requested by sehuniesm
Pages of My Letters
Chapter 1
Sehun menghentikan kendaraannya di sebuah tepi jurang. Ia pandangi matahari yang akan terbenam itu dengan pandangan yang kabur. Air matanya tak henti mengalir ke pipi, deru napasnya memburu, Sehun menangis dengan isakan yang menyedihkan sekaligus melelahkan. Sudah hampir tiga jam Sehun menghabiskan waktunya di tepi jurang ini. Diam sambil melamun di tempat ini sudah menjadi seperti rutinitas yang Sehun lakukan di waktu senggangnya. Bila sedang tidak ada kelas, Sehun lebih memilih untuk berdiam diri di sini daripada menjalani hidup sosial dengan teman-teman satu universitasnya.
"You're not gone, you're not gone, you're not gone," bisik Sehun untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa orang yang terus menghantui pikirannya itu tetap ada di sampingnya, tetap akan mengecup pipinya di setiap pagi, tetap akan mentertawakan lelucon hambarnya, tetap akan mengasihinya, tetap akan hidup bersamanya.
Kim Jongin, kekasih Sehun yang mengalami kecelakaan tiga hari yang lalu itu hampir saja membuat Sehun benar-benar gila untuk ikut mengakhiri hidupnya hanya demi mengikuti sang kekasih.
Kecelakaan itu adalah kecelakaan yang normal namun tak terprediksi. Tak ada tanda-tanda yang biasanya dimiliki manusia bila akan meninggalkan raganya. Tiga hari yang lalu, pagi itu, Jongin bertingkah seperti biasa; seperti Jongin di hari-hari sebelumnya. Namun nyatanya, di hari Minggu pukul enam sore. Ketika Sehun sedang menunggu Jongin untuk menjemputnya di sebuah toko buku, Sehun mendapatkan sebuah panggilan dari orang yang ditunggu-tunggunya.
Kim Jongin is dialing.
Padahal Sehun telah sangat berharap mendengar suara Jongin, seperti mungkin mendengar suara Jongin dengan nada menyesalnya yang berkata, "Sehun, maaf aku terjebak macet." Tetapi yang Sehun dapatkan merupakan sebuah panggilan beratas nama Jongin dari seseorang yang tidak diketahui Sehun. Orang itu memberi kabar bahwa Jongin mengalami kecelakaan lalu lintas, dan sedang dilarikan ke sebuah rumah sakit terdekat.
Sehun saat itu telah berulang kali berdoa mengharapkan keselamatan untuk Jongin dalam tangisnya. Tetapi takdir berkata lain, masa hidup Jongin hanya berhenti sampai pada waktu itu saja. Kematiannya sungguh tak terduga, seperti sebuah tragedi. Dan ada satu hal yang membuat orang-orang merasa semakin benar-benar emosional terhadap kepergian Jongin. Dalam draft pesan teks di ponsel Jongin, ia menulis sebuah pesan untuk Sehun yang tak sempat terkirim.
To: Oh Sehun
12/04/2009 – 05:53 PM
Happy Birthday, Sehun. I
.
-love you.
.
.
"Ayolah, Sehun! Kau harus benar-benar melihatnya." Chanyeol memekik antusias, ia menarik lengan Sehun secara paksa ke arah halaman depan universitas. Sudah jam dua siang, di hari Selasa ini Sehun tidak memiliki kelas apa pun lagi dan ia ingin segera pulang.
"No, aku tidak minat melihat kejutan apa pun darimu."
"Kumohon, Sehun!"
"No."
"Kau tidak akan menyesal!"
"Aku tidak mau."
"Gosh," Chanyeol mengembungkan pipinya karena kesal, "kau jadi menyebalkan sejak Jongin tidak ada." Kalimat sederhana namun menohok itu membuat Sehun mau tak mau membeku di tempatnya, diikuti oleh Chanyeol yang baru saja menyadari kebodohannya dalam berucap. "O-oh, maaf maksudku-"
"Sudahlah, aku tidak peduli lagi." Sehun berusaha untuk bertingkah sesuai dengan apa yang baru saja diucapkannya; tidak peduli akan hal atau pembicaraan mengenai Jongin. Sehun melepaskan kedua tangan Chanyeol yang menggenggam lengannya.
"Maaf, Sehun." Kata Chanyeol dengan nada sesalnya, ia memperhatikan wajah Sehun yang jadi terlihat sendu. Tatapan mata Sehun yang selalu memancarkan kebahagiaan itu kini tak lagi sama. Sudah hampir satu tahun Sehun berusaha untuk melupakan mantan kekasihnya yang telah tiada, dan usahanya hanya selalu tak membuahkan hasil. Sehun malah semakin terjebak dalam waktu di mana ia hanya dapat hidup bersama Jongin. Sehun kini mulai semakin menjauhi dirinya dari apa pun yang memiliki unsur ingar-bingar kebahagiaan dunia. Cintanya pada Jongin yang memabukkan benar-benar memberi pengaruh besar pada kehidupan Sehun. Kisah kasih dua remaja yang masih terbilang bodoh, namun bagi Sehun, kisahnya dengan Jongin adalah roman yang paling indah yang sulit untuk dihapuskan dari ingatannya.
"It's okay." Sehun memaksakan sebuah senyum. "Mungkin lain kali kau bisa menunjukkan kejutanmu itu."
Chanyeol sebenarnya ingin tetap menunjukkan sesuatu yang menurutnya akan mengejutkan Sehun tersebut, namun ia mengurungkan keinginan itu dan berkata, "Okay, lain kali." Chanyeol meresponnya. "Kau bisa bergabung dengan yang lain untuk bersantai di rumah Jongdae kalau kau mau nanti sore."
"Sepertinya tidak," Sehun melirik ke lorong menuju lokernya sekilas dan kembali menatap Chanyeol, "aku ada kelas tambahan." Dusta,
"Kau masih bisa bergabung setelah kelas tambahan,"
"Aku harus membeli buku." dan dusta.
"Well, setelah membeli buku-"
"Chanyeol," sela Sehun cepat lalu menghembuskan napasnya berat sambil memejam mata. Sehun harus selalu saja menahan emosinya ketika berhadapan dengan Chanyeol. Dan pribadi Sehun yang jadi sensitif sejak kepergian Jongin menambah derita dalam kehidupan sosial Sehun. "Aku hanya tidak ingin bergabung dengan kalian, okay? Aku sedang lelah." Serta sebuah kejujuran.
Chanyeol membuka mulutnya untuk beberapa saat, kemudian ia tutup kembali. Ia diam sejenak, memikirkan apa yang harus dikatakannya untuk merespon ucapan Sehun. Karena merasa pasrah, pada akhirnya Chanyeol berkata, "Baiklah, kalau memang maumu begitu." Lalu memberikan sebuah senyum simpati pada Sehun, ia menepuk pundak temannya itu. "Tapi ingat, kau harus memikirkan dirimu sendiri juga."
Dengan itu, Chanyeol pun mempersilakan dirinya untuk pergi keluar dari gedung fakultas dan menemui beberapa temannya di halaman universitas. Sehun perhatikan dari kejauhan melalui kaca jendela di sampingnya bahwa Chanyeol tidak langsung pergi dari tempat. Chanyeol terlihat seperti sedang merangkul seseorang sambil berkoar, membuat beberapa orang di sekitarnya tertawa lebar. Perhatian Sehun pun teralihkan pada orang yang sedang Chanyeol rangkul. Orang itu sepertinya seorang mahasiswa yang baru bergabung dengan grup teman mereka dari fakultas berbeda. Ia mengenakan specs hitam yang terhalangi oleh poni rambut coklat gelapnya yang agak panjang dan menutupi mata kanannya, membawa sebuah map berwarna abu, dan mengenakan topi baseball yang diputar ke belakang.
Ew, pikir Sehun, jadi dia yang akan dikenalkan Chanyeol padaku? Gayanya benar-benar aneh.
Tetapi pikiran negatif mengenai orang baru yang sempat akan dikenalkan Chanyeol pada Sehun itu segera Sehun singkirkan. Jantungnya berdebar kencang, napasnya terhenti beberapa saat, perhatiannya benar-benar tercuri oleh pemandangan jelas wajah tampan si orang baru yang kini sedang tertawa di samping Chanyeol itu. Benak Sehun langsung teringatkan pada, Kim Jongin is not gone, Kim Jongin is not gone, Kim Jongin-
Fitur wajah tampan itu, postur tubuhnya, tawanya, bahasa tubuhnya ketika berbicara… benar-benar seperti Jongin.
Namun ada bagian dalam hatinya yang menamparnya; mengembalikannya dari delusi; Jangan gila! Jongin sudah mati. Sehun merasa bodoh telah sempat berpikir mengenai Jongin yang mungkin masih menghirup udara yang sama dengannya saat ini. Jongin sudah tiada, Sehun tahu. Dan tidak ada jalan atau cara apa pun yang dapat membawanya kembali ke dalam ini pun membawa Sehun kembali ke dalam dirinya yang merasa sepi tanpa teman hidup di sisinya. Dengan langkah yang lunglai, Sehun segera mengalihkan pandangannya dari orang itu menuju loker miliknya di ujung lorong.
Loker milik Sehun itu kini tak lagi sama. Dulu, orang akan menemukan berbagai macam foto Sehun dan Jongin di balik pintu loker tersebut; potret sepasang kekasih yang terlihat bahagia. Kini yang ada hanyalah secarik kertas jadwal kelas yang dimiliki oleh Sehun di semester ini.
Kecuali.
Di hari ini, di balik pintu loker tersebut ada yang terlihat berbeda. Ada kantung kecil berisi sebuah buku yang tergantung di sana. Buku itu isinya hanya kumpulan kertas sketsa daur ulang yang di halaman pertamanya sudah tertuliskan oleh beberapa kalimat. Bunyi isinya seperti ini,
Happy birthday, Shixun. I love you. I really do.
Maaf telah meninggalkanmu, kumohon jangan lupakan aku.
-Kim Kai
Tulisan tangan yang serupa dengan tulisan tangan milik Jongin itu begitu terlihat terlalu nyata dan serupa untuk dianggap sebagai tiruan.
.
.
.
to be continued
(insya Allah…. /YHA. Semoga suka ya hng bingung kalo bikin yg sekali tamat soalnya gak ketulis mulu, makanya jadinya berchapter maaf ;_;)