senang…" ucapnya sangat lirih, memalingkan wajahnya yang merona.

Naruto tercekat, tubuhnya berhenti bergerak memproses apa yang baru saja didengar ataupun dilihatnya.

Sasuke menggigit bibirnya, rona di pipinya semakin kentara saat Naruto masih belum mengatakan apapun. Diliriknya benda kotak yang masih ada ditangannya. Ia menarik tangan Naruto lalu mengarahkannya pada benda yang ada di dalam kotak itu. "B-bisakah…kau memakaikan ini di jariku?" ucapnya hampir berbisik.

Naruto mengerjap, menatap Sasuke lalu menoleh ke benda kotak itu. Sebuah senyuman pun tak bisa ia tahan untuk muncul di wajahnya. Lalu ia pun terkekeh senang. "Ini berarti kau mau menerimaku kan?"

Sasuke hanya mengangguk pelan, pipinya semakin merah.

"Yesssss! Sasuke akan menikah denganku! Yes! Yes! Yes!" pekiknya sangat senang, memeluk Sasuke dengan begitu erat. "Terima kasih Sasuke! Aku mencintaimu, aku sangat menyukaimu!" ucapnya tertawa senang, memberi ribuan kecupan pada wajah sang raven sampai akhirnya ia mendapat pukulan karenanya.

"B-berisik, dobe! Aku akan menariknya lagi, kalau kau terus berisik!" ketus Sasuke kesal.

"A-apa?! Tidak! Kau tidak bisa melakukannya, teme! Berikan tanganmu! Akan kupastikan kau tidak menarik kata-katamu lagi!" ucapnya panik, menarik tangan sang raven.

Ia pun mengambil benda kotak tadi. Diambilnya sebuah cincin dari benda itu. Cincin itu hanya sebuah cincin perak dengan desain sederharna, sebuah batu obsidian menghiasi cincin itu, membuatnya nampak begitu indah serasi dengan mata hitam sang raven.

Naruto pun memasangkan cincin itu pada jari Sasuke. Tersenyum lebar saat cincin itu terlihat begitu indah menghiasi jari kekasihnya. Ia menangkup wajah sang raven dengan kedua tangannya, lalu mencium bibir mungil itu dengan lembut. Hanya sebuah kecupan lembut namun penuh dengan perasaannya.

"Aku mencintaimu. Aku sangat mencintaimu Sasuke. Kau adalah milikku sekarang, sampai kapanpun aku tidak akan pernah melepaskanmu." Bisiknya lembut dengan tersenyum.

Sasuke hanya mengangguk perlahan. Sebuah isakan terdengar lagi saat ia menatap cincin yang kini mengikat jarinya. "Uh…" air matanya mulai menetes lagi.

"Hey, hey, kenapa kau jadi cengeng sekali…" bisik Naruto lembut, mengusap air hangat itu dari pipi sang raven. Ia mengecupnya pelan, menjilat air asin itu dengan lembut. Namun Sasuke hanya semakin terisak. Naruto pun mengecup bibir itu, meredam isakan yang semakin terdengar.

"Shhh, jangan menangis. Bukankah seharusnya kau merasa senang? Tersenyumlah padaku, Suke.." bisik Naruto mengusap pipi basah itu dengan lembut.

"Hn." Sasuke bergumam pelan, menarik wajah Naruto dan menciumnya. Matanya terpejam, kedua tangannya meremas baju sang pirang dengan erat seakan tak ingin melepasnya lagi.

Naruto hanya tersenyum lembut, dan memperdalam ciuman itu. Ia menjilat bibir mungil itu, yang langsung terbuka mempersilahkannya masuk. Rasa manis pun langsung menyambut lidahnya, ia memiringkan kepalanya, memasukkan lidahnya semakin dalam, melilit lidah sang raven dengan gerakan sensual.

Sasuke mendesah saat lidahnya ditarik, dan dihisap. Perutnya mulai menegang, ada perasaan melilit yang mulai membuatnya merasa tidak nyaman. Mereka sudah berkali-kali melakukan ciuman, tapi rasanya tidak pernah sepanas ini.

"Ehmmph!" Sasuke mengerang pelan saat lidahnya dililit lagi. Kedua lidah itu bergelut begitu intim di dalam mulutnya. Decakan dan hisapan tak luput menyertai cumbuan itu. Namun tuntutan oksigen akhirnya melepas kegiatan mereka.

Napas mereka pun terengah-engah, Naruto menjilat bibir Sasuke yang kini memerah bengkak. Lalu beralih ke pipi, menyusuri paras itu sampai ia menemukan leher jenjang putih yang menggodanya. Ia pun mengecup leher itu, sebelum mengisapnya keras, memastikan warna merah akan membekas disana. Walaupun ia tahu hal itu tidak akan berlangsung lama karena tubuh mereka hanyalah sebuah karakter game.

"Ahhk!" Sasuke mengerang kesakitan saat lehernya tiba-tiba digigit, lalu mendesah saat gigitan itu berganti menjadi jilatan yang begitu lembut. "N-naruto nnggn…" ia mengerang merasakan lidah itu semakin nakal menjilat lehernya, lalu sebuah tangan pun mulai menggerayap masuk lewat bawah bajunya. Sedang tangan yang lain mulai melepas kancing baju miliknya. "T-tunggu d-dobe…" ucapnya cepat menghentikan gerakan sang pirang.

"Sasuke…" Naruto mendesah, menjilat leher jenjang itu lalu mengecupnya lembut. "kumohon…?" pintanya mendesah. Libidonya tiba-tiba terasa naik, dadanya menjadi sesak ingin menyentuh tubuh kekasihnya.

Rona merah tak bisa ia tahan untuk tak muncul di pipinya. Sasuke mendesah saat lidah itu kini bermain-main dengan cuping telinganya, menjilat dan menghisapnya, bahkan mencoba memasukan lidah basah itu pada lubang yang sangat kecil dalam telinga. Tenaganya tiba-tiba lenyap terkuras saat telinga sensitifnya dimainkan begitu sensual. Ia pun akhirnya mengangguk pasrah, merangkulkan kedua tangannya pada leher Naruto.

Naruto tersenyum senang, melepas ulumannya dan beralih pada bibir merah sang raven. Lidah mereka pun langsung bertaut satu sama lain. Saling menghisap dan mengulum. Tanpa melepas cumbuan mereka, Naruto mulai melepas baju yang dipakai sanga raven.

"Sasuke, lepas equipment milikmu." Bisiknya serak menjilat telinga sensitive itu lagi.

Sasuke hanya mengangguk pelan, ia membuka jendela equipment-nya, lalu melepas seluruh baju yang ia kenakan. Baju itu pun lenyap menjadi pecahan-pecahan cahaya. Ditariknya langsung Naruto dan menciumnya lagi. Naruto hanya membalas ciuman itu sama panasnya. Perlahan-lahan tubuh mereka pun terjatuh di atas sofa, dengan Naruto yang berada di atas menindih sang raven.

"Kau tegang…" bisik Naruto serak, menatap benda yang sudah berdiri tegak di bagian selangkangan sang raven.

"Berisik. Buka bajumu dobe." Gumam Sasuke memalingkan wajahnya yang merona.

Naruto terkekeh kecil dan menurutinya. Bibir mereka pun kembali bertaut dengan intim. Tangan Naruto mulai bergerilya, membelai lembut tubuh sang raven yang kini polos tanpa sehelai kain pun. Tangannya berhenti saat menemukan sebuah tonjolan kecil di dada putih itu.

"Emmpph!" Sasuke mengerang dalam cumbuan mereka saat putingnya tiba-tiba di cubit keras, diperlintir lalu di elus dengan lembut.

Naruto pun melepas tautan bibir mereka, lalu beralih menjilat leher sang raven dan bergerak ke bawah menyusuri tubuh halus itu sampai menemukan tonjolan lain yang ada si sebelah kiri dada sang raven. Ia menjilat perlahan tonjolan pink itu, menggigitnya keras dan menghisapnya.

"Ahhn! Naruto nggnnn ahhh!" Sasuke tak bisa menahan desahannya. Dua putingnya kini dimainkan dengan sensual, yang satu oleh lidah yang basah sedang yang satu oleh jari tan yang nakal. Digigit, dijilat, di ulum, dipilin, di cubit, semua gerakan yang terus memberi sengatan listrik pada titik sensitifnya. Desahan dan erangan terus terlepas dari bibirnya.

"D-dobe, hentik—ahhhnn! Aku akan keluar jika kau terus—Ngnn! Ahhhnn~!" Sasuke mendesah tidak jelas, jari-jarinya menjambak surai pirang sang dominan, namun sama sekali tak mengurungkan gerakan Naruto mengulum putting kecil itu, bahkan membuatnya semakin menikmati permainannya saat mendengar desahan manis dari sang raven.

Sasuke tersentak kaget saat tiba-tiba sebuah tangan melingkar penisnya. "Ahhk!" Ia mengerang keenakan saat tangan itu mulai bergerak mengelus benda tegak miliknya. Cairan precum pun mulai menetes dari ujung benda itu. "T-t-tunggu Dobe—ahk! Ah—ahhn!" ia mendesah tak jelas, benda tegak miliknya di gesek maju mundur dengan begitu nikmat, membuat precumnya mulai mengucur deras. "N-naru Ngnn! Aku akan keluar—ah!—jika kau Mnn—lakukan itu—Ahnn!" desahan keenakan.

"Keluar saja kalau begitu, Suke.." bisik Naruto serak, ia pun akhirnya melepas ulumannya dari putting yang kini membengkak merah, lalu bergerak ke bawah, menjilat setiap inci bagian yang ia temukan di tubuh putih itu. Ia menjilat enam otot perut yang terbentuk disana, lalu mengulum lekuk kecil yang ada di tengah perut sang raven, terus bergerak ke bawah sampai ia menemukan rambut hitam keriting. Ia menghisap aroma maskulin yang menyeruak dari bulu pubis itu sebelum bergerak ke bawah sampai ia menemukan tujuannya.

Dijilatnya benda tegak yang kini sudah basah oleh precum. Sang raven pun tersentak kaget, desahan yang terdengar begitu merdu di telinganya, membuat nafsunya semakin menjadi untuk menyentuh sang kekasih..

Ujung yang mengeluarkan precum itulah yang pertama ia cicipi, lalu menjilat seluruh batang tegak itu tanpa jijik. Menjilatnya dengan nikmat seakan itu merupakan sebuah es krim favoritnya. Setelah merasa puas, ia pun melahap benda tegak itu tanpa ampun.

"Ahhk! N-naru—Ngnn!" Sasuke mendesah keenakan saat kejantanannya tiba-tiba diselimuti oleh gua hangat dan basah. Ia semakin merancau tak jelas saat Naruto mulai membuat gerakan maju mundur, menggesek benda tegak itu dengan gerakan sensual, mengulum dan menghisapnya tanpa ampun yang membuat sang raven mabuk dalam kenikmatan.

Naruto melemaskan kerongkongannya, memasukan benda tegak itu semakin dalam. Ia pun mempercepat gerakannya maju mundur, tak lupa untu memberi hisapan kuat yang membuat sang raven semakin mendesah nikmat.

"N-naru—Ah!—lepas—ahnn! Aku akan keluar—Ngnnn…" Sasuke mendesah, merasa precumnya tak bisa ia tahan lagi. Ia menjambak surai pirang sang dominan, saat Naruto masih keukeuh mengulumnya. Pahanya bergetar hebat, tak kuat menahan kenikmatan yang sedang dirasakan pada kejantanannya."N-naruuu ahhh…" desahnya tak tahan.

"Hmhmmm…" Naruto bergumam membalasnya, membuat getaran-getaran kecil pada ulumannya. Sasuke pun semakin tak kuat menahan klimaksnya, getaran kecil itu semakin mendorong precumnya ingin keluar. Bukannya melepas, Naruto malah semakin menghisap benda tegak itu sampai –"Ahhhhkk~!" Sasuke menjerit keras saat ia akhirnya mencapai klimaks, cairan putih pun mengucur deras dari ujung penisnya, yang dengan rakus Naruto hisap dan menelannya tanpa sisa.

Naruto pun akhirnya melepas ulumannya pada benda tegak yang kini sudah melemas itu. Ia mengusap air liur bercampur precum dari bibirnya lalu menatap puas pada sang raven yang kini tergulai lemas akibat melepas klimak kenikmatannya.

Ia pun mengecup bibir mungil Sasuke, lalu menjilatnya pelan. Lidah mereka pun kembali menyatu. Sasuke membalas ciuman itu semampu yang ia bisa, tenaganya sudah habis karena klimaks tadi. Ia merangkulkan kedua tangannya pada leher Naruto, memperdalam cumbuan mereka.

"Ehhmmp!" Sasuke tersentak kaget saat tiba-tiba Naruto membenturkan benda tegaknya dengan miliknya. Benda yang seharusnya sudah lemas itu pun kembali tegak, saat gesekan-gesekan mulai dilakukan sang dominan.

"Kau tegang lagi…" bisik Naruto menyeringai jahil, menggerakan pinggulnya semakin cepat, menggesekan kejantanannya dengan milik Sasuke.

"Berisik. Itu karena kau melakukan itu, baka." Gumam Sasuke kesal, meskipun pipinya bersemu merah.

"Hmhmm, ini baru dimulai Sasuke…" ucap Naruto parau menggoda sang kekasih, ia menjilat cuping telinga itu dan mengulumnya.

Tangannya pun mulai bergerilya nakal, mengelus pinggul sang raven, lalu bergerak ke belakang. Meremas pantat mungil itu dengan gemas. Ia bergerak terus ke bawah sampai menemukan titik lunak yang dicarinya.

Sasuke tersentak kecil saat sebuah jari tiba-tiba menginvasi lubang sensitifnya. Namun rasa sakit itu langsung hilang saat Naruto menggerakan pinggulnya kembali, menggesekan kejantanan mereka maju mundur. Rasa sakit dan nikmat semakin membuat kejantananya semakin menegang. Ia mengerang keras saat sebuah tangan kini melingkar dua penis yang bergesekan itu.

Naruto meremas kejantanan mereka, mengelus dua benda tegak itu semampu yang ia bisa hanya dengan satu tangan. Sedang tangan yang lain mulai bergerilya memasuki lubang sensitive sang raven. Ia pun mulai memasukan satu jari lagi, lalu membuat gerakan seperti gunting, melebarkan lubang itu secara perlahan.

"Ahh N-naru ehmm…" Sasuke mengerang kesakitan sekaligus nikmat saat dua jari itu mulai mengobrak-abrik lubang anusnya, ditambah gesekan pada kejantanannya membuatnya hampir kehilangan kesadaran karena kenikmatan yang ia dapat. "Ahhk!" sengatan yang begitu nikmat tiba-tiba menyentakan tubuhnya. Dia mengerang lagi saat sengatan itu menghujam titik prostatnya.

Naruto menyeringai puas saat berhasil menemukan titik manis kekasihnya. Ia pun memaju mundurkan jarinya dengan cepat, menghantam titik itu berkali-kali.

"Ahk! Ah Ah Naru! Aku sudah—Ahhn!" Sasuke mendesah keenakan, merasakan kenikmatan yang begitu luar biasa dari lubang anusnya. Ia bahkan merasa kecewa saat dua jari itu tiba-tiba pergi meninggalkan lubangnya.

"Aku akan masuk sekarang, Suke." ucap Naruto serak, napasnya terengah karena sudah tak sanggup menahan libido dalam tubuhnya yang semakin memuncak. Tanpa menahan diri lagi, ia pun dengan tiba-tiba menerobos masuk ke dalam lubang sensitive kekasihnya.

"Ahhhkk!" dua erangan terdengar memenuhi ruangan yang kini menjadi panas lembab.

Sasuke menyentakan kepalanya ke belakang, rasa sakit yang sangat amat menyerang lubangnya. Tubuhnya serasa dibelah menjadi dua, benda panjang dan keras yang menginvasi dalam lubangnya itu sama sekali berbeda dari dua jari kecil yang tadi memanjakannya. Kedua tangannya meremas kencang sofa yang mereka tempati. Napasnya tercekat menahan sakit. Diliriknya sang dominan di hadapannya. Naruto terlihat tak jauh berbeda, mulutnya sedikit terbuka akibat napas yang terengah-engah, matanya terpejam erat entah karena rasa rakit akibat dinding hangat yang meremaskan begitu kuat ataupun karena rasa nikmat akibat kejantanannya kini akhinya berada di dalam dinding lunak yang terasa begitu nikmat menyelimutinya.

"N-naruto…" panggil Sasuke. Ia mengangguk pelan saat mata mereka akhirnya bertemu.

Naruto tersenyum kecil dan mengecup bibir kekasihnya. Ia pun mulai menggerakan tubuhnya maju mundur. Gerakan kaku itu pun bertambah cepat dan mulus. Cairan precum mulai menetes membuat sodokannya semakin licin.

"Ah! Ahhnn! Naru—Ah!" Sasuke tak bisa berhenti mendesah saat titik prostatnya dihantam terus-menerus, memberinya sengatan nikmat yang hampir membuatnya tak sadarkan diri.

"Ah…Sasuke…kau nikmat sekali engnn…" Naruto mengerang, menyodok lubang itu semakin gencar.

"Lebih cepat, Ahk! Lebih keras dobe Ahhh~!" rancau Sasuke tak jelas, ia melentangkan kakinya semakin lebar, mengikatkan kedua kakinya pada pinggang sang dominan dan menarik tubuh mereka semakin menyatu. Sodokan itu pun menjadi semakin dalam. "Ahh—hh—Ahhn~!" desahnya keenakan, ia seakan melihat bintang-bintang saat titik prostatnya disodok terus menerus.

"Sasuke hhk—kau nikmat—Ahhk! Aku menyukaimu 'suke!" erang Naruto, merasa begitu nikmat akan lubang manis yang memanjakan kejantananya.

Ia menatap sang raven, tersenyum senang saat Sasuke membalas tatapannya. Dadanya terasa begitu sesak dan berisi. Kehangatan menyeruak ke seluruh tubuhnya. Tubuhnya kini menyatu dengan Sasuke, dengan kekasihnya yang begitu ia cintai.

"Aku mencintaimu Sasuke…" bisiknya tulus, ia mencium lembut bibir mungil sang raven, lalu beralih pada pipi, mata, hidung, dahi dan kembali lagi pada bibir itu. Memberi ribuan kecupan seakan sedang menyampaikan betapa sayangnya ia pada kekasihnya. "Aku sangat mencintaimu, Sasuke…aku benar-benar bahagia bisa bersamamu…" bisiknya lembut. Ia mengecup mata sang raven saat melihatnya mulai meneteskan air hangat lagi.

"Aku uh…juga…" Sasuke tiba-tiba terisak. "Aku juga…" Bendungan hangat yang menumpuk di matanya pun pecah membasahi pipinya. Ia menutup mata wajahnya dengan kedua lengannya, seakan tak ingin menunjukan wajahnya karena terus menangis.

"Aku tahu." Naruto hanya tersenyum lembut, menyingkirkan kedua lengan itu dan mengecup pipi yang kini sudah sangat basah. Ia memberi kecupan berkali-kali pada sang raven, seakan ingin berkata bahwa ia ada disana bersamanya.

Naruto menggerakan pinggulnya semakin cepat dank eras, merasa tubuhnya tidak akan bisa bertahan lebih lama. Cairan precum sudah menetes deras dari ujung penisnya, membuat sodokannya semakin bertambah licin.

"Naruto Ahk!—keluar Ah! Aku ingin keluar aahnn!" desah Sasuke tak tahan, pahanya bergetar, perutnya seperti dililit, mengejang keras menahan klimaks yang sudah mencapai batasnya.

"Ngnn…kita keluar bersama, Sasuke…" erang Naruto, merasakan tubuhnya juga tidak akan bertahan lama. Dia pun mempercepat gerakannya menyodok maju mundur lubang manis itu, menghantam titik manis sang raven berkali-kali sampai akhirnya—

"Ahhhkk!" mereka mencapai klimaks secara bersamaan, cairan putih pun menyembur keluar dari kejantanan mereka. Tubuh mereka pun menjadi lengket akan keringat dan cairan putih yang menetes di mana-mana.

"Ngnn…" desah Naruto dengan perlahan mengeluarkan kejantanannya yang kini melemas. Cairan putih pun langsung menetes keluar dari lubang anus yang kini berwarna merah membengkak. Naruto menggunakan tenaga terakhirnya dan merebahkan diri di samping Sasuke yang sudah tergulai lemas di atas sofa. Ia menarik tubuh sang raven dan memeluknya erat, sebelum memejamkan mata menyusul sang kekasih ke alam tidur. "Aku tak akan pernah melepaskanmu Sasuke…"

"Kita akan selalu bersama selamanya…"

.

.

.

.

.

.

Naruto tak bisa menahan cengiran senang untuk menempel di wajahnya. Semua orang yang melihatnya pasti akan tahu kalau dia sedang dalam mood yang sangat bagus. Bahkan mereka mulai bertanya-tanya apa yang membuat pemuda pirang itu sampai begitu senang akhir-akhir ini.

Bagaimana tidak? Sekarang Naruto dan kekasihnya sudah resmi menikah dalam dunia game. Well, mungkin memang, itu hanya dunia game, bukan dunia nyata. Namun tetap saja, mereka menikah karena perasaan mereka itu nyata. Walaupun Naruto belum pernah sekalipun melihat Sasuke dalam dunia nyata, ia tetap senang asalkan mereka bisa tetap bersama.

Hubungan mereka kini semakin menjadi dekat. Ia senang karena Sasuke tidak pernah menolak permintaannya untuk bertemu bahkan di saat yang tiba-tiba. Terkadang ia sedikit penasaran, apa yang biasa dilakukan pemuda raven itu saat mereka tidak bertemu dalam dunia game. Tapi rasa penasaran itu langsung ia tepis saat memikirkan kalau mereka akan segera bertemu nanti.

Kehidupan sehari-hari Naruto tidaklah berbeda dari biasanya, bangun, sarapan, kuliah, makan, pulang, lalu ketemu Sasuke sampai akhirnya malam mengharuskannya untuk tidur. Kegiatan yang begitu konstan, namun tak pernah sekalipun membuatnya bosan. Namun hal yang tidak ia ketahui adalah kesenangan itu….hanya berlangsung sebentar….

.

.

.

.

.

Naruto menatap bingung saat tak menemukan Sasuke di tempat biasa mereka bertemu. Contact list yang menyala merah menandakan bahwa sang raven masih belum log in dalam permainan. Lima menit Naruto menunggu, ia hanya berpikir mungkin Sasuke sedikit telat.

Satu jam telah terlewati, Naruto mulai merasa cemas.

Dua jam kini telah berlalu, Naruto pun menjadi uring-uringan.

Dia mengecek contact Sasuke, namun masih belum terlihat karakter kekasihnya itu sudah log in.

Tiga jam pun sudah ia habiskan hanya untuk duduk menunggu disana. Naruto mulai berteriak kesal dan menjadi sangat cemas. Tanpa membuang waktu ia langsung berlari mengelilingi kota, lalu pergi menuju rumah mereka dan mencari sang raven. Tapi seharusnya ia tahu kalau ia tak mungkin bisa menemukannya dimanapun. Sasuke bahkan belum log in ke dalam game online itu.

Merasa sangat khawatir, Naruto pun akhirnya log out dari game. Dia dengan segera menyambar handphone-nya dan menelpon Sasuke. Suara operator yang menjawabnya membuat rasa cemasnya bertumpuk berkali-kali lipat.

Puluhan telepon dan pesan sudah ia lakukan, namun tak satu pun dibalas oleh Sasuke. Naruto menggigit bibirnya, mencoba mengingat-ingat kalau mungkin mereka memang tidak janji bertemu hari ini, atau mungkin Sasuke pernah mengatakan bahwa dia harus melakukan sesuatu yang penting hari ini.

Mencoba menenangkan pikirannya, ia pun berpikir mungkin Sasuke memang sedang melakukan sesuatu yang sangat penting, jadi dia tak bisa menganggunya. Setelah menelpon sekali lagi, yang juga hanya di jawab oleh operator, Naruto pun akhirnya menyerah. Ia memutuskan untuk menunggu sampai besok pagi dan menelpon sang raven kembali.

.

.

.

.

.

Satu minggu.

Genap satu minggu.

Itu adalah jumlah waktu yang sudah terlewati sejak terakhir kali Naruto bertemu Sasuke. Ia sudah mencoba apapun cara yang bisa ia gunakan untuk menghubungi Sasuke. Sms, telepon, email, PM dalam game, namun tak satu pun dari hal itu dibalas oleh sang raven. Ia bahkan sudah mencoba menunggu seharian dalam dunia game hanya untuk melihat apakah Sasuke pernah mencoba log in, tapi nihil. Semuanya hanya berhasil nihil. Tak satupun cara yang ia gunakan berhasil. Sasuke seakan hilang tanpa jejak.

Teman-temannya mulai merasa khawatir saat melihat pemuda yang biasanya selalu tersenyum itu tiba-tiba menjadi sangat muram. Naruto seperti sudah kehilangan cahayanya. Tidak. Dia memang sudah kehilangan cahayanya. Semangat hidupnya sudah lenyap. Orang yang sangat ia cintai sudah pergi. Sasuke-nya tiba-tiba menghilang pergi tanpa jejak.

Sebuah bunyi nada pendek namun keras menarik perhatiannya. Naruto menoleh ke arah meja, dimana ia meletakan leptopnya masih menyala. Sebuah gambar seperti kertas surat muncul di sudut kanan bawah layar dekstopnya. Alis Naruto mengkerut bingung memperhatikan gambar surat itu, menandakan bahwa ia baru saja mendapat sebuah email. Tiba-tiba saja ia teringat akan Sasuke. Dengan cepat ia pun melompat dari tempat tidur dan menuju leptopnya berada. Kakinya bahkan tersandung saat ia dengan tergusa-gusu ingin segera melihat isi email itu.

Menarik napas dalam-dalam, ia pun membuka email yang baru masuk tadi.

darkraven(a)yxxxx-cxm

Sebuah alamat email yang tertera pada tab pengirim berhasil membuat jantungnya seakan mau copot. Sasuke. Itu adalah alamat email milik Sasuke. Sasuke akhirnya menghubunginya!

Dengan gugup, Naruto pun membawa matanya ke bawah untuk melihat isi email itu. Jantungnya berdetak begitu keras seakan ingin melompat copot.

Naruto,

Kalimat pertama itu membuatnya semakin gugup, ia menjadi teringat bagaimana saat kekasihnya memanggil namanya.

Aku tahu kau pasti sedang mencariku sekarang.

Aku tak bisa mengatakan apapun soal alasanku tiba-tiba menghilang.

Tapi ada satu hal penting yang harus aku beritahu padamu.

Jangan mencariku ataupun menghubungiku lagi.

Hubungan kita berakhir sampai disini.

Aku sudah bosan denganmu.

Selamat tinggal.

By

Uchiha Sasuke.

Eh…?

A…apa…..?

Dibacanya ulang isi pesan itu, lalu dibaca lagi, dan dibaca, dibaca, dan dibaca terus seakan dia tidak percaya dengan yang sudah dilihatnya. Mata shappire-nya seakan tak bisa lepas dari kalimat yang tertera pada layar didepannya, terus menatapinya tajam seakan kalimat itu akan berubah dengan sendirinya hanya dengan ia tatap, atau mungkin dia sedang menunggu pesan lain dari Sasuke yang mengatakan bahwa pesan itu hanya lelucon.

Tapi tidak, tidak satupun dari hal itu yang terjadi. Isi kalimat itu tidak berubah, ataupun Sasuke mengirim pesan lain yang berisi pemberitahuan bahwa pesan itu hanya lelucon. Berapa kalipun ia menatapnya, ia membacanya ulang, kalimat itu masih tetap sama. Bukan ia yang salah baca, ataupun bukan ia yang tidak bisa membacanya dengan benar. Kalimat itu memang berisi hal apa adanya seperti yang sudah ia baca barusan.

"Haha…hahaha… Sasuke ini tidak lucu. Apa maksudmu dengan berakhir?!" tanyanya tertawa hampa, menatap datar pada layar leptopnya.

"Jangan bercanda! Kau pikir aku akan mempercayai pesan omong kosong seperti ini!" Kini ia berteriak.

"Sasuke, jawab aku!" teriaknya lagi entah pada siapa, kini ia berdiri, menatap tajam pada layar leptop seakan benda itu yang bersalah.

Hubungan kita berakhir sampai disini.

Kalimat itu terbaca lagi olehnya.

Aku sudah bosan denganmu.

Naruto menggigit bibirnya, rasa sakit yang begitu tajam menusuk dadanya seperti duri.

"Tidak…" ia berbisik.

Aku sudah bosan denganmu.

"Tidak!" kini ia berteriak.

Selamat tinggal.

"Jangan bercanda brengsek!" benda canggih itu pun akhirnya dibantingnya.

Naruto menatap garang pada benda yang kini rusak akibat amukannya. Gigi bergetak kuat, tangannya pun terkepal keras seakan menahan amarah yang ingin meledak kapanpun.

"Uh…" Lalu ia terisak, sebutir air hangat menetes pelan dari sudut matanya.

"Tidak…" ia terisak lebih keras, tangannya meremas dadanya seakan sedang menahan sakit yang sangat amat dari dadanya.

Tidak…

Ini tidak mungkin…

Ini pasti bohong..

Sasuke tidak mungkin meninggalkannya…

Sasuke tidak mungkin…

.

.

.

.

.

"Okaerinasai, Kyuubi-sama." Kakashi menunduk hormat seraya menyambut kepulangan sang putra sulung keluarga Namikaze.

Kyuubi hanya mengangguk. Ia menyerahkan kunci mobilnya pada Kakashi sebelum berjalan menuju tangga. Ia berhenti saat mengingat sesuatu. "Kakashi." Panggilnya pada sang kepala pelayan.

"Apa…" dia menggigit bibir bawahnya. "Bagaimana keadaan Naruto?" dia akhirnya bertanya.

"Tuan muda masih mengurung diri di dalam kamar, Kyuubi-sama." Balas Kakashi tersenyum sedih.

"Ah, begitu ya…" gumam Kyuubi sedih. "Aku mengerti." Ucapnya sebelum menaiki tangga. Dia melewati beberapa ruangan sampai akhirnya ia tiba di depan kamar adiknya. Ia mengetuk pintu kamar itu dengan perlahan. "Naruto?" panggilnya, namun tak satupun jawaban di dengarnya.

Ia pun menghela napas dan memutuskan untuk pergi membiarkan adiknya sendiri.

Sudah satu bulan adiknya mulai mengurung diri, menolak untuk makan ataupun keluar. Meskipun ia sudah menyuruh Kakashi untuk memaksanya makan, namun adiknya itu lebih memilih mengurung diri. Bahkan setiap harinya bocah itu semakin bertambah suram. Dia benar-benar cemas pada Naruto. Ia sudah mencoba berkali-kali untuk mengajaknya berbicara, namun yang diterimanya hanya amukan ataupun Naruto yang menghiraukannya.

Esok hari pun masih sama. Ia tak tahu harus bagaimana menghadapi adiknya. Orang tua mereka pun mulai menjadi cemas. Ia tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Adiknya tiba-tiba saja mengurung diri dan tak ingin bicara dengan siapapun.

Ia mengetuk pintu berwarna nila itu sekali lagi. Menghela napas saat tak mendapat satupun jawaban. Merasa tak bisa dibiarkan lagi, ia pun mengambil kunci cadangan dan membuka pintu itu. Ruangan yang sangat gelap lah yang pertama kali dilihatnya. Ia menoleh ke arah tempat tidur, dimana sebuah kungkungan selimut berada. Kyuubi menghela napas lagi sebelum menyalakan lampu ruangan itu.

Ruangan itu sangat berantakan. Baju berserakan dimana-mana, beberapa benda berjatuhan dan pecah seperti habis dibanting. Ruangan yang seharusnya rapi itu benar-benar seperti kapal pecah. Kyuubi menghela napas sebelum berjalan mendekati tempat tidur. Dilihatnya kungkungan selimut di depannya. Surai pirang terlihat menyembul dari ujung selimut itu.

"Oi, Naruto." panggilnya pada seseorang yang ada di balik kungkungan itu.

"Naruto!" panggilnya lebih keras.

Kyuubi menggertakan giginya kesal sebelum ia dengan kasar menarik selimut itu, membuat sang adik terlempar jatuh ke atas lantai. "Bangun, baka!"

Sang adik itu pun terbangun dari posisinya di atas lantai. Pemuda berambut pirang itu melirik ke arah kakaknya. Kyuubi tertegun saat melihat betapa kosongnya pandangan itu. Shappire yang biasanya selalu cerah dan bercahaya kini terlihat begitu redup dan kosong. Naruto hanya menatapnya lalu bergerak lagi naik ke tempat tidurnya, mengembalikan posisinya seperti semula seakan kakaknya tidak ada disana.

"Oi, brengsek! Berhenti muram sepert ini, idiot!" geram Kyuubi marah, menarik kerah baju adiknya. Kyuubi menggertakan giginya saat tatapan kosong itu kembali mengarah padanya.

Buagh!

Pukulan tinju itu pun akhirnya mengenai pipi kanan sang adik, membuatnya terjatuh di atas tempat tidur.

"Naruto! Jawab aku, brengsek!" Ia memukul pipi yang satunya.

Namun Naruto tidak menjawabnya atau bahkan berteriak kesakitan. Ia hanya menatap kosong pada Kyuubi seolah hal sedang terjadi padanya sama sekali tidak penting.

"Brengsek!" Kyuubi menggertakan giginya kuat. "Apa seperti ini?!" teriaknya tiba-tiba.

"Apa hanya ini yang bisa kau lakukan?!" teriaknya lagi.

"Hanya karena pacarmu yang tidak jelas itu, kau rela menjadi sampah seperti ini?!" teriaknya keras, kali ini ia berhasil menarik perhatian sang adik. Sang shappire kini menatapnya tajam.

"Kenapa?! Kenapa kau menatapku hah?! Apa kau marah sekarang?!" teriak Kyuubi garang padanya.

"Dia bahkan sudah meninggalkanmu! Untuk apa kau masih memikirkan bocah sialan itu?!" teriaknya lagi.

"Berisik!" suara itu terdengar begitu serak seakan sang pemilik suara sudah sangat jarang berbicara.

"Berisik! Kau tidak mengerti!" suara itu berteriak lagi.

"Kalau begitu buat aku mengerti, baka! Berhenti mengurung dirimu seperti ini hanya karena pacarmu pergi!" teriak Kyuubi memarahinya.

"Kau tidak mengerti!" Naruto berteriak lagi, ia mendongak, menatap tajam pada kakaknya. "Aku mencintainya! Aku mencintai Sasuke! Ia adalah segalanya bagiku!"

"Tapi dia sudah pergi, baka! Ia sudah meninggalkanmu." Ucap Kyuubi kini lebih pelan.

"Itu—! Bohong! Itu tidak mungkin! Sasuke tidak mungkin pergi!" teriak Naruto, sebutir air hangat menetes pelan dari sudut matanya, lalu disusul tetesan lain yang mulai membuat pipinya basah.

"Dia tidak mungkin pergi! Dia mencintaiku! Kami saling mencintai. Tidak mungkin Sasuke—" lalu Naruto pun terisak, pipinya kini sudah sangat basah oleh air mata.

Kyuubi menatap sedih pada adiknya, lalu ia pun mendekat, menarik tubuh yang kini sangat kurus itu dalam pelukannya. "Shhhh. Karena itu aku bilang, apa hanya ini yang bisa kau lakukan, idiot?" ucapnya lembut mengusap punggung adiknya.

Naruto mendongak, menatap bingung pada kakaknya.

"Kau bodoh." Ucap Kyuubi menepuk kepala sang adik dengan penuh sayang. "Kalau kau memang mencintainya, seharusnya kau mencari Sasuke sampai menemukannya, bukannya menangis seperti anak kecil disini."

Shappire itu pun melebar. Naruto membuka mulutnya, namun kembali mengatupkannya erat. Ia pun memalingkan wajahnya. "Tapi, bagaimana…aku tidak tahu dimana ia tinggal…" ia bersuara serak.

"Geez, Aku pikir kau itu seorang raja dalam permainan komputer." Balas Kyuubi jahil memukul kepala pirang itu dengan ringan.

"Huh?" Naruto menatap bingung padanya.

"Kalian bertemu dalam game bukan? Kita bisa meminta server perusahaan untuk mengecek lokasi tempat Sasuke bermain game. Bukankah kau juga punya email dan nomor handphone-nya? Jika nomornya masih aktif, kita bisa mencari tahu lewat satelis gps." Ucap Kyuubi dengan tersenyum lembut.

"Kita bisa melakukan itu…?" Shappire yang tadinya sangat kosong, kini mulai memperlihatkan titik-titik cahaya.

"Yeah. Aku akan melakukannya untukmu. Tapi—" ia menghentikan kalimatnya dan menatap tajam pada adiknya. "Berhenti mengurung diri dan perbaiki tubuhmu itu! Kau benar-benar seperti mayat hidup!" desisnya marah.

"Fine…" balas Naruto dengan suara pelan, ia menekuk wajahnya dan menunduk.

Kyuubi menghela napas dan menepuk kepala pirang itu dengan sayang. "Aku akan menyuruh koki membuatkan makanan favoritmu. Lebih baik kau mandi sekarang, lalu turun ke bawah, oke? Aku akan pergi ke perusahaan untuk mengecek account milik Sasuke." ucapnya sebelum pergi menuju pintu.

"Ingat, kau harus mandi dan makan yang banyak! Aku tidak akan membantumu jika aku tahu kau tidak melakukannya!" perintah Kyuubi lagi memperingatinya. Ia menatap adiknya yang masih menunduk, lalu tersenyum sedih. Ia pun berbalik dan menuju pintu.

"Niisan…" suara itu sangat kecil, namun berhasil menghentikan langkahnya keluar dari ruangan itu. Kyuubi pun menoleh pada sang pemilik suara. Naruto masih terlihat menunduk, setelah beberapa detik pemuda pirang itu akhirnya mendongak dan menatapnya.

"Terima kasih…" ucapnya pelan.

"Sudah tugasku sebagai kakak." Balas Kyuubi dengan cengiran, sebelum akhirnya ia meninggalkan ruangan adiknya.

.

.

.

.

.

Satu minggu pun terlewati. Naruto sudah terlihat lebih baik, paling tidak dia tidak mengurung diri lagi di dalam kamar ataupun menolak untuk makan. Tubuhnya sudah mulai kembali ke proporsi yang seharusnya. Meskipun ia masih menolak untuk berangkat kuliah.

Hal yang mulai membuat Kyuubi kesal adalah adiknya itu akan selalu menanyainya tentang Sasuke sesaat ia kembali dari perusahaan. Memang sih, dia yang menawarkan sendiri untuk membantu adiknya. Dan tentu saja ia melakukannya dengan senang hati. Tapi pulang tanpa membawa kabar apapun benar-benar membuatnya merasa tidak enak. Ada begitu banyak pemain dalam game mereka. Akan membutuhkan waktu lama untuk mengecek seorang pemain apalagi seseorang yang sudah lama sekali tidak bermain game. Akan lebih parah lagi kalau ternyata account itu sudah dijual ke pemain lain.

Tapi hari ini berbeda, ia akhirnya menemukan petunjuk tentang Sasuke. Ia bahkan menemukan lokasi dimana Sasuke berada sekarang. Tapi, sekarang, bukannya ia senang karena berhasil menemukannya. Ia sama sekali tidak merasa senang. Ia bahkan lebih memilih untuk tidak mengetahuinya sama sekali, dan membiarkan rahasia anak itu terus tertutup. Ia bahkan mulai mengerti kenapa Sasuke memilih pergi meninggalkan adiknya. Itu karena Sasuke…

"Aniki!" panggil Naruto dengan semangat saat pemuda pirang itu melihat kedatangannya di rumah. Kyuubi hanya membalasnya dengan sebuah senyuman.

"Apa kau menemukannya hari ini?!" tanya Naruto langsung tidak sabar.

Kyuubi tersenyum kecut. Dia mengalihkan tatapannya dan berjalan menghiraukan adiknya.

"Aniki?!" panggil Naruto bingung mengikutinya.

Kyuubi pun berhenti lalu menatap adiknya sebentar. Dia pun menghela napas. "Aku menemukannya…" ia akhirnya berkata.

"Benarkah?!" tanya Naruto semangat, cahaya langsung terlihat menyilaukan dari balik shappire itu, membuat Kyuubi mengigit bibirnya kecut.

"Iya. Ikut denganku. Ada yang harus kita bicarakan." Ucapnya menggiring adiknya menuju kamarnya.

"Jadi, dimana Aniki?! Dimana Sasuke?! Bisakah kita kesana?! Tidak, ayo kesana saja sekarang! Aku ingin menemuinya!" ucap Naruto sangat semangat, dia bahkan langsung berdiri dan menuju pintu keluar, namun segera dihentikan oleh kakaknya.

"Tunggu, baka! Sudah kubilang kita harus bicara dulu." Ucap Kyuubi menghela napas. "Duduklah. Aku ingin kau mendengarnya baik-baik." Perintahnya pada sang adik.

Naruto pun akhirnya menurut dan duduk di atas tempat tidur milik kakaknya, ia menatap lurus pada kakaknya. Shappire yang terlihat sangat senang membuat Kyuubi semakin urung untuk mengatakan yang sebenarnya.

"Naruto…" Kyuubi menggigit bibirnya. "Sebelum aku memberitahumu, ada yang ingin aku tanyakan…" ucapnya ragu-ragu.

Naruto hanya mengangguk cepat, merasa tidak sabar mendengar kabar soal Sasuke.

"Itu…apa Sasuke pernah menceritakan sesuatu tentang dirinya…?"

Alis pirang itu pun menekuk. "Tidak, kami tidak pernah tahu tentang identitas ataupun kehidupan masing-masing…" Naruto akhirnya menjawab.

"Ah, begitu…" Kyuubi mengangguk pelan. Dia pun menghela napas lagi. Sial. Sudah berapa kali ia melakukannya hari ini?

"Satu hal lagi, aku ingin kau menjawabnya dengan jujur, Naruto…" ucapnya lagi pada sang adik yang hanya mengangguk cepat membalasnya.

"Apa kau…benar-benar mencintainya…?" Kyuubi akhirnya bertanya, menatap serius pada kedua shappire.

"Tentu saja! Aku sudah mengatakannya berkali-kali kan, Aku sangat mencintai Sasuke!" jawab Naruto sedikit kesal.

"Benarkah? Bahkan jika aku bilang Sasuke tidak mencintaimu lagi, apa kau akan tetap mengejarnya…?"

Kedua shappire pun melebar. Naruto mengigit bibirnya sebelum menjawab. "Aku tidak peduli. Aku sangat mencintai Sasuke. Aku tidak akan pernah melepaskannya. Jika dia sudah…tidak mencintaiku lagi…A-akan kubuat saja dia jatuh cinta lagi padaku!" ucapnya dengan mantap mengakhiri kalimatnya.

"Kau benar-benar serius?" tanya Kyuubi lagi.

"Tentu saja! Berhenti bertele-tele Aniki, Aku tidak mengerti! Kenapa kau tanyakan hal itu?!" tanya Naruto kesal.

Kyuubi menghela napas, lalu menggigit bibirnya. "Lalu, bagaimana jika…jika Sasuke tak bisa hidup bersamamu. Apa…apa kau bisa hidup tanpanya…?" dia akhirnya bertanya ragu, melirik hati-hati pada adiknya.

Kedua shappire itu pun melebar. "Itu…a-apa maksudmu…? A-apa terjadi sesuatu pada Sasuke?!" teriaknya tiba-tiba merasa cemas.

"Jawab saja pertanyaanku, Naruto…Apa kau bisa hidup tanpanya…?" Kyuubi bertanya lagi, mengigit bibir bawahnya keras.

"Itu…aku…" Naruto menunduk, kedua tangannya meremas-remas kain sprei dari tempat tidur dimana ia duduk. "Aku…tidak bisa…." Suara itu terdengar lirih.

Iris ruby itu pun terbelalak. Kyuubi mengepalkan kedua tangannya kencang. Dia bahkan belum mengatakan apa-apa, tapi hatinya terasa teriris-iris, tak sanggup mengatakan yang sebenarnya pada satu-satunya adik yang sangat ia sayangi…

"Naruto…dengar…aku hanya akan mengatakannya sekali…" ucapnya dengan suara bergetar.

Naruto pun mendongak, menatap kakaknya dengan serius, jantungnya berdebar-debar kencang menunggu kabar tentang Sasuke.

"Setelah mendengar ini, aku ingin kau memikirkannya baik-baik. Apa kau masih ingin bertemu dengan Sasuke atau tidak…aku tidak ingin kau menyesali keputusanmu…" Kyuubi berkata dengan suara bergetar. Naruto yang seperti menyadari sikap aneh dari kakaknya mulai merasa cemas.

"Sasuke…" Kyuubi menelan ludah. Dia menatap kedua shappire lalu menoleh menghindarinya. Bibir ia gigit dengan keras. Setelah beberapa detik, ia pun menghela napas, memutuskan untuk mengatakan yang sebenarnya.

"Sasuke….menderita leukemia stadium akhir. Saat ini dia sedang dalam keadaan koma, di salah satu kamar pasien rumah sakit konoha."

—DDEGHH!—

A…PA…?!

.

.

.

.

.

—pip—

Seorang pemuda berambut hitam panjang yang diikat ke belakang berjalan dengan cepat di koridor berdinding warna putih.

—pip—

Pemuda raven itu berparas sangat tampan, dengan sebuah garis lurus dibawah tiap matanya. Matanya beriris onyx, menatap lurus kedepan.

—pip—

Ditangannya sebuah keranjang yang berisi tomat yang terlihat sangat merah dan segar. Dia membawa keranjang itu dengan hati-hati seakan benda itu sangat penting.

—pip—

Pemuda itu akhirnya menghentikan langkahnya di depan sebuah pintu kamar. Ia melirik ke samping pintu dimana sebuah nama tertera disana.

Uchiha Sasuke.

—pip—

Pemuda raven itu pun menghela napas, sebelum akhirnya ia membuka pintu itu dan berjalan masuk. Seorang perawat menyambutnya saat ia masuk.

—pip—

"Itachi-san! Anda sudah datang." Ucap perawat itu dengan sebuah senyuman.

Pemuda yang dipanggil 'Itachi' itu hanya mengangguk pelan. Lalu berjalan mendekati tempat tidur yang terletak di dekat jendela ruangan kamar itu. Ia meletakkan keranjang tomat yang dibawanya di atas meja kecil di samping tempat tidur.

—pip— suara itu terdengar lagi, suara detak jantung yang berasal dari sebuah alat yang terletak di samping tempat tidur.

"Bagaimana keadaannya?" tanyanya pada perawat tadi tanpa menoleh. Mata onyx-nya menatap lurus memperhatikan seseorang yang kini sedang berbaring tak sadarkan diri di atas tempat tidur.

"Seperti biasa. Dia baik-baik saja. Aku baru saja mengganti kantong infusnya." Terang perawat itu.

"Terima kasih, Shizune-san." Ucap Itachi dengan senyum kecil, menoleh pada perawat yang ia panggil 'Shizune' tadi.

Shizune hanya tersenyum sedih membalasnya. "Aku harus pergi. Panggil kami jika anda butuh sesuatu, Itachi-san." Ucap Shizune sebelum meninggalkan ruangan.

Itachi pun menoleh lagi, memperhatikan seseorang yang sedang berbaring tadi. Ia mengambil sebuah kursi dan duduk tepat di samping tempat tidur. Diraihnya sebuah tangan berkulit sangat pucat milik seseorang yang sedang berbaring tadi. Ia menggenggam tangan itu dengan erat, seakan ingin menyalurkan kehangatan pada seseorang itu.

Itachi tersenyum sedih. Diperhatikannya paras tampan yang kini terlihat sangat kurus milik adiknya. Benar, seseorang yang sedang berbaring itu adalah adiknya. Satu-satunya adik sekaligus keluarga yang ia miliki sekarang. Salah satu tangannya terulur, membelai lembut surai raven yang kini hanya tertinggal sedikit.

"Sasuke…" panggilnya dengan lirih.

"Cepat buka matamu…"

.

.

.

.

.

.


tbc / delete...?


happy end...or sad end...?

.

Jangan lupa review ^_^