Setelah musim semi adalah musim panas. Pada musim inilah matahari bersinar terik dan membuat orang-orang enggan melakukan aktivitas karena panasnya yang tidak manusiawi. Biasanya suara serangga khas musim panas memenuhi indera pendengaran jika kita berada di desa. Namun ini bukanlah di desa, melainkan di kota. Tepatnya di kediaman Akashi yang terletak di daerah Kyoto.

"Aku akan kembali setelah musim panas berakhir nanti. Semoga liburan kalian menyenangkan. Sampai jumpa." Kuroko, pemuda berambut biru muda, membungkuk sedikit dan pergi keluar dari rumah megah tersebut. Sedangkan keempat anak-anak asuhnya hanya berdiri mematung di depan tangga rumah mereka dengan tatapan bingung. Mereka masih memakai piyama.

"Nah, kalian harus mandi sekarang." Suara Akashi terdengar begitu jelas namun hal itu tidak membuat keempat anak itu bergerak dari tempat mereka sekarang.

Kalian bertanya apa yang terjadi?

Jawabannya adalah Kuroko meminta cuti selama musim panas untuk pulang ke rumahnya di Tokyo dan ia akan kembali sebelum musim panas berakhir. Sebagai majikan yang baik, Akashi menyetujuinya dan jadilah pemandangan seperti sekarang ini, dimana Pasukan Pelangi sedang mematung di depan tangga sambil melihat pintu rumah mereka yang besar. Mereka masih ingat tadi pagi Kuroko masih membangunkan mereka dan sarapan bersama. Tapi kenapa sekarang malah begini?

"Papa-cchi, Kuroko-cchi mau kemana-ssu?" Si bungsu Ryouta menarik-narik celana panjang yang Papanya kenakan.

"Tetsuya hanya pulang ke rumah orangtuanya di Tokyo." Jawab Akashi santai tanpa memikirkan efek samping dari perkataannya itu.

"Kok pulang? Papa ngusir dia ya?" Daiki menyuarakan pendapatnya ketika mendengar jawaban Akashi barusan.

"Tidak. Dia hanya―"

"Kok Kuroko-cchi pulang-ssu? Dia nggak sayang kita lagi ya?" Ryouta mulai mengeluarkan air mata sambil menunduk sedih. Bibirnya ditekuk ke bawah.

"Nggak. Dia cuma―"

"Kok Kuro-chin nggak bilang apa-apa ke kita?" Atsushi cemberut. Di tangannya maibou terlupakan karena pengasuh favoritnya pergi.

"Bukannya tadi Tetsuya bilang dia akan kembali setelah musim panas berakhir?" Akashi bertanya kepada anaknya yang berambut ungu itu.

"Itu pasti karena dia tidak mau membuat kami sedih jadi dia berkata seperti itu, nanodayo." Shintarou menggenggam pensil mekanik dengan kepala kelinci sebagai hiasannya dengan erat. Mukanya juga menyiratkan kesedihan.

"Begini loh anak-anak," Ucapan Akashi terpotong lagi karena sekarang keempat anaknya menangis sesungukkan dengan air mata dan ingus yang meler dari hidung mereka.

Sepertinya Akashi harus menutup channel sinetron dan telenovela di televisinya kemudian menggantinya dengan Teletubbies atau Power Ranger. Salahkan ia tidak pernah mengecek tontonan anak-anaknya kalau tidak sedang diawasinya atau Tetsuya.


.

.

.

Tetsu-nanny!

Disclaimer :
Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi

Genre :
Romance/Family

Rated :
K+

Warning :
AU, OOC, Typo(s), gaje, alur kecepatan, humor garing, shounen-ai, chibi!GOM (minus Akashi), dan kekurangan lain sehingga tidak bisa disebutkan satu-satu.

Happy Reading~

.

.

.


Day 12―

Kuroko berjalan memasuki stasiun kereta setelah membayar taksi yang ia tumpangi untuk sampai ke stasiun. Di dalam stasiun, ia membeli karcis menuju Tokyo dan melewati gerbang menuju tempat menunggu kereta datang. Setelahnya Kuroko duduk di salah satu kursi dan mengambil novel yang ada di dalam tas kainnya. Ia tidak membawa baju pulang karena setelah musim panas berakhir nanti, ia akan kembali ke sana.

Selama beberapa menit Kuroko menunggu akhirnya kereta yang dimaksud datang. Seperti biasa penumpang lain berdesak-desakkan untuk masuk, sedangkan Kuroko hanya mengikuti arus manusia dan sampai dengan selamat di dalam kereta. Ada untungnya juga mempunyai hawa keberadaan yang tipis.

Kebetulan ia tidak mendapatkan tempat duduk sehingga ia hanya bisa berdiri dan berpegangan pada tiang saja. Sesekali kereta akan berhenti untuk menurunkan penumpang dan menaikkan penumpang. Setelah tiga jam berdiri, akhirnya ia sampai di Tokyo.

Ah, sudah lama sekali ia tidak pulang ke Tokyo, padahal baru hanya beberapa bulan. Kuroko memutuskan untuk jalan kaki menuju rumahnya. Walaupun agak jauh, tapi setidaknya ia bisa melepas rindu dengan daerah tempat ia tumbuh itu dengan cara ini.

Tidak banyak yang berubah. Toko peralatan olahraga yang biasa ia kunjungi bersama Kagami masih ada disana. Ini tidak seperti ia sudah tinggal di luar negeri selama bertahun-tahun dan baru sempat kembali ke Jepang sekarang. Hanya saja ia benar-benar rindu dengan Tokyo. Kuroko mampir ke Maji Burger dan membeli vanilla milkshake sebelum kembali melanjutkan perjalanan pulang ke rumah.

Setelah setengah jam berjalan, akhirnya ia memasuki area tempat tinggalnya. Daerah tempat tinggalnya memang terkesan biasa saja jika dibandingkan dengan rumah Akashi di Kyoto sana. Namun rumahnya nyaman kok.

Sesampainya di pintu rumahnya, Kuroko langsung menyapa kedua orangtuanya yang sudah tahu bahwa ia akan pulang hari ini.

"Tou-san, Kaa-san, tadaima!" Seorang wanita dengan rambut biru muda sebahu keluar dari ruang tamu dan segera memeluk putra semata wayangnya.

"Okaerinasai, Tet-chan~" Sang Ibu mencubit pipi putranya dengan gemas dan kembali memeluknya. "Sepertinya sudah lama sekali Okaa-san tidak melihat Tet-chan."

"Maa, maa, Tetsumi, lepaskan Tetsuya-kun sekarang. Ia pasti lelah." Seorang pria berambut hitam bernama lengkap Kuroko Ryuuji memegangi pundak sang istri.

"Kau pasti lelah setelah tiga jam perjalanan. Tidur siang dulu sana. Kaa-san akan memanggilmu ketika makan siang sudah siap." Kuroko Tetsumi tersenyum kepada putra yang mirip dengannya itu. Banyak orang mengatakan bahwa Tetsuya adalah prototype-nya. Namun hanya pada segi fisik. Sifat dan hawa keberadaannya yang tipis diturunkan dari suaminya.

Mengangguk paham, Kuroko berjalan ke lantai dua menuju kamarnya. Ketika ia membuka pintu kamarnya, bisa ia lihat tidak ada yang berubah dari kamarnya. Walaupun sudah tiga bulan lebih ditinggalkan, kamar itu masih bersih. Ia harus berterima kasih padanya Ibunya nanti.

Kuroko berjalan menuju lemari pakaiannya dan mengambil beberapa baju santai sebelum berjalan ke kamar mandi. Ia ingin mandi dulu karena keringat membasahi tubuhnya. Setelah mandi ia kembali ke kamar dan tidur dengan pulasnya.

..

..

"Papa-cchi kenapa mengusir Kuroko-cchi-ssu?" Si bungsu Ryouta bertanya entah untuk keberapa kalinya hari itu.

"Papa tidak mengusir Tetsuya. Tetsuya hanya pulang ke Tokyo saja." Dan entah sudah berapa kali pula Akashi menjawab dengan kalimat yang sama.

"Papa-chin, makanannya sudah siap belum?" Tanya Atsushi yang sudah duduk di kursi untuk makan siang.

"Sebentar lagi siap." Akashi mengecek microwave sekai lagi untuk mengecek apakah lasagna yang ia pesan sudah panas atau belum.

"Papa, kapan Tetsu-san akan pulang ke sini? Aku mau main dengannya lagi!" Daiki menggenggam sendoknya dan memukulkan kepalan tangan dengan sendok itu di atas meja.

"Nanti setelah musim panas berakhir. Kira-kira tiga bulan lagi." Akashi mendengar bunyi microwave yang sudah selesai memanaskan makan siangnya dan mengambilnya. Ia menyajikan lima piring lasagna di hadapan anak-anaknya dan dirinya sendiri.

"Aku ingin dibacakan cerita Crane Wife olehnya." Shintarou menyendok lasagna tersebut ke mulutnya.

"Nanti Papa bacakan bagaimana?" Tawar Akashi di sela-sela kegiatan makan siang mereka.

"Tapi nanti kalau hari biasa 'kan Papa pergi kerja. Nanti siapa yang mengurus kami?" Shintarou menatap Papanya dari balik kacamatanya.

"Kotaro yang akan mengurus kalian nanti." Jawab Akashi sembari meletakkan sendok makannya di atas piring.

"Kotaro?" Daiki menaikkan sebelah alisnya. Mulutnya belepotan saus lasagna.

"Paman yang rambutnya pirang bawahan Papa itu, ya?" Shintarou bertanya untuk memastikan yang mana orangnya.

"Iya." Akashi memuji ingatan Shintarou yang tajam.

"Maksudnya yang pecicilan kayak anak kecil itu, ya?" Atsushi bertanya tanpa menfilter kata-katanya.

Akashi menatap anaknya yang bertubuh besar itu dengan tatapan apa-yang-tadi-kau-bilang-? dan si anak kembali melanjutkan makanannya tanpa menggubris sang Papa.

"Oh, Paman yang kalau main sama kita nggak pernah nyambung itu, ya-ssu?" Nah, ini ditambah dengan penuturan Ryouta mengenai anak buahnya itu.

"Ryouta, bisa jelaskan pada Papa kenapa Kotaro main dengan kalian tidak pernah nyambung?" Akashi bertanya kepada si bungsu yang sudah selesai makan dan sekarang sedang meminum jus jeruknya.

Setelah meneguk habis jus jeruknya, Ryouta menjawab, "Setiap bermain dengan kami, Kotaro-san selalu asyik sendiri dan kami jadi bingung sebenarnya yang bermain itu kami atau dia. Walaupun ia masih mengajak kami main. Tapi kadang kami tidak mengerti jalan pikirannya-ssu." Ryouta menjelaskan dengan cengiran lebar di wajahnya.

Akashi tahu bahwa anak buahnya yang satu itu memang agak childish tapi apakah se-childish itu sampai anak-anaknya tidak mengerti jalan pikirannya?

"Bagaimana kalau Nebuya?" Akashi bertanya lagi. Ia tidak mau anak-anaknya ditangani oleh orang yang salah.

"Yang mana itu?" Daiki bertanya sambil melirik saudara-saudaranya.

"Oh, yang hitam mirip Daiki-cchi ya-ssu?" Ryouta sekarang bertanya dan mendapatkan lemparan serbet dari Daiki yang duduk di seberangnya.

"Oh, yang itu." Atsushi bergumam, "Tapi dia kerjaannya cuma tidur makan tidur makan doank, Papa-chin."

"Dia hanya mengurusi kami saat makan dan tidur siang saja. Sisanya kami boleh berlari-lari kemana saja bahkan sampai jungkir balik pun dia tidak akan mempedulikan kami." Shintarou menambahkan kejelekkan karyawan Papanya.

Akashi membuat catatan mental untuk menceramahi Nebuya setelah ini.

"Kalau Reo?" Akashi sudah hopeless.

"Ih, Reo-nee suka peluk-peluk nggak jelas. Nggak mau ah!" Shintarou sekarang yang protes. "Dikit-dikit pasti dicubit pipinya terus bilang, 'Kalian lucu banget sih pengen aku culik deh rasanya.'." Shintarou berbicara dengan nada Reo.

Semuanya hening. Sepertinya Shintarou benar-benar anti dengan Reo. Sabar, Reo.

"Chihiro?"

"Siapa lagi itu?" Shintarou bertanya. Tumben dia tidak ingat.

"Oh, Paman yang rambutnya perak terus punya hawa keberadaan yang tipis seperti Kuroko-cchi ya-ssu?" Ryouta mengangkat tangan layaknya anak TK yang diberi pertanyaan. Akashi mengangguk.

"Oh yang itu." Daiki sekarang sudah mengingat semua bawahan terpercaya Papanya, "Dia diem banget, Papa. Kayak main sama angin kalo sama dia."

Kesimpulan yang Akashi dapatkan adalah semua bawahan terpercayanya tidak bisa mengurus anak-anaknya. Jadi harus bagaimana?

"Papa-chin, aku maunya Kuro-chin." Atsushi melihat Papanya yang stres karena tidak mendapatkan babysitter pengganti menyuarakan pendapat saudara-saudaranya.

"Tapi dia sedang berlibur." Akashi menjawab pernyataan anaknya sambil menghela nafas.

"Bagaimana kalau kita mengunjungi Kuroko-san saja?" Ujar Shintarou.

"Iya! Iya! Kita 'kan nggak pernah ke Tokyo, Papa!" Daiki tersenyum lebar.

"Yeay kita liburan ke Tokyo-ssu!" Ryouta melompat-lompat di atas kursi padahal Papanya belum memutuskan.

"Nanti Papa pikirkan dulu, ya." Akashi membuka suaranya.

"Ya~" Anak-anaknya membalas dengan nada kecewa.

..

..

Kuroko terbangun karena ia nyaris jatuh dari tempat tidurnya. Dengan bed hair yang sulit dijinakkan, ia menggosok matanya dan melihat ke arah jam weker di atas meja kecil di samping tempat tidurnya. Jam itu menunjukkan pukul lima sore.

Kuroko hening.

Katanya tadi Ibunya akan membangunkannya. Kenapa ia malah bisa kebablasan begini?

Kuroko bangkit berdiri dan merenggangkan badannya. Ia kembali merapikan bed hair-nya sebelum keluar kamar. Di lantai satu terdengar Ibunya sedang memasak dan Ayahnya yang menonton televisi.

"Kaa-san, kenapa tidak membangunkanku?" Kuroko bertanya seraya membuka kulkas dan mengambil sekotak susu vanilla. Ia menuangkan isinya di gelas sebelum meminumnya sampai habis.

"Soalnya tadi Tet-chan benar-benar pulas. Kaa-san tidak tega membangunkanmu." Sang Ibu tersenyum sambil mengusap kepala anak semata wayangnya tersebut.

"Hm." Kuroko meletakkan gelas bekas minum susunya di wastafel sebelum beralih menuju ruang tamu yang hanya dibatasi oleh sebuah lemari hias. Disana terlihat Ayahnya sedang menonton berita. Ia memutuskan untuk duduk dan ikut menonton.

"Perusahaan Rakuzan kembali mengeluarkan sebuah teknologi baru." Kamra menyorot seorang pembawa acara wanita.

"Ketika ditanya kapan produk ini akan keluar dua hari yang lalu, Akashi Seijuurou, CEO dari perusahaan Rakuzan, menjawab bahwa perusahaannya sedang menjalani tes terakhir uji kelayakan produk tersebut. Berikut adalah wawancaranya." Sekarang suara pembawa acara tersebut berganti menjadi suara berat Akashi yang dengan elegannya menampakkan senyum profesionalnya sambil menjawab pertanyaan dari beberapa wartawan yang mengerubunginya bak semut menemukan gula.

Satu hal yang terbesit di otak Kuroko adalah mengapa di hidupnya sekarang dimana-mana ada Akashi Seijuurou? Padahal ia sedang berlibur, loh.

Ngomong-ngomong soal libur, bagaimana keadaan anak-anak asuhnya di Kyoto? Apakah mereka baik-baik saja? Apa Akashi tidak bekerja sehingga bisa menjaga anak-anaknya atau ia menyewa babysitter lain?

"Tetsuya-kun, bagaimana pekerjaanmu dengan Akashi-san?" Sang Ayah bertanya.

"Baik-baik saja. Anak-anaknya tergolong manis dan perhatian. Awalnya memang sulit tapi pada akhirnya aku bisa mendapatkan kepercayaan mereka." Kuroko tidak menceritakan bagaimana anak-anak tersebut memintanya menjadi mama mereka di hari pertama bekerja.

Ryuuji mengangguk paham, "Tidak disangka pria seperti Akashi Seijuurou mempunyai empat anak, ya. Dia terlihat muda dan berkarisma."

"Anaknya adopsi semua." Tetsuya menjawab dengan datar. Matanya masih menatap sosok Akashi di layar televisi.

"Wah, kalau begitu dia pria yang baik donk. Mengurus anak bukanlah hal yang mudah dilakukan. Apalagi dengan usia semuda itu. Kalau tidak salah ia berusia sekitar dua puluh lima 'kan?" Ibunya ikut nimbrung dalam percakapan tersebut dari dapur.

"Dua puluh tujuh. Tanggal dua puluh Desember kemarin baru berulang tahun." Tetsuya menjawab seadanya sesuai fakta. Sedangkan kedua orangtuanya hanya bisa melongo kenapa anaknya bisa begitu dekat dengan CEO terkenal itu.

"Kaa-san, supnya sudah mendidih." Tetsuya menunjuk panci yang ditutup dengan suara air yang meletup-letup.

"Ah!" Tetsumi segera beranjak dari posisinya di dekat rak hias menuju masakannya.

"Makan malam sudah siap." Ucap wanita tersebut.

Kedua lelaki di rumah tersebut beranjak dari sofa menuju meja makan yang di atasnya sudah siap berbagai macam makanan enak. Ketiganya duduk dan mulai makan bersama. Sudah berapa lama ia tidak memakan masakan Ibunya begini? Rasanya Tetsuya rindu dengan masakan Ibunya.

Selesai makan malam, sang Ibu dibantu anaknya membawa piring-piring kotor ke wastafel untuk dicuci. Di sela-sela mencuci piring, Ibunya memulai percakapan ringan.

"Tet-chan," Ibunya memanggil nama putranya tersebut.

"Ada apa, Kaa-san?" Tetsuya masih sibuk meneringkan piring sebelum diletakkan di raknya.

"Kau ingat tantemu yang tinggal di Akita bersama suaminya?" Tanyanya dengan nada kalem.

"Ingat. Yang mempunyai dua anak sekitar enam dan empat tahun itu 'kan?" Tanya Kuroko memastikan. Entah kenapa Kuroko punya firasat tidak enak.

"Iya. Besok dia ingin menitipkan anaknya kepada Kaa-san, tapi dua hari lagi Kaa-san akan pergi jalan-jalan dengan Tou-san ke Hokkaido. Dia memenangkan lotere ke Hokkaido untuk dua orang." Ibunya tersenyum penuh makna kepadanya.

Kuroko speechless.

Tuh 'kan pasti ada apa-apa.

"Tet-chan bisa membantu menjaga Shoichi-kun dan Ryo-kun 'kan selama Kaa-san dan Tou-san pergi berjalan-jalan?" Mata Ibunya menyiratkan pengharapan yang luar biasa kepadanya. Lagipula kedua orangtuanya sudah lama tidak berjalan-jalan berdua semenjak ia lahir. Apa salahnya membiarkan keduanya berwisata berdua? Anggap saja honeymoon kedua.

"Baiklah." Tetsuya tersenyum. Ia sudah menjaga Pasukan Pelangi, apa sulitnya menjaga dua anak?

"Terima kasih, Tet-chan! Kaa-san sayang Tet-chan!" Sang Ibu memeluk putranya itu, "Semoga hubunganmu dengan Akashi-san semakin lancar ya, nak~"

Kuroko terdiam kembali.

Apa maksudnya itu tadi?

..

..

Hari sudah berganti dan rumah kediamanan Kuroko didatangi oleh keluarga kecil yang terdiri dari empat orang. Seorang pria empat puluhan dengan rambut hitam dan sedikit keriting. Ia menggendong seorang anak laki-laki bersurai hitam. Di sampingnya adalah seorang wanita di akhir tiga puluhan dengan rambut hitam lurus yang panjang. Ia menggendong seorang anak laki-laki yang memiliki surai cokelat.

"Araki Oba-san, Harasawa Oji-san." Kuroko yang membukakan pintu menyapa kakak dari Ibunya yang baru menikah tujuh tahun silam tersebut.

"Ah, Tetsuya, kau sudah dewasa sekarang." Wanita dengan nama Araki tersebut tersenyum kepada keponakannya.

"Araki-nee, Harasawa-nii." Sapa Tetsumi, "Ah, ini pasti Shoichi-kun dan Ryo-kun." Tetsumi langsung mengusap kedua kepala keponakannya tersebut.

Sepasang suami istri tersebut menurunkan anak-anaknya dan kedua anak tersebut tersenyum lebar. Mereka terpaut dua tahun dengan Shoichi berusia enam tahun dan Ryo berusia empat tahun.

"Ayo, panggil Oba-san dan Tetsuya Onii-san." Araki menepuk punggung kedua anaknya.

"Tetsuya Onii-chan!" Kedua anak kecil itu langsung berlari memeluk kaki pemuda berwajah stoic tersebut.

"Wah, Tetsuya disukai anak-anak, ya." Komentar Pamannya sambil melihat tingkah anak-anaknya dan keponakannya tersebut.

"Ya, dia memang disukai anak-anak." Ibunya berkomentar, "Mau masuk dulu?"

"Ah, tidak. Taksinya menunggu kami. Maaf merepotkan kalian, ya. Dua bulan lagi kami akan kembali, kok." Araki tersenyum minta maaf.

"Tak apa, Araki-nee. Pekerjaan kalian sangatlah penting dan tidak bisa ditunda. Kami tidak keberatan menjaga Shoichi-kun dan Ryo-kun." Ibunya kembali tersenyum.

Araki dan Harasawa berjongkok, "Nah, Shoichi, Ryo, tidak boleh nakal selama bersama Oba-san ya. Dua bulan lagi Papa dan Mama akan pulang. Nanti Papa dan Mama bawakan oleh-oleh dari Amerika."

"Un!" Kedua anak itu mengangguk secara bersamaan sambil mengucapkan selamat tinggal. Kekompakkan mereka mengingatkan Kuroko kepada Pasukan Pelangi. Sepertinya ia sudah kangen dengan anak-anak itu.

Oh, kangen Ayahnya juga, tidak?

"Papa dan Mama menyayangi kalian." Dengan itu pasangan tersebut memasuki taksi yang akan membawa mereka ke bandara.

"Nah, ayo masuk." Keduanya mengekori Tetsuya seolah-olah mereka menemukan induk yang baru. Tetsuya dan Ibunya menunjukan kedua anak itu kamar mereka dan menunjukan beberapa ruangan untuk mereka hapal seperti kamar mandi, ruang tamu, dapur, dan kamar mereka yang bersebelahan dengan kamar Tetsuya.

..

..

Dua hari kemudian, kedua orangtua Kuroko yang gantian pergi. Mereka sudah mulai mengemasi barang-barang mereka sejak kedatangan kedua keponakannya. Kuroko juga baru tahu kedua orangtuanya berlibur selama satu bulan. Luar biasa.

"Onii-chan, Oba-chandan Oji-chan mau kemana?" Tanya Ryo yang berada di gendongan Kuroko.

"Oba-san dan Oji-san ingin berlibur di Hokkaido. Nanti Shoichi-kun dan Ryo-kun bersama Onii-chan di rumah." Kuroko berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan Shoichi sambil menurunkan Ryou.

"Oh!" Keduanya berseru secara bersamaan.

"Tet-chan, Shoichi-kun, Ryo-kun, kami pergi dulu, ya. Nanti kami bawakan oleh-oleh. Dada~" Kedua orangtua Kuroko menggeret koper mereka untuk dimasukkan ke bagasi taksi. Sekali lagi mereka melambaikan tangan kepada tiga orang tersebut sebelum taksi meluncur pergi.

Sepeninggalan kedua orangtuanya, Kuroko berinisiatif mengajak kedua saudara kecilnya jalan-jalan. Kebetulan hari ini Kagami ingin mentraktirnya karena sudah lama tidak bertemu katanya.

Setelah mengunci pintu rumah, ketiganya berjalan menuju restoran cepat saji yang terletak agak jauh dari rumah Kuroko. Ketiganya berjalan dengan santai sambil sesekali kedua anak itu bertanya apa yang ia lihat di sepanjang perjalanan.

Kuroko tersenyum sedikit sambil melihat sekeliling. Ia merasa rindu dengan Tokyo setelah sekian lama berada di Kyoto. Kyoto dan Tokyo memang berbeda. Tokyo jauh lebih padat dan ramai. Ketika ketiganya sampai di restoran yang bernama Maji Burger, Kuroko segera memesan vanilla milkshake favoritnya dan memesankan kedua saudaranya paket anak-anak untuk dimakan. Setelah membayar, ketiganya berjalan untuk mencari tempat duduk.

Dengan mata yang observan ia menemukan seorang pemuda dengan rambut merah marun sedang melahap tumpukan burger di mejanya. Pemuda itu duduk dekat jendela. Ia terlihat memerhatikan orang-orang di luar seolah-olah sedang menunggu seseorang.

"Kagami-kun." Panggilan dari Kuroko membuat pemuda yang sedang makan dengan rakusnya tersedak.

Kuroko segera meletakkan nampan di atas meja dan memberikan minuman yang terdapat di meja tersebut kepada Kuroko.

Dengan rakus Kagami meminum sodanya sebelum memarahi Kuroko, "Kau ini kalau muncul yang normal kenapa? Bagaimana kalau aku mati tadi? Mau tanggung jawab kau?!"

Kuroko hanya mendengarkan ocehan Kagami dengan wajah datar seperti biasa. Tidak ada rasa bersalah sama sekali karena nyaris membuat temannya mati tersedak.

"Ayo, kalian duduk disini." Setelah selesai mendengarkan Kagami yang mengoceh, ia menyuruh saudara-saudara kecilnya duduk di kursi yang tersedia.

"Siapa mereka?" Kagami menaikkan sebelah alis bercabangnya.

"Saudaraku. Mereka dititipkan di rumahku dan lucunya orangtuaku baru saja pergi berlibur ke Hokkaido meninggalkanku dengan mereka." Kuroko menyeruput vanilla milkshake-nya sedangkan kedua saudaranya memakan kentang goreng yang dibelikan untuknya tadi.

"Kenapa aku merasa kau benar-benar mirip babysitter sungguhan sekarang?" Kagami memakan burgernya lagi.

"Aku sudah menjadi babysitter sejak mengurus Pasukan Pelangi, Kagami-kun." Komentar Kuroko singkat. Memang kenyataannya seperti itu.

"Jadi namanya siapa?" Kagami bertanya sambil memerhatikan anak-anak yang sedang melahap kentang goreng dicocol saus tomat dengan belepotan.

"Yang ini Shouichi-kun." Kuroko menunjuk anak kecil berambut hitam dengan mata sipit, "Yang ini Ryo-kun." Kali ini menunjuk anak kecil berambut cokelat dengan mata yang terbuka lebar.

"Ayo, kalian ucapkan salam kepada Bakagami-kun."

"Oi!"

..

..

"Papa, kapan kita sampai di Tokyo?" Shintarou bertanya sambil menoleh ke samping kanan dimana Papanya sedang menyetir.

"Sebentar lagi." Akashi masih fokus menyetir dengan arah pandangan ke depan.

"Nanti kita tinggal dimana, Papa-cchi?" Ryouta bertanya. Ia duduk di belakang Shintarou.

"Di apartemen Papa." Jawab Akashi santai. Usut punya usut dia mempunyai beberapa apartemen pribadi di beberapa kota yang sering ia kunjungi untuk perjalanan bisnis dan Tokyo adalah salah satunya. Orang kaya memang berbeda.

"Papa-chin punya apartemen?" Atsushi bertanya di sela-sela kegiatannya mengunyah maibou.

"Papa 'kan sering dinas keluar, Atsushi. Jadi pasti punya apartemen banyak." Komentar Daiki sambil berdiri dan melihat pemandangan kota Tokyo.

"Daiki, duduk." Akashi memerintah dan anaknya itu langsung menurut.

Mobil yang disetir oleh Akashi berjalan di atas aspal jalanan Tokyo. Mereka sudah memasuki wilayah Tokyo setengah jam yang lalu dan sedang berpacu menuju apartemen yang berada di pusat kota Tokyo. Mengenai alamat Kuroko yang merupakan tujuan utamanya ke Tokyo sudah didapatkan dengan mudah dengan bantuan Reo.

"Wah, Tokyo lebih ramai daripada Kyoto, ya-ssu~" Ryouta menatap gedung-gedung pencakar langit Tokyo dengan mata berbinar-binar.

Akashi hanya terdiam. Ini bukan kali pertamanya ke Tokyo. Bisa dibilang ia sudah beberapa kali hingga tidak terhitung lagi jumlahnya.

"Tokyo 'kan ibukota Jepang jadi wajar saja." Shintarou berkomentar sambil menegakkan kacamatanya.

"Papa-chin, makanan di Tokyo enak-enak, tidak?" Atsushi bertanya.

"Makanannya masih sama. 'Kan masih satu wilayah Jepang." Daiki membuka suaranya.

Keempat anaknya berceloteh sembari mengaggumi kota Tokyo.

Ketika sampai di apartemen yang dimaksud. Mereka melompat dari mobil sambil membawa tas ransel mereka yang berisi pakaian dan peralatan mandi. Akashi memberikan kunci mobilnya kepada salah satu orang yang bertugas memarkirkan mobilnya. Kelima orang itu berjalan menuju pintu yang terbuka otomatis kemudian menuju meja resepsionis. Wanita cantik yang bekerja sebagai resepsionis disana tersenyum dan melayani kepentingan Akashi sebelum memberikan sebuah kunci kamar.

Akashi menggiring anak-anaknya menuju lift dan menekan tombol sebelas. Lift tersebut berjalan dengan lambat. Ketika sampai keempat anak itu langsung berlari keluar disusul Papanya di belakang.

"Kamar 301." Dengan empat kata dari Akashi, keempat anak itu berlari di koridor panjang apartemen tersebut guna menemukan pintu dengan papan bertuliskan 301.

"Ketemu!" Sorak Ryouta sambil berdiri di depan pintu yang dimaksud.

Akashi memasukkan kunci kamarnya dan membuka pintu tersebut. Di dalamnya dapat dilihat tiga tempat tidur dengan jendela bening yang memisahkan ruangan dalam dengan balkon. Karpet merah yang menjadi pijakan bersih tanpa debu sedikit pun. Tidak lupa dengan kamar mandi yang terletak di sebelah pintu masuk.

Dengan gembira keempat anak itu melepas sepatu mereka dan melempar tas mereka ke sofa untuk tiga orang sebelum melompat ke atas tempat tidur. Mereka segera membaringkan tubuh mereka dan tertidur pulas disana. Karena hanya ada tiga kasur maka mereka tidur berpasangan dan menyisakan satu tempat tidur untuk Papanya.

Akashi hanya mengulas senyum tipis melihat tingkah anak-anaknya itu. Ia mengacak rambut sebentar sebelum pergi ke kamar mandi guna mencuci muka. Ia penat selama lima jam mengendarai mobil. Setelah mencuci muka, ia mengunci pintu apartemennya sebelum membaringkan tubuhnya di kasur mengikuti jejak anak-anaknya yang sudah masuk ke alam mimpi terlebih dahulu

..

..

Sekarang sudah sore dan Kuroko sedang berjalan-jalan di taman bersama dua saudaranya dan Kagami. Mereka sempat singgah di lapangan basket dekat sana dan Kuroko dengan polosnya menantang beberapa anak SMA yang sedang mem-bully pemain basket lain. Terpaksa Kagami turun tangan dan keduanya menang telak melawan para pem-bully itu. Shouichi dan Ryo hanya bertepuk tangan kagum pada kakak sepupunya dan temannya itu.

"Nanti kalau Shouichi sudah besar nanti mau jadi pemain basket yang hebat seperti Onii-chan." Anak itu berjingkrak-jingkrak karena senang.

"Iya, nanti pasti jadi pemain basket yang hebat." Kuroko memuji sepupu kecilnya itu.

Tanpa terasa mereka sudah sampai di depan rumah Kuroko.

"Tidak mau masuk dulu, Kagami-kun?" Dengan wajah minim ekspresi Kuroko menawari teman akrabnya itu.

"Tidak. Aku masih ada urusan." Kagami menolak dengan sopan.

"Oh. Kalau begitu sampai jumpa." Kuroko membuka pintu rumahnya dan kedua saudara kecilnya langsung berlari ke dalam.

"Ah, Kuroko, aku baru ingat sesuatu." Kuroko berhenti dan menoleh ke arah Kagami.

"Ada apa?" Kagami dan Kuroko dapat mendengar suara cekikikan Shouichi dan Ryo yang sedang melompat-lompat di atas sofa sambil memanggil nama Kuroko.

"Ogiwara kembali."

Dan dengan satu pernyataan dari Kagami membuat Kuroko mati rasa.

To Be Continued


Thanks to :AliciaSweetz; Suika Maou; ; Nakashima Nisha; Sabrina454; miroko rikune; otaanime; akashibasuke; Come N Love Me; chindrella cindy; hitomi chiba; uzumaki himeka; tanochan; V. Yuki-chan; ChintyaRosita; HyugaRasetsu; Lindha57; Rizky307; Ai Masaharu; kuncup; chrismon; Nyanko Kawaii; SugitaAyano; mikazusa; Alysaexostans; family Akashi; SasagiiRokusai; veela; bebefujoshi; nia uzumaki; Shinju Hatsune; J'TrimFle; Cute Bee; nina fadhilah; Akashi lina; exoel12; UzumakiDesy; Fishirou; ShirShira; TKsit; Dyah451; fuyu cassiopeia; sareyerana; lalalala-chan desu; acekerman; momonpoi; Akari Kareina; nicisicrita; ai sagara; Yukine Machiato; Hasegay Meuro; syitaariellin1; Little Snowdrop; Nurulll; aeon zealot lucifer; ChoMutia; ; hanahimechan; PreciousPanda; TheopilaMax; DyoKyung-Stoick; Kucing Gendut; fraukreuz67; iusernem; mao-tachi; pudding rendah lemak; Oranyellow-chan; Akkurren612; outofblue; Daehoney; Jasmine DaisynoYuki; Ale Genoveva; Seijuurou Eisha; dan kalian yang membaca ini sekarang.

Author Note :

Hai, saya akhirnya kembali dari hiatus 3 bulan. Dengan munculnya chapter ini, saya nyatakan saya selesai hiatus yeay! UN sudah selesai minggu lalu dan saya bisa kembali menulis lagi. Terima kasih dukungannya di kotak review mengenai UN saya. Semoga memuaskan.

Kembali kepada cerita, jadi yang sudah nggak sabar dengan romance di cerita ini, saya juga ingin menginformasikan kalau dengan munculnya chapter ini, romance akan dimulai. Tapi tentunya masih ada tingkah lucu chibi!GOM. Dan bisa dibilang ini cukup panjang ya ceritanya. Udah chaptr 12 dan baru masuk romance hahaha ini juga cerita terpanjang saya.

Akhir kata, terima kasih yang sudah review di chapter kemarin. Semoga masih mau review lagi di chapter ini.