A/N: Yap, ini adalah goresan pertama milik author yang punya nama lebay#eh. Seneng banget akhirnya bisa nulis lagi setelah hiatus lama banget dan berganti ganti pen-name…. Seneng bisa nulis di fandom Kuroko no Basket Indonesia ~ #abaikan. Waktu saya lagi bikin kerangka fic ini, temen saya bilang kalo ini benda hampir mirip sama film The Departed. Tapi sebenernya sih author gak pernah denger dan gak pernah nonton. Jadi, mohon maaf apabila ada kemiripan alur, dan segala semua terjadi karena ketidaksengajaan. TTATT. Suer deh, author mah kaga ada niat mau ngopi ngopi punya orang terus di klaim jadi punya ndiri.

Warning to: OOC, Typo(s), bahasa bahasa yang gak jelas, deskripsi aneh, alur bolak balik, pembicaraan yang agak OOT dan sebagainya

Listening to: Euterpe. Author dapet ide pas lagi dengerin lagu ini… #ngek


God must hate me
Maybe you should pray for me
I'm breaking down and you can't save me


Di suatu negara berbasiskan kerajaan, terdapatlah keluarga bangsawan yang disegani oleh banyak orang. Bahkan, bukan hanya masyarakat di sekitar ibukota yang hormat pada tokoh tokoh kerajaan, tetapi juga penduduk pinggiran kota, bahkan di pinggir negara yang bahkan tak banyak orang yang tahu keberadaannya. Pernyataan diatas bisa dijadikan tolak ukur betapa terhormatnya keluarga ini. Bahkan meskipun telah berganti era, berganti tokoh kepemimpinan, berganti struktur pemerintahan negara. Keluarga kerajaan tetap dikenal oleh banyak orang dan disegani hingga saat ini. Saat modern dimana angka tahun sudah mencapai 2000-an. Meskipun saat ini, kerajaan ini hanya dikenal sebagai lambang negara dan bukan tokoh kerajaan yang memerintah negara, tetapi posisi raja atau biasa dikenal sebagai pemimpin kerajaan tetap diidam-idamkan oleh banyak tokoh kerajaan.

Tak jarang, pertikaian muncul demi mendapatkan posisi terhormat ini. Bahkan, tak jarang pula sesama saudara kandung saling membunuh demi mendapatkan posisi ini, ayah membunuh anaknya karena tak rela posisinya direbut sang anak. Paman yang membunuh keponakannya sendiri bahkan ada juga kejadian dimana seorang ibu tega membunuh anaknya agar bisa dinobatkan sebagai Raja ketika seisi keluarga tidak ada anak laki-laki.

Nampaknya… Kejadian serupa akan terjadi pula di pergantian posisi era ini. Kisah ini dimulai ketika pemimpin Akashi khawatir akan pertumbuhan seorang putra kesayangannya, Akashi Seijuuro. Pangeran muda yang dicintai oleh rakyat, meskipun sikapnya yang otoriter dan ambisinya yang besar tapi, dia punya potensi yang besar untuk menggantikan takhta ayahnya dengan segera. Hingga akhirnya, sebuah rencana busuk pun diciptakan. Pemimpin keluarga Akashi berencana untuk membunuh anak sematawayang-nya di usia remaja dan menjadikan dirinya raja selama mungkin ia inginkan.

Hingga, hari eksekusi sang pangeran muda pun terjadi…

Malam itu seharusnya menjadi malam yang damai seperti malam-malam sebelumnya bagi seorang pangeran muda Akashi Seijuuro. Saat itu, sang pangeran muda sedang asyik bermain shogi sendirian ditemani dengan pemandangan sejuk dan damai dari taman mini dengan kolam koi yang ia design dan ditemani pula dengan secangkir teh hangat.

Menurutnya, bermain shogi seakan-akan seperti permainan strategi yang bertujuan untuk meningkatkan keakurasian berfikir dan juga matangnya strategi. Ia selalu menikmati bermain shogi di malam malam yang sunyi seperti ini meskipun ia hanya bermain sendiri. Sebenarnya malam itu, ia juga sedang memikirkan keadaan kerajaan yang sedikit mengganggu, menurutnya. Entah sikap ayahnya yang semakin aneh akhir-akhir ini, atau juga dengan keadaan keuangan kerajaan yang entah kenapa menurut seorang Akashi Seijuuro terasa aneh, perdana menteri yang ia pikir suka melakukan konspirasi dan sebagainya.

Hingga akhirnya, ketenangannya bermain shogi dan acara minum teh hangat di malam hari serta beberapa pikirannya yang lain terganggu oleh beberapa derap kaki pelayan yang masuk ke kamarnya membawakan makan malam dari ayahnya.

Setelah sang pelayan mengucapkan salam, ia kemudian pergi dan meninggalkan Akashi Seijuuro sendirian di dalam kamarnya. Dalam pikirannya, Seijuuro mencoba menerka apa yang aneh pada perlakuan ayahnya beberapa hari ini. Yang pertama, biasanya dia tidak pernah makan lebih dari jam 7 malam, dan saat ini sudah kurang lebih jam setengah sebelas malam dan tiba-tiba ayahnya dengan perhatiannya memberikan porsi makanannya yang biasa ke kamarnya. Meskipun dalam lubuk hatinya yang paling dalam, ia senang ayahnya melakukan ini. Yang kedua, dia tidak pernah makan di dalam kamar karena menurutnya itu hal yang tabu. Selama ini, dia selalu makan bersama dengan ayahnya di ruang makan dan ayahnya selalu tahu itu.

'Ada yang aneh.' Pikir Seijuuro.

Dengan langkah kaki perlahan dan dengan gerakan yang awas, Seijuuro mendekat ke arah porsi makanannya dan menemukan sebuah notes kecil dibalik mangkuk sup misonya.

"—jangan dimakan tuan muda, makanan ini sudah diracun. Bila anda tidak percaya, pergilah ke arah aula, jangan ke tempat tidur, lihat dan dengarlah apa yang akan terjadi selanjutnya."

Akashi Seijuuro tidak pernah mudah percaya dengan orang. Apalagi dengan pelayan, menurutnya percaya dengan seorang pelayan berarti awal dari malapetaka.

'Bisa saja dia menyuruhku kesana tapi sebenarnya dia mau membunuhku begitu keluar dari saja itu yang terjadi, bukan?'

Tetapi entah kenapa, ia ingin mempercayai tulisan dari pelayan pribadinya, ia mengikuti apa kata pelayannya dan keluar dari pintu belakang kamarnya yang berhubungan dengan taman pribadinya dan memotong jalan menuju aula.

Akashi Seijuuro duduk diam di dalam aula, memikirkan skenario terburuk yang bisa terjadi pada malam itu, hingga beberapa saat kemudian, Seijuuro mendengar suara suara ribut dari dalam kamarnya. Itu suara ayahnya. Pemilik takhta Akashi terdengar geram saat ia tidak menemukan anaknya yang juga dianggapnya sebagai seorang musuh. Seharusnya, malam ini rencananya akan berhasil setelah ia meracuni makanan sang anak dan seorang pembunuh bayaran datang ke kamarnya dan menikamnya saat tidur.

Sayang, ada telinga yang mendengar saat dia merencanakan hal ini dengan penasehatnya. Akashi Seijuuro sudah tiada di kamar dengan makanannya yang tidak disentuh. Tanpa jejak. Tanpa suara.

"Cari dia! Tangkap dan bunuh! Kita tidak bisa biarkan seorang pencuri takhta hidup!"

Akashi Seijuuro terdiam seribu bahasa ketika mendengar suara ayahnya di dekat aula keluarga. Tak tahu menahu apa yang harus ia lakukan demi menjaga hidupnya yang berharga ini. Kemudian, ia teringat dengan perkataan ibunya yang meninggal belasan tahun yang lalu.

'Sei-chan, kalau kamu menolak untuk mati. Maka tetaplah hidup. Demi keinginanmu, demi impianmu. Demi aku.'

Hari itu, malam itu, seorang Akashi Seijuuro berlari menerjang malam, menghindari kematiannya dan seraya berucap dalam dingin.

"Aku akan membalasmu. Pasti."


Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaki

The Lost Sight © BLANK-98

Beta © Matthew Shinez

I own nothing but this story. Don't like don't read. Please RnR


"AKASHICCHI! BANGUN-ssu~~"

Akashi Seijuuro perlahan lahan membuka matanya, menerjapkan matanya sejenak sebelum akhirnya tersadar sepenuhnya. 'Mimpi yang sama lagi.' Pikirnya, menghela pelan sebelum akhirnya menatap seseorang yang berani meneriakinya. Siapapun itu, dia cari mati.

"Ryouta." Aura hitam menguar dari pria yang disebut-sebut sebagai 'Akashi-cchi' oleh tersangka rupawan bernama Kise Ryouta.

"Mau dimana? Telinga? Mulut? Atau…." Akashi mengeluarkan gunting merah keramat ke arah Kise yang membangunkan sang mantan pangeran yang kini memasang wajah memelas memohon ampunan dari sang kapten.

"Di matamu, HAH?" Akashi menghunuskan guntingnya tepat beberapa senti di depan mata Kise yang sudah banjir air mata.

"Hiii…! Midorima-cchi! Tolong aku!"

Kise berlari menghindar saat gunting merah sang kapten nyaris melubangi telinganya, dengan tubuh gemetar bersembunyi di balik punggung pemuda berambut hijau lumut dengan kaus potongan berwarna jingga yang tengah sibuk dengan larutan-larutan kimia di tangannya.

"Uruslah masalahmu sendiri, Kise. Aku sedang sibuk dengan ini, nanodayo. Bukannya, aku peduli. Aku hanya tidak mau dimarahi Akashi kalau pekerjaan ini tidak selesai hari ini juga."

"Hueeee…. Pokoknya tolong aku dulu!" masih terus nangis mewek, Kise terus mengeluarkan suara-suara yang membuat perempatan di dahi Midorima yang sejak tadi diganggunya.

"Berisik kau nanodayo! Pergi sana! Jangan ganggu aku!" seruan itu kemudian dibarengi dengan tendangan di bokong hingga tersangka rupawan (aka Kise) mencium lantai dengan hidungnya.

Akashi dengan aura hitam yang semakin menguar, berjalan perlahan mendekati Kise dengan gerak perlahan lahan yang membuat seorang Kise Ryouta semakin ketakutan.

"Akashi-cchi maafkan aku…. Aku tidak sengaja-ssu… Sebenarnya, tadi aku membangunkanmu karena ada sesuatu yang ingin kulaporkan ssu." Berkata masih dengan ingus belepetan di mana-mana dan air mata sebagai background yang mendramatisir.

"Laporan apa?"Akashi mencabut gunting yang tertusuk di dekat dinding tempat Midorima sedang meramu larutan-larutan kimia yang terlihat berbahaya.

"Ano… Kurasa, Aomine-cchi sudah kembali dari misinya."

Akashi kembali duduk di sofa dan memejamkan matanya pelan sambil menghembuskan nafas pelan seraya berkata, "Berita baik? Berita buruk?"

Kali ini giliran pemuda bernama Midorima yang menjawab "Aomine tidak pernah membawa berita buruk, Akashi."


[Present Day, 15;01]

"—Saya benar benar melihatnya tuan! Tadi gedung itu terbakar dari lantai empat, entah bom apa yang dipakai, tapi—"

"—Anak saya masih didalam! Tolong!"

"CEPAT TOLONG DIA! LIHAT MASIH ADA ORANG ORANG DIDALAM! CEPAT TOLONG DIA!—"

"…. Kakak… Kakak dimana….—"

"—Bandara Internasional Chūbu Centrair di bom oleh sebuah organisasi teror yang belum diketahui asal usulnya. Dan di depan Bandara Internasional ini, terdapat sebuah kartu kecil yang diketahui ditinggalkan oleh sang pelaku. Berikut laporannya."

.

"And then, we caught one.

Maybe another one, and then once again.

Again and again."

AOI

.

.


"Kau jadi lebih terkenal daripada aku, Mine-chin. Aku akan tersinggung kalau kau menjalani misi lain sendirian lagi."

Murasakibara membuka kotak snack-nya yang kesekian, meraupnya dengan rakus dengan mata setengah mengantuk. Wajahnya terlihat benar benar kesal, apalagi setelah menonton berita di TV hari ini.

"Ah, kau sedang tidak beruntung saja, Murasakibara. Aku yakin setiap kali kau mengerjakan misi, kartumu pasti selalu tidak terbaca. Bukankah itu bagus? Kau tidak perlu kerepotan sepertiku yang selalu dicari-cari. Ini gara gara kau memberikan nama inisial yang terlalu gampang diingat orang, Akashi!"

Aomine meminum satu kaleng lagi minuman ion yang dirampasnya tadi sebelum aksi teror bomnya di Bandara tadi pagi. Kegiatan ini cukup menyita tenaganya, keluar dan masuk disaat orang-orang lengah dan meletakkan bom di titik buta kamera cctv itu bukanlah pekerjaan yang mudah untuk dilakukan. Untung saja ia tidak pernah ketahuan berbuat yang aneh-aneh dan nyaris ditangkap polisi. Untungnya.

"Menurutku juga akan lebih baik kalau kita bekerja sama, nanodayo. Bagaimana kalau mulai misi minggu depan berdua saja?"

"Perkataanmu itu ambigu, Mido-chin. Kau mau aku bekerja sama dengan Aka-chin? Dia pasti membunuhku sebelum bekerja, kalau tidak dia pasti memaksaku untuk bekerja sendirian dan dia tidur atau ngelenong kemana gitu…"

Suasana di dalam ruangan itu tiba tiba dingin, apalagi dengan aura hitam yang berpendar di dekat Akashi. Gunting merah khas andalannya siap di tangan, dengan nada lembut-menusuk ia bertanya, "Atsushi?"

Glup!

"Tidak ada yang salah kalau aku bekerja sendiri kok, Aka-chin. Aku bisa. Aku bisa," meskipun ekspresi Murasakibara terkesan baik baik saja, tapi semua penghuni rumah itu tentu tahu kalau ia tidak dalam keadaan yang baik baik saja. Itu pasti.

Kise yang baru saja kembali dari ruangannya membawakan mereka beberapa lembar kertas yang berisikan laporan, nama kejadian dan juga nama tempat.

"Ano, minna…" Sembari memberikan fotocopy-an kertas, Kise kembali berbicara. "Jadi, ini laporan sementara yang bisa aku berikan setelah beberapa bulan ini kita melakukan terordi negara ini. Yang pertama dan sesuai dengan rencana kita adalah kita berhasil melacak beberapa tempat penelitian tentang manusia super dan beberapa virus aneh yang dikembangkan oleh negara. Kedua, kita juga sudah berhasil memindai lokasi kantor polisi yang ingin Aomine tutup secara paksa," lirikan maut pada Aomine, kemudian lanjut lagi, "Beberapa tempat aborsi…—" lirikan yang entah apa artinya kepada Murasakibara, "dan kemudian satu bandara internasional berhasil kita lumpuhkan hari ini." Kise mengalihkan pandangannya kepada Akashi yang notabene sedang berfikir keras tentang misi mereka berikutnya.

"—Ah!"

Suara tertahan dari Midorima menyadarkan Akashi dari lamunannya, yang kemudian dengan cepat langsung menanggapi, "Ada apa Shintarou?"

"Kurasa. Kita harus mengabaikan soal teror untuk sementara, coba lihat web yang dibuka oleh Kise beberapa hari yang lalu…"

Midorima menyerahkan laptopnya kepada Akashi yang kemudian seluruh anggota yang ada disana, buru-buru mengambil tempat didekat Akashi agar bisa melihat apa yang sedari tadi Midorima baca dengan seksama dan serius. "ini… Pembunuh bayaran?"

"Aku tidak mengerti. Kenapa harus membunuh, Mido-chin?"

Midorima membetulkan kacamatanya, melipat tangannya di depan dada kemudian mulai berucap, "kurasa, hanya dengan memberikan teror tidak akan membuat mata mereka terbuka untuk apa kita melakukan ini, Murasakibara."

"Tapi membunuh dengan alasan sebaik apapun juga… Bukankah tetap saja pembunuh Midorima-cchi? Yah, sebenarnya sih memang aku yang mengusulkan ini. Tapi—…" ucapannya sempat terpotong untuk beberapa saat. "—Mereka melakukan hal yang lebih keji dari pembunuhan saat itu, ssu." Menunduk dalam untuk sesaat mengambil nafas, "—aku tidak bisa memaafkan mereka apapun yang terjadi."

Aomine sempat melihat kilatan bahaya dari mata Kise, sebelum akhirnya menarik matanya dari pandangan singkat tadi sebelum akhirnya menasehati dirinya sendiri bahwa penglihatan yang tadi bukanlah Kise. Bukan Kise yang bodoh itu.

"Kalau aku sih tidak masalah."

Seluruh mata tertuju pada Murasakibara Atsushi, yang mana sedang membuka snack baru lagi –snack yang entah keberapa itu- dengan ekspresi wajah yang tak dapat terbaca.

"Memangnya dulu kau kenapa, Murasakibara-cchi?"

Murasakibara Atsushi tidak menjawab, justru ia pergi meninggalkan ruangan dan suara bedebum pelan terdengar pertanda dia masuk ke kamarnya dan menolak untuk membicarakan segala sesuatunya dengan rekan-rekannya yang lain. Reaksi mereka berbeda beda. Midorima diam membetulkan kacamatanya, Kise terdiam kemudian duduk lagi sambil mengepalkan tangannya. Aomine kemudian mengikuti jejak Kise untuk duduk dan kemudian, mulai membuka mulutnya untuk bertanya kepada sang kapten.

"Apa yang terjadi dengannya dulu?"

Akashi melipat tangannya di dada kemudian menoleh kearah Aomine hendak menjawab pertanyaannya. "Saat aku kabur dari kerajaan dan melewati banyak kejadian dan rintangan, aku akhirnya datang di kota ini dengan penuh luka dan kenangan buruk. Bahkan aku juga tidak ingin mengingat-ingat lagi bagaimana kelamnya aku saat itu. Di saat itu jugalah, aku bertemu dengan dia." Berhenti sejenak, Akashi menoleh kebelakang seakan memastikan kalau yang bersangkutan tidak sedang mendengarkan ia berbicara. "Dia memberikanku tumpangan dan mendampingiku untuk terus hidup. Yah, hal itu terjadi terus sampai saat aku bertemu dengan kalian. Kondisiku yang saat inilah yang paling baik untuk kalian temui." Akashi kembali mengingat-ingat hal yang harus ia sampaikan lagi. "Sebagai tambahan, jangan bertanya padanya apa yang terjadi padanya. Percayalah… Dia tidak akan mau bicara."

Berbagai tanggapan datang dari kepala yang berbeda. Kise terdiam, mengatupkan bibirnya dan kemudian mengangguk pelan tanda mengerti. Midorima, seperti biasa, melipat tangannya didepan dada dan juga membetulkan kacamatanya yang melorot sambil memainkan sesuatu di tangannya yang diyakininya sebagai lucky item-nya hari ini. Sementara Aomine, hanya diam, melirik Akashi dihadapannya, kemudian memandang meja didekatnya sambil mengetuk-ngetukkan jemarinya.

"Aku jadi bosan kalau tidak ada dia, padahal rencananya sekarang kita mau bahas masalah klien karena kita tiba tiba dipaksa jadi pembunuh bayaran juga. Toh, sebenarnya masyarakat juga sih yang minta, jadi kurasa sebenarnya yang salah adalah pemerintah juga… Jadi, mungkin itu searah dengan tugas kita juga, kan? Bagaimana menurutmu soal ini, Akashi?"

Sang kapten memilah-milah kertas yang ada dihadapanya, di otaknya pun sedang memindai apa yang seharusnya mereka jalani terlebih dahulu. Bergumam pelan ia kemudian melanjutkan ucapannya, "Karena hari ini sudah menjadi giliran dari Ryouta, biar saja ini jadi pilihan Daiki. Toh, aku tidak bakalan ikutan juga dalam misi ini… Aku tidak punya dendam pribadi pada orang-orang yang bukan tokoh-tokoh dari kerajaan, jadi lakukanlah… Anggap saja aku sedang bermurah hati dan sedang tidak mood membicarakan hal ini."

Aomine Daiki bukanlah orang yang akan menyia-nyiakan kesempatan, jadi ketika sang kapten meberikan itikad baik padanya, maka ia pun akan dengan senang hati menangkapnya dan menjaganya dengan sepenuh hati. Ia kemudian menerima laptop dari Akashi yang berisikan beberapa orang yang layak untuk dibunuh berikut dengan alasannya. Meskipun pekerjaannya di masa lalu akan sangat mempermasalahkan hal ini, tapi Aomine Daiki sudah tidak peduli lagi, sama seperti teman-temannya yang tidak lagi peduli dengannya. Ia akan berhenti peduli dengan keadaan di sekitarnya.

Suara 'klik' samar mendadak membuat tiga orang yang tersisa selain Aomine menoleh kearahnya.

"Aku menemukannya."

.

-To Be Continued-

.


A/N: Kelupaan nulis tadi diatas, itu yang ada kata kata bahasa Inggris di paragraph awal yang dicetak miring semua adalah cuplikan lirik dari lagu "God Must Hate Me" dari Simple Plan. Maaf banget ya saudara saudara gak ditulisin , setelah lama banget gak nulis, Cuma bisa nembus 2k saudara saudara. #teler Capek bet sumpah ngerjain ini benda. Sampe keram ini otak rasanya mikirin apalagi ya yang mau ditulis, siapa lagi ya yang bakalan menderita. Duh duh duh, animasi saya belum dikerjain lagi… Gimana dong nih. #pusing Anyway, makasih bagi temen temen semuanya yang berhasil baca sampe sini, author ucapkan selamat! Nah, karena sudah puas bacanya, makanya please please please isi kotak yang onjoeh sangat dibawah ini, tolong berikan feedback, karena author yang sangaaaaaaat newbie ini butuh sekali masukan dari author author semuanya. Bahkan yang udah senpai sekalipun.

Kritik dan saran sangat dibuka lebar karena author ini mengharapkannya. Tapi kalau flame ya atuh dilarang ya. Flame kan berniat menjatuhkan tanpa memberikan saran. Beda sama Kritik kan ya? #mikir Ok, thanks minna. Semoga benda ini bakalan di update secepatnya kalau gak males lagi kaya hari ini yang langsung tembus seharian kelar.

Regards,

BLANK-98