Naruto © Masashi Kishimoto

Story © Dirakimra17

Edited © Sasa Cherry

.

[U. Sasuke x H. Sakura]

Warn : Lemon inside!


Bab 10

.

"Sasuke!" Sakura memanggil dengan suara lirih, tapi ia memastikan Sasuke mendengarnya.

"..." Sasuke tetap diam. Tak merespon.

Sakura sudah tidak tahan. Persetan dangan harga diri. Ia berlari mendekap Sasuke dari belakang, namun Sasuke masih tidak bergerak, tubuhnya kaku menerima pelukan Sakura. Gadis itu bernapas di punggung Sasuke, meminta kembali kebahagiaan yang dulu diberikan Sasuke.

Sakura menggeser tubuhnya dan melangkah ke depan. Melihat Sasuke.

Demi Tuhan, Sakura seperti tenggelam di lautan. Sakura tidak pernah merasakan ini. Tidak pernah melihat ini. Pertama kali melihat. Sasuke dengan wajah basah air mata. Benar–benar basah. Bahkan hidungnya berair. Wajahnya merah. Matanya merah. Tidak ada suara. Dia kesakitan Sakura.

"Aku yang membunuhnya, ya?" Lirih Sasuke parau.

Sakura tersenyum sendu dan segera menggeleng keras. "Tidak. Itu semua salahku. Bukan salahmu." Sakura memeluk Sasuke lagi. Kali ini Sasuke menyambutnya dan mereka menangis bersama. "Aku yang membunuhnya, Uchiha. Aku. Aku yang ceroboh. Aku yang tidak becus menjaganya. Maafkan aku." Sakura terisak dalam tangisnya. Dalam pelukan Sasuke.

Sasuke menggigit bibirnya dan segera menenggelamkan wajahnya di ceruk leher istrinya dan detik berikutnya isakan rendah terdengar rendam dalam ceruk leher Sakura. Oh, Sasuke menangis parau. Hal yang sangat mengejutkan, namun tak cukup membuat Sakura terkejut karena saat ini mereka merasakan sakit yang sama. Sakit atas kelalaian mereka menjaga janin 4 minggu mereka.

Malam tanpa bintang dan bulan menjadi saksi bisunya. Gaara yang berdiri di belakang mereka. Pun Naruto yang mengintip dari jendela kamar Sakura. Menjadi Saksi betapa pahitnya perjalanan rumah tangga orang yang mereka kasihi.

Sasuke memeluk Sakura sampai tangis mereka mereda. Menikmati hangat tubuh masing-masing, kehangatan mereka telah kembali pada tempatnya.

Sasuke merenggangkan pelukan mereka tanpa melepaskan pelukan posesifnya dari pinggang istri belianya. Lalu ia menatap tubuh Sakura dengan seringaian tipis di ujung bibirnya. "Aku mencari kemeja ini di seluruh penjuru rumah. Aku bahkan memaki Naruto."

Sakura mengerjapkan matanya. "Aku membawanya." Sakura melepaskan diri dari Sasuke. Menunduk malu dan merona setelah sekian lama.

Sasuke tersenyum tipis dan menyentil dahi lebar kesayangannya itu. "Ayo pulang."

.

.

.

.

.

Ini sudah tengah malam. Sesampainya di rumah besar, Sasuke dan Sakura langsung ke kamar mereka. Berguling di atas ranjang. Saling berpelukan. Melepas kerinduan. Sasuke memeluk Sakura posesif. Mereka hanya saling berdiam sejak berada di kamar ini. Terlalu bahagia.

"Aku ingin memasukimu." Bisik Sasuke di telinga Sakura. Akhirnya. Gadisnya menegang.

"Kalau begitu masuklah." Sakura balas membisik. Wajahnya? Tentu saja semerah buah kesukaan Sasuke.

"Tapi aku belum sembuh." Nada ragu terdengar di telinga Sakura.

Sakura menarik dirinya. Duduk menghadap Sasuke.

"Kau tidak menyakitiku saat terakhir." Sakura menunduk. Malu. "Di kaca."

"Itu saat aku di luarmu. Aku tidak yakin bisa bertahan saat di dalammu." Wajah Sasuke menyiratkan kesedihan di raut wajahnya yang tetap datar.

"Kalau begitu, dengan cara ini saja."

Sakura bangkit menuju lemari besar Sasuke. Mengambil sebuah dasi dari sana. Dasi berwarna hitam pekat. Sakura membawanya pada Sasuke.

Pria itu mengerutkan kening. Untuk apa?

"Aku akan mengikat tanganmu." Ucap Sakura tenang.

"Kau mau menunggangiku?" Sasuke melotot pada Sakura.

"Me-nung-ga-ngi?" Sakura mengulang. Mengeja. Istilah itu terlalu asing. Aneh. "Aku hanya akan mengikatmu. Aku bisa di atasmu." Sakura merasa dirinya seperti gadis nakal.

"Dari mana kau belajar tentang itu?" Sasuke dengan aura tidak sukanya.

"Aku hanya berpikir begitu."

Sakura, Sakura ... mana mungkin kaubilang pada Sasuke kalau kau pernah melihat film dewasa yang ada di komputer Gaara? Uh, pasti akan sangat memalukan.

"Kemari kau!" Sasuke sudah mulai memerintah.

Sasuke langsung meraih pinggang Sakura. Satu tangan kanannya mampu membawa gadis itu ke pelukannya.

Sakura melebarkan matanya. Ada yang mengalir deras di sekujur tubuhnya saat ia bersentuhan langsung dengan Sasuke. Hidungnya mencium aroma feromon pria yang sedang memeluknya ini. Dan ia menatap wajah tampan nan memukau itu dalam jarak yang sangat dekat.

Cukup untuk menjadi alasan, kenapa jantungnya seperti hampir lompat dari dadanya.

"Apa?" Tanpa rasa berdosa, Sasuke bertanya sambil menyunggingkan senyumnnya.

"Kau … wangi." Jawab Sakura tertahan sambil menundukkan wajahnya.

"Apa kau baru tahu kalau aroma seorang Uchiha Sasuke memang seperti ini?" ucapnya angkuh. Oh, dasar Uchiha.

Sakura tidak bisa menjawab pertanyaan konyol Sasuke. Tentu saja ia tahu. Ia tahu benar bagaimana aroma tubuh dari laki–laki yang berstatus suaminya itu, tapi Sakura tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun.

Menyadari Sakura yang masih sibuk dengan lamunannya sendiri, Sasuke semakin mempererat pelukannya. Bahkan sekarang, tangan kirinya sudah ikut andil dalam mengurung tubuh mungil itu.

Sasuke memulai serangannya dengan meletakkan dagunya di bahu Sakura. Menempelkan bibirnya untuk mengecup leher Sakura. Tak ketinggalan hidungnya yang mancung mulai mengendus tengkuk Sakura.

Skak!

Sakura kontan memejamkan matanya dan bibirnya mengeluarkan lenguhan kecil. Tentu saja. Itu adalah salah satu titik kelemahannya. Sasuke mungkin sudah sangat ahli di bidang ini.

Bagaimana tidak? Pergerakannya sangat cepat. Keterampilannya dalam membius Sakura memang pantas diacungi jempol. Sakura masih belum tersadar dari menikmati ciuman Sasuke di lehernya saat jari–jari lentik nan panjang milik Tuan Uchiha itu mulai melepas satu-persatu kancing kemeja yang dipakai gadis itu.

Tumben sekali Sasuke tidak merobeknya.

Ah, tentu saja. Kemeja hitam yang dipakai Sakura adalah kemeja kesayangan Sasuke.

Sasuke menyibak kemeja itu saat ia berhasil membuka semua kancingnya. Sasuke yang memang tidak berniat melepaskan kemeja itu dari tubuh Sakura, hanya menurunkan sedikit di bagian bahu.

Ia tersenyum saat menyadari satu hal. Sakura telanjang di dalamnya. Sasuke bisa melihat benda lembut favoritnya yang selalu ia bayangkan.

"Uchiha Sasuke..." desis Sakura yang mulai menyadari apa yang dilakukan oleh Sasuke.

Tanpa memberi respon apa–apa, Sasuke langsung meraup buah dada Sakura yang bebas dan membawanya ke dalam mulut. Sasuke menghisap benda kenyal itu kuat sampai membuat Sakura memejamkan mata. Kepalanya mengadah ke atas dan ia menggigit bibirnya kuat. Menahan suara yang pasti akan keluar kalau bibir itu terbuka sedikit saja.

Bersamaan dengan gigitan lembutnya, Sasuke memasukkan tangannya kedalam hot pants Sakura. Jari–jarinya langsung menggapai target yang diincarnya.

Menyelipkannya di antara lipatan vital Sakura. Menekan benda yang ditemukannya. Milik gadisnya. Sasuke tersenyum saat Sakura memeluknya erat. Menenggelamkan wajahnya di dadanya bidangnya.

"Ohhh!" Sakura hampir menjerit.

"Sshh! Kau sudah basah." Lanjutnya dengan nada usil. Sasuke membuka celana Sakura. Menarik Sakura ke atas pangkuannya. Mengangkang di atas pahanya. Mengulurkan tangannya. "Ikat aku!"

Duduk di pangkuan Sasuke, Sakura mengikat tangan Sasuke. Jaminan kalau pria ini tidak akan memukulinya. Sakura membuka dua kancing kemeja Sasuke, sampai ia melihat bagian tubuh Sasuke yang menjadi favorit. Lehernya.

Tangan Sakura turun menuju celananya. Membuka belt dan menurunkan resleting celana hitam Sasuke. Meremas pangkal paha prianya yang besar, tapi Sakura hafal betul berapa ukuran saat dia siap untuk bertempur. Memperkirakan, ini hanya ukuran setengah bangun.

Sakura menatap Sasuke dalam. Mulai mengurut. Naik turun beraturan. Semakin lama semakin kasar hingga Sakura merasa milik Sasuke ini sudah pada ukuran seharusnya. Sakura berhenti.

"Bagaimana?" Bisik Sakura.

"Kau bisa menuntunnya ke dalam." Balas Sasuke. Napas pria itu sudah memburu. Wajahnya bersemu sedikit merah karena gairah.

Pelan tapi pasti Sakura menuntun benda tumpul, besar dan panjang itu ke arahnya. "Aakhh!" Sakura meringis spontan. Membuang wajahnya ke kanan. Sasuke memejamkan mata dan menggigit bibir kuat. Tangan kanan Sakura meremas bahu Sasuke, sedangkan tangan kirinya yang menuntun milik Sasuke mulai bergetar.

Perih! Sakit! Itu rasanya. Vital Sakura masih belum siap sepenuhnya dan kini ia memaksakan adik raksasa Sasuke memasukinya. Bayangkan sendiri bagaimana rasanya!

Sakura menahannya. Benar–benar berusaha bertahan.

"Hhhh…" Sasuke menggeram rendah.

Akhirnya, Sakura mendesah lega.

Sakura langsung menaik–turunkan tubuhnya tanpa adaptasi terlebih dahulu. Dan rasa sakit itu semakin nyata ia rasakan. Sasuke sendiri masih menggigit bibirnya kuat.

Lihat! Pria itu terlihat kacau. Ini bercinta, Uchiha Sasuke! Tapi wajahnya tersiksa saperti dia sedang menjalani operasi caecar tanpa obat bius. Tangannya terkepal dalam ikatan.

Brengsek! Sasuke benar–benar butuh pelampiasan.

Sakura menyadari itu, tapi dia terus menaik turunkan pinggulnya agar milik Sasuke keluar masuk semakin cepat.

Saat Sakura merasa lututnya tak kuat memompa tubuhnya lagi, ia mengurangi tempo gerakannya. Tapi apa yang dia rasakan? Kenikmatan itu berkurang dan nyaris hilang saat dia berhenti. Mau bagaimana lagi? Ini gila! Jadi seperti inikah rasanya memimpin permainan?

Sekarang Gadis itu benar–benar mengakui betapa hebatnya permainan Sasuke di atas ranjang. Sakura yang baru aktif belum sampai 30 menit saja rasanya lututnya serasa akan lepas. Tapi pria itu, sanggup mengajaknya, -ah, bukan, tapi memaksanya bercinta selama berjam-jam. Bahkan saat pertama mereka melakukannya dulu, Sasuke membuat Sakura menyambut subuh.

"Sasukehh..." Suara Sakura dengan napas yang tersenggal–senggal. "Aku tidak bisa lagi. Sungguh." Mohonnya pada pria tampan di bawahnya. Dia ingin mendapatkan kenikmatan secara utuh, tapi dia benar–benar sudah tidak sanggup lagi.

"Sasuke-kun!" Tegas Sasuke. "Panggil aku Sasuke-kun, maka aku akan membantumu menyelesaikan ini." Perintah Sasuke sambil menyunggingkan senyumnya. Senyum di wajah kesakitannya menahan gairah.

"Tidak!" Sakura menggeleng. "Ahg..." Sasuke menusuk dalam milik Sakura. Selang beberapa detik. "Ahg! Ahnn! Hey!" Menusuk lagi. Sasuke tidak bergerak. Dia hanya menusuk sesekali. Dia benar-benar menyiksa Sakura.

"Yakin tidak mau?"

"Baiklah-baiklah..." Sakura menyerah. Menghela napas dalam. "Sasuke-kun~" Suara Sakura sangat lirih.

"Hn?"

"~~kun! Sasuke-kun … aku mohon… aku sudah tidak bisa!" rengeknya.

"Buka ini!" Sasuke mengangkat tangannya di depan wajah Sakura. Sakura menurut. Mempersiapkan diri untuk menerima kekerasan Sasuke. "Dasar payah!" seringai Sasuke. Lalu dia langsung membalik lagi posisi mereka tanpa melepaskan kontak penyatuan kelamin mereka.

Sasuke mengikat tangan Sakura pada tiang ranjang. Sakura terkejut bukan main. Balas dendam? Setelah itu Sasuke membuka kedua paha Sakura lebar dan dia mulai bergerak dengan cepat.

Ya, ini yang diinginkan Sakura. Bergeraklah cepat Uchiha Sasuke! Buat gadismu mencapai puncak kenikmatannya dan tuntaskan gairahmu sendiri. Selesaikan permainan ini dengan cepat. Gadismu sudah akan pingsan!

PLAK!

Tangan Sasuke melayang. Mendarat di pantat Sakura.

"Katakan!" Bentak Sasuke.

"Sasuke-kunnhhh … Ahg! Ahhh, ahnn!" Sakura tersentak karena rambutnya di tangan Sasuke. "Rambuktu… Ya Tuhan. Aku baru dari salon, Sasuke-kun!" jerit Sakura tertahan.

Sasuke semakin brutal dan uncontrol. Menusuk dalam–dalam sambil beberapa kali menampar pantat Sakura. Dalam hati Sakura mengeluh. 'Pantatku… Pantatku…'

Sakura merasa akan mendapatkan puncaknya. Badannya bergetar dan seperti ada yang meledak.

"Sasuke!" Sakura menjerit.

"Oh! Haruno…" Sasuke mencabut miliknya. Membawanya ke atas perut Sakura. Mengeluarkan isinya. Menandakan mereka mendapatkan Finish yang sempurna.

Sasuke ambruk di atas Sakura. Menciumi seluruh permukaan wajah cantik itu yang basah karena keringat. Beberapa kali dia melumat lembut bibir Sakura. Dia seperti tak pernah puas pada tubuh gadis itu.

Napas mereka tersenggal bersama. Sasuke menyingkir dari tubuh Sakura dan menyelimuti tubuh telanjang istrinya. Sakura melihat Sasuke. Dia sedang memejamkan matanya. Mulutnya sedikit terbuka untuk mengambil napas. Seperti biasa.

"Maaf menamparmu." Sasuke duduk di depan Sakura.

"Aku baik–baik saja. Ini lebih baik dari yang sebelumnya." Iya, hanya tamparan di pantat dan Sasuke menjambaknya. Ini karena Sasuke sudah di siksa dengan sesi ikat–mengikat tadi. Dia hanya menyelesaikan puncaknya. Tak perlu banyak kekerasan.

'Tapi sebenarnya itu juga sakit!' Sakura menjerit dalam hati.

"Apa?" Sasuke melihat tanda tanya di mata Sakura.

"Kau tak melepas bajumu." Sakura berbisik.

"Tidak pernah. Tidak dengan siapapun." Desis Sasuke hampa.

"Kenapa?" Sakura melihat mata Sasuke penuh luka lagi.

"Saat pelacur keparat itu memakaiku, dia menelanjangi tubuhku. Sejak itu, aku merasa jijik melihat tubuh telanjangku sendiri. Kau tidak tahu? Aku mandi dengan berpakaian. Dan berganti pakaian adalah waktu yang aku benci."

"Sasuke..." Sakura mengelus pipi Sasuke. Iba luar biasa. "Bagaimana kata doktermu?"

"Dokter?" Sasuke menaikkan alisnya.

"Kau mempunyai dokter untuk masalahmu ini 'kan?" Sasuke menggeleng lalu menunduk. Apa?

"Tidak ada?" Sakura terkejut. "Kenapa?"

"Aku … malu." Sasuke cemberut pada Sakura. Wajahnya muram. Ya Tuhan, rasanya Sakura ingin membelikan sebuah lolipop untuk pria yang menjelma menjadi anak 5 tahun yang ada di depannya ini.

Sakura mengangguk. Paham! Tentu saja. Seorang Uchiha Sasuke dengan gengsi dan harga diri yang setinggi langit. Mana mungkin dia mau menemui seorang dokter kejiwaan? Dan mengatakan kalau dia kelaian? Kelainan seks?

Harga dirinya pasti melarang keras.

"Jadi dari mana ide meniduri ratusan pelacur bisa menyembuhkanmu?" Terselip nada tidak suka dari suara Sakura. Kesal. Cemburu.

"Aku hanya berpikir begitu." Sasuke masih menunduk. "Aku belajar menahannya."

"Kita akan menemukan jalanya. Aku ada di sini." Sakura meraih tangan Sasuke.

"Besok kita akan bertemu Dokter Ootsutsuki."

"Untuk?"

"Kontrasepsi." Mata Sasuke menyala. Sakura terdiam kemudian merengut.

"Tidak menginginkan anak lagi, ya?" Sakura murung.

"Tidak ada anak sampai kau berusia 25 tahun. Aku tak mau mengambil resiko apapun." Sasuke tidak bisa dibantah. Sakura masih tampak berpikir. "Aku masih mampu menghamilimu bahkan di usai 34, Sakura. Jangan remehkan stamina seorang Uchiha."

"Baiklah." Sakura patuh. Selalu begitu.

Sakura kembali pada tempat ternyamannya. Di pelukan Sasuke.

'Sasuke-ku yang tampan. Sasuke-ku yang malang. Sasuke-ku yang berwajah dewa setengah iblis. Sasuke-ku yang kaya raya. Sasuke-ku yang kasar. Sasuke-ku yang tidak normal. Sasuke-ku yang tidak sempurna. Aku memeluknya dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dia bersamaku.' Batin Sakura tulus sebelum terlelap dalam tidurnya.

.

.

.

.

.

Saat pagi menjelang dengan kehangatannya, Sakura menyusul Sasuke yang sudah di meja makan. Sasuke dengan tampan membaca koran paginya. Sakura mendekati pria luar biasa itu. Sasuke menoleh. Matanya melembut. Tidak ada senyuman. Ya Tuhan, Uchiha Sasuke! Tersenyum itu mudah.

Sasuke mengulurkan tangannya pada Sakura. Dengan senyuman cerahnya, Sakura menyambut. Duduk berdampingan dengan nasi goreng sebagai sarapan pagi. Mereka terlihat seperti tidak pernah bertengkar hebat sebelumnya.

"Setelah ini, kita akan pergi. Bersiaplah!"

"Oke Boss!"

.

Sakura bersiap dan ikut bersama Sasuke. Kembali menempati tempatnya di samping Sasuke. Di mobil Sasuke.

Ternyata tempat itu adalah rumah besar keluar Uchiha. Sakura merinding ngeri. Terakhir dia ke sini, dia kehilangan bayinya. Sasuke menggenggam erat tangan Sakura. melangkah masuk rumah dengan mantap.

"Apa–apaan kau?" Madam Uchiha mendesis tajam saat Sasuke dan Sakura mengahadap keluarga Uchiha yang sedang sarapan.

Keluarga Uchiha serta calon menantu mereka. Hinata ada di sana.

"Aku hanya akan menegaskan. Aku memutuskan pertunangan dengan Hinata." Suara Sasuke lantang.

"S-Sasuke-kun…" Hinata bersuara. Sial! Suaranya merdu sekali di telinga Sakura. "J-jangan begini. Kita perlu bicara."

"Tidak. Aku tidak bisa. Aku sudah menikah. Dan hanya sekali." Tegas. Khas Uchiha sekali.

"Sasuke-kun, a-aku mohon. Ayo bicara. Berdua."

"Kita adalah teman, Hinata. Jangan merubahnya! Aku tak mau memusuhimu."

" Jadi kau menginginkan kematianku?" Madam Uchiha berdiri dari duduknya. Melotot pada Sasuke. Sakura menegang. Bicara apa mereka? Kematian?

"Aku akan merelakan kematianmu, seperti aku merelakan kematian bayiku." Sasuke tanpa emosi. Berbicara pada neneknya. Tentu setelah tahu, Penyakit jantung neneknya adalah akal–akalan untuk mengendalikannya. "Aku menyayangimu, Baa-san. Tapi kau tak pernah menyadari itu."

"Pergilah, Nak." Uchiha Mikoto menghampiri Sasuke dan Sakura. "Biarkan Baa-san bersama kami. Kalian juga harus bahagia." Mikoto, ibu Sasuke mengelus pipi Sakura. "Aku titip Sasuke padamu." Sakura mengangguk. "Menantu di rumah ini hanya Haruno Sakura. Aku janjikan itu padamu."

"Terima kasih, Ibu." Sakura tersenyum. Haru.

"Terima kasih, Bu. Kami pergi." Sasuke membawa Sakura bersamanya.

.

.

.

.

.

.

Akhirnya!

Hari kelulusan sebentar lagi tiba. Di sekolahnya, Sakura sudah harus memilih akan melanjutkan pendidikannya di Universitas. Dia mengisinya hari ini. Sakura pulang dengan riang. Iya, kembali lagi kerumah besar Sasuke. Rumah masa depan mereka.

Turun dari mobil, Sakura langsung berlari memasuki rumah. Naik ke lantai dua. Bukan ke kamar mereka. Tapi ke ruang kerja Sasuke. Sakura meletakkan sebuah berkas di meja besar Sasuke. Formulir yang berisi tentang pendidikan Sakura selanjutnya.

Universitas Kedokteran. Spesialis kejiwaan.

Sakura yang akan menyembuhkan Sasuke. Dengan cara yang benar. Sakura mendengus mengingat cara yang ditempuh Sasuke selama ini. Sangat–sangat sialan!

Sakura baru saja akan pergi saat matanya tertarik pada sesuatu. Sebuah frame yang terpajang di meja kerja Sasuke. Frame berwana abu–abu gelap. Berbentuk minimalis. Uchiha Sasuke sekali. Sakura meneliti. Ini foto hitam putih yang tidak jelas. Tapi Sakura bukan orang bodoh yang tidak tahu apa itu. Di bawah frame, ada tulisan tangan Sasuke. Sakura hafal tulisan tangan Sasuke yang seperti gambar rumput ilalang.

'Uchiha Itachi. Bayi empat minggu-ku. Kesayanganku.'

Sakura tersenyum dengan air mata penuh di matanya.

"Jadi namamu Uchiha Itachi, ya?" Sakura tersenyum. "Hai, ini Ibu."

Satu tetes air mata turun saat Sakura mengembalikan frame itu di atas meja. Ini sudah sore. Sebentar lagi Sasuke akan pulang. Sakura menghapus jejak air mata di pipinya. Sakura keluar dari ruangan Sasuke. Menuju ke balkon. Ah- ada Naruto di sana.

.

[Sakura]

"Aku senang kau pulang. Rumah ini terasa lebih hangat. Sasuke juga lebih menjadi manusia." Naruto menyambutku yang berdiri di sampingnya. Tersenyum.

"Dan aku sangat berterima kasih padamu. Untuk semuanya. Kau benar–benar setia kawan." Aku tertawa. "Aku jadi penasaran, alasanmu tahan kerja dengan orang seperti Sasuke."

"Teman, setia dan cinta."

"Ya, kau benar. Dia juga pernah bilang padaku. Dia menyayangimu. Kau lebih dari sekedar karyawan atau sahabat. Kau adalah keluarga." Aku menatap Naruto. Dia sedang tersenyum penuh arti. Dia menatapku.

Naruto terdiam cukup lama.

"Aku mencintainya."

Ah, dia mencintainya. Mencintai...

APA?!

Sial! Kenapa dengan jantungku? Apa maksudnya? Jangan–jangan …

"Kau…" Aku bahkan tidak bisa berkata apa pun. Semua berhenti di tenggorokanku.

"Maaf..." Jadi benar? Aku melolot ke arah Naruto. Bukan, ini bukan marah. Aku terkejut. Sangat! Rasanya seperti ada gunung meletus di hadapanku.

"Sasuke tahu?" Aku berdiri menghadap Naruto.

"Ya."

"Dan dia..." Ya Tuhan, sebenarnya aku ini ingin bicara apa? Otakku mendadak tumpul. Tak bisa berpikir. Bagaimana bisa? Mereka?

"Dia hanya tahu. Hanya sekedar tahu. Kami tidak melakukan apapun. Kau bisa percaya itu. Dia hanya membiarkan aku bahagia." Jelas Naruto.

"Bahagia?" Lirih. Aku mulai gemetar.

"Aku bahagia melihatnya. Dan dia mengizinkan itu. Seperti ini. Menjadi karyawan, sahabat dan keluarga."

"Kau tidak cemburu padaku?" Bodoh! Pertanyaan macam apa itu?

"Cemburu padamu?" Naruto tertawa geli. "Aku bahkan ratusan kali melihat dia bercinta dengan wanita. Aku baik, selama dia bahagia."

Aku menutup mulutku rapat. Bingung dengan keadaan ini. Demi Tuhan, tidak ada rasa marah atau kecewa. Aku hanya terkejut. Tidak menyangka dan… ini luar biasa membuat jantungku berdebar. Aku dan Naruto hanya diam, beberapa saat. Sampai Sasuke berjalan ke arah kami. Dia berjalan sambil mambuka jasnya.

Naruto tersenyum ke arahnya. Senyuman penuh arti. Tidak biasa. Dan itu menggetarkan jantungku. Ya Tuhan apa mereka selalu seperti itu? Dan apa aku benar–benar tidak pernah menyadari ini?

Naruto yang tidak pernah dengan wanita. Naruto yang selalu menempel pada Sasuke. Naruto yang… Oh! Astaga.

Sasuke menyampirkan jasnya pada pagar balkon di sampingku. Lalu tangannya yang hangat melingkar sempurna di pinggangku. Memeluk erat. Tapi entah kenapa aku tak tenang sama sekali dengan kehangatan pelukan Sasuke kali ini. Lalu?

Sasuke menopangkan dagunya di puncak kepalaku. Dia bisa melakukan itu? Ya, jangan tanya berapa tinggi badanku! Sasuke menikmati keterbatasanku yang satu ini, aku tahu. Dan dia masih sibuk melihat ke depan sesekali mencium kepalaku. Aku menatap Naruto. Dia terlihat tenang.

Sasuke merunduk, bibirnya ada ditelingaku. Berbisik.

"Dia tidak akan mengambil aku darimu. Dia mungkin mencintaiku. Tapi dia sangat, sangat menyayangimu. Bisakah dia tetap bersama kita?"

Tuhan, bisakah dunia kiamat sekarang saja?

Aku masih menatap Naruto. Dia memandang lurus ke depan. Tatapannya ragu – ragu dan… takut? Aku berpikir. Ya, aku sudah berpikir. Aku mengingat semua yang Naruto lakukan untuk Sasuke, untukku, untuk kami. Semuanya. Aku menghirup napas dalam. Ini tidak salah.

Aku mengangguk pelan. Sasuke mempererat pelukannya padaku.

Aku meraih tangan Naruto. Menggenggamnya. Membuat Naruto menoleh padaku.

Aku diam. Dia Tersenyum.

"Aku mencintaimu." Bisik Sasuke lagi. Entah kenapa hatiku jadi luar biasa hangat.

Aku mempererat genggaman tanganku pada Naruto. Dia membalas. Dan saat itu, aku mendengar hatiku bersuara. Tidak akan terjadi apa-apa, Sakura. Sasuke akan tetap menjadi milikmu. Naruto akan selalu ada untuk kalian. Naruto menyayaimu, Sakura.

Benar.

Kami akan selalu seperti ini. Hidup bersama dengan rahasia besar yang tersimpan rapi di antara kami. Hanya aku, Sasuke dan Naruto yang tahu tentang semua ini. Kami akan selalu saling melindungi. Naruto akan selalu bersama kami. Sebagai karyawan, sahabat dan keluarga. Sekarang aku tahu, alasan kenapa Sasuke tidak pernah benar–benar cemburu pada Naruto.

Dan di sinilah kami, di balkon lantai dua rumah besar Sasuke. Menatap mentari jingga yang akan tenggelam. Dengan Sasuke yang memelukku dari belakang dan sesekali mencium rambutku. Dengan aku dan Naruto yang berpegangan tangan. Saling menggengam erat.

Aku dan Naruto mungkin mencintai Sasuke. Tak bisa aku pungkiri, Aku dan Sasuke juga sangat menyayangi Naruto. Tapi satu hal yang tidak boleh terlupakan adalah, Sasuke mencintai aku.

Kami ingin bahagia, Tuhan.

.

.

.

.

.

-END-


Note : Hai semuaa! #TebarGaramDiKepalaMbahOro# Maaf sebelumnya atas keterlambatan Sasa update fic ini. Curhat dikit ya, jadi gini... kemarin gadget Sasa rusak selama dua minggu, Sasa puasa ga pegang gadget/hp selama itu. Laptop dipake ayah Sasa tiap hari, jadi ga bisa update fic deh.

Sekarang mengenai fic ini, maaf ya Sasa ga jadi ubah plot cerita. Ini permintaan Kak Dira, jadi Sasa tetep bikin ending sesuai plot awal. Tadinya Sasa mau discontinue fic ini karena ada sedikit masalah sama Kak Dira, tapi setelah berdiskusi sama beliau, akhirnya kami sepakat fic ini ditamatkan dengan ending sesuai fic Neorago. Mohon dimaklumi dan terima kasih telah mengikuti fic ini hingga akhir.

Special big thanks to Kak Dira, readers, followers, favers dan silent readers yang udah luangin waktu mampir :D

Salam hangat,

Sasa Cherry.