"Aominecchi, kamu sadar nggak sih?"

"Hmm, apa Kise? Jangan sambil ngobrol kalau kita sedang melakukan One-on-One," ujar si Dim kesal. Pembicaraan si pirang jelas mengurangi fokusnya pada bola yang sedang dia dribbel.

"Akashicchi hari ini berbeda,"

"Berbeda? Oh iya, dia semakin manis, kan?" Aomine salah fokus.

"Tidak," nada ceria Kise berubah dan kini terdengar serius. Mata keemasannya melirik hati-hati pada sosok yang ada di pinggir lapangan bersama Nijimura. "Dia semakin menyeramkan-ssu," sedetik kemudian setelah menyelesaikan pernyataan tersebut, Kise berjengit ngeri ketika sosok merah yang baru saja mereka bicarakan mengerling tajam padanya ditambah senyuman menyeramkan yang memamerkan gigi-gigi putih miliknya di pinggir lapangan. Kami-sama! Apapun akan dia lakukan agar ia bisa selamat hari ini juga!

.

.

.

'Aku Adalah Kamu'

Kuroko no Basket by Fujimaki Tadatoshi

This Story by Akashiki Kazuyuki

Genre : Family, Humor, Romance (maybe?)

Rated : T

Pairing : AoAka dan MayuAka future chapter

Warning : OOC (sangat), OC untuk Twin!Akashi, (dan disini saya akan menggambarkan ayah Akashi yang bersifat lembut bukan yang tegas kayak di komik), Typos, HighSchool AU, Bahasa tidak baku bin sedikit alay, dan mengandung sedikit Sho-Ai.

.

.

.

~ Happy Reading ~

.

.

.

Pada dasarnya bukan karena Akashi memiliki dua kepribadian. Tapi karena mereka adalah dua orang yang berbeda yang saling mengisi kekosongan satu sama lain.

.

.

.

Akashi Seijuurou dan Akashi Sei.

Mereka adalah dua orang yang berbeda. Terlahir sebagai kembar identik yang menyebabkan sebagian orang yang pernah bertemu dengan mereka menganggap kalau mereka adalah satu orang yang sama dengan kepribadian yang berbeda. Tapi toh mereka juga tak menyangkalnya. Entah apa alasannya. Yang pasti ketika ada seseorang yang menyapa salah satu dari mereka dan mereka tak mengenalnya, mereka akan tetap membalas sapaan dari mereka baik dengan senyuman hangat ataupun senyuman yang mengerikan.

Akashi Seijuurou dan Akashi Sei itu berbeda. Itu adalah kalimat mutlak yang diucapkan sang ayah dan tak boleh diganggu gugat apalagi dibantah. Sekali pun meraka adalah sepasang kembar anaknya. Kenapa? Sebab meskipun wajah, warna rambut, suara, golongan darah, tinggi maupun berat badan, dan ayah kandung mereka sama. Mereka tetap adalah dua orang dengan kepribadian yang berbeda.

Lalu apa perbedaannya? Perhatikan saja mereka baik-baik. Bedanya yang satu memiliki mata normal alias kedua matanya berwarna senada dengan rambut merahnya, sedang yang satunya memiliki mata belang. Kalau berdasarkan tempat tinggal, yang satu tinggal di Tokyo sedang yang satunya lagi tinggalnya di Kyoto. Yang satu sekolah di SMA Teikou, sedang yang satunya sekolah di SMA Rakuzan. Itu perbedaan mereka secara mendasar.

Ada perbedaan yang lain? Pasti ada, terutama dari sifat. Akashi Seijuurou memiliki sifat yang baik, pembawaannya tenang dan ukuran mentalnya melebihi usianya , ia dikagumi dan dihormati oleh seangkatan bahkan kakak kelas. Sedang Akashi Sei memilki sifat yang kejam, mengerikan dan tanpa ampun, ia pun disegani dan ditakuti oleh seangkatan bahkan guru-guru pun takut padanya. Akashi Seijuurou memiliki julukan Prince Charming di sekolahnya, sedang saudara kembarnya mendapat julukan King Absolute. Yang satu selalu menganggap kalau Aomine Daiki itu keren, sedang yang satunya menganggap bahwa Aomine Daiki itu dekil. Yang satu menganggap Mayuzumi Chihiro sebagai orang yang pantas dihormati, sedang yang satunya suka cari perhatian sama sang bayangan Rakuzan. Ah, dan yang terakhir dan yang terpenting -khususnya untuk ayah dari dua anak tersebut- yaitu yang satu patuh sama perintah ayahnya, sedang yang satu lagi nggak akan segan bunuh ayahnya kalau dia berani melawan perintahnya (khusus yang ini dimohon anak baik jangan meniru).

Intinya kalau dihitung-hitung, terlalu banyak perbedaan dibandingkan persamaan di antara mereka berdua.

Ada satu alasan mengapa Akashi Masaomi, ayah kandung dari sepasang kembar itu, menyekolahkan mereka di tempat yang berbeda bahkan berjauhan. Penyebabnya adalah karena ia tak mau mereka saling bersaing untuk menjadi nomor satu. Ia memang menginginkan mereka menjadi yang terbaik. Tapi bukan berarti ia harus terima kalau salah satu di antara mereka akan kalah saing meski itu dari salah satu anaknya sendiri. Maka dari itu mereka di tempatkan di sekolah yang berbeda. Agar mereka masing-masing dapat menjadi nomor satu. Entah itu di SMA Teikou ataupun di SMA Rakuzan.

.

.

.

Mereka berjauhan, tapi bukan berarti mereka tidak dekat. Akashi Sei tidak pernah menelpon sang kakak. Karena menurutnya itu sama saja membuang waktu. Tapi ia tak menolak jika Akashi Seijuurou sering beberapa kali dalam sebulan menelponnya yang tinggal di Kyoto. Lebih utamanya sih menyelesaikan masalah yang dibuat adiknya yang mengidap penyakit absolute tingkat akut. Akashi Seijuurou sih sabar saja. Secara dia kan sayang banget sama adiknya, semacam punya bro-con begitu. Tapi kalau yang satu ini beda lagi masalahnya.

"Seijuurou, aku bosan," ucapnya suatu siang di tengah pembicaraan telepon. Seijuurou mah menanggapinya kalem-kalem saja. Dia sudah hafal kalau adiknya itu terlalu mudah bosan.

"Mungkin karena aku selalu menang, selalu benar, selalu mendapatkan apa yang aku mau, dan-"

"-Jadi maumu apa?" potong Seijuurou. Tak menanggapi dengusan kesal dari sang adik di seberang sana yang omongannya baru saja ia potong.

"Aku mau kita tukar tempat,"

Hening. Tak ada tanggapan ataupun balasan dari suara nan rendah milik Akashi Seijuurou. Terlihat ia sedang menimang-nimang sesuatu.

"Maksudmu, kau ingin menjadi diriku, dan aku menjadi dirimu?" Akashi Seijuurou kembali memastikan.

"Begitulah," dan ditanggapi singkat oleh sang saudara kembar. "Ah, tapi jangan beritahu ayah soal ini," ujarnya lagi mewanti-wanti.

"…Tidak bisa,"

"Jadi kau berani menolak permintaanku, eh Seijuurou?" Akashi Sei memincingkan matanya tidak suka. Padahal sudah jelas kalau saudara kembarnya tidak akan bisa melihat tatatapan intimidasi yang diberikannya.

"Bukan itu," terdengar helaan nafas berat dari sang pemilik suara. "Tidak mungkin kan seorang ayah tidak dapat mengenali anaknya sendiri meskipun itu adalah anak kembar sekalipun," pernyataannya memang terdengar masuk akal. Tapi Akashi Sei tetap tidak mau menerima pernyataan sang kakak.

"Akan kubuktikan padamu kalau ayah tidak akan menyadarinya,"

"Tapi-"

"Aku selalu menang, jadi aku selalu benar,"

Hahh, mulai lagi dah. "Terserah saja," Akashi Seijuurou sedikit mendengus. Adiknya itu benar-benar suka buat masalah.

"Kutunggu kau besok di stasiun Tokyo pukul 10. Aku tidak menerima keterlambatan," setelah mengucapkan titahnya, telepon pun ditutup secara sepihak. Akashi Seijuurou menghela napas lagi untuk kesekian kalinya.

Masalah apa lagi yang akan dibuatnya nanti?

.

.

.

"Konon kata Midorimacchi, Akashicchi memiliki dua kepribadian," seperti biasa Kise memulai pembicaraan di acara pulang bersama mereka yang awalnya tenang. Aomine hanya melirik sang pembicara malas. Ia tak mau menanggapi ucapan Kise yang terdengar konyol. Sedang Murasakibara dan Kuroko tetap asyik menikmati cemilan mereka masing-masing.

"Aku tak pernah mengatakan hal itu," sanggah Midorima cepat, "Dan jangan bawa-bawa namaku di pembicaraan konyolmu itu, nanodayo," terlihat mimik kesal di wajah sang surai hijau yang selalu setia menggenggam benda keberuntungannya itu.

"Waktu itu kau mengatakannya ke Kurokocchi di ruang klub, ups!" teriak Kise, namun dengan cepat ia menutup mulut 'nakal'nya yang tak sadar telah membuka aibnya sendiri. Sedang sang bayangan yang sadar namanya baru saja disebut, sedikit melirik ke arah sang pirang, namun mulutnya tak berniat menghentikan menyeruput vanilla milkshake favoritnya.

"Kau menguping, Kise!" sang shooter semakin kesal sambil menunjuk-nunjuk sang pirang yang justru menampilkan senyuman jahil tanpa ada rasa bersalah.

"Mou, aku kan tak sengaja mendengarnya, Midorimacchi," bantah Kise sambil memajukan bibirnya. Tapi tak semua yang ia katakan adalah benar.

"Atau mungkin itu adalah alter ego milik Akashi-kun," manik Kise berbinar terang. Ia senang akhirnya ada juga yang mau menanggapi pembicaraannya. Ia mengangguk-angguk antusias mendengar pembicaraan Momoi.

"Kenapa kau berpikir seperti itu, Momoi-san?" giliran Kuroko yang bertanya.

Terlihat Momoi mengusap-usap dagunya sambil berpikir sesuatu. Namun setelah itu ia mengangkat kedua bahunya. "Entahlah, Tetsu-kun. Itu hanya pendapatku saja,"

Setelah itu suasana kembali hening. Tak ada lagi yang mengeluarkan komentar tentang topik yang baru saja Kise buka. Termasuk Kise sendiri. Hanya terdengar suara seruputan vanilla milkshake yang sepertinya hampir habis, serta suara, "Kraus…Kraus…" milik Murasakibara. Mereka hanyut dalam pikiran mereka sendiri. Entah apa yang mereka pikirkan. Midorima sedikit mendesah pelan. Sebenarnya ia cukup penasaran dengan topik yang Kise bahas hanya saja ia tak mau berterus terang. Dan ia kecewa saat pembahasan sudah memasuki jalan buntu padahal belum berlangsung lama.

.

.

.

"Kau terlambat 7 menit 45 detik," Akashi Seijuurou memperhatikan arloji merah yang melingkar cantik di pergelangan tangannya. Ia menatap tak suka pada saudara kembarnya yang baru saja tiba tanpa ada perasaan bersalah. "Kau memperingatiku agar tidak datang terlambat, tapi kau sendiri terlambat."

"Kau mau marah padaku, eh Seijuurou?"

"Aku tak marah. Aku hanya tak suka sikapmu."

Akashi Sei mendengus angkuh. Tangan kanannya ia masukkan ke dalam saku celananya, bergerak-gerak mencari sesuatu di dalam sana.

"Simpan guntingmu baik-baik dalam sakumu, Sei," ujar Akashi Seijuurou sebelum saudara kembarnya sempat mengeluarkan gunting miliknya dari habitatnya. "Aku tak mau kau ditangkap pihak keamanan karena telah berkeliaran di tempat umum dengan membawa senjata tajam,"

"Ternyata kau khawatir padaku,"

"Aku tak khawatir. Aku hanya tak ingin kau merepotkan ayah lebih jauh jika kau tertangkap,"

Akashi Sei tak langsung membalas. Sepasang manik heterochromenya melirik sebuah tas kecil yang dijinjing Akashi Seijuurou.

"Ternyata bawaanmu sama sepertiku," Akashi Sei lalu memamerkan tas jinjing kecil ke hadapan Seijuurou. "Kita sama-sama tak bawa banyak barang," ujarnya lagi.

"Untuk apa? Lagi pula aku bisa mengenakan pakaianmu. Ukuran fisik kita sama,"

"Ah, tapi jangan mengenakan pakaian dalamku ya," Akashi Sei mendengus geli melihat reaksi sang kakak akibat ucapannya.

"Tak perlu kau beritahu pun aku sudah tahu," balas Akashi Seijuurou ketus.

"Kembali ke perjanjian, kita akan bertukar tempat selama seminggu, oke?"

Akashi Seijuurou hanya mengangguk sekali mengerti. "Dan kau jangan bertindak di luar batas selama kau di posisiku," Akashi Seijuurou pun ikut memperingati sang adik.

"Luar batas? Maksudmu?" Akashi berpura-pura menampilkan mimik bingung.

"Kau tahu maksudku," Akashi Seijuurou tak menjawab. Ia tahu bahwa adiknya itu sebenarnya mengerti apa yang dia maksud. Dia hanya pura-pura tak mengerti.

"Dan ingat, jangan beritahu ayah soal ini," Akashi Sei pun kembali memperingati sang kakak atas perjanjiannya yang mereka bicarakan kemarin di telepon.

"Kan sudah kubilang, tanpa kuberitahu pun ayah akan tahu dengan sendirinya,"

"Diam kamu Seijuurou!" Akashi Sei menatap sang kakak angkuh. "Perkataanku mutlak. Kau tidak pantas membantah ataupun menentangku. Aku selalu menang, jadi aku selalu benar," Akashi Sei kembali mengucapkan kata-kata favoritnya. Kini gantian Akashi Seijuurou yang mendengus.

.

.

.

"Loh, Sei? Tumben main ke Tokyo. Lagi libur?" Akashi Sei hampir saja tersedak minumannya sendiri saat mendapati sosok ayah yang baru saja tiba di meja makan untuk makan malam bersama. Ia menarik kursi dan mengambil duduk berseberangan dengan anaknya.

Akashi Sei tak mau dan tak akan pernah mau mengakui kesalahannya. Ia tak akan pernah rela. Apalagi mengakui kekalahannya terhadap sang kakak satu itu. Ia kesal. Sangat kesal. Hatinya berkecambuk kala itu mengetahui kalau presepsinya salah untuk pertama kalinya. Akashi Sei kembali merogoh isi saku celananya seperti yang ia lakukan di depan stasiun tadi pagi. Tangannya bergerilya mencari gunting merah yang menjadi salah satu koleksinya yang masih tersimpan manis sedari pagi. Namun Handphone merah dengan tambahan corak berwarna oranye yang tadi sempat ia letakkan di atas meja makan bergetar beberapa saat.

Mengalihkan rasa ingin membunuh yang masih membara di dalam dirinya. Akashi Sei membuka satu pesan yang baru saja ia terima.

Jangan bunuh ayah.

-Seijuurou-

Akashi Sei menaikkan kedua alisnya membaca pesan sangat singkat dari sang kakak. Ia heran, kenapa sih saudara kembarnya itu kepingin jadi orang yang sok selalu tahu seperti dirinya?

(Di lain tempat Akashi Seijuurou tiba-tiba saja bersin lalu menggumam," Aku bukan orang yang sok selalu tahu. Tapi aku memang tahu.")

"Dimana Seijuurou?" pertanyaan sang ayah mengalihkan emosinya yang tadi sempat terpendam. Ia kembali mengatur ekspresi dingin seperti biasanya.

"Aku tak tahu. Dan tak mau tahu," ujar Akashi Sei dengan nada angkuh.

Setelah itu makanan dengan aneka pasta dihidangkan oleh para maid di meja makan. Mereka berdua pun memutuskan untuk makan dalam diam. Sang ayah pun tak ada niat untuk bertanya lebih lanjut.

.

.

.

Hari yang ia tunggu pun tiba. Akashi Sei kembali melihat pantulan dirinya pada cermin dengan ukuran setengah badan yang terpantri di kamar pribadinya. Terlihat sosok tampannya mengenakan setelan seragam SMA Teikou milik sang kakak. Kemeja berwarna biru dengan luaran jas berwarna putih dan celana panjang berwarna hitam pekat. Dan ukurannya pun benar-benar pas dengan dirinya.

Sempurna, Akashi Sei membatin dalam hati.

Beruntunglah ia sang ayah sudah berangkat lebih dulu karena urusan meeting. Jadi sang ayah tak akan bertanya lebih lanjut perihal dia yang mengenakan seragam sekolah milik kakaknya.

Akashi Sei kembali memamerkan senyum misterius (mengerikan) seraya meraih gunting merah yang tadi sempat ia anggurkan di atas meja samping tempat tidurnya. Ia sempat memainkannya sebentar gunting miliknya seolah-olah guntingnya dapat menggunting udara bebas.

"Aku jadi tak sabar,"

Di tempat lain namun dengan waktu yang sama, para kiseki no sedai entah kenapa tiba-tiba saja merinding. Padahal suhu pagi ini tidak rendah. Dan entah mengapa mereka punya firasat, alangkah baiknya jika mereka meliburkan diri saja untuk satu minggu ke depan ini.

.

.

.

~ TBC ~

.

Minna-san, saya kembali dengan fanfict aneh saya. Oh iya, yang mana yang sebenarnya kalian lebih suka? Akashi versi Teikou atau Akashi versi Rakuzan? Saya tak bisa berharap banyak untuk mendapatkan review dari minna-san, karena saya sadar fanfict ini aneh. Saya hanya ingin mengucapkan terima kasih kepada para pembaca yang mau meluangkan waktunya untuk membaca fanfict milik saya ini.

Salam

-Akashiki Kazuyuki ^^