You're so Beautiful Boy

By : Chan-ame

Deidara, seorang pemuda

berparas cantik yang sangat

menyesal karena dikaruniai wajah cantik yang melebihi gadis-gadis itu. Karena

kecantikannya itu

membuat para laki-laki memujanya dan para wanita

membencinya.

Suatu hari, ia mendapat surat cinta dari penggemarnya, memang biasa ia mendapat bertumpuk-tumpuk surat cinta dari para laki-laki. Tapi kali ini ada yang berbeda karena yang mengiriminya surat adalah seorang wanita. Ini pertama kalinya bagi Deidara.

Apakah ini merupakan awal dari perjalanan panjang cinta Deidara yang sesungguhnya dimana ia disukai seorang wanita dan bukan laki-laki lagi?

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Deidara, Sakura H, Rate T, Drama, Friendship, Romance

Special thank's for : Green Mkysyang sebesar-besarnya karena tanpanya fic ini gak akan pernah ke-publish, honto ni Arigatou, and Mina Jasmine, AN Narra, Jeremy Liaz Toner, Seigi no kami, zeedezly, chika kyuchan, Kuro Shiina, NetworkGirl03, Ai Masahiro, Luca Marvell, aidilla azzahra, Yue Aoi, Diclonious57, Angelalfiction, MM93, phanie-chan, Yuki Hattori, LA Lights, Akemi Yusa, Shira, Seira roo, Yuna Himeko, Furuya Rei, Ridwan Sugar , Oda24 , Yume, oreki-san, Putri Hinata, Audrey Mauren, Pinka Pinky, Namie, Sho, Bakudai Baku-chan (Kiara-chan), Akira Meru, Amemiya Shoko, Rizka Scorpiogirl, Yashima Ichi, Palvection, Kaguya Tami, Yamashii Raura, neneneee, uzumaki himeka, haruna, Lovely Day, Shira, kaicchi, akuro terojima, NururuFauziaa, Art Is Boom, Guntur708, Izayoi Yunna, BlackHead394, fukudafatima, qwerty, abon, Rin Mizuki, Menangislah Negeriku, Akasuna-neko Tsuki Mirai Guest, yang udah read and review fanfic Ame :3 review kalian penyemangatku selalu :)

.

Kenapa Nagato ada disitu? Nanti Ame ungkapin kok hehe

.

Minta soft lemon? Hmm bukannya ga boleh, tapi Ame ga ngerti (masi polos :p) wkwkwkwkw gomenasai..

.

Hollaaaa minna-san, Ame akhirnya update. Chapter kali ini akan mengungkapkan masa lalu Pein dan sang kakak Nagato juga awal mula kenapa Sakura jatuh cinta sama Deidara. Enjoyed minna-san.. ^^

Chapter 16 : Bergerak

11 tahun yang lalu…

Kala itu di sebuah rumah sederhana di desa terpencil yaitu desa Amegakure terlihat dua orang bocah lelaki yang sedang berlatih di halaman belakang rumah mereka.

Seorang bocah berambut merah berusia 9 tahun bernama Nagato tengah mengajari bocah dihadapannya yang tak lain adalah adiknya yang hanya berbeda 3 tahun darinya untuk melempar senjata ninja.

Adik dari Nagato tak lain adalah Pein.

Namun sang adik tidak pandai melakukannya. Targetnya selalu meleset dan gagal. Sang kakak kembali mencontohkan caranya namun sang adik malah berbaring di rumput.

"Ah.. Aku lelah kak.. Aku tidak bisa melakukannya dan aku tidak tertarik untuk melakukannya." gerutu Pein kecil sambil memejamkan matanya dengan nada bicara bosan.

Nagato tersenyum melihat adiknya lalu ikut berbaring di samping sang adik. "Pein.. Keluarga kita adalah satu-satunya keturunan ninja murni yang tersisa dan klan kita, klan Rikudou adalah satu-satunya klan yang dianugerahi bakat alami seorang ninja berupa mata Rinnegan ini." Nagato mengaktifkan mata Rinnegannya.

Pein tetap memejamkan matanya tanpa menoleh sedikitpun karena ia sudah sangat bosan mendengar kata-kata dari kakaknya tersebut. Bukannya ia takut atau apalah. Dia hanya malas berurusan dengan sesuatu yang menurutnya sama sekali tidak damai dan tenang. Ya Pein itu cinta damai.

"Kita dari klan Rikudou, memiliki mata yang sama. Tinggal bagaimana cara kita menggunakan dan mengendalikan kekuatan mata yang hebat ini. Berbeda dari klan Uchiha yang akan mendapatkan Sharingan ketika membuka aliran cakra, klan Rikudou tak perlu membuka aliran cakra untuk mendapatkan Rinnegan." ucap Nagato sekali lagi yang tetap diabaikan oleh Pein.

Pein masih saja terlihat bosan dan tak berniat untuk menanggapi perkataan kakaknya sedikitpun.

"Namun kekuatan mata ini terlalu besar dan berbahaya jika tidak di kendalikan. Dan kau, harus membuka aliran cakra untuk mengendalikannya sebagai shinobi sejati Pein." lanjut Nagato yang tetap tak menyerah untuk meyakinkan Pein agar Pein mau menjadi seorang ninja.

Akhirnya Pein duduk dan menatap Nagato dengan wajah kesal. "Aku sudah bisa menekan kekuatan Rinnegan kak. Aku tak perlu berlatih apapun lagi. Aku tak mau menjadi ninja! Camkan itu baik-baik!" teriak Pein kepada kakaknya. Setelah itu Pein langsung lari dari tempat itu.

Hari terus berganti. Nagato terus saja berusaha membujuk adiknya untuk menjadi seorang ninja. Namun adiknya tetap tak mau menjadi ninja. Sampai akhirnya malam itu pun tiba.

"Di dunia kita yang telah lama damai ini, kita sama sekali tak butuh ninja untuk berkeliaran di dunia yang damai ini. Bukankah pada zaman dahulu para ninja selalu membuat kekacauan?" ucap kepala desa dalam rapat desa yag amat sangat rahasia itu.

"Apa yang kau maksud Hanzou?" ucap salah satu petinggi desa yang ikut serta dalam rapat itu. Sarutobi Hiruzen namanya.

"Klan Rikudou. Masih tersisa satu keluarga. Dan mereka itu bisa saja menjadi ancaman bagi kita di masa mendatang." tegas Hanzou sang kepala desa kepada semua yang hadir dalam rapat itu.

"Hmm. Kita tak bisa seenaknya menghakimi mereka yang belum tentu akan mengacau di kemudian hari. Mungkin kita hanya cukup mengawasinya." Sanggah Hiruzen yang kurang menyetujui pendapat Hanzou tersebut.

"Awasi? Klan Rikudou itu sangat berbahaya. Kekuatan yang mereka miliki sangat luar biasa. Lagipula, kita hanya perlu menghabisi 4 orang dalam keluarga itu. tak akan ada masalah tentang hal tersebut." Hanzou bersikeras untuk menghabisi keluarga Rikudou. Entah apa yang ia takutkan.

"Bukan masalah katamu? Kalau pihak kepolisian mengetahui, kita akan berada di dalam masalah besar." Kata Hiruzen ketus.

"Kau tenang saja Hiruzen, aku telah mengutus samurai terbaik untuk menghabisi keluarga itu. kita hanya perlu duduk tenang sambil menunggu kabar dari mereka." ucap Hanzou sambil tersenyum licik.

"APA? JADI KAU SUDAH MELAKUKAN PERGERAKAN SEBELUM KAU MEMULAI RAPAT INI?!" Hiruzen berdiri dari tempatnya saking terkejutnya.

"Huh, sejak awal tujuan rapat ini hanya untuk memberitahu kalian bukan meminta pendapat kalian. kita tunggu dan duduk manis saja sahabat sekaligus penasihatku. Hiruzen."

Lalu, penyerangan terhadap keluarga Rikudou pun terjadi. Saat itu Pein kecil sedang duduk menonton TV di ruang tamu. Tiba-tiba para samurai menyergap Pein dan siap untuk membunuhnya.

Pein kecil yang tidak bisa apa-apa itu pun hanya bisa menangis sambil berteriak minta tolong kepada ayah, ibu, dan kakaknya saja. Ayah dan ibu Pein yang mendengarnya pun langsung menghampiri Pein dan melindunginya.

Kemudian orang tua Pein bertarung habis-habisan dengan para samurai itu. banyak samurai yang gugur namun orang tua Pein pun harus gugur.

"TIDAAAAAKKKK… Kaa-san, Tou-san…"

Pein kecil makin menangis karena orang tuanya tewas. Malam itu Nagato sedang tidak ada di rumah. Pein yang bersedih tidak menyadari kalau ia akan diserang oleh samurai itu. namun hanya tinggal beberapa cm lagi pedang itu akan menebas keplaa Pein, Nagato datang dan menyelamatkan adik semata wayangnya yang ketakutan itu.

"Kakaaaakk…. Kaa-san dan Tou-san…." Pein hanya bisa menangis di depan kakaknya.

Nagato hanya bisa tersenyum dan memeluk Pein dengan penuh kasih sayang.

"Daijoubu. Masih ada aku Pein. Daijoubu."

Nagato pun akhirnya mengalahkan semua samurai itu sendirian. Nagato memang merupakan ninja yang sangat hebat dan berbakat. Kasus terungkap. Kepala desa itu ditangkap polisi karena tindak kriminal yang kejam. Beberapa ninja dan samurai yang berhasil dilumpuhkan Nagato pun ditangkap.

Pein hanya menangis dan menangis. Ia sangat ingin membalas dendam. Tapi Nagato selalu menenangkan adiknya tersebut. Hingga adiknya tak lagi dendam pada kepala desa tersebut.

Pein yang menyesal karena tak bisa melakukan apapun ketika orang tuanya bertarung habis-habisan itu pun akhirnya mau untuk mempelajari ilmu ninja dan menjadi seorang ninja yang kuat untuk melindungi dirinya sendiri agar orang yang mencintainya tak perlu lagi tewas untuk melindungi dirinya.

3 tahun pun berlalu. Pein telah menjadi ninja yang hebat dan kuat seperti Nagato hanya dalam 3 tahun. Dan dalam 3 tahun itu pula masa hukuman sang kepala desa berakhir karena berbagai upaya dari keluarganya.

Malam itu malam dengan tanggal dan bulan yang sama saat kejadian pembunuhan keluarga Pein. Pein melihat Nagato dengan pakaian ninja lengkap pergi ke arah pintu depan rumah mereka.

"Kakak mau kemana?" tanya Pein polos pada Nagato yang hendak pergi itu.

"Aku ingin mengulang sesuatu." Nagato tersenyum pada Pein sebelum ia pergi keluar rumah. Namun Pein tidak mengerti apa maksud dari perkataan kakaknya tersebut.

Keesokan harinya, tersebar kabar mengejutkan bahwa mantan kepala desa tersebut beserta keluarganya tewas mengenaskan. Pelakunya masih buron tapi sudah dipastikan bahwa pelakunya tak lain adalah Nagato.

Pein shock mendengarnya. Padahal Nagato yang mengajarkan agar Pein tidak boleh dendam namun ternyata malah Nagato yang mendendam bahkan sampai membunuh orang yang ia benci.

Segala upaya dilakukan pihak kepolisian untuk menangkap Nagato. Namum mereka gagal. Nagato dengan mudah melumpuhkan orang yang mengejarnya. Bahkan Nagato membunuhnya.

Sampai suatu hari polisi datang kepada Pein dan meminta Pein membantu menangkap Nagato karena hanya Pein yang sebanding dengan Nagato.

Awalnya ia menolak. Namun dengan berat hati ia akhirnya menyetujui ketika polisi bilang banyak anak buahnya yang tewas di tangan Nagato.

Akhirnya Nagato dan Pein pun berhadapan dalam sebuah pertarungan.

"Kenapa kak? Kenapa kakak melakukan itu? Kakak yang berkata padaku agar tidak dendam kan!" Pein mengalirkan air matanya.

"Maaf Pein, kakak tak sekuat omongan kakak. Malam itu kakak memang ingin membunuh si keparat itu. Namun kakak berubah pikiran ketika melihat dia berkumpul dan bersenang-senang bersama keluarganya." Nagato memejamkan mata. "Kakak menghabisi keluarga si keparat itu di depan matanya. Lalu barulah kakak membunuhnya dengan menyiksanya terlebih dahulu. Hahahahaha." Nagato membuka matanya dalam mode Rinnegan sambil tertawa jahat.

"Kakak?! Sejak kapan kau seperti ini kak?! Kakak telah bersalah. Kakak tak ada bedanya dengan dia! Menyerahlah kak, kumohon." Pein dengan tegas menunjuk wajah Nagato dengan penuh rasa kecewa.

"TIDAK! Kakak tidak bersalah. Kakak membalaskan dendam orang tua kita! Kakak tidak akan menyerahkan diri!" Nagato sangat marah saat Pein memintanya menyerahkan diri.

"Kalau begitu aku yang akan menghentikan!" tegas Pein dengan wajah yang amat sangat serius.

"Oh. Jadi kau membela mereka yang membunuh ayah dan ibu di depan matamu hah?" tanya Nagato dengan sinisnya kepada Pein.

"Tidak kak, aku juga membenci mereka sama seperti kakak. Tapi, aku juga membenci siapapun yang membunuh dan melukai orang lain kak!" Pein mengakifkan Rinnegannya.

"Menarik, kalahkan aku kalau kau mampu, adikku." tantang Nagato yang sudah siap dengan jutsu-jutsunya.

"HEAAAAAHHH..."

Pertarungan pun dimulai dan berlangsung dengan sengit lalu berakhir dengan kekalahan Nagato yang agak mengenaskan.

Polisi yang sedari tadi menunggu pun langsung menangkap Nagato yang sudah tak berdaya itu.

"Cih, aku membesarkan seorang penghianat." ucap Nagato yang tangannya tengah di borgol.

"Tidak kak, aku tidak bermaksud menghianatimu. Aku melakukan ini karena aku menyayangimu. Aku ingin kakak kembali ke jalan yang benar." Pein menangis sejadi-jadinya.

"Jangan sebut aku kakak lagi. Tak ada adik yang menjebloskan kakaknya sendiri ke dalam penjara!" bentak Nagato.

"Kakak...hiks.." Pein yang cengeng pun terus saja menangis.

"Di saat kau sudah kuat pun, kau tetap cengeng." Nagato tertawa sinis lalu ia dibawa oleh polisi.

Semenjak saat itu Pein bersumpah tidak akan menggunakan kekuatan ninjanya. Karena dengan kekuatan ninjanya, ia baru saja menyakiti hati dan raga kakaknya itu.

Pein selalu ingin menjenguk Nagato namun Nagato tak pernah mau menemuinya. Sampai di hari kebebasan Nagato pun Pein tak pernah berhasil menemui kakak tercintanya itu. Setelah itu Pein memutuskan pergi dari desa Amegakure dan menetap di kota Konoha. Dan hingga kini, Pein tak pernah mendengar kabar apapun dari sang kakak.

.

.

"Hah?! Hhh..hhh..hh.."

Pein terbangun dari mimpinya. Ia menelan ludahnya sendirri dan menyeka keringat yang membasahi keningnya.

"Kakak.." gumamnya pelan. "Di mana kau sekarang?"

.

.

"Sasori, apa yang harus kita lakukan?" tanya Hidan pada Sasori yang sedang asyik menonton sinetronnya dari youtube karena di pos tidak disediakan televisi.

"Hmm. Kurasa kita harus demo pada Mebuki-chan agar ia menepati janjinya padaku tentang televisi." sahut Sasori yang tetap fokus pada layar ponselnya.

Hidan agak geram. Ia sedang tidak membicarakan ada atau tidaknya televisi di pos.

"Bukan itu yang sedang aku bicarakan bodoh! Demi dewa Jashin. Aku sedang membicarakan tentang Nagato!" seru Hidan di depan wajah tampan Sasori.

"Diamlah Hidan. Si tukang bebek sedang memergoki perselingkuhan istrinya lagi. Ini sedang seru-serunya tau!" ucap Sasori dengan nada serius tanpa menoleh sedikitpun ke arah Hidan.

Hidan yang kesal langsung mengambil dan membuang ponsel Sasori ke sembarang tempat.

PRAK!

"HIDAN? APA YANG KAU LAKUKAN HEY OTAK UDANG?! Apa kau tidak tau berapa harga ponselku?! UANG JAJANMU SELAMA 15 TAHUN JUGA TAK AKAN BISA MEMBELINYA BAKA BAKA BAKA BAKA HIDAAANN!" omel Sasori yang sangat kesal karena ponselnya di banting oleh Hidan.

"DEMI DEWA JASHIN! AKU HARUS MEMBERSIHKAN OTAK PAYAHMU DARI SINETRON ITU SASORI! SEMENJAK KAU MENONTON SINETRON ITU, KAU YANG SUDAH TIDAK WARAS, MENJADI BERTAMBAH TIDAK WARAS…!" balas Hidan yang juga sangat kesal.

Sasori melompat dan langsung mencekik leher Hidan yang lebih tinggi darinya itu. "HEY OTAK UDANG! KAU BOLEH MENGHINAKU SEPUAS HATIMU! TAPI JANGAN HINA SINETRON KESUKAANKU ITU YA!" teriak Sasori sambil mencekik leher Hidan.

"Uhuk..uhuk.." Hidan berusaha melepaskan cekikan Sasori. "K..kau sudah benar-benar tidak masuk akal Sasori..uhuk..uhuk.. Demi dewa Jashin kau akan segera aku rukiyah. Uhuk..uhuk.."

"KAU YANG HARUSNYA DIRUKIYAH! AGAR KAU SEGERA BERTAUBAT DAN KEMBALI KE JALAN YANG BENAR..!" Sasori tetap berusaha mencekiknya.

Sementara itu, di pos yang sama dengan mereka, Shikamaru dan Gaara menonton aksi konyol mereka sambil memakan keripik kentang.

"Aku bertaruh 20 ribu untuk si merah berwajah bayi itu." ucap Gaara dengan wajah cool pada Shikamaru.

"Bisakah kau naikan taruhannya? Bahkan uang jajan adikku tidak semurah itu." jawab Shikamaru dengan santainya.

"Huh. Anak-anak zaman sekarang terlalu dimanjakan oleh uang jajan yang besar." gerutu Gaara yang pada masa kanak-kanaknya hanya mendapatkan uang jajan yang sedikit.

.

.

Siang itu di tempat kost, kembali berkumpul ke-7 penghuni kost di ruang tamu dengan satu handphone tergeletak di meja dalam mode loudspeaker.

-Percakapan telepon POV-

Hidan : "Aku dan Sasori telah mendapatkan informasi tentang 10 ninja penjaga itu."

Konan : "Benarkah? Wah kalian berdua hebat sekali bisa mengumpulkan data dalam waktu sesingkat itu. Lalu apa mereka berbahaya?"

Sasori : "Hmm… Mungkin bagi Hidan si otak udang, itu agak berbahaya. Namun tidak bagiku. Ada tiga ninja kelas 2, empat ninja kelas 3, dan tiga ninja kelas 4."

Hidan : "Bisakah kau tak memulai perkelahian lagi denganku? Demi dewa Jashin! Suatu saat aku akan melenyapkanmu Sasori!"

Sasori : "Cih, coba saja kalau kau mampu, idiot!"

Hidan : "APA KAU BILANG SASORI?! AKU AKAN-"

Itachi : "HENTIKAN! Kita sedang dalam pembicaraan penting!"

Sasori & Hidan : "Gomenasai.."

Tobi : "Lalu, Saso-senpai dan Hidan-senpai itu ninja kelas berapa?"

Tampang Tobi sungguh polos saat itu.

Sasori : "Aku dan Hidan ninja kelas 2. Demo daijoubu. Itu hanya tingkat di akademi saja. Sebenarnya aku ini ninja legendaris yang sangat hebat."

Kisame : "Hahahaha. Sasori-chan suka sekali membual ya."

Hidan : "Tidak Kisame. Biarpun dia tidak waras dan menjengkelkan. Harus kuakui, di dalam dunia ninja, Sasori cukup punya nama."

All penghuni kost : "Eeeeeehhhhhh?!"

Hidan : "Kalian yang bukan ninja pasti tidak akan tau tentang kalajengking pasir merah yang kejam dan menakutkan. Sang penjahat desa Suna yang diasingkan dari desa semenjak umur 10 tahun. Akasuna no Sasori. Itulah julukannya."

Itachi : "Akasuna no Sasori? Kau? The Puppet Master?"

Sasori : "Kau tau juga rupanya Ita-senpai. Ya wajar sih. Kau kan dari Suna."

Kakuzu : Kedengarannya kau menyeramkan Sasori-kun."

Sasori : "Sudahlah, kenapa kalian malah membicarakan diriku?! Hey otak udang cepat jelaskan kepada mereka apa yang kita temukan."

Hidan : "Kono yaro… Sasori…. Demi dewa Jashin-"

Pein : "Abaikan dia Hidan. Lanjutkan cerita kalian."

Hidan : "Hai..hai..! Ada dua orang ninja yang tak mungkin kami kalahkan. Demi dewa Jashin dua dari tiga ninja kelas 4 itu memiliki mata yang langka."

Zetsu : "Apa yang kalian maksud dengan mata yang langka?"

Hidan : "Demi dewa Jashin kalian yang bukan ninja tidak akan mengerti tentang kekuatan mata Sharingan dan Rinnegan."

Tiba-tiba Itachi dan Pein tersentak kaget.

Tobi : "Saringan? Apa itu yang biasa digunakan untuk menyaring mie?"

Hidan : "Bodoh! Bukan saringan. Tapi Sharingan!"

Itachi : "Itu adalah teknik mata warisan klan uchiha. Pada zaman dahulu, negara kita sebagian besar penduduknya adalah ninja yang terbagi dalam beberapa klan. Klan uchiha adalah klan terhormat yang paling ditakuti. Setiap orang yang memiliki darah uchiha dan menjadi seorang shinobi, pasti akan memiliki mata sharingan setelah membuka aliran cakra di dalam tubuh mereka."

Zetsu : "Berarti jika kau ninja kau akan memilikinya kan Itachi?"

Kisame : "Tapi Itachi-san kan bukan ninja."

Itachi memejamkan matanya, lalu membukanya kembali. Semua orang terkejut mendapati mata Itachi berubah menjadi merah dengan pola hitam di bola matanya.

Zetsu : "Ke.. Kenapa matamu?"

Tobi : "Kyaaaaa ~ Ita-senpai seram..."

Sasori : "Ada apa?"

Itachi : "Inilah yang disebut mata Sharingan."

Semua terkejut mendengar pernyataan Itachi dan mereka yang melihat mata Itachi sontak terkagum-kagum serta terheran-heran.

Hidan : "Bagaimana bisa kau memiliki Sharingan Itachi? Demi dewa Jashin kau bukan ninja kan?"

Itachi : "Aku berhasil membuka aliran cakraku dan menjadi seorang ninja kelas 4 saat usiaku baru 11 tahun."

Sasori & Hidan : "Wow."

Itachi : "Yaaa walaupun aku tak sehebat The Puppet Master yang berhasil manjadi ninja rank S saat berusia 10 tahun."

Sasori : "Urusai Ita-senpai."

Kakuzu : "Lalu apa kelebihan mata itu Itachi-san?"

Pein : "Banyak kelebihan dari mata Sharingan itu, salah satunya adalah genjutsu. Mata itu bisa menciptakan ilusi dipikiran musuh dan melakukan apapun di dalam ilusi tersebut."

Itachi : "Kau tau banyak juga ya Pein."

Itachi mengaktifkan sharingannya dan menyeret ke-6 temannya ke dalam genjutsu. Mereka terkejut ketika sekeliling mereka berubah menjadi pohon yang indah.

Itachi : "Kalian telah berada di dalam genjutsuku. Aku bisa menciptakan surga di sini seperti yang kalian lihat. Dan aku pun bisa menciptakan... "

Pemandangan indah di sekeliling mereka kini berubah menjadi dunia gelap yang dikelilingi api.

Itachi : "Neraka."

Itachi Melepaskan teman-temannya dari genjutsu. Mereka gemetar, berkeringat, dan terlihat ketakutan.

Itachi : "Begitulah kira-kira yang Prin maksud dengan genjutsu."

Itachi tersenyum kepada teman-temannya dan langsung di serbu dengan jitakan Konan, lemparan bantal sofa dari Kisame dan Zetsu, tonjokan Pein, jeweran dari Kakuzu dan Kelitikan dari Tobi. Itachi babak belur.

Sasori dan Hidan hanya menerka-nerka apa yang terjadi dari keributan yang di hasilkan di dalam telepon.

Hidan : "Demi dewa Jashin apa kalian melupakan kami?"

Tobi : "Enggak kok Hidan-senpai dan Saso-senpai selalu ada di hati Tobi kapanpun di manapun dalam situasi apapun. Aye aye!"

All : "DIAM KAU TOBI!"

Tobi langsung diam lalu beberapa saat kemudian dia menari hula-hula lagi.

Sasori : "Lupakan soal Tobi, aku yakin sekarang ia sedang menari."

Zetsu, Kisame, Kakuzu : "Bingo"

Sasori : "Ita-senpai, kalau begitu bisakah kau membantu kami melawan Hatake Kakashi? Si pemilik Sharingan?"

Itachi : "Sebenarnya aku sudah lama meninggalkan dunia ninja. Tapi baiklah jika itu demi kalian."

Sasori : "Arigatou, Ita-senpai."

Konan : "Tunggu, tadi kau bilang hanya klan Uchiha saja yang memiliki Sharingan. Kenapa orang itu bermarga Hatake?"

Sasori : "Sepertinya itu mata orang lain yang di transplantasi kepada dirinya. Karena ia hanya memiliki satu di mata kirinya."

Pein : "Lalu pengguna Rinnegan itu, jangan-jangan..."

Pein menunduk sedih.

Hidan : "Ya. Kau benar Pein."

Pein langsung terdiam dengan ekspresi wajah yang mengerikan.

Sasori : "Pengguna mata Rinnegan itu memang hanya dia kan Pein-senpai. Rikudou Nagato."

Degg... Jantung Pein terasa berhenti ketika Sasori benar-benar menyebut nama kakaknya.

Kisame : "Nagato? Kakak Pein yang pernah di penjara itu? Eh..."

Konan menyikut perut Kisame. Mereka semua terdiam menatap Pein yang sedang menggertakkan giginya itu.

Pein : "Huh, jadi.. Kakak ada di Suna ya?"

Pein tersenyum lirih.

Konan : "Pein?"

Wajah Konan menatap Pein dengan iba.

Pein : "Semenjak saat itu, aku telah bersumpah untuk tidak menggunakan kekuatan ninjaku ini lagi. Karena kekuatanku membuat kakak membenciku."

Sasori : "Tidak apa Pein-senpai, aku tidak akan memintamu untuk bertarung melawan Nagato."

Pein : "Tidak Sasori! Aku akan menarik sumpahku. Kali ini, aku harus bertemu dengan kakak walau dalam sebuah pertempuran."

Semuanya tersentak kaget.

Konan : "Kau yakin? Pein?"

Pein : "Hum. Aku sangat yakin Konan-koi. Meskipun kakak membenciku, tapi aku sangat... Merindukannya."

Semua tertegun melihat Pein mati-matian menahan air matanya.

Pein : "Dan kali ini, aku tidak akan menangis lagi di hadapan kakak."

Pein tersenyum. Yang lainnya ikut tersenyum. Bahkan Hidan dan Sasori yang jauh di Suna pun tersenyum.

Hidan : "Yosh, masalah selesai. Sharingan melawan Sharingan, Rinnegan melawan Rinnegan."

Sasori : "8 orang lainnya adalah urusanku dan Hidan."

Zetsu : "Tapi apa kalian yakin? Kalian hanya berdua loh."

Hidan : "Kau tidak akan percaya jika kubilang bahwa Akasuna no Sasori mampu menaklukan sebuah desa seorang diri."

Zetsu : "Sehebat itu kah?"

Konan : "Kereeeeeeennn."

Sasori : "Itu hanya cerita lama Hidan no baka! Jangan kau ungkit masa lalu bodoh itu. Aku yang sekarang hanyalah Sasori dari Konoha yang mampu menaklukan hati semua wanita yang ada di dunia ini. Hahahahaha."

Konan : "Tidak keren!"

Sasori : "Heehhh?

-End percakapan telepon POV-

.

.

Hari-hari telah berlalu. Tak disangka hanya 3 hari lagi menuju hari pernikahan Sakura dengan Sasuke. Sakura berhasil mengelabuhi keluarganya dan akhirnya keinginan Sakura agar mengatur pesta pernikahannya pun dikabulkan.

Deidara bertanggung jawab penuh atas pesta pernikahan Sakura. Ia telah menghubungi Zetsu, Kisame, dan Tobi untuk untuk bersiap.

Sakura terlihat lebih ramah. Semua yang ada di keluarganya sangat senang melihat Sakura kembali seperti semula. Namun, ada kecurigaan yang terlintas dipikiran Sasuke, Tayuya, dan Mebuki.

"Ibu, darimana kau menemukan gadis pirang itu? Dia sungguh ajaib, bisa mengubah Sakura menjadi seperti dulu." kata Kizashi.

Mebuki menatap suaminya yang tengah tersenyum sambil memperhatikan sang anak dan pengawalnya yang kelihatannya sedang bercanda ria dan sangat bahagia. Tetapi, cuma kelihatannya loh... Padahal,

"Kenapa kau terus tersenyum baka pink?! Apa kau senang karena akan menikah! Un?" ucap Deidara dengan nada sinis.

"Lalu, apa masalahmu BARBIE PENGAWAL?" ada penekanan di kata 'Barbie pengawal' yang Sakura sebutkan.

"Apa katamu un?! Kau berani bicara begitu padaku un?!" Deidara mencubit lalu merentangkan pipi Sakura.

"Hentikan uke!" Sakura meremas pergelangan tangan Deidara.

"Jangan sebut aku UKE un!" Deidara makin menguatkan cubitannya.

Lalu terjadilah adegan cubit, jitak, jambak antara Deidara dan Sakura.

Mebuki menatapnya juga seperti Kizashi. Mebuki ikut tersenyum. "Ya, dia memang gadis pembawa keajaiban." ucap Mebuki menimpali pertanyaan Kizashi sebelumnya. "Dia memperlakukan Sakura seperti teman. Bahkan dia memanggilku bibi. Hahaha lucu sekali Aira-chan itu. Tayuya pun yang telah lama di sini masih segan denganku." lanjut Mebuki.

"Ya.. Dia berbeda, aku mulai menyukainya. Bagaimana kalau kita adopsi dia?"

Mebuki terkejut mendengar ucapan suaminya. "Kau serius ayah?"

"Tentu.. Itu pun jika kau dan Aira-san tidak keberatan." jawab Kizashi.

"Entahlah, dia memang gadis yang cantik, baik, dan membawa banyak pengaruh positif. Tapi," Mebuki terlihat ragu. "Aku tak tau tapi aku merasa, dia.. Sulit mengatakannya." Mebuki mengangkat bahu.

Kizashi menatap istrinya yang gelisah itu. "Apa yang membuatmu ragu?"

"Err... Bukan apa-apa." Mebuki tersenyum. 'Tapi aku merasakan suatu keanehan setiap melihat tatapan mata Sakura kepada Aira.' benak Mebuki.

Sakura dan Deidara akhirnya bosan dan menghentikan perkelahian bodoh mereka. Namun wajah keduanya masih diselimuti kekesalan.

"Dei-chan." panggil Sakura.

"Un?"

"Apa kau mencintaiku?"

"Nani un?" Deidara tampak bingung dengan pertanyaan Sakura.

"Aku bertanya apa kau mencintaiku gadis tuli!?" Sakura memasang wajah sebal.

"Bisakah kau lebih ramah un?! kenapa kau bertanya begitu un? Kau sudah tau jawabannya un."

"Tidak. Aku tidak tau makanya aku bertanya."

Deidara memperhatikan lekat-lekat wajah cantik kekasihnya yang murung itu. Entah apa yang membuat kekasihnya gelisah ia tak dapat menebaknya.

"Apa yang membuatmu gelisah un?" Deidara membelai kepala permen karet Sakura.

"Aku hanya berpikir, selama ini selalu aku yang berkata 'aku cinta padamu' tapi kau tidak pernah mengatakan itu duluan. Ditambah lagi aku yang menyatakan cinta dan kau menerimaku mungkin karena tak enak padaku yang saat itu menangis meraung-raung." Sakura menunduk sedih.

Deidara menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia bingung melihat kegalauan Sakura.

Sakura pun berhenti menunduk dan memandang wajah Deidara. Sekilas terbayang saat saat ia dan Deidara pertama kali bertemu.

-Flashback-

Di pagi hari, Deidara mengayuh sepedanya menuju Konohagakuen. Ini hari pertamanya masuk sekolah sebagai murid SMA. Lalu di tengah jalan ia bertemu dengan Sakura yang sedang duduk di pinggir jalan. Deidara menghentikan laju sepedanya.

"Un. Kau murid SMA Konohagakuen juga kan un? Apa yang kau lakukan? Kau bisa terlambat un." Deidara bertanya pada Sakura tanpa turun dari sepedanya.

Sakura menengadah memandang sesosok perempuan cantik yang mengenakan seragam sekolah laki-laki.

"Apa siswi perempuan diperbolehkan memakai seragam siswa laki-laki?" sakura bertampang innocent saat itu.

Deidara mengubah wajah ramahnya menjadi wajah kesal ketika mendengar pertanyaan Sakura.

"Aku ini LAKI-LAKI JANTAN un. Namaku DEIDARA! Jangan lagi kau beranggapan bahwa aku ini PEREMPUAN! paham un?!"bentak Deidara yang kesal itu.

Sakura terkikik. "Hihihi... Gomenasai, Kau cantik sekali Dei-chan. Tak kusangka kau laki-laki." Sakura tak bisa menahan tawanya.

"Jangan pernah bilang kalau aku CANTIK! Un..." Deidara memasang wajah kesal. "Jadi, apa yang terjadi padamu gadis?" tanya Deidara dengan wajah bête.

Dengan wajah yang setengah menunduk Sakura menjawab pertanyaan Deidara. "Kakiku terkilir, aku tak bisa berjalan. Tak ada yang mau membantuku dari tadi." ucap Sakura sambil memperlihatkan kaki kirinya.

"Tak ada yang menolong? Kasihan sekali kau un. Aku mau saja membantu, tapi sepedaku tidak ada jok penumpangnya un karena ini sepeda gunung." ucap Deidara dengan nada bicara menyesal.

"Tak apa. Aku tak memintamu membantuku kok. Ya sudah sana kau pergilah sebelum terlambat." usir Sakura dengan wajah kesal. Menurut Sakura, Deidara sama saja dengan yang lain. Hanya berbasa-basi tapi tak mau membantu.

Deidara berpikir sesaat lalu ia turun dari sepedanya. Ia memarkir sepedanya di pinggir jalan itu dan menguncinya. Kemudian Deidara berjongkok memunggungi Sakura tepat di hadapan Sakura. Tangannya terulur ke belakang. Sakura bingung melihat tingkah Deidara.

"Cepat naik un. Nanti kita terlambat." Deidara meminta Sakura agar naik ke punggungnya.

"Eehh...? Apa tidak apa-apa? Tidak usah repot-repot. Aku ini berat." Sakura malah jadi tidak enak hati.

"Sudahlah. Aku ini laki-laki un. Aku tak akan kesulitan hanya karena menggendong perempuan sepertimu un." ucap Deidara dengan wajah bangga.

Wajah Sakura memerah dan entah kenapa ia melihat punggung Deidara yang mungil itu menjadi punggung kekar yang sangatlah keren. Jantungnya berdebar dan nafasnya tersengal-sengal.

"Apa lagi yang kau pikirkan? Un!"

Deidara berbalik dan memandangi gadis pink yang mematung di hadapannya itu dengan tatapan aneh.

Lalu tanpa pikir panjang, Deidara langsung mengangkat tubuh Sakura bridal style sehingga wajah mereka sangat berdekatan.

"Kyaaaaa ~" Sakura yang terkejut langsung mengalungkan tangannya di leher Deidara.

"Jangan ribut dan jangan bergerak un." ucap Deidara dengan wajah 'tampan' nya yang hanya Sakura lah yang melihat ke'tampan'an Deidara itu.

Karena semua orang yang melihat Deidara pasti berpikiran kalau Deidara itu sangat cantik, bukan tampan. Entah kenapa Sakura melihat Deidara begitu tampan.

Wajah Sakura semakin memerah. Ia mengeratkan pegangannya kepada Deidara.

"Hei. Siapa namamu un?" tanya Deidara seraya berjalan.

"Namaku. Sa.. Sakura." Sakura gugup sekali.

"Nama yang indah. Cocok sekali seperti warna rambutmu yang seindah bunga Sakura ini un." Deidara tersenyum manis sekali.

Hal itu membuat Sakura tak berkedip dan merasa dunia milik mereka berdua. Lalu semenjak itu, Sakura sangat menyukai Deidara.

Namun, Deidara tidak menampakkan tanda-tanda menyukai Sakura. Bahkan ia sangat cuek terhadap Sakura. Ditambah lagi Deidara memiliki banyak teman perempuan dan banyak fans laki-laki.

Sakura makin sulit mendekatinya. Akhirnya satu-satunya cara agar Sakura selalu diingat dan berbicara setiap hari dengan Deidara hanyalah menjadi musuh Deidara yang selalu memancing amarah Deidara setiap harinya.

-End flashback-

"Hiks..." Sakura mulai mellow-melow gaje yang sungguh tak pantas mengingat dirinya adalah seorang ninja yang sangar.

"Un. Kenapa nangis un?" Deidara mulai panik.

"Jujur. Kau tidak mencintaiku kan?" Sakura mengusap kedua matanya yang berair.

"Kalau aku tidak mencintaimu mana mungkin aku berdandan bodoh seperti ini demi dirimu un." Deidara mengelus punggung Sakura.

Sakura menatap wajah Deidara.

"Kau tau? Kau itu pacar wanita pertamaku un, selama ini aku memang mempunyai banyak teman wanita. Tapi mereka berteman denganku karena menganggapku sebagai wanita juga un." Deidara malu menceritakannya.

"Eh?"

"Kau tau kan, banyak wanita yang membenciku dan tak jarang juga wanita yang menyukaiku sebagai teman wanita un. Mereka tak canggung denganku un. Mereka mengajakku menginap, pesta piyama, dan lain-lain un. Bahkan mereka tak malu berganti pakaian di hadapanku un. Sehingga aku sudah terbiasa melihat tubuh perempuan un." ucap Deidara.

Sakura langsung menutupi bagian dadanya dengan kedua tangannya.

"Itu yang membuatku tidak berniat menyentuhmu pink meskipun selama ini kita satu kamar un." nada bicara Deidara sangat datar.

"Selalu laki-laki yang menyukaiku. Tak pernah ada perempuan un. Aku sempat putus asa dan mencoba mengubah 'haluan' menjadi seorang gay un!"

"Haaaaaahhh?" Sakura jawdrop.

"Ini kisah lama, aku pernah berpacaran dengan laki-laki un. Namanya Utakata. Aku mencoba menyukainya dan menikmati hubungan kami. Aku mencoba menjadi seorang uke yang Utakata harapkan un." tutur Deidara. Sakura mendengarkannya dengan seksama.

"Tapi aku tidak bisa un. Semua itu menjijikan bagiku. Aku tak bisa menyukai laki-laki un. Aku tetap laki-laki normal yang menyukai wanita. Akibatnya hubunganku dengan Utakata berakhir. Hanya satu minggu saja un."

"Aku baru tau kau benar-benar pernah menjadi uke seseorang."

"Ya.. Begitulah un" Deidara mengangkat kedua bahunya. "Tak pernah ada yang kusukai. Dekat dengan gadis-gadis membuatku tak bisa berperasaan lebih pada mereka un. Mereka sahabat-sahabatku un. Namun, aku juga tak bisa menyukai pria karena aku normal un." lanjut Deidara. Kemudian Deidara melirik Sakura.

"Namun, seorang musuh wanita malah mengubah hidupku un." Deidara tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya pada Sakura.

"…." Sakura merona mendengar penuturan Deidara.

"Musuhku ini selalu memancing amarahku setiap hari yang membuatku kesal setengah mati dan ingin membunuhnya un!"

Toeng.. Sudut siku-siku menghiasi dahi Sakura.

"Namun.. Lama-lama aku merasa nyaman dengan rasa kesalku un. Aku merindukannya setiap waktu. Bahkan aku tak sabar ingin bertemu dengannya untuk mendengar ejekan-ejekannya untukku un. Aku pun selalu gelisah ketika ia tak ada atau ada pria yang mendekatinya un."

Sakura kembali merona.

"Aku tak tau perasaan apa itu. Aku tidak yakin. Ketika aku tau, aku berusaha menyangkalnya. Karena aku tau, hal ini sangat mustahil ku raih. Tapi, sekeras apapun aku menyangkal Tetap saja rasa itu muncul dan semakin merasuki jantungku un." Deidara memejamkan mata.

"Sungguh aku tak bisa menyangkal lagi kalau aku mencintainya. Sangat mencintainya. Aku mencintai musuhku yang berambut indah seperti bunga Sakura itu un. Dan betapa bahagianya aku ketika tau bahwa ia juga mencintaiku un." Deidara kini memegang kedua pundak Sakura.

Sakura tak percaya mendengar pernyataan Deidara. Tak ada yang bisa ia katakan.

"Aku mencintaimu Sakura.. Musuhku, gadis pinkku.." Deidara mengecup singkat bibir Sakura.

Dua sejoli itu benar-benar dimabuk asmara. Hingga mereka lupa di mana mereka sekarang dan apa status mereka.

Mereka melupakan Mebuki yang sedari tadi memperhatikan mereka. Untungnya Kizashi sudah lama meninggalkan tempat itu.

Mebuki memecahkan piring berisi kue yang hendak ia berikan kepada Sakura dan Deidara. Bunyi pecahannya mengejutkan dan menyadarkan dua sejoli itu dan juga Tayuya yang kebetulan melintas disana.

"Sakura?! Aira?! Apa yang kalian lakukan?" Mebuki perlahan mendekat dengan gemetar.

"I.. Ibu?"

"Bibi?"

Tayuya menyembunyikan dirinya dan mengintip kejadian itu. 'Ada apa ya?' benak Tayuya.

Mebuki mendekat dan menunjuk wajah Sakura. "Kau akan menikah 3 hari lagi. Apa yang akan Sasuke katakan ketika ia tau kalau calon istrinya adalah seorang lesbian?!" Bentak Mebuki. Untuk pertama kalinya Mebuki galak.

Tayuya tercekat mendengar teriakan majikannya. 'Apa lesbian? Nona dan Aira-san lesbian?' Tayuya mengingat perasaan tak jelasnya pada Aira tempo hari. Ia berpikir itu terjadi akibat aura lesbian yang menggoda dari Aira (plak..! Gaje).

"Tidak! Aku tidak lesbian bu." bantah Sakura.

"Ibu sudah curiga pada kalian dan hari ini ibu MELIHAT sendiri! Aira! Kau gadis pembawa pengaruh buruk! Kau merusak anakku..!"

"Aku hanya ingin membebaskan Sakura dari penjara ini Bi,, Sakura tidak bahagia. Dia tidak mencintai Sasuke un." jawab Deidara.

"Aku tak peduli jika Sakura menyukai orang lain selain Sasuke! Tapi aku TIDAK SUDI jika anakku menjadi seorang LESBIAN!" Mebuki marah sambil menangis.

Deidara dan Sakura bertatapan. Mereka bicara dari hati ke hati.

'Gimana un?'

'Ya sudah jujur saja. Semoga ibu mengerti.'

'Baiklah un.'

Setelah mereka bicara memakai hati, mereka berdua mengangguk mantap.

"Bibi, aku ini laki-laki" Deidara mengaku.

Mebuki dan Tayuya kaget berjamaah walaupun di tempat yang berbeda.

"Aku pacar Sakura. Teman SMA nya dan pemilik kost tempat kakaknya Sasuke tinggal un. Namaku Deidara." Deidara menunduk. Sakura pun menunduk.

'Ah, aku ingat! pantas aku seperti pernah melihatnya. Dia pria cantik yang waktu itu melindungi nona.' pikir Tayuya. 'Berarti, aku tidak lesbian, dia kan laki-laki.' Tayuya kegirangan sendiri.

"Aku mencintai Dei bu. Dei akan membawaku pergi. Kumohon jangan halangi kami. Ibu ingin aku bahagia kan?" Sakura masih menunduk.

"TUNGGU! Kau..." Mebuki menunjuk Deidara. "LAKI-LAKI?" mata Mebuki terbelalak.

"Iya un.. Un, tunggu sebentar." Deidara memasukan tangannya ke dalam dadanya lebih tepatnya ke dalam bra nya Konan, lalu mengeluarkan balon air yang tersimpan di dalamnya.

"Lihat.. Dada ini palsu. Dan lihat lengan atasku.." kali ini Deidara membuka sweter panjangnya. "Lengan pria berotot kan?" tambah Deidara.

Mebuki lemas ketika melihat Deidara benar-benar laki laki.

"Tidak terlihat seperti lengan berotot. Itu hanya terlihat sedikit atletis seperti lengan kurus wanita yang suka fitnes. Seperti lenganku." ucap Sakura sambil memperlihatkan lengannya yang tak jauh beda bentuknya dengan Deidara. Namun memang Deidara sedikit lebih kekar dari Sakura.

"Diam kau baka pink! Un!"

Mebuki masih shock melihat Deidara versi asli. Akhirnya Mebuki lemas dan terduduk di sofa.

"Aku masih sangat terkejut mendengar pengakuan kalian. Saku-chan dan Deidara-chan. Err maksudku Deidara-kun." ucap Mebuki.

"Tak apa bu. Panggil saja dia Dei-chan. Tak ada seorangpun yang memanggilnya dengan suffix 'kun' bu.. Hahahaha." Sakura tertawa sejadi jadinya.

Dengan tampang kesal stadium akhir, Deidara menginjak kaki Sakura yang duduk di sebelahnya dengan sangat kencang.

"AAAAWWWW! Apa yang kau lakukan gadis pirang?! Begitukah sikapmu pada wanita?!" Sakura membentak Deidara sambil meringis dan memegangi kaki kirinya.

"Cih, kau wanita un? Benarkah itu un? Tak ada wanita yang kasar dan sadis sepertimu yang sanggup menghancurkan beton dalam satu pukulan baka pink!" Deidara berkata dengan nada bicara yang menantang sambil mencibir.

Sakura langsung berdiri dan mencengkeram baju Deidara dengan kedua tangannya lalu menariknya secara paksa sehingga Deidara juga berdiri.

"KAU MAU MATI YAAA?!" bentak Sakura.

"KAU AKAN JADI JANDA JIKA AKU MATI UN!" Deidara menyamakan nada bicaranya dengan Sakura.

"KAU PIKIR AKU ISTRIMU HAH?!" teriakan Sakura makin keras.

Tiba-tiba Mebuki tersenyum lalu tertawa melihat kelakuan Sakura dan Deidara. Mereka berdua pun menoleh pada Mebuki namun tetap dalam posisi berkelahi.

"Kalian bertengkar dan saling mengejek, tapi mata kalian sama-sama memancarkan cinta yang dalam." Mebuki tersenyum dan membuat Sakura dan Deidara blushing.

Sakura melepaskan cengkeramannya dari Deidara kemudian keduanya kembali duduk dengan tenang.

"Ibu senang kau punya pacar yang sangat mencintaimu Saku-chan. Ia rela berkorban untukmu, sebaiknya kau bersikap ramah padanya." ujar Mebuki.

"Itu benar un, seharusnya dia ramah padaku kan bi? Tapi dia sangat galak padaku bi... Hiks." Deidara pura-pura menangis dan langsung di jitak Sakura.

"Tuh kan bi, dia memukulku un. Malang sekali aku memiliki pacar seperti ini." Deidara memegangi kepala benjolnya.

Tiba-tiba Mebuki mendekat dan memeluk Deidara. Semuanya terkejut termasuk Tayuya yang tengah mengintip.

"Aku mempercayakan Sakura padamu Dei, tolong jaga dia baik-baik. Bawalah dia pergi bersamamu." Mebuki menitikan air matanya. Deidara terdiam.

Kemudian Mebuki melepaskan pelukannya dan menyeka air matanya. "Aku tak bisa membantu kalian. Karena aku tak mungkin melawan suamiku. Tapi aku akan tetap mendukung kalian." Mebuki menyentuh pipi Deidara.

"Aku mengandalkanmu... Menantu." lanjut Mebuki.

Perkataan Mebuki membuat wajah Deidara merah semerah rambut Sasori dan Gaara. Sakura juga tak kalah merahnya.

Deidara tersenyum dan menggenggam kedua tangan Mebuki. "Terima kasih ibu mertua, aku berjanji akan membahagiakan Sakura un." ucap Deidara mantap dengan mata berkilat-kilat.

PLETAK!

"Berhenti memanggil ibuku dengan sebutan IBU MERTUA!" Sakura sangat malu hingga menjitak keras kepala Dei.

Semuanya lalu tertawa terbahak-bahak.

.

.

"Sekarang adalah waktunya. Apa kau siap?" tanya Hidan kepada Sasori yang tengah memakai jubah dan topeng.

"Tentu saja. Ini jauh lebih mudah daripada menyatakan cinta kepada seorang gadis." jawab Sasori enteng.

"Demi dewa Jashin. Bukankah kau selalu merayu gadis-gadis itu dengan mudah?" tanya Hidan kepada Sasori yang sudah siap dengan kostumnya itu.

"Kau tau apa otak udang? Jantungku selalu berdebar keras setiap aku merayu para wanita itu tau. Kau tau, aku bahkan pernah-"

"CUKUP SASORI. Waktumu hanya malam ini baka yaro!" Hidan langsung memotong perkataan Sasori yang sepertinya akan curhat banyak.

"Hai. Wakatta wakatta..!" sahut Sasori dengan wajah jengkel.

"Lalu, siapa targetmu?" tanya Hidan lagi.

"Ninja di pos depan." jawab Sasori dengan ekspresi datar dan tatapan mata yang sangat dingin.

Hidan tersentak kaget melihat ekspresi dingin Sasori itu karena Sasori tak pernah menampakkan wajah seperti itu selama ini.

'The Puppet Master, Akasuna no Sasori. Jadi begini wajah pembunuh berdarah dingin itu ketika akan membunuh targetnya.' Benak Hidan sambil menelan ludahnya.

To be Continued