Naruto © Masashi Kishimoto

Warning : AU, OOC, typo


Waiting for You

.

.

.

"Kau ikut denganku, Hyuuga!"

Itu kalimat pertama yang didengar Hinata pagi hari ini. Kepala Cabang – Asuma Saratobi mampir ke mejanya dan menumpukkan hampir satu rim kertas berukuran A4.

"Copy ini!"

Gadis Hyuuga yang bernama Hinata itu kemudian berjalan cepat menyusul sang atasan ke ruangannya.

"Berapa banyak, Saratobi-san?"

Asuma tidak langsung menjawab. Diletakkannya tas kerjanya dan segera ia hempaskan tubuhnya ke kursi kebesarannya. Setelah menghidupkan PC miliknya, ia lalu memandang Hinata yang masih setia menunggu di dekat pintu.

"Enam,"

Asuma masih memandang Hinata. Gadis cantik yang sering tersenyum lembut itu belum juga beranjak dari ruangannya. Ia sebenarnya bukan tipe atasan yang suka menjelaskan detail pekerjaan pada bawahannya. Ia hanya ingin bawahannya mengerjakan segala hal yang diminta olehnya. Tapi, Hyuuga ini berbeda. Gadis itu selalu bisa mengalahkan kekeraskepalaan yang menjadi kebanggaannya.

"Yamanaka tidak masuk hari ini, tolong gantikan dia…" Asuma mendengus.

Hinata tersenyum tulus lalu pamit meninggalkan ruangan Asuma.

..Ͼ╒..

Hinata terdiam sambil memandang kertas-kertas yang tengah dikopi di mesin khusus. Sesekali mulutnya komat-kamit menghapalkan mantra agar hari ini berjalan lancar. Hari ini ia harus ikut Asuma untuk mempresentasikan laporan pemasaran akhir tahun. Ia cukup cemas karena ia belum pernah ikut, karena tugas ini harusnya dilakukan oleh Ino yang kebetulan tidak datang hari ini.

Tugasnya tidak sulit, ia hanya akan menjadi fasilitator. Membagikan hasil laporan kepada peserta presentasi dan memastikan ruangan berfungsi optimal, serta mencatat hasil pertemuan itu. Hal ini kemudian menjadi sulit karena orang-orang dari kantor pusat akan ikut dalam presentasi tersebut.

Hinata bekerja sebagai back office di sebuah kantor cabang bank swasta. Hari ini adalah giliran kantornya untuk mempresentasikan hasil penjualan dan pemasaran akhir tahun. Kunjungan dari kantor pusat adalah momok yang cukup menakutkan oleh berbagai kantor cabang. Mereka tidak hanya akan mendengarkan presentasi, tapi juga menilai pencapaian dari cabang. Kalau tidak mencapai target dan performa kerja tidak maksimal, bisa saja sang kepala cabang diturunkan jabatannya dan bagi karyawan biasa seperti Hinata akan dikeluarkan.

Cukup mengerikan.

Mengingat pekerjaan adalah hal yang langka belakangan ini.

Presentasi itu akan dimulai pukul sebelas siang, namun Hinata sudah berada di ruang meeting pukul sepuluh. Ia menyusun kursi dan mengecek sound system, serta menjaminnya untuk berfungsi optimal. Ia berusaha untuk melakukan apapun yang diperintahkan atasannya dengan baik, sekalipun bukan tugasnya. Ia juga telah terbiasa menerima segala sesuatu yang datang padanya dengan lapang.

Tak sekalipun ia mengeluh mengenai pekerjaan atau kehidupan. Ia percaya Kami-sama memiliki rencana indah yang telah disiapkan untuknya. Hanya menunggu waktu, kalau tidak sekarang mungkin nanti.

Pukul sebelas tepat, ruangan meeting dimasuki oleh beberapa orang dengan aura berbeda. Tentu saja, mereka adalah orang-orang dari kantor pusat. Jajaran direksi.

Ruangan itu sudah siap. Komputer dan in-focus telah stand by di tempatnya, sound system telah berfungsi optimal, dan Hinata sudah berdiri di posisinya dengan memeluk lembaran yang akan dibagikan ke jajaran direksi.

Satu per satu direktur masuk didahului oleh Asuma yang memasang senyum tegang. Ada sekitar enam orang dengan golongan usia variasi, namun rata-rata berambut gelap. Mereka duduk pada posisi masing-masing. Asuma membuka pertemuan tersebut dengan ucapan selamat datang penuh hormat. Dan sebelum ia memulai presentasinya, diisyaratkannya Hinata untuk membagikan handout yang telah diperbanyak.

Hinata mulai mengitari masing-masing meja dari para direksi. Jantungnya bergemuruh namun ia terus mengucapkan mantra rileks pada tubuhnya. Dan ketika ia menyerahkan handout terakhir, ia mendengar suara yang dulu acap akrab di organ dengarnya.

"Hinata?"

Dengan takut, diangkatnya kepalanya ke arah orang yang memanggilnya. Saat itulah, matanya bersitatap dengan mata hitam yang tajam. Sudah lama sekali…

'Sasuke-senpai!'

..Ͼ╒..

"Kau kerja disini?"

"Sudah berapa lama?" tanya Sasuke ketika mereka keluar dari ruang meeting. Presentasi dari kantor cabang Hinata sudah selesai dan para direksi kelihatan cukup puas dengan pencapaian kantor tersebut.

Hinata tersenyum lembut, tidak buru-buru menjawab pertanyaan Sasuke. Entah disadarinya atau tidak, matanya menatap Sasuke begitu dalam. Rasanya sudah lama sekali tidak seperti ini.

"Baru enam bulan, Sasuke-senpai," jawabnya kemudian.

Sasuke mengangguk, terdiam, kemudian memikirkan hal apa lagi yang akan ditanyakannya pada Hinata. Gadis ini masih sama seperti dulu, suka tersenyum. Senyuman lembut yang selalu bisa membuat dunia Sasuke berhenti berputar dan berubah canggung.

Mereka terdiam cukup lama. Menikmati perasaan masing-masing.

"Bagaimana kabar Kiba?" Sasuke bertanya dengan ragu. Awalnya ia tidak ingin menanyakan itu, tapi dirinya benar-benar tidak punya bahan lain yang akan ditanyakan. Meninggalkan Hinata juga bukan pilihan yang disukainya. Ia hanya ingin lebih lama dengan gadis itu.

Hinata tersentak sedikit karena pertanyaan itu. Bola matanya berputar, agak ragu.

"B-baik, kurasa..." ia tersenyum.

Sasuke mengerut kening. Walaupun tanpa suara, Hinata bisa memahami ekspresi heran dari wajah pria itu. Sama seperti dulu.

"K-kami sudah berpisah lima tahun yang lalu, senpai..."

Benarkah?

"Lima tahun yang lalu, itu..." Sasuke menggantungkan ucapannya, yakin dengan pasti Hinata mengerti maksudnya.

"I-iya. S-sebulan setelah Sasuke-senpai menyatakan cinta..."

..Ͼ╒..

Sasuke membenamkan tubuhnya ke sofa besar dan empuk di ruang pribadinya. Kembali teringat pembicaraan dengan Hinata beberapa jam yang lalu.

Hinata dan Kiba tak lagi bersama.

Ini benar-benar kabar gembira, seandainya saja...

Dulu, dirinya dan Hinata teman satu kampus. Ketika Hinata masuk ke kampus itu, Sasuke adalah senpai tingkat akhir yang juga ikut dalam kepanitiaan orientasi mahasiswa. Disitulah pertama kali ia melihat Hinata. Awalnya, Sasuke kira tidak ada yang menarik dari gadis bermarga Hyuuga itu kecuali wajahnya yang cantik. Benar, Sasuke mengakui Hinata cantik dan tidak salah beberapa teman seangkatannya menginginkan Hinata menjadi pacar mereka. Namun bagi Sasuke yang sudah terbiasa berhubungan dengan gadis cantik, Hinata tidak termasuk kriteria gadis yang diinginkannya. Ditambah lagi, Hinata ternyata telah memiliki kekasih, teman SMA-nya yang juga mahasiswa baru di universitas yang sama, namun berbeda jurusan.

Sasuke benar-benar tidak tertarik padanya.

Beberapa bulan setelah penerimaan murid baru, klub memanah yang tidak populer mendadak menjadi sangat diminati karena ada mahasiswa baru yang bergabung bernama Hinata Hyuuga. Dalam waktu yang tidak lama, ia telah menjadi idola dan membuat banyak mahasiswa lain ingin bergabung di klub yang hampir bubar tersebut.

Kemampuan memanah Hinata sungguh memukau, karena ia sudah ikut klub itu sejak SMP. Sasuke yang saat itu menjabat sebagai Ketua Departemen Minat dan Bakat Mahasiswa, mau tak mau jadi lebih mengenal Hinata. Karena semenjak itu, Hinata langsung diangkat menjadi ketua klub memanah dan banyak melakukan koordinasi dengan Sasuke. Klub memanah yang seolah bangkit lagi, membuatnya banyak terlibat dengan Sasuke.

Dari kedekatan karena jabatan, mereka mulai menjalin kedekatan sebagai teman. Berawal dari Sasuke yang meminjamkan buku-buku semester awalnya pada Hinata kemudian berlanjut menjadi tutor musiman yang membantu Hinata belajar. Hal itu membuat mereka tidak hanya berinteraksi di dalam kampus tetapi juga di luar kampus.

Dan entah bagaimana rasa itu mengalir begitu saja...

Sasuke mulai tertarik begitu saja pada Hinata. Menjadi pria yang menantikan gadis itu datang ke ruangan Senat. Menjadi pria yang mengajak Hinata makan siang, dan merasa hampa apabila tidak melihat gadis itu sehari saja. Hinata mungkin terlihat kuat, tapi Sasuke selalu ingin menjadi pelindungnya ketika berada di samping Hinata.

Perasaan yang tak terkontrol itu pun akhirnya membuat Sasuke mulai tidak suka ketika Hinata berbincang dengan ponsel dan menyebut nama kekasihnya, Inuzuka Kiba dengan pipi memerah. Lalu, Sasuke mulai tidak nyaman ketika Kiba menjemput Hinata di kampus mereka. Dan entah peristiwa apalagi yang membuat Sasuke menginginkan Hinata hanya untuk dirinya sendiri.

Sampai pada puncaknya, Sasuke menyadari perasaannya pada Hinata. Ia jatuh cinta pada gadis itu. Gadis cantik yang menutup bibirnya ketika tertawa, gadis lembut yang suka tersenyum dan penyuka hal-hal sederhana. Hinata adalah gadis yang tepat untuk mendampinginya sampai kapanpun.

Tapi, sudah ada Kiba...

Sayang sekali...

Sasuke bukan tipe lelaki yang akan memaksa seorang gadis untuk menjadi miliknya. Bahkan pantang baginya untuk menaruh hati pada gadis yang telah memiliki kekasih. Tapi, Hinata berbeda. Gadis itu bisa membuat Sasuke begitu ingin memiliknya, melindunginya.

Sampai pada saat Sasuke tak lagi bisa menahan perasaannya, ia menyatakan cinta pada Hinata tepat di hari kelulusannya. Hinata terlihat memerah dan salah tingkah. Benar-benar ekspresi yang mengejutkan.

Gadis itu terdiam cukup lama setelah mendengar penuturan jujur dari bibir Sasuke. Dan anehnya Sasuke bersabar, berharap dan menanti jawaban yang diinginkannya. Namun pada menit berikutnya ketika Hinata membuka suara, gadis itu mendahuluinya dengan senyum.

"Kalau Sasuke-senpai jadi aku, apa yang akan senpai lakukan?" tanyanya.

"Tentu saja, menerimaku," jawab Sasuke mantap.

"Lalu, meninggalkan Kiba?"

"…"

"Kalau begitu, aku bukan gadis yang baik, Sasuke-senpai..." jawab Hinata sambil tersenyum lagi.

..Ͼ╒..

Sasuke menghela napas dengan gusar. Ia balikkan badannya yang masih setia berada di atas sofa. Teringat kembali kenangan bersama Hinata. Jawaban Hinata saat itu tidak bisa diterimanya. Tentu saja! Bahkan keesokan harinya ia masih mencegat putri Hyuuga itu agar memberinya kesempatan sekali lagi. Ia bahkan rela menjadi pria kedua untuk Hinata. Sungguh tidak bisa dibayangkan. Namun saat itu Hinata tetap pada pendiriannya. Tidak memberikan kesempatan pada Sasuke sedikitpun.

Dan kini Sasuke baru tahu bahwa Hinata telah lama putus dari Kiba. Mengapa gadis itu tidak menghubungi dirinya? Padahal Sasuke setengah mati berusaha untuk melupakan Hinata. Jaraknya hanya sebulan, kan? Tidak mungkin mudah baginya melupakan gadis itu. Ia sungguh tidak apa-apa menjadi pelarian Hinata, ataupun digosipkan menjadi orang ketiga dalam hubungan mereka. Ia sungguh tidak keberatan, asalkan itu bersama Hinata dan mendapatkan hatinya.

Tapi sekarang, keadaannya berbeda...

Ia sudah...

"Sasuke-kun!"

Pintu ruang kerja Sasuke menjeblak terbuka, memunculkan sosok gadis ramping bersurai merah muda. Gadis itu mantap menghampiri Sasuke yang masih setia berbaring di sofa. Dengan gerakan cepat diciumnya penuh-penuh bibir tipis Sasuke lalu dikalungkannya lengannya pada leher pria itu.

"Sudah makan, sayang?"

..Ͼ╒..

"Kau kenal dengan Uchiha-san, Hyuuga?" tanya Saratobi Asuma ketika akan memasuki ruang kerjanya. Ia cukup penasaran mengapa Uchiha Sasuke mengejar Hinata ketika mereka menyelesaikan presentasi sehari yang lalu.

"Beliau senpai saya ketika kuliah Saratobi-san," jawab Hinata. Mengalihkan matanya yang sejak tadi menatap layar PC. Tersenyum.

"Benarkah?" tanya Asuma retoris.

"Apa dia memang tipe yang seperti itu?"

'Eh?'

"Maksud Anda?" Hinata memiringkan kepalanya.

"Aku heran saja, mengapa dia masih berkutat dengan pekerjaan, sedangkan ia punya hari penting satu minggu lagi,"

"H-hari penting?" selidik Hinata. Keingintahuan sukses membuatnya menghentikan aktivitasnya. Memandang penuh minat pada atasannya yang berhasil mengganggu pagi-cerah-miliknya.

"Kau tidak tahu? Ia akan menikah..."

Deg.

"Oh, undangannya masih ada di mejaku, datang dua hari yang lalu. Ia mengundang seluruh staff di kantor cabang ini. Pastikan kau datang Hyuuga, dia senpai dan juga bosmu..."

Setelah mengatakan hal itu, Asuma berlalu tanpa memandang kembali wajah Hinata. Pria itupun tidak sempat mendengar jantung Hinata yang berdegup kencang.

'Uchiha Sasuke akan menikah.'

..Ͼ╒..

"Kau tidak lupa kalau kita fitting gaun hari ini kan, sayang?" Sakura, nama gadis itu menatap wajah calon suaminya dengan pandangan khawatir. Tidak biasanya Sasuke berbaring seperti ini. Biasanya kalau dirinya datang, Sasuke masih ada di balik meja kebesarannya.

"Kau lelah, Sasuke-kun?"

"Sasuke-kun...?"

Sasuke tersentak dari lamunanya. Ia memandang wajah manis calon istrinya. Haruno Sakura yang sebentar lagi akan menjadi Uchiha Sakura.

"Gomen, kau bilang apa tadi?"

Sakura menghela napas. Memaklumi tingkah Sasuke yang sedang lelah.

"Fitting gaun, hari ini..."

"Oh! Hm, bisakah kita tunda dulu Sakura? Aku agak lelah,"

Sakura terdiam. Lalu mengangguk.

"Istirahatlah, Sasuke-kun..."

..Ͼ╒..

Pukul enam sore, Hinata baru keluar dari kantornya, padahal jam kerja telah selesai sejam yang lalu. Ia berjalan ke halte yang tak jauh dari kantornya, menunggu bus umum.

Tidak sampai lima menit Hinata duduk di halte yang terlihat tidak terawat itu, sebuah mobil Lexus berwarna hitam mengkilap berhenti di depannya. Hinata agak terkejut, ia kira dirinya tidak memiliki kenalan yang memiliki mobil mewah seperti itu. Namun ketika kaca mobil itu terbuka, ia dapat melihat dengan jelas bahwa sosok itu adalah orang yang ia kenal.

"S-Sasuke-senpai?" Hinata terkejut bukan main.

Sasuke yang masih berada di dalam mobil tersebut tertawa pelan mendengar reaksi terkejut Hinata.

"Kuantar?"

Kalau kau mengartikan kata 'kuantar' milik Sasuke adalah membawamu dengan aman sampai ke rumah, maka kau sama naifnya dengan Hinata. Mereka kini telah berada di sebuah restoran mewah yang berada di sebuah hotel bintang lima. Sasuke meminta Hinata untuk menemaninya makan. Sebentar, alasan Sasuke.

Hinata lebih banyak diam sejak mereka memasuki restoran itu. Sasuke yang mulai menyadari ketidaknyaman Hinata akhirnya sedikit demi sedikit mengungkapkan maksudnya menemui gadis itu. Walaupun ia merasa tidak enak menanyakan hal ini, tapi dirinya benar-benar tidak bisa menahan rasa penasaran yang terus menderanya sejak beberapa hari yang lalu. Lebih tepatnya, sejak ia bertemu lagi dengan Hinata.

"Mengapa kau putus dari Kiba?" tanya Sasuke setelah pertanyaan-pertanyan basa basi sebelumnya.

Hinata tersenyum getir. Sedikitnya ia sudah tahu hal ini yang akan ditanyakan oleh Sasuke.

"Kiba-kun mencintai gadis lain,"

"…"

"Kiba-kun bilang, ia sudah berhubungan dengan gadis itu enam bulan sebelumnya,"

Sasuke spontan mengepalkan tangannya, menggeram penuh amarah. Bagaimana mungkin pria tersebut bisa berbuat seperti itu? Selingkuh, heh? Di saat Hinata kukuh mempertahankan kesetiaannya pada Kiba dan menolak seorang Uchiha Sasuke.

"Bagaimana kau tidak tahu, Hinata?"

"A-aku percaya pada Kiba-kun. Kalau dia bilang dia mencintaiku, maka itulah kebenarannya,"

"Tapi nyatanya?"

"Aku rasanya bisa mengerti perasaan Kiba-kun. Ia masih bersamaku karena tidak ingin membuatku terluka. K-kalau kupikir-pikir lagi, Kiba-kun lah yang sedang menahan luka. A-aku merasa, mengerti..."

Hinata tersenyum. Aneh. Seharusnya menangis, kan?

"Kau naif, Hinata…" sindir Sasuke. Hinata terlalu… Bagaimana menjelaskannya?

Hinata tersenyum lagi.

"Bohong kalau aku tidak sedih, Sasuke-senpai. Bohong, kalau aku bilang aku tidak apa-apa. Tapi aku tidak mungkin menahan Kiba-kun lebih lama. Itu akan menyakitkan untuknya, juga untukku…"

Kalau sedih kenapa tidak menangis?

"Mengapa kau tidak menghubungiku? Hanya satu bulan! Satu bulan tidak cukup untukku melupakanmu, Hinata!"

Hinata menegang, bahunya tiba-tiba bergetar. Ia lalu menunduk.

Sasuke menyentuh dagu Hinata, membawa wajah gadis itu ke arahnya. Sasuke melihat mata bening Hinata telah penuh dengan air mata. Gadis itu menahan bulir-bulir itu agar tidak jatuh. Ia masih kukuh untuk tidak menangis. Kenapa? Bukankah ini menyakitkan?

Sasuke menyentuh kedua ujung mata Hinata membuat bulir bening itu berjatuhan tanpa bisa lagi ditahan oleh gadis itu. Kedua ibu jari Sasuke menyentuh pipi Hinata, mengusap dengan lembut air mata yang mengalir dari kedua mata indah milik sang Hyuuga.

"Kau menangis, Hinata…"

"Harusnya, lima tahun yang lalu kau datang padaku dengan wajah seperti ini," suara Sasuke berubah serak.

"Aku selalu ingin menjadi satu-satunya pria yang dapat menghilangkan kesedihanmu, menghapus air matamu, menjadi tempat sandaranmu. Aku…" Sasuke geram. Menjadi lebih kuat menangkup pipi Hinata.

"…bahkan sampai sekarang, aku masih sangat mencintaimu!"

Hinata terbelalak. Sedang Sasuke masih setia menatap mata Hinata. Ya, dirinya tidak menyangkal bahwa sampai sekarang masih memikirkan Hinata, masih berharap agar gadis itu menerima cintanya. Apalagi melihat air mata Hinata, tekadnya untuk terus bersama gadis itu semakin kuat.

Sasuke juga selalu tahu arti senyuman Hinata. Ya, Hinata itu gadis bodoh, tersenyum saat ia ingin menangis. Mengatakan tidak apa-apa dengan tawa lembut. Apanya yang tidak apa-apa, kalau hatinya teriris. Sudah berapa orang yang telah dibohongi oleh senyum gadis ini?

Hinata mencoba melepaskan jari-jari Sasuke dari wajahnya.

"Ti-tidak boleh, Sasuke-senpai,"

"Sasuke-senpai akan– "

"AKU TAHU!" Sasuke berteriak.

"Aku akan menikah…" gumam Sasuke.

Sasuke menunduk. Walaupun sedikit tidak rela, Sasuke melepas jari-jarinya dari wajah Hinata. Diremasnya rambutnya, frustasi. Tolong jangan ingatkan dia. Ia sangat tahu, dalam hitungan hari ia akan menikahi Sakura, gadis yang telah bersamanya setahun ini.

Kenapa ia harus bertemu dengan Hinata pada waktu ini? Apa Kami-sama sedang menghukumnya karena pernah melarikan diri? Ia pergi, menenggelamkan kekecewaaan hatinya pada pekerjaan. Lalu mencoba menjalin kasih dengan gadis lain walaupun jauh dalam lubuk hatinya, ia masih mengharapkan Hinata. Gadis yang tak pernah mengembalikan hatinya yang tercuri.

Bagaimana bisa gadis itu mempengaruhinya sampai seperti ini?

Cukup lama mereka terdiam untuk menyelami pikiran masing-masing sampai Hinata membuka suaranya.

"Ku-kurasa, aku harus pulang, Sasuke-senpai…" Suara Hinata terdengar lirih. Ia juga tidak memandang Sasuke selama berbicara.

Sasuke mengangguk kemudian berdiri bersama Hinata. Mungkin inilah akhirnya. Ia harus merelakan Hinata. Bukan! Yang lebih tepat, ia harus merelakan dirinya melepaskan Hinata dari hatinya. Memulai segala yang baru, dengan hati yang baru. Melupakan kenangan dan kisah yang tak sampai.

TIDAK!

Ditariknya tangan Hinata agar tetap di berhadapan dengannya. Gadis itu linglung dan kehilangan keseimbangan karena tarikan Sasuke. Sasuke manatap mata Hinata penuh perhitungan. Ya, masih ada hal yang perlu dipastikannya dari gadis ini. Dari hati Hinata.

"Kalau waktu itu kau bukan kekasih Kiba, apa jawabanmu tentang perasaanku?" tanya Sasuke tiba-tiba.

Bibir Hinata bergetar. Matanya pun mulai berair kembali. Ia benar-benar tidak siap dengan serangan ini.

"A-aku…" Hinata memucat. Aliran darah seolah hilang dari wajahnya yang biasa bersemu merah.

"Jawab Hinata!" tuntut Sasuke.

"A-aku…"

"Jawab!" Sasuke berubah menjadi pribadi yang tak sabar.

"A-aku me-menyukai Sa-Sasuke-senpai…" bisik Hinata hampir tak terdengar.

"Se-setiap kali b-bersamamu jantungku…" ia tersedak karena tangis.

"…ja-jantungku b-berdebar tak karuan. Aku me-menyukaimu bahkan tanpa ku-kusa-sadari, aku benar-benar te-telah jatuh cinta p-pada Sasuke-senpai…" Air mata kini telah tumpah di kedua pipi Hinata. Wajahnya pilu seolah menahan kesakitan.

Sasuke memajukan tubuhnya, berusaha mendekap Hinata. Jawaban Hinata mendorong gejolak di hatinya dan keinginan agar gadis itu berada dalam rengkuhannya. Memeluknya, menyalurkan rasa sesak karena kejujuran terlambat yang diucapkan Hinata.

Tapi, Hinata menghindar. Ia mundur, seolah tidak mengizinkan Sasuke meraihnya.

"Itu, tidak boleh Sasuke-senpai…" Hinata menggeleng cepat.

"Seharusnya perasaaan ini tak kubiarkan tumbuh. Aku bersama Kiba, tapi hatiku berdesir setiap kali bersamamu,"

Dan, Sasuke tak peduli lagi…

Ia berlari meraih Hinata, memeluk tubuhnya, dan menumpahkan seluruh perasaan yang tak lagi terbendung pada bibir gadis itu.

.

.

.

.

-TBC-


a/n:

Awalnya FF ini mau di publish di tanggal ultah Hinata. Tapi... #sigh

Chapter depan udah FIN.

Arigatoo :D