Jongin berlari di sepanjang koridor dan menghiraukan segala sapaan yang diberikan para pegawai kepadanya. Ia menatap lurus ke arah Luhan yang sedang menjelaskan suatu grafik yang sama sekali dirinya tidak mengerti. Ia menerobos pintu kaca yang membatasi ruangan yang dikurung oleh empat sisi kaca itu dan ia sama sekali tidak perduli dengan tatapan kaget serta heran yang dilemparkan kepdanya. Ia hanya berjalan lurus ke arah Luhan yang tanpa sengaja melirik ke arahnya, sama seperti yang lainnya Luhan tampak terkejut dan bahkan tidak bisa menutup mulutnya.
"Minggu depan, kau akan menikah dengan Chanyeol?" teriak Jongin dan Luhan mengangguk. Tiba-tiba saja, sebuah tinjuan menghantam rahang Luhan. Keseimbang pria itu sampai oleng dan dia jatuh terduduk di lantai.
"Kau.. dasar pengkhianat!" Jongin menendang kakinya dan berbalik pergi keluar dari ruangan.
Ia sama sekali tidak perduli akan resiko yang dirinya hadapi setelah meninju sepupu kesayangan ayahnya itu. Ia hanya ingin pulang sekarang lalu bersembunyi dibalik selimutnya sambil meneror Chanyeol dengan berbagai pesan penuh kutukan serta makian. Ia tidak akan membiarkan kehidupan kedua pengkhianat itu tenang. Jongin berusaha menahan air matanya. Ia menundukkan kepalanya dan terus berjalan menuju basement kantor.
Dilain sisi, Chanyeol yang sedang memantau jalannya acara variety yang ditanganinya musim ini tampak begitu serius dibangkunya, sampai ia tidak menyadari kalau Sehun sedang berdiri di sampingnya, dan sedang bersiap-siap untuk menarik kerah bajunya dan menghantamkan dirinya ke lantai atau ke bangku penonton. Sehun sedang mempertimbangkan berbagai cara cepat untuk membunuh Chanyeol sekarang.
Ketika, Chanyeol berbalik menoleh ke sampingnya, tepat ke arah Sehun. Secara reflek atau tidak, Sehun meninju wajahnya membuat ia jatuh dan menghentikan segala kegiatan yang menyangkut acara tersebut. Seluruh mata tertuju ke arah mereka sekarang. Chanyeol yang merasakan asin darahnya yang berasal dari hidungnya, memberanikan diri untuk menatap ke arah Sehun yang mungkin akan meninjunya lagi. Namun, Sehun tidak bergeming. Ia hanya terdiam menatap Chanyeol. Meski, ia begitu marah dan membenci pria yang telah mengkhianatinya ini. Ia tetap tidak bisa menyakitinya secara fisik maupun mental. Bagaimanapun juga, Chanyeol pernah menjadi sahabatnya. Ia tidak bisa melupakan ikatan persahabatan yang dirinya jalin bersama pria itu selama sepuluh tahun lebih.
"Kali ini, kesalahanmu fatal," bisik Sehun. Bibirnya bergetar serta nafasnya menyesak. Ia tidak mungkin menangis disaat dirinya menjadi tontonan gratis seperti ini.
"Aku tahu, Sehun-ah. Aku benar-benar minta maaf. Tapi, sungguh, aku amat mencintai Luhan,"
"Kau pikir aku tidak?" Sehun berteriak membuat Chanyeol langsung terdiam. "Kau yang tahu, Park Chanyeol. Kau yang selama bertahun-tahun ini mendengarkanku membicarakannya. Tapi, kau juga.. kau juga yang malah memilikinya sekarang. Kau yang kuanggap saudaraku sendiri!"
"Sehun-"
"Aku masih menganggap ini leluconmu, Park Chanyeol. Aku tidak bisa memercayainya," Sehun menarik nafas dalam-dalam berusaha untuk tenang. Ia tidak boleh menangis di sini. Masa bodoh kalau Chanyeol akan menangis sebentar lagi. Ia tetap harus menahan air matanya. "Tapi, ini kenyataannya, bukan? Minggu depan, kalian akan menikah. Jadi, selamat,"
Sehun berbalik menuju pintu keluar. Ia kembali menarik nafasnya dan jujur saja, merasa lebih lega sekarangnya. Rasanya ia ingin tertawa sekarang, dorongan untuk menangis yang sempat dirasakannya tiba-tiba lenyap dan meninggalkan perasaan aneh yang membuatnya.. lapar.
ACCIDENTLY MARRIED
Sekitar lima hari berlalu sejak insiden peninjuan Luhan di depan para investor baru perusahaan. Selama lima hari pun juga, Luhan berusaha menghubungi Jongin namun Jongin tidak pernah membaca pesan atau mengangkat telponnya. Ia terlalu sibuk dengan dunianya yang tidak jauh dari kamar dan laptopnya. Meski sulit untuk diakui, dirinya pengangguran sekarang dan ia masih bergantung kepada harta ayahnya yang tidak akan pernah habis untuk satu abad selanjutnya.
Hari ini, Jongin memutuskan untuk keluar dari kamarnya dan duduk seharian di Starbucks untuk menulis sesuatu yang tidak akan pernah dipublikasikan olehnya. Jongin suka menganggap dirinya adalah seorang penulis professional yang lebih memilih untuk menikmati karyanya sendiri daripada berbagai dengan orang lain. Padahal, kenyataannya Jongin sendiri pun tidak tahu apakah tulisannya ini tergolong tulisan yang cukup baik atau buruk. Ia hanya suka menghibur dirinya dengan berbagai macam fantasi yang sering Chanyeol keluhkan. (Chanyeol pernah menyebut dirinya gila namun kemudian, pria itu memeluknya membuat Jongin merasa kalau gila yang dimaksud dirinya adalah gila yang tergolong baik)
Bahkan, Chanyeol sendiri yang memiliki status sebagai mantan kekasihnya, tidak pernah memiliki waktu untuk membaca tulisannya. Ia selalu berdalih dengan pekerjaan yang begitu banyak dan entahlah, Jongin selalu memercayainya. Bagaimanapun juga, Jongin mulai menyadari, kalau hubungannya dengan Chanyeol mungkin adalah hubungan sepihak. Mungkin, Chanyeol pernah mencintainya. Tetapi, ia tidak pernah mencintai Jongin sebesar Jongin mencintai dirinya. Mungkin, Chanyeol menganggap Jongin adalah kekasihnya. Tetapi, Jongin menganggap Chanyeol adalah segalanya – yang maknanya jauh lebih luas dari sekedar kekasih saja.
Jongin tahu kalau dirinya terlalu bodoh karena mencintai seseorang sampai ia lupa akan akal sehatnya. Jongin juga tahu kalau tidak aneh Chanyeol memilih untuk berselingkuh dengan Luhan yang jauh lebih tampan, cerdas dan memiliki pekerjaan tetap. Jongin dapat membayangkan masa depan Chanyeol yang akan lebih bahagia jika bersama Luhan.
Tangan Jongin membeku di atas keyboard laptopnya. Ia menatap ke arah layar laptopnya dan mendapati pantulan wajahnya. Ia terlihat benar-benar kacau sekarang. Jongin menempelkan keningnya pada keyboard. Ia tidak perduli akan rasa sakit yang menekan keningnya. Ia ingin menangis lagi sekarang.
"Kau.. Jongin, kan?" Jongin langsung mengangkat kepalanya dan mata Sehun membulat ketika melihat cetakan-cetakan berwarna merah dikening pria itu. Ia berusaha menahan tawanya.
"Oh Sehun!" Jongin menunjuk dirinya dan Sehun mengangguk.
Tanpa ada menyuruhnya, ia menarik bangku dan duduk di hadapan Sehun. Seperti ingatan Jongin akan Oh Sehun dimasa-masa sekolahnya, aura menyebalkan pria itu tidak pernah berubah. Aura itu selalu ada dan mungkin akan melekat pada dirinya untuk selamanya. Jongin kembali membenci pria itu meski adanya kemungkinan kalau pemuda itu tidak begitu brengsek lagi.
"Apa pekerjaanmu sekarang, Kim Jongin? Kau pasti terlalu sering bekerja di outdoor jadi.." Sehun menatapnya dengan tatapan mengejek. Oke, dia masih brengsek seperti dulu.
"Well, itu bukan urusanmu, Oh Sehun. Tapi, tidak apa. Setidaknya aku bukan albino," cibir Jongin lalu memasang wajah pura-pura terkejutnya. "Sehun-ssi, kau seharusnya bangga dengan dirimu. Jangan tutupi kalau kau sebenarnya.. manusia langka. Jangan warnai rambut, alis, dan-"
"Aku bukan albino! Kau pernah dengar tidak.. kalau ada beberapa orang yang terlahir dengan kulit pucat?" teriak Sehun membuat beberapa pengunjung kafe menoleh ke arah mereka.
Kening Jongin mengerut. Memang, tidak ada yang berubah dari pria brengsek ini. Jongin memajukan wajahnya kepada Sehun. Ia menatap pria itu dengan tajam seolah ingin mengulitinya sekarang. "Kau kuliah di Harvard, kan? Apa di sana kau tidak pernah diajari yang namanya sopan santun? Untuk apa kau kuliah jauh-jauh kalau kepribadianmu masih seperti.. bocah," Jongin menekankan kata-kata terakhirnya lalu menarik dirinya menjauh dari Sehun. Ia terlihat puas ketika melihat wajah malu serta marah pria itu.
"Well, setidaknya pacarku tidak selingkuh dengan sepupuku sendiri," gumam Sehun dan mata Jongin langsung membulat. Bajingan itu.. dia tahu darimana?
"Kau bilang apa?"
Sehun menyeringai. Ia tahu kalau Jongin adalah sepupu Luhan. Ia juga tahu kalau ayah Jongin lebih memercayai Luhan yang jelas-jelas bukan anak kandungnya untuk menjadi penerus perusahaan. "Kau kalah dalam segala aspek Jongin. Luhan selalu unggul di depanmu,"
Jongin mengepalkan tangannya erat-erat berusaha untuk menahan diri. Ia tidak mungkin melempar laptopnya ke wajah Sehun sekarang atau menganiaya di tempat keramaian seperti ini. "Aku tidak tahu apa hubunganmu dengan Luhan. Tapi, tetap saja kau tidak bisa menilaiku seperti itu,"
"Tapi, memang itu kenyataannya, kan? Makanya, semua orang memilih Luhan daripada dirimu," desak Sehun dan Jongin tidak tahan lagi. Ia segera memasukkan laptopnya dan berniat untuk cepat-cepat pulang lalu kembali bersembunyi dibalik selimutnya.
"Aku harus pergi," bisik Jongin seraya menundukkan kepalanya. Ia bangkit berdiri dan Sehun hanya diam menatapnya. Pria itu mulai merasa sedikit bersalah karena ia tahu kalau dirinya sedikit berlebihan.
Ketika, Jongin hendak berjalan melewatinya. Dengan wajah datar, Sehun menahan lengannya membuat Jongin beralih menatapnya. "Oke, aku minta maaf. Mungkin, aku berlebihan. Jadi, sebaiknya kau kembali duduk sekarang dan bantu aku memikirkan bagaimana cara mengacaukan kehidupan pernikahan Chanyeol dan Luhan,"
Jongin terdiam menatapnya beberapa saat. Lalu, Sehun menambahkan, "Apa kau tidak berpikir kalau mungkin ini sudah takdir dari Tuhan? Maksudku, kita bertemu di sini. Kau yang patah hati karena sepupumu dan kekasihmu akan menikah dan aku.. mencintai Luhan namun sahabatku akan menikahinya besok lusa,"
"Chanyeol.. sahabatmu?" Jongin menarik tangannya dari cengkraman Sehun. Sehun menarik senyum tipis, kemudian mengangguk. "Dia tidak pernah cerita,"
"Sebaiknya, kau duduk dulu. Karena ini akan mengejutkanmu nantinya," saran Sehun dan entah mengapa, Jongin menurutinya. "Well, jadi begini Jongin.. Chanyeol memang menyukaimu. Tapi, dia tidak mencintaimu. Aku tidak tahu apa motifnya untuk mengencanimu. Namun, selama kau pacaran dengannya. Ia tidak pernah menceritakan satu hal pun selain keluhan tentangmu kepadaku,"
"Kau tidak bohong, kan?" amarah kembali memenuhi diri Jongin. Seharusnya, kemarin ia datang ke studio Chanyeol untuk menghabisinya juga.
"Aku serius kali ini," dan entah mengapa, Jongin memercayainya. Padahal, Oh Sehun bisa dibilang adalah musuh bebuyutannya sejak ia duduk di sekolah dasar. Sehun selalu mendorongnya dari ayunan, Sehun selalu mengejeknya ketika ia salah membaca di depan kelas, intinya.. Oh Sehun adalah salah satu faktor yang membuat kehidupannya seperti neraka sebelum akhirnya bajingan itu memilih untuk kuliah di Harvard.
Namun, Jongin sadar kalau Sehun yang notabenenya adalah musuh terbesarnya ini jauh lebih lama mengenal dirinya daripada Chanyeol. Sehingga, rasanya tidak begitu buruk kalau dirinya memercayai Sehun meski hanya sekali.
"Jadi begini Jongin, aku ingin mengacaukan hidup mereka. Lebih tepatnya hidup Chanyeol. Dan maukah kau menjadi patner in crime-ku? Mari kita mulai semuanya dari awal dan kita satukan kekuatan kita untuk menghancurkan mereka," monolog Sehun terdengar seperti serial kartun yang sering ditirukannya ketika masih duduk di sekolah dasar dulu. Entah mengapa, Jongin masih mengingat dan dengan mudahnya ia menganggukkan kepala.
"Oke, kita patner sekarang!" Sehun mengulurkan tangannya. Jongin mendengus, sebelum akhirnya menjabat tangan pria itu.
"Yeah, patner!"
.
.
Rin's note :
WHAT DO YOU THINK GUYS? lol