22.
Begitu melihat Baekhyun, secara otomatis Jongin langsung menubruk tubuh Baekhyun dan tenggelam dalam pelukan pria yang lebih kecil. Merasakan bagaimana lengan kecil Baekhyun meremas tubuhnya lalu mulai bergerak maju-mundur, juga suara Baekhyun yang perlahan menembus pendengarannya.
"Tak apa-apa Jongin. Semuanya akan baik-baik saja. Ini hanya mimpi buruk, mimpi burung yang panjang..."
Tapi suara Baekhyun perlahan-lahan memudar dan pandangan Jongin pun mulai berpendar-pendar. Jongin berusaha tetap sadar dengan menggigit jari-jari tangannya hingga berdarah. Namun entah kenapa mata Jongin terasa berat sementara hati dan otaknya berteriak agar Jongin tetap membuka matanya. Pada akhirnya, Jongin tetap masuk kedalam kegelapan diiringi suara lolongan panjang yang mengerikan, membuat Jongin merasa dingin dan kesepian. Dia tidak bisa melihat apa-pun, semuanya gelap hingga sesuatu yang aneh terasa menyeruak keluar lalu merayapi tubuhnya. Makin lama makin terasa jelas, seperti ada ribuan kalajengking merayapi tubuhnya.
Itu memang kalajengking. Satu per satu keluar dari pori-pori Jongin yang membesar. Jongin menjerit kencang hingga tenggorokannya terasa panas, tapi ia tidak bisa mendengar suara jeritannya sendiri. Tangan gemetaran Jongin berusaha menyingkirkan seluruh kalajengki dari tubuhnya tapi kalajengking lain terus bermunculan, menyeruak keluar dari dalam pori-pori Jongin. Anak itu menangis kencang, memukul-mukul kepalanya sendiri lalu dia terdiam saat merasakan sesuatu yang besar berusaha menerobos keluar dari telinganya.
Ular, bermata kuning menyala, besar dan panjang keluar dari telinga Jongin, dengan cepat merayapi pundak anak itu lalu melilit lehernya. Jongin merintih dan air mata kembali mengalir kencang. Tanganya bergerak perlahan lalu mencengkram ular tersebut, berusaha menariknya tapi lilitan ular tersebut justru mengencang dan tenggorokan Jongin terasa seperti terbelah dua. Jongin menjerit-jerit dan meronta, berusaha melakukan apapun untuk membuat ular ini pergi. Tapi tak ada apa pun yang terjadi. Perlahan rontaan Jongin memelan karena seluruh energinya hilang. Kini anak itu terbaring lemas dan ketakutan. Air mata sudah membanjiri wajahnya yang membiru. Mulutnya menganga dengan mata melotot dan nafas putus-putus yang terdengar menyakitkan. Kesadaran Jongin sudah hampir nol persen saat cahaya itu datang dan perlahan-lahan memudar.
Wajah panik Luhan adalah objek pertama yang Jongin lihat. Jongin segera memeriksa tubuhnya, terutama bagian leher. Tapi tak ada satu pun kalajengking dan ular yang berkeliaran ditubuhnya atau disekitarnya. Jongin kembali menatap wajah Luhan dan menemukan teror disana. Urat-urat diwajah dan leher Luhan bermunculan, nafasnya memburu dan metanya memerah. Terdapat jejak air mata di pipinya dan dia terlihat pucat.
"Kau oke?" Tanya Luhan, menyentuh pundak Jongin dan meremasnya pelan. Suaranya terdengar kasar dan menuntut. Jongin tak tahu harus menjawab apa. Dia ketakutan setengah mati hingga berpikir mungkin ia akan menangis. Tapi tak ada sedikit pun dorongan dalam dirinya yang membuat air matanya keluar. Wajahnya memang basah, bukan karena air mata. Tapi karena keringat. Butiran-butiran keringat besar keluar dari pori-pori Jongin membuat seluruh tubuhnya basah. Seketika Jongin mengingat bagaimana gambaran kalajengking yang keluar dari pori-porinya.
Jongin memejamkan matanya, berusaha mengenyahkan apapun yang membuatnya resah.
Luhan masih menatapnya, penuh dengan tanda tanya. Tadi Luhan melihat dengan jelas kalau Jongin mencekik dirinya sendiri. Hal itu membuatnya kembali meragukan Jongin karena anak ini benar-benar bisa membahayakan siapa saja, meskipun dia tidak bermaksud begitu. Luhan menggelengkan kepalanya dan menghela nafas. Hari ini benar-benar buruk, Luhan butuh kopi dan buku musiknya.
"Ayo, Jongin. Sebaiknya kita pergi,"
Jongin tertegun mendengar ajakan Luhan tapi ia tak bisa berkata apa-apa saat Luhan menariknya untuk berdiri. Kepala Jongin sudah berputar, berusaha mencari Chanyeol. Tapi ruangan ini kosong dan sepi. Jongin menunduk dan mengikuti langkah kaki Luhan. Berharap besok atmosfir di apartemen Chanyeol sudah kembali seperti semula.
23.
Aroma pohon, secangkir americano milik Luhan, roti krim hangat dan suasana yang sedikit basah mampu membuat perasaan Jongin membaik meskipun kini pelipisnya berdenyut. Jongin memperhatikan gelas karton miliknya, kata Luhan kopi miliknya yang bernama Caramel Machiatto adalah susu yang ternodai expresso dengan karamel sebagai hiasannya. Sedangkan kopi milik Luhan lebih simpel; expresso dengan air hangat.
"Apa itu expresso?" Tanya Jongin, menenggelamkan sebagian wajahnya pada roti krim ditangannya, lalu tanpa ragu Jongin melahapnya. Seketika roti dan krim meleleh dalam mulutnya, membuat Jongin kembali melahap roti tersebut dengan rakus.
Luhan menatap Jongin sekilas, menikmati pemandangan Jongin yang melahap potongan rotinya dengan ekspresi lucu."Expresso adalah inti sari kopi, Jongin. Kau tidak boleh meminumnya terlalu banyak karena jantungmu bisa meledak,"
Jongin mengerucutkan bibirnya, tidak terlalu paham dengan penjelasan Luhan. Terutama di bagian 'jantungmu bisa meledak'. Tapi ia menikmati kopinya, tidak terlalu pahit juga ada karamel yang akan tersisa untuk diemut.
Saat ini, mereka berdua berada disalah satu kedai kopi di sebuah taman. Tempat ini nyaris kosong karena beberapa saat sebelumnya langit gelap memperingati akan datangnya badai besar, tapi tidak ada badai besar. Hanya hujan kecil sesaat lalu matahari kembali muncul, membuat suasana taman ini menjadi ribuan kali lebih nyaman.
Jongin memang tidak mengerti segala hal tentang kopi. Kopi adalah kata yang asing baginya, sama seperti cinta. Menurutnya, rasa kopi yang pahit mengingatkannya akan rasa pil-pil obat yang harus terus ditelannya bulat-bulat. Tapi dari cara Luhan meminum kopinya, Jongin tahu bahwa secangkir kopi adalah sesuatu yang berharga bagi Luhan. Seperti setetes handsanitizer bagi Jongin.
Meskipun begitu, Jongin tidak bisa mengenyahkan sesuatu yang berat didadanya. Perasaan Jongin kini seperti timbangan yang sedang menimbang berton-ton batu dan sebentar lagi, timbangan itu akan hancur. Baekhyun tidak ada. Itu adalah hal yang paling merisaukan. Tak pernah Baekhyun tak ada jika Jongin merasa gundah. Pertengkaran Luhan dan Chanyeol adalah hal lain yang juga memberatkan hatinya. Juga segala macam informasi yang ia dapatkan hari ini. Informasi-informasi itu membuatnya takut. Pelipis Jongin berdenyut makin kencang.
Sementara itu, alis Luhan yang sudah mengkerut menandahkan pemiliknya sebentar lagi akan meledak. Nafasnya sudah memburu dan tanganya semakin cepat menulis rangkaian lirik(curahan kegundahan) pada kertas yang nyaris robek. Kata-kata itu meluncur deras tanpa toleransi menandakan emosi Luhan sedang berada dititik krisis. Lalu, tanpa banyak berpikir Luhan memukul meja dengan tinjunya lalu mematahkan pulpen ditangannya menjadi dua dan masih berusaha mematahkannya menjadi tiga(tapi itu mustahil).
"Aku banci dia!" Luhan berseru kencang, membuat Jongin ingin mengkerut dan menghilang ke galaksi.
"Si Chanyeol itu!(buk!)―" Luhan kembali memukul meja dengan geram dan Jongin semakin mengkerut.
"―Si penyangkal!(buk!) Bodoh!(buk! Idio-maaf, Jongin aku tidak seharusnya membuatmu takut."Luhan mengusap wajahnya, terlihat benar-benar frustasi. Seakan-akan baru saja dibeberkan fakta bahwa bumi itu jajargenjang, bukan bulat.
"Tapi aku sedang marah!" Luhan kembali berseru. Jongin, yang tadinya sudah duduk tegak pun kembali mengkerut. Dia tidak mengerti konflik yang menyebabkan Luhan dan Chanyeol bertengkar hebat. Dia lupa kejadian itu―tidak, dia lenyap saat pertengkaran itu sedang terjadi.
"Si Chanyeol itu terlalu skeptis! Kasihan Minseok tahu! Minseok pun begitu! Dasar tengkorak hidup!" Jongin terkejut saat mendengar Luhan menyebut Minseok 'tengkorak hidup'. Dia bahkan sudah siap untuk protes. Karena Jongin tidak sebodoh itu dan setidaknya mengerti kondisi Minseok. Tapi saat melihat mata Luhan yang memerah juga urat dipelipis Luhan yang muncul dan nafasnya yang memburu, Jongin tidak jadi protes.
"Dia sahabatku! Tak ada yang tak aku tahu tentang dia! Dia selalu ada untukku! Tapi sekarang rasanya dia begitu jauh...Aku frustasi tahu! Segalanya sudah kulakukan tapi disaat yang sama aku merasa tidak melakukan apa-apa untuknya!" Luhan menyembunyikan wajahnya lalu menangis kencang.
Jongin tertegun, jari-jari tangannya yang gemetar berusaha menyentuh pundak Luhan lalu mencengkramnya erat. Luhan berusaha mengontrol dirinya tapi semakin dia berusaha, semakin kencang isak tangisnya. Jongin berpikir dia sedikit mengerti perasaan Luhan. Dengan semua rasa kehilangan yang pernah Luhan alami, memikirkan kondisi sahabatnya yang begitu buruk membuatnya benar-benar takut.
Jongin pun membayangkan dinding bata yang besar, tinggi dan kokoh. Dinding tak berujung itu membatasi Chanyeol dan Minseok. Dinding yang dibangun dengan amarah, kekecewaan, sakit hati dan penyesalan yang begitu besar, membuat mereka berdua tak bisa memanjat untuk saling bertemu. Lalu Jongin merasakan sesuatu yang lembut dan hangat menyentuh pundaknya dan dia merasa lega melihat Baekhyun berdiri disampingnya, mencengkram pundak Jongin dan menatap Luhan. Ada yang aneh dengan Baekhyun. Dia menangis, tanpa suara tapi butiran air mata terus bercucuran satu-persatu. Jongin meraih satu tangan Baekhyun dipundaknya, meremasnya, memutuskan untuk tidak melepas tangan itu.
Penyangkalan memang hal yang paling mudah dilakukan untuk menyingkirkan kenyataan yang kejam.
Jongin tidak menangis. Tapi hatinya benar-benar sakit.
24.
Jongin kembali ke apartemen Sehun dengan perasaan sendu. Kini dia kembali sendirian, hanya bersama Baekhyun. Luhan berkata dia ada urusan, tapi menurut Jongin, Luhan hanya sedang ingin sendiri.
Jongin terenyak di sofa, bersama Baekhyun dan jemari Jongin masih mencengkram milik Baekhyun.
"Kenapa kau menangis?"Jongin berbisik pelan, suaranya terdengar parau dan putus asa.
"Itu bukan aku Jongin. Itu kau,"
Jongin menatap Baekhyun, wajahnya diliputi rasa penasaran yang tinggi.
"Aku adalah kau, Jongin. Selalu begitu,"
Kesunyian melanda ruangan itu cukup lama. Sebuah kesunyian yang menyakitkan.
"Apa aku menciptakanmu?" Pertanyaan Jongin yang terdengar putus asa kembali terdengar.
Kali ini Baekhyun hanya menggeleng lalu mengangguk, menatap lurus kedepan dan membuat semuanya menjadi lebih rumit.
Jongin memutuskan untuk bungkam, pandangannya sudah memburam dan ada sesuatu yang membuat tenggorokkanya sakit. Chanyeol benar, otak manusia memang rumit. Dan manusia memang kejam.
"Kau harus sembuh Jongin," Suara Baekhyun yang terdengar lembut membuat Jongin terkejut. Dia tahu kemana arah pembicaraan ini, dia benar-benar tahu dan dia merasa bersalah.
"Kalau aku sembuh, apa kau akan hilang?"
Saat Baekhyun mengangguk, Jongin merasakan ada sesuatu yang pecah di dalam dadanya. Ini benar-benar menyakitkan karena Jongin bukan Kyungsoo, dia tidak bisa kehilangan Baekhyun. Dia tidak mau kehilangan Baekhyun.
Baekhyun akhirnya menoleh dan menatap Jongin sambil tersenyum tipis. Tangannya tiba-tiba saja sudah merangkul pundak Jongin dan Jongin sudah sesegukan sambil memeluk perut Baekhyun.
"Oh, kau tak usah risau Jongin. Karena aku akan selalu ada disini," Baekhyun menyentuh dada Jongin, menunjuknya tepat pada sesuatu yang berdetak kencang. "Dan disini," Baekhyun mengetuk-ngetuk kepala Jongin dengan telunjuknya.
Jongin mendengus kencang dan menggeleng, "Itu tidak sama. Itu tidak akan me-mengubah apapun! Aku tetap akan kehilangan kau!" Jongin berseru kencang hingga suaranya tercekat dan makin menyeruakkan kepalanya ke perut Baekhyun.
"Kau salah Jongin," Baekhyun menggeleng dan kembali menatap lurus kedepan.
"Karena aku adalah kau. Aku adalah bagian dari dirimu. Dari dulu sudah begitu. Kau hanya membuat sosokku menjadi nyata dengan imajinasimu." Baekhyun tersenyum dan cahaya matahari yang menembus jendela menerpa wajahnya.
Ini benar-benar rumit.
25.
Jongin tak sadar kalau dia tertidur. Tiba-tiba dia sudah membuka matanya yang terasa berat dan menemukan dirinya terbaring di sofa apartemen Sehun, sendirian. Itu bagus, karena Jongin tidak ingin bertemu siapa-siapa. Ia ingin menjadi skeptis untuk sesaat.
Jongin bangkit dan mengambil rokoknya. Terbaring dibalkon apartemen Sehun dengan rokok yang terbakar ditangannya. Batang per batang terus dihisapnya seakan-akan berkata; Hey! Siapapun yang menciptakan manusia, aku sudah merusak tubuh ini juga otak ini, kenapa tidak Kau ambil saja nyawa ini dari tubuh dan otak yang tak lagi berguna.
Saat ini Jongin tidak merasa marah, sedih, senang, kecewa atau apapun. Dia justru tak dapat menemukan setitik pun emosi mengalir dipembuluh darahnya. Dia merasa benar-benar hampa.
Lalu Sehun tiba-tiba muncul, kepalanya menyembul dari balik pintu balkon. Sehun menyengir lebar tapi cengiran itu langsung hilang begitu dia menyadari ada sesuatu yang salah dengan sahabatnya.
Sehun pun mengambil sebatang rokok, berbaring disisi Jongin, menyalakan rokoknya dan menghisap benda itu. Sehun hanya diam, seperti menunggu Jongin untuk memulai pembicaraan. Tapi Jongin tetap bungkam hingga langit sore pun mulai menggelap dan lampu-lampu jalanan menyala terang. Sehun juga tidak berusaha, bahkan memikirkan kata-kata untuk menenangkan Jongin. Sehun hanya ada disana. Ada untuk Jongin. Itu sudah lebih dari cukup.
Setelah dua bungkus rokok raib dan Sehun sudah membuka bungkusan ketiga, Jongin memanggilnya, menatap Sehun sebentar lalu meringkuk menatap semut-semut yang berjejer dilantai. Sehun tak menjawab, hanya membalas tatapan Jongin saat Jongin menatapnya. Lalu Jongin mulai menceritakan segalanya yang terjadi hari ini, memastikan untuk tidak terlalu mengekspos kehidupan Chanyeol. Sehun diam mendengarkan, tidak berkomentar sama sekali sampai Jongin selesai pun Sehun tetap diam.
"Sehun?"
Kali ini Sehun menyaut dengan gumaman kecil.
"Apa yang harus kulakukan?"
Pertanyaan yang keluar dari mulut Jongin itu benar-benar terdengar putus asa. Ini mungkin sepele bagi banyak orang tapi Sehun mengerti bahwa Jongin merasa buruk, dia merasa bersalah, bahwa dia benar-benar menyayangi dan menghargai keberadaan Baekhyun yang nyata baginya.
Sehun menghela nafas, "Aku juga tak tahu Jongin. Tapi, terkadang dalam hidup kita hanya bisa membiarkan semuanya berjalan begitu saja,"
"Tanpa berusaha?"
"Jika ada yang bisa diusahakan, maka lakukanlah. Tapi kau tak bisa mengubah apa yang tak bisa diubah. Kau hanya bisa menjalaninya,"
Jongin memeluk lututnya dan membuat dirinya sekecil mungkin, "Aku sebenarnya tahu apa yang ingin semua orang sarankan padaku, aku juga tahu apa yang benar-benar harus aku lakukan. Aku hanya tak tahu harus bagaimana menghadapinya,"
26.
Selama beberapa hari kedepan semuanya menjadi rutinitas yang hampa. Setiap pagi Jongin tetap berkunjung ke apartemen Chanyeol, sarapan disana dan melakukan beberapa teknik meditasi. Kyungsoo bertingkah seakan-akan tak ada Jongin disana dan perbincangan dengan Chanyeol juga tak lagi terasa spesial. Chanyeol hanya menyuruhnya menulis apa pun yang dipikirkannya di buku hitam polos lalu memberikan novel-novel untuk Jongin baca. Dan menanyakan pendapat Jongin tentang novel tersebut. Jongin merasa seperti ada sesuatu yang hilang dari dalam diri Chanyeol dan hal itu membuat Jongin khawatir.
Luhan masih tetap mengunjungi Minseok meskipun masih cekcok dengan Chanyeol. Dan setiap kali Luhan keluar dari kamar Minseok, dia terlihat frustasi. Mata dan hidungnya memerah. Tak hanya itu. Sepertinya kondisi Minseok benar-benar mempengaruhi Luhan. Pria itu dengan cepat kehilangan beberapa kilogram berat badannya dan kantung matanya menghitam.
Sehun berusaha menarik perhatian semua orang dan bertingkah menjadi pemanis. Dia mencetuskan lelucon, mentraktir es krim dan membuat gambar-gambar lucu. Sehun girang bukan kepalang saat Jongin menunjukkan kartu hitam pemberian Kris. Dia bilang itu kartu kredit, unlimited pula. Saat itu, Sehun langsung menarik Jongin pergi membeli beberapa bungkus roti dan menyuruh Jongin memencet kata sandi di sebuah kotak yang sebelumnya digesek oleh kartu hitam itu. Jongin, yang melihat deretan angka hanya bisa memikirkan tanggal ulang tahunnya. Dan itu berhasil. Semudah itu. Luhan terlihat tidak minat saat Sehun menceritakan apa yang terjadi dan Jongin hanya pura-pura peduli. Jongin bahkan tidak peduli saat Sehun berkata tidak jadi mengajak Jongin jalan hari minggu karena dia akan mengajak Jongin ketempat lain yang lebih hebat. Tapi untuk pergi kesana, Jongin butuh membeli banyak kebutuhan dan Sehun butuh hari libur yang panjang. Jongin tetap tidak peduli.
Dia terkadang merasa bersalah karena Sehun benar-benar berusaha keras untuk membangkitkan semangat semua orang dan jelas usahanya itu gagal. Tapi Jongin tak bisa peduli pada apapun, karena sejak hari itu, dia tak pernah melihat Baekhyun lagi.
Mencengkram dadanya telah menjadi kebiasaan baru Jongin. Terkadang Jongin memukul-mukul pelan dadanya sambil memanggil-manggil Baekhyun. Muak dengan dadanya, Jongin mulai mengetuk-ngetuk kepalanya dan membisikkan nama Baekhyun. Berharap pria kecil itu muncul dan mulai mengisi hari-hari Jongin lagi.
Melihat sahabatnya yang begitu menginginkan kehadiran Baekhyun, suatu hari Sehun berkata kalau dia bisa menggambar Baekhyun jika Jongin bisa mendiskripsikan Baekhyun dengan jelas.
Dan cara itu berhasil mengalihkan perhatian Jongin untuk beberapa hari. Karena untuk bisa benar-benar menggambar sosok Baekhyun butuh pengulangan berkali-kali. Butuh coret-coretan tentang bentuk mata, hidung, mulut, dan yang paling sulit, bentuk tatonya. Hal itu semakin rumit karena Jongin benar-benar ingin hasil kerja Sehun realistik dan Sehun tak pernah melihat Baekhyun. Mereka bahkan berkeliaran dijalan untuk mencari seseorang dengan mata yang mirip Baekhyun. Lalu semalaman menelusuri tumblr untuk mencari tato yang mirip tatonya Baekhyun. Setelah sketsa Baekhyun sudah sempurna, barulah Sehun membeli kanvas besar dan mulai melukis. Sehun bahkan tak keluar studio demi menyelesaikan lukisan itu. Dia benar-benar ingin memberikan sesuatu yang berharga untuk Jongin.
Hasil kerja keras itu membuahkan hasil yang manis. Lukisan Sehun benar-benar mirip Baekhyun. Sorot matanya benar-benar Baekhyun, detail tatonya sempurna dan Jongin nyaris merasakan kehadiran Baekhyun. Nyaris.
Tapi sejak saat itu, Jongin yang terpuruk mulai kembali menghargai keberadaan Sehun. Dia menggotong lukisan itu dan memperlihatkannya pada Kyungsoo dan Chanyeol. Lalu dengan percaya diri mulai menceritakan tentang sosok Baekhyun. Bagaimana dia muncul, bagaimana Jongin kehilangan Baekhyun dan betapa inginnya Jongin kembali melihat Baekhyun. Setelah Jongin selesai bercerita, Kyungsoo langsung pergi kekamarnya dan membanting pintu. Sedangkan Chanyeol terlihat seperti tak bisa berkata-kata. Tapi entah kenapa hal itu membuat Chanyeol yang dulu kembali. Tidak seutuhnya tapi dari sorot mata Chanyeol, Jongin tahu pria itu sedang berusaha kembali.
Lalu sesuatu yang spektakuler terjadi.
Sehun berusaha membuat semua orang yakin akan rencananya untuk pesta barbeque di atap gedung apartemen sambil menunggu sunset. Luhan tidak bisa berkata tidak pada adiknya dan Jongin ingin membalas semua usaha Sehun. Maka suatu pagi sebelum Sehun berangkat sekolah, mereka pergi ke apartemen Chanyeol dan berusaha membujuk ketiga Park untuk ikut. Kyungsoo pasrah saja dan Chanyeol yang masih cekcok dengan Luhan terlihat ogah-ogahan. Tapi setelah mendengar permohonan itu dielu-elukan oleh Sehun dan Jongin selama hampir setengah jam, Chanyeol menyerah.
Membujuk Minseok berada jauh dari jangkauan Sehun dan Jongin. Luhan, entah kenapa jadi begitu semangat untuk membujuk Minseok setelah Chanyeol setuju untuk datang. Menurut Sehun, itu hanya akal-akalan Luhan untuk kembali mempersatukan ketiga Park itu. Pada akhirnya, Luhan berhasil.
Sehun jadi begitu semangat menyiapkan segalanya. Semua orang jadi tertular oleh semangatnya. Mereka membeli daging, kentang, menyiapkan kamera polaroid dan bahkan membeli kembang api. Tak ada pembicaraan lain selain rencana-rencana pesta itu.
Sore itu langit benar-benar cerah dengan awan yang bergelung-gelung seperti permen kapas. Kyungsoo dan Chanyeol muncul didepan apartemen Sehun dengan Minseok yang terduduk dikursi roda dan Luhan yang tersenyum sambil mencengram kursi roda Minseok.
Jongin tertegun menatap Minseok yang terlihat mengerikan dengan tubuh kurus dan kantung mata yang tak lagi hitam. Melainkan keunguan seperti memar. Tapi pria itu tersenyum, meskipun terlihat gugup.
"Hi, Minseok Hyung! Bagaimana kabarmu?" Sehun bertanya dan dia terlihat benar-benar senang melihat sahabat kakaknya itu.
Minseok tertawa kecil dan merentangkan tanganya, "Masih hidup," Jawabnya penuh kejenakaan. Tapi Jongin melihat tubuh Kyungsoo dan Luhan yang tersentak saat Minseok mengatakan itu. Juga rahang Chanyeol yang mengeras.
Sehun yang tidak peka justru merangkul Jongin dan memperkenalkannya kepada Minseok. Jongin gugup bukan main karena kesan pertamanya dengan Minseok benar-benar tidak menyenangkan. Tapi Minseok merubah semua itu.
"Oh kau! Tadi saat kami kesini seorang gadis berkata kalau ada cowok manis berkulit seksi di apartemen Luhan. Itu pasti kau!"
Jongin menahan nafasnya saat Minseok mengatakan itu. Dia merasa wajahnya memanas, memerah dan Jongin jadi salah tingkah. Seorang gadis! Mengatakan kalau Jongin itu cowok manis berkulit seksi! Astaga, perempuan memang benar-benar mahkluk ciptaan Tuhan yang paling indah.
Keenam pria itu pun berjalan iring-iringan memasuki lift dan tiba di atap gedung apartemen yang sebelumnya sudah disiapkan oleh Sehun dan Jongin. Langit senja yang cerah dan angin segar menerpa wajah keenamnya seakan-akan bisa menerbangkan semua kegundahaan hati mereka.
Musik pun diputar dan mereka mulai membakar daging. Matahari yang perlahan-lahan turun membuat semuanya menjadi begitu berharga. Kyungsoo bahkan terlihat senang meskipun Chanyeol dan Minseok terlihat saling menghindar. Jongin terkejut saat Sehun tertawa terpingkal-pingkal sambil merangkul Kyungsoo yang hanya nyengir. Luhan meraih gitar dan menyerahkannya pada Chanyeol lalu keduanya mulai bermusik. Menyanyikan lagu-lagu penuh kebahagiaan. Jongin sendiri, benar-benar merasakan atmosfir yang penuh kasih. Dia anehnya, dengan percaya diri dan tanpa sedikitpun rasa gugup, berdiri disana, memandangi semua orang dan berusaha semaksimal mungkin merekam kejadian ini. Karena suatu saat, ini akan benar-benar menjadi kenangan yang berharga.
"Ini benar-benar menyenangkan ya?" Jongin terkejut saat Minseok tiba-tiba berada disampingnya, menatap Kyungsoo dan Chanyeol bergantian, matanya berkaca-kaca. Jongin mengangguk, tak tahu harus merespon apa.
"Aku benar-benar bahagia sekarang dan mau makan daging!" Minseok berseru, lagi-lagi terlihat jenaka tapi Jongin dapat melihat air mata dipinggir kelopak matanya.
Luhan menjatuhkan gelas sojunya saat mendengar Minseok berseru seperti itu. Reaksi Chanyeol lebih hebat, dia langsung berdiri dan menjatuhkan gitarnya. Dia menatap Minseok dengan tatapan tak percaya. Seolah-olah yang berseru seperti itu adalah lalat yang lewat ditelinganya.
Tapi Luhan memekik dan melompat girang lalu meraih kerah baju Chanyeol dan mengguncangnya kencang.
"Dia mau makan daging Chanyeol! Daging! Aku...-aku..."Tapi Chanyeol tetap diam tak merespon apapun.
Sehun, berjalan pelan kearah Minseok dan menyodorkan sepotong daging kecil yang langsung disambut oleh Minseok. Pria itu melahapnya, terlihat jelas kalau dia ragu, seakan-akan yang dimakanya itu kecoa bukan daging. Tapi Minseok berhasil menelannya dengan susah payah. Lalu tertawa kencang dengan air mata yang bercucuran dipipinya.
Lalu Chanyeol tiba-tiba saja menutup wajahnya dan jatuh berlutut, kemudian terisak kencang.
"Dia makan daging?" Chanyeol berbisik parau.
Kyungsoo yang dari tadi diam menganga, perlahan-lahan berjalan menghampiri Minseok. Tubuhnya yang bergetar hebat itu berlutut didepan Minseok, menatap wajah kakaknya sebentar lalu menenggelamkan wajahnya dipangkuan Minseok dan menangis tersedu-sedu. Melihat itu, Chanyeol pun berlari. Tadinya Jongin pikir Chanyeol akan memisahkan Minseok dan Kyungsoo, tapi ternyata, Chanyeol justru menarik ketiganya kedalam pelukkannya. Ketiga Park menangis kencang dan matahari mulai terbenam membuat momen ini menjadi benar-benar indah.
Jongin bahkan tak sadar kalau dia menangis. Sehun disampingnya juga menangis, Luhan tertawa-tawa sambil menangis dan mulai memanggang lebih banyak daging.
Ini dia, pikir Jongin. Ini nyata...
Lalu Jongin merasakan tangan yang lembut menyentuh pundaknya dan saat Jongin menengok, tangisnya langsung pecah.
"Baekhyun?" Bisiknya pelan. Baekhyun hanya tersenyum sambil menatap ketiga Park. Jongin pun melompat dan memeluk Baekhyun, tak peduli orang-orang akan menganggapnya sinting. Ini adalah saat-saat bahagia yang seharusnya dilewati bersama orang-orang terkasih. Jongin sempat iri melihat ketiga Park, Luhan dan Sehun. Ada sesatu yang mendorongnya untuk kembali kerumah, ke neraka itu. Ke tempat ayahnya dan Kris berlindung. Tapi dengan munculnya Baekhyun, Jongin tak lagi merasa sendirian.
Langit pun menggelap dan Sehun mulai membakar kembang api lalu berlari-larian dan berteriak-teriak penuh kebebasan. Kembang-kembang api menyusul, begitu juga foto-foto yang dihasilkan polaroid dan perebutan hak foto tersebut. Saat itu semuanya merasa bahagia meskipun semuanya tak sempurna.
TBC
Hallo my morphins! Saya udah lupa kapan terakhir update..., tapi hey saya disini sekarang dan belum menyerah. Saya sempat kehilangan arah untuk menulis dan perasaan bersalah karena udah gantungin kalian membuat menulis yang seharusnya menjadi hobi, justru menjadi tuntutan. Jadi saya mulai kacang, dan malah melahap novel harry potter satu sampe tujuh terus marathon filmnya dan fangirling Draco, sejenak melupakan Kpop juga handphone. Terus pas buka handphone, browsing tentang EXO *jeng-jeng* tau-tau MAMA2015 udah lewat beberapa hari terus EXO mau ngeluarin album winter. Terus kaget kok tiba-tiba temen saya minta goceng terus dihape saya ada , baru inget setelah minum kopi. Waktu itu saya kalah main ps sama temen saya jadi disuruh buat terus promosiin disini. Sebenernya niat dia baik, dia bilang supaya kalian bisa berkomunikasi dengan saya. Tapi karena saya gak update-update dan jadi gak promosi-promosi , raib lah gocengT_T.
Menulis emang sudah menjadi hobi saya dari kecil, awalnya emang berat kalau jadi tuntutan tapi rasanya kalau ada yang nuntut berarti setidaknya saya berhasil menjadikan tulisan saya dinanti-nantikan. Tuntutan itu mulai membuat saya merasa dihargai karena jujur kalau untuk menunjukan tulisan saya kepada orang-orang disekitar saya, saya sering merasa malu dan kurang percaya diri.
Karena itu dunia per fanfiction an dan internet menjadi jalan untuk saya membuka diri^^
Jangan anggap coretan saya ini sebagai deklarasi bahwa saya akan mengabaikan kalian, karena saya sudah bertekad untuk benar-benar menyelesaikan semua yang sudah saya mulai. Tekat saya sudah bulat dan sebesar Bundaran HI. Jadi kalian silahkan ngomel-ngomel kalau saya gak update-update, tapi ngomel-ngomel halus._.
Oh iyak! Saya mau mengungkapkan pendapat yang sebenarnya...gitu deh._. Tapi pendapat ini terus menggerayangi otak saya, minta dikeluarin jadi saya muntahin disini aja deh._.
Jadi waktu itu saya sama kakak saya flashback jaman waktu kita masih kecil, jamannya bangun pagi terus nonton kartun, main sepeda dan permainan yang bikin keringetan diluar, kena debu dan kalau brutal, bisa sampe kecebur got.
Waktu masih kecil, saya benar-benar anak perempuan yang... brutal. Dari bocah udah berenang dilaut, manjat-manjat pohon, main ke kebon bahkan saya gak jijik untuk nyebokin kelinci atau ngubek-ngubek tanah untuk nyari cacing. Saya emang lahir dan besar dijakarta tapi tiap libur lebaran selalu pulang kampung dan kalau saya udah dikampung, ya saya bener-bener jadi anak kampung. Kampung saya di Belitung dan itu hal yang amat saya gembar-gemborkan hehe. (kalo ke kampung saya mohon jangan buang sampah sembarangan yaaa, terutama dipantainya)
Terus pas saya liat adek saya yang masih kecil rasanya kasian. Semua temen-temennya lebih suka main warnet dari pada main lego padahal rata-rata umur temen-temen adek saya Cuma tujuh tahunan. Dan menurut saya warnet bukan tempat yang tepat untuk anak seumuran itu. Banyaknya game online yang brutal bisa menyebabkan akibat yang buruk karena tak seharusnya mereka melihat sesuatu yang brutal. Dan saya lebih gak setuju kalau anak kecil udah dikasih gadget pribadi, benar-benar miliknya.
Dengan kemajuan tegnologi, hal seperti itu wajar tapi menurut saya, ada baiknya kalau anak terus dipantau dan jangan terlalu sering bermain dengan gadget. Para orangtua berpikir kalau game pada gadget bisa menstimulasi otak anak dan para kakak berpikir game pada gadget akan membuat si adik anteng. Itu benar, jika game yang didownload sesuai umur tapi apakah kalian tahu bahwa anak memiliki ukuran kepala dan otak yang lebih kecil membuatnya lebih rentan terhadap radiasi? Hal itu menyebabkan anak-anak menyerap lebih banyak radiasi dari pada orang dewasa. Hal itu dapat menyebabkan gangguan tidur, penglihatan, kemampuan belajar dan memperbesar resiko kanker orang-orang. Kan to the ker!
Saya nulis ini karena bener-bener kaget pas baru sadar kalau masa kecil saya dan adik saya itu berbeda. Dan saya ngeliatnya jadi gak asik. Adek saya jadi kayak orang gak punya temen gitu. Apalagi kalo temenya pada main warnet, adek saya kan gak suka main warnet karena dari kecil gak disodorin begituan(?) sama orang tua saya, padahal depan rumah saya warnet loh lengkap dengan ps dan jajanan.
Tegnologi emang udah maju, gak ada salahnya memperkenalkan hal tersebut kepada anak-anak. Tapi ya harus dibatasi jangan justru disodorin( ehem kadang-kadang ada faktor persaingan sosial juga sihehem)
Saya adalah contoh nyata orang dengan masa kecil yang menurut saya penuh petualangan dan ditambah saya senang membaca buku. Adek saya juga lebih sering disodorin lego dan buku dari pada gadget.
Tapi, saya juga contoh korban tegnologi. Semenjak punya hape sama laptop sendiri tiap hari ituuuuu aja yang dimainin tapi karena saya punya banyak kenangan dengan alam, itu membuat saya gumoh lama-lama berada ditengah kota. Saya suka ngebet pengen ke laut atau kehutan dan sampe kebawa mimpi kalau belum kesampean. Dan berpetualan di alam itu benar-benar mengembalikan kesegaran otak saya juga stamina saya.
Saya mau pendapat saya ini dianggap serius, gak usah serius-serius amat. Tapi seenggaknya membuat sesuatu dalam diri kalian tergerak.^^
Daaaan saya tahu update an kali ini gak sepanjang –coret-jalan kenangan-coret- biasanya, karena biasanya saya kan kalo nulis nyicil, dan seperti yang saya bilang beberapa minggu terakhir ini saya sempet kacang dalam hal tulis menulis, hehe._. Maafin saya ya._.
Oh iya, disini ada sifat-sifat Jongin yang berubah. Dia udah gak kayak anak kucing yang abis kecebur got, udah gak terlalu sering merasa cemas. Karena dia dikelilingi oleh orang-orang yang gak menilai(nge judge) Jongin. Hal itu membuyarkan teror-teror Ibunya. Daaan meskipun akhir update an kali ini semuanya kelihatan fine-fine aja, tapi bukan berarti begitu MUAHAHAHA yaaah istilahnya the calm before the storm gitu dah. Ya karena angsty is my thingy(?) Udah jadi tabiat saya buat yang angst-angst._.
Adakah yang membuat kalian bingung dengan ff ini? Saya yakin pasti banyak terutama untuk update an kali ini, Baekhyun nya agak aneh hehe