STAR
-sasurissawinchester-

Casts: Donghae x Eunhyuk (as the main characters), Super Junior members, and other Kpop stars

Disclaimer: I do not own all of these characters. I just own the plot.

Rate: T

Genre: Romance

.

Boy's love story from amateur author. If you don't like it, don't read it! I've warned you

.

Happy reading ^^

.

.

"Pokoknya aku tidak mau pindah sekolah!" Hyukjae bersikeras mempertahankan pendapatnya. "Kenapa Ibu selalu membuat keputusan tanpa sepengetahuanku?"

"Bukan begitu, sayang. Ibu hanya tidak ingin melewatkan kesempatan baik untukmu," jawab sang ibu lembut sambil memeriksa sup ayam yang mulai mendidih. "Kau tahu Ny. Kim, sahabat Ibu sewaktu SMA? Dia ternyata menjadi kepala sekolah di Star Museum. Kau kan tahu itu sekolah seni elit. Talenta yang dimiliki siswa-siswa di situ benar-benar luar biasa. Sama sepertimu. Ibu tahu kau senang menari. Bakatmu itu tidak akan berkembang kalau kau tetap masuk di sekolahmu yang sekarang. Oleh karena itu Ibu meminta bantuan Ny. Kim agar dapat memasukkanmu ke sana tahun ini."

Hyukjae menghela napas berat. Kepalanya benar-benar sakit memikirkan keputusan sepihak ibunya. "Tapi, Bu, sekolah di sana kan mahal sekali. Uang dari mana kita untuk membayar biaya sekolah tiap bulannya? Tidak! Aku tidak mau pergi ke sana. Lagipula tinggal setahun lagi aku lulus SMA. Percuma saja kalau harus pindah sekolah."

"Tidak ada kata percuma bagi Ibu, Hyukkie," Ny. Lee tetap menjawab dengan tenang. "Lagipula kau akan mengulang dari kelas satu di sana karena sistem mereka sedikit berbeda dengan sekolahmu. Kau akan punya banyak waktu untuk beradaptasi."

"Tapi, Bu, mengurus perpindahan seperti itu kan merepotkan. Pastinya akan memakan waktu. Kita selesaikan saja sekolahku yang ini ya, Bu?" suara Hyukjae terdengar memohon.

"Semua administrasi kepindahanmu biar Ibu yang urus. Kau hanya perlu mempersiapkan diri. Akan Ibu usahakan tahun ajaran baru nanti kau sudah bisa pindah sekolah."

"Ibu…" Hyukjae hanya bisa mengerang frustasi.

"Sudahlah, sayang. Cepat ganti baju seragammu. Makan malam sudah siap."

Dan sekali lagi, seorang Lee Hyukjae harus menurut dengan keinginan ibunya. Pemuda berusia delapan belas tahun itu merebahkan tubuhnya yang terasa begitu lemas ke atas kasur. Ekor matanya melirik sepasang seragam yang digantung rapi di pintu. Di sisi kanan seragam itu ada sebuah bordiran merah muda dengan tulisan SM, sedangkan di sisi kirinya terdapat badge dengan tulisan namanya.

Huh, bahkan seragamnya pun sudah disiapkan, batin Hyukjae sarkastik. Hyukjae memejamkan matanya erat. Star Museum, Star Museum, Star Museum. Nama itu terus terngiang-ngiang di kepalanya. Sekolah elit yang tak hanya terkenal dengan prestasinya, tapi juga dengan keangkuhan para siswanya. Sudah menjadi rahasia umum di kalangan sekolah-sekolah menengah kalau Star Museum mempunyai kastanya sendiri di antara siswanya. Dan perlakuan antara siswa kalangan atas dengan kalangan bawah benar-benar mengerikan. Terlepas benar atau tidaknya berita itu, Hyukjae tidak peduli. Ia tidak ingin repot-repot menyesuaikan diri lagi dengan sekolah baru. Tapi mau bagaimana lagi, Hyukjae tidak bisa membantah permintaan ibunya. Walaupun mati-matian menolak, pada akhirnya ibunyalah yang pasti menang.

Pemuda berambut cokelat itu bangkit dari kasurnya. Ia tampak berpikir sejenak sebelum tangannya membuka laci meja belajar. Diambilnya sebuah buku berukuran sedang yang cukup tebal. Ketika halaman pertama terbuka, sebuah foto usang dengan gambar dua bocah laki-laki yang saling merangkul tertempel di sana. Wajah keduanya tampak begitu ceria menghadap kamera. Di bawah foto itu terdapat tulisan tangan yang sama sekali tidak rapi. Bunyinya: "Lee Brothers: Hyukjae & Donghae."

Hyukjae tersenyum kecil ketika memorinya kembali dibawa ke masa kanak-kanak. Kurang lebih sepuluh tahun lalu, Hyukjae baru berumur delapan tahun. Waktu itu badannya amatlah kurus dan lemah. Saking kurusnya, hampir semua anak selalu mengusiknya dan memberinya julukan ikan teri. Hampir semua anak melakukan hal-hal jahat padanya, kecuali seorang anak bernama Lee Donghae. Bocah itu dengan beraninya menentang semua anak yang berlaku jahat pada Hyukjae. Bahkan ketika ditinggal oleh teman-temannya, Donghae tidak peduli. "Tidak apa-apa kalau teman-teman benci padaku, yang penting bukan Hyukkie yang membenciku," jawab anak itu dengan senyum mengembang.

Persahabatan antara mereka berdua benar-benar kental layaknya saudara. Di mana ada Hyukjae, disitu pasti ada Donghae. Donghae lebih senang memanggil Hyukjae dengan sebutan Eunhyuk atau Hyukkie. Katanya kedua nama itu terdengar lebih lucu daripada Hyukjae. Hyukjae hanya bisa pasrah dengan kelakuan sahabatnya yang suka memanggil orang lain sesuka hati. Meskipun awalnya Hyukjae tidak pernah bisa berteman dengan siapa pun, namun sejak Donghae hadir, ia merasa hidupnya lebih berwarna. Ia selalu bisa membuat Hyukjae tersenyum ketika sedih, selalu bisa membuat Hyukjae merasa malu dengan kata-kata polosnya, tertawa bersama meskipun mereka tidak tahu apa yang ditertawakan. Benar-benar kisah yang indah jika dibayangkan.

Namun setiap kisah indah pastilah memiliki durinya sendiri. 15 Oktober 2006, Donghae tiba-tiba menghilang pada hari ulang tahunnya yang ke-sepuluh. Ketika Hyukjae hendak memberi kado ulang tahun ke rumah sahabatnya, rumah itu telah kosong ditinggal semua penghuninya. Para tetangga pun tidak ada yang tahu kemana pindahnya keluarga Donghae. Yang mereka tahu adalah pagi-pagi benar Donghae sudah meninggalkan rumah itu.

Hari itu Hyukjae mengunci dirinya di kamar. Ia menangis seharian karena merasa Donghae sudah begitu jahat meninggalkannya sendirian. Kalaupun ia akan pergi, kenapa ia harus pergi tanpa bilang apapun padanya? "Donghae jahat! Aku benci Donghae!" isak Hyukjae waktu itu.

Kini delapan tahun telah berlalu. Sampai sekarang, Hyukjae masih menunggu kabar dari sahabat kecilnya. Bagaimana keadaannya sekarang, bagaimana rupanya sekarang, apakah ia masih ingat dengannya, dan masih banyak lagi.

Salah satu alasan Hyukjae yang menentang ibunya untuk pindah sekolah mungkin juga karena Donghae. Mereka berdua pernah berjanji untuk satu sekolah hingga masuk universitas. Janji itu terlaksana hingga mereka duduk di kelas tiga SD. Ketika Donghae menghilang tanpa kabar, Hyukjae tetap memenuhi janji itu meskipun ia tahu perbuatannya akan sia-sia belaka. Di hatinya masih ada harapan kecil, bahwa suatu saat Donghae akan kembali menemuinya di sekolah-sekolah yang pernah mereka idamkan bersama.

Jemari Hyukjae mengusap lembut foto itu. Senyumnya pastilah akan mengembang setiap memandang potret dirinya dengan Donghae. "Donghae-ya, maafkan aku karena tidak bisa memenuhi janji kita."

.

.

Hyukjae menatap kagum gerbang depan sekolah Star Museum yang berdiri kokoh di hadapannya. Keinginan Ny. Lee untuk menyekolahkan putra tunggalnya di sekolah seni elit bernama Star Museum terwujud sudah. Hyukjae menelan ludah susah payah ketika memandang lingkungan sekolahnya yang baru. Apa ini yang disebut sekolah? Bentuknya lebih mirip hotel bintang lima dibandingkan sekolah. Halamannya yang luas nan megah menambah kekaguman Hyukjae pada sekolah ini. Luasnya tiga kali lapangan sepak bola dihiasi dengan bunga-bunga tulip yang tersusun secara rapi dan apik. Jangan lupa dengan patung Dewa Apollo—Dewa Musik—yang berdiri anggun di tengah halaman sambil memegang harpanya. Pantaslah kalau sekolah ini disebut sekolah seni nomor satu di Korea.

Siswa-siswi yang masuk di sekolah itu pun tak kalah mewahnya. Sekilas memandang saja, orang pasti sudah tahu latar belakang keluarga mereka. Hal ini semakin menciutkan hati Hyukjae.

Matilah aku sekarang

Hyukjae menghela napas panjang, seolah tarikan napas itu bisa membesarkan hatinya. Apa peduliku tentang sekolah ini dan orang-orang itu. Aku hanya perlu hidup tenang disini sampai kelulusan nanti.

"Aaargghhh! Kenapa aku harus masuk dari tahun pertama?!" erang Hyukjae sambil mengacak-acak rambut. Dengan langkah gontai, Hyukjae menyusuri koridor sekolah. Matanya mencari ruang auditorium tempat pembagian kelas bagi para siswa tahun pertama. Setelah sepuluh menit, barulah Hyukjae menemukannya. Luasnya sama luar biasanya dengan tampilan luar gedung Star Museum.

"Gedung ini ingin menyaingi Blue House atau bagaimana sih," gumam Hyukjae (masih) dalam kekagumannya.

Acara di auditorium itu berlangsung cukup lama. Sambutan dari kepala sekolah, perkenalan para guru, dan acara-acara membosankan lainnya. Pada akhir acara, barulah para guru melakukan pembagian kelas berdasarkan pilihan masing-masing siswa. Hyukjae sendiri memilih kelas dance sebagai kelas utamanya.

Acara dibubarkan. Seluruh siswa diminta untuk masuk menuju kelas masing-masing. Hyukjae mendapati kelasnya cukup diminati. Mungkin ada sekitar dua puluhan anak yang ada di situ. Hyukjae mengambil tempat sedikit jauh dari meja guru—bangku paling kiri dua baris dari belakang. Hyukjae tengah menimbang-nimbang hal apa saja yang akan dialaminya tiga tahun ke depan. Apapun itu ia hanya bisa berharap masa sekolahnya di sini bisa cepat selesai. Walaupun penampilan luar Star Museum terlihat begitu memukau, namun hatinya tetap merasa tidak nyaman lama-lama berada di sini.

Saat sedang sibuk dengan lamunannya, Hyukjae merasa bahunya ditepuk dari belakang. Spontan ia menengok, dan mendapati seorang pemuda berbadan tambun sedang tersenyum kepadanya.

"Aku hanya ingin memperkenalkan diri. Shin Donghee imnida. Kau bisa memanggilku Shindong"

"Oh," Hyukjae tersenyum manis memamerkan gusi merah mudanya. "Senang bertemu denganmu. Aku Lee Hyukjae. Boleh kaupanggil Eunhyuk." Sekilas, bayangan Donghae kembali melintas dalam benaknya ketika menyebut nama Eunhyuk. Sejak Donghae memanggilnya dengan sebutan itu, Hyukjae lebih senang dipanggil orang dengan nama Eunhyuk.

"Eunhyuk? Nama yang bagus," kata Shindong. "Eunhyuk-ssi, kenapa kau mengambil kelas dance?"

"Mmm… Mungkin karena hanya ini yang bisa aku kuasai dengan baik," jawab Hyukjae bercanda. "Aku pun sebenarnya tidak ingin masuk ke sini."

"Kenapa? Kau seharusnya bersyukur bisa masuk di Star Museum. Seleksi untuk masuk ke sini benar-benar ketat!"

Belum sempat Hyukjae menjawab, seorang wanita bertubuh ramping memasuki ruang kelas. Kondisi kelas yang awalnya riuh, agaknya mulai terkendali dengan kehadiran wanita itu.

"Selamat pagi, anak-anak," ucapnya sambil tersenyum. Hyukjae akui senyuman wanita itu sangat manis, cukup membuat hati seorang pria luluh. "Saya adalah Yoon Hae Won, salah satu trainer kalian di kelas ini. Selamat datang bagi kalian yang sukses masuk dalam kelas dance SM. Saya yakin kalian adalah calon dancer-dancer profesional dengan bakat yang siap ditempa dan dikembangkan. Di SM, kalian akan lebih banyak melakukan praktik daripada teori di kelas. Oleh karena itu, mulai besok dan seterusnya, saya akan menemui kalian di ruang latihan lantai dua. Mengerti?"

"Mengerti."

Yoon Hae Won tampak tersenyum kemudian melanjutkan, "Nah, sebagai permulaan, saya ingin kalian memperkenalkan diri satu per satu. Mulai dari kau yang memakai pita merah."

"Baik. Jung So Jung imnida."

"Kwon Yu Ri imnida."

"Lee Tae Min imnida."

Dan begitu seterusnya hingga sampai pada bagian Hyukjae. Pemuda itu bangkit dari tempat duduknya dan mulai memperkenalkan diri. "Annyeonghaseyo. Lee Hyuk…"

SRET…

Pintu ruang kelas tiba-tiba bergeser, menghentikan perkenalan Hyukjae di tengah jalan. Sesosok pemuda bertubuh atletis memasuki ruangan. Rambut hitamnya dijabrik ke atas seolah ingin memamerkan secara utuh wajah tampan yang ia miliki. Dengan langkah angkuh, ia berjalan menuju meja guru sembari menenteng tas sekolahnya.

"Maafkan aku. Aku terlambat," ujarnya sambil membungkukkan badan.

Hae Won memandang pemuda itu sejenak. Beberapa saat kemudian terdengar helaan napas panjang darinya disertai anggukan kecil. "Baiklah. Kali ini kau kumaafkan, tapi lain kali tidak akan kutolerir keterlambatan dengan alasan apapun." Terdengar nada serius dalam kata-kata Hae Won. Pemuda itu hanya menanggapi dengan anggukan kecil lalu hendak berjalan menuju bangku yang masih tersisa di kelas."Tunggu dulu. Karena kau terlambat, silakan perkenalkan dirimu di sini."

Pemuda itu terdiam sejenak di tempatnya. Wajahnya tampak ogah-ogahan meladeni permintaan Hae Won. Namun ia akhirnya membalikkan badan juga menghadap seluruh orang yang memandanginya di kelas. Hyukjae yang masih berdiri di tempat mengerutkan dahi memandang pemuda itu. Wajahnya terlihat cukup familiar di matanya meskipun ia belum merasa pasti. Dan tepat ketika pemuda tersebut menyebutkan namanya, Hyukjae merasa jantungnya merosot ke bawah.

"Annyeonghaseyo. Lee Dong Hae imnida."

~to be continued~

Hello fanfiction world! Setelah bertahun-tahun hiatus entah kenapa keinginan buat bikin ff muncul lagi. Meski masih kena author block yang tak berkesudahan, Rissa akhirnya nekat nge-post ff gaje pengisi waktu luang ini (yang bisa dibilang waktu mepet antara weekend dan hujan badai try out tanpa akhir). Makanya Rissa ga janji bisa ngelanjutin ff ini dalam waktu dekat. Maaf kalau mengecewakan karena ini pertama kalinya Rissa nulis setelah 2 tahun mungkin? Plus, kemampuan saya yang masih terbatas dan segitu-gitu aja dari dulu sampe sekarang -_- Jujur udh kangen banget sama FF Super Junior terutama Haehyuk. Makin hari makin susah aja nyari ff mereka.

Oke, cukup curcolnya. Bagi readers yang udh mau meluangkan waktunya buat baca, THANK YOU VERY MUCH AND DON'T FORGET TO REVIEW~ Review itu udah kayak oksigen buat Rissa. Makin banyak review makin semangat deh buat lanjut ke chapter berikutnya.

See you on next chapter! ^^