Keinginannya sederhana, namun tidak pernah sederhana untuk diwujudkan. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan jika dirinya menginginkan itu. Rasa benci berada diantara kaumnya karena perbuatan mereka padanya beberapa ratus tahun yang lalu. Namun dirinya juga tidak bisa tetap berada di dunia yang bukan diperuntukkan untuknya, meskipun semua hal yang diinginkan manusia bisa dimilikinya.
Dan bersamanya, dirinya bisa mewujudkan keinginannya yang sederhana. Keinginan yang bagi mereka sangat tidak masuk diakal, namun dia bisa mengerti.
Dirinya hanya ingin dibebaskan dari semua belenggu ini.
FATED TO YOU
Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi
Standar warning. I Don't gain anything from this fanfiction. First POV, from Akashi side.
Superhuman!Akashi x Vampire!OC. Fantasy, Drama and (maybe a little bit) romance.
FATED TO YOU © tsaforite
Chapter Two — Fated to Stay with You
Akashi sudah selesai merapikan dinding yang dihancurkannya—sebenarnya bukan dirinya, tapi orang yang seharusnya bertanggung jawab sudah tiada, jadi kewajiban itu dilimpahkan pada Akashi. Lelaki itu bisa saja meninggalkan istana itu dan pergi sejauh mungkin, namun kakinya malah menuntunnya masuk ke dalam istana itu.
Dan ternyata dalam istana itu tidak sama seperti istana Penguasa Barat. Luarnya saja yang tampak sama, namun dalamnya benar-benar tidak bisa Akashi analisa karena baru kali ini lelaki itu melihatnya. Melalui berbagai ruangan, hingga sampai di sebuah ruangan yang paling banyak mendapatkan cahaya. Memasuki ruangan itu dan disekelilingnya ada banyak pakaian yang tidak dikenalinya, namun semuanya memiliki dua warna yang sama, hitam dan putih.
Melihat pakaiannya sendiri yang sudah tidak layak pakai karena melarikan diri selama beberapa waktu sehingga tidak sempat membersihkan dirinya sendiri, Akashi mengambil acak salah satu pakaian yang ada di sana dan membawanya keluar. Mencari-cari tempat dimana dirinya bisa membersihkan diri dan saat menemukannya, Akashi tidak buang waktu untuk membersihkan dirinya.
Meskipun dirinya sekuat para yokai, kenyataanya adalah Akashi tetaplah seorang manusia. Dan pada dasarnya Akashi pencinta kebersihan meskipun para yokai sering menertawakannya karena selalu mandi setiap hari sementara mereka tidak perlu melakukannya.
Pakaian yang dikenakannya bisa dibilang lebih membuatnya bebas bergerak, meskipun di saat bersamaan Akashi tidak terbiasa dengan modelnya yang menurutnya aneh. Dan berbicara aneh, dimana perempuan yang menyuruhnya tadi merapikan kekacauan?
Berjalan-jalan mencari perempuan itu dan Akashi malah masuk ke sebuah ruangan yang benar-benar besar. Isinya lemari yang benar-benar tinggi dan diisi oleh sebuah benda yang berbentu persegi panjang. Saat mengambil salah satu benda itu, Akashi tidak bisa membacanya samasekali, padahal Ryouhei mengajarinya cara membaca serta menulis—bahasa yokai kalau lebih spesifiknya.
Mengembalikan buku itu ke tempatnya dan keluar dari ruangan itu untuk mencari keberadaan perempuan itu. Dan saat menemukan perempuan itu, Akashi menyadari hari sudah sore dan matahari mulai terbenam.
Perempuan itu membelakangi Akashi dan duduk menghadap kolam yang disekelilingnya ada pohon sakura. Dan saat matahari sepenuhnya terbenam, pohon sakura yang Akashi yakini tadi dilihatnya tidak ada satupun bunga dan hanya ada daun-daun saja, tiba-tiba muncul kuncup bunga-bunga sebelum pada akhirnya mekar dan memancarkan cahaya yang belum pernah dilihatnya sebelumnya. Samar-samar ada warna merah diantara cahaya merah muda pada bunga sakura itu.
"Bloody Sakura [1] namanya. Mudahnya, bunga itu bercahaya seperti itu karena menyerap darah manusia yang berani memasuki istana ini."
Akashi sudah siap mencabut pedangnya, kalau-kalau dirinya yang dijadikan makanan bagi pohon sakura yang tadi menggunakan nama depan yang asing ditelinganya. Namun perempuan itu malah menggoyangkan kepalanya ke kiri dan ke kanan sementara pohon sakura yang ada di depannya seolah mengikuti gerakan perempuan itu.
"Aku mau teh."
Akashi menyeritkan kening dan merilekskan tubuhnya dari posisinya tadi. Perempuan itu tadi menyuruh Akashi membuatkan teh?
"Baki tehnya ada di sampingmu. Dan aku yakin kau sudah mengelilingi rumah ini untuk tahu dimana dapurnya."
Akashi melirih ke kanan dan menemukan sebuah meja yang tinggi—dan lagi-lagi belum pernah dilihatnya serta peralatan yang benar-benar baru baginya. Dan perempuan itu menyuruhnya untuk membuatkan teh di wadah asing itu?
—Akashi saja bahkan tidak tahu cara membuat teh bagaimana.
Tapi tetap saja Akashi mengambil baki itu dan membawanya menuju dapur—yang tadi sempat dilewatinya. Mengingat-ingat cara para yokai yang bekerja sebagai pengurus rumah Ryouhei membuat teh untuknya, Akashi melihat peralatan apa yang bisa digunakannya untuk merebus air. Sementara menunggu airnya panas, Akashi mencari-cari daun teh yang malah membuat lelaki itu menemukan berbagai bahan yang tidak dimengertinya. Ada bubuk manis, pedas, pahit, asin, asam dan beberapa bahkan tidak bisa dijabarkan karena rasanya terlalu asing.
Entah berapa lama berjuang membuat teh dan entah apa saja yang telah Akashi masukkan pada tempat yang dikatakan perempuan itu sebagai tempat teh, Akashi membawakannya ke perempuan itu. Berharap saja rasanya baik-baik saja atau Akashi harus mulai menyusun rencana untuk melarikan diri dari santapan pohon sakura yang dilihatnya.
Menuangkan teh di gelas yang menurut Akashi cantik, meskipun baru kali ini dilihatnya dan menyerahkannya pada perempuan itu.
"Rasanya lumayan," komentar perempuan itu setidaknya membuat Akashi lega.
Namun saat perempuan itu menoleh, menatap Akashi dan lelaki itu merasa jika dirinya sedang diteliti membuatnya risih. Tatapan itu terlalu sering didapatkannya saat para yokai melihatnya dan perempuan di depannya masih belum jelas apakah dia adalah yokai, manusia ataupun jenis mahluk lain yang Akashi tidak ketahui.
"Pakaiannya cocok untukmu."
Komentar perempuan itu membuat Akashi tidak tahu harus berkata apa dan pada akhirnya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Eh? Terima kasih."
"Kau tidak ingin menanyakan sesuatu? Aku bisa membaca pikiranmu, tapi aku tidak mau menjelaskan hal yang tidak perlu."
Akashi menghela nafas. Kemampuan membaca pikirannya sama seperti Ryouhei. Apa jangan-jangan perempuan ini kyuubi [2]?
"Aku bukan jenis mahluk menyebalkan itu. Makan hati manusia itu tidak enak tahu, pahit!" protes perempuan itu membuat Akashi mempertanyakan apakah perempuan itu tidak melupakan perkataan yang sebelumnya.
"Dan aku sebenarnya tidak lupa perkataanku sebelumnya. Tapi aku paling tidak sudi disamakan dengan yokai menyebalkan itu. Aku bukan yokai, tapi aku juga bukan manusia sepertimu."
"Kau ... tahu aku manusia?"
"Baumu saja sudah beda dengan temanmu yang tadi."
Akashi menciumi wangi tubuhnya sendiri dan tidak mencium aroma apapun padahal dirinya mendapatkan kemampuan mencium aroma yang kuat. Dan berkata tentang aroma, perempuan di depannya tidak mengeluarkan aroma apapun yang semakin membuat Akashi tidak mengerti.
"Tidak perlu mengerti aku ini apa. Yang jelas aku tidak berminat memberikanmu ke bloody sakura. Kau terlalu beracun bagi tanamanku," penjelasan yang entah harus disyukuri atau diruntuki karena Akashi tahu kenapa perempuan itu sampai mengatainya beracun bagi tanamannya.
Ini pasti efek ramuan aneh yang diberikan oleh Ryouhei kepadanya selama ini.
[2499 Tahun Lalu]
Satu tahun sudah Akashi di istana yang tampak luarnya mirip dengan istana Penguasa Barat. Masih banyak misteri yang menyelimuti tempat itu, namun Akashi tidak bisa mencari tahu kenapa. Ada beberapa manusia yang tersasar masuk ke istana itu dan Akashi sudah berusaha mengusir mereka agar tidak jadi makanan pohon sakura peliharaan perempuan itu, namun mereka malah berusaha menyerang Akashi karena menanggap menghalangi mereka mendapatkan harta di istana itu. Akhirnya bisa ditebak, mereka menjadi makanan pohon sakura dan pohon itu bahkan tidak mau menyentuh Akashi padahal Akashi juga manusia.
Sepertinya pohon itu juga punya selera soal manusia yang mau dimakannya.
Dan soal ruangan yang dulu ditemukan Akashi yang berisi benda berbentuk persegi panjang itu, ternyata namanya adalah buku. Serta kenapa Akashi tidak bisa membaca tulisan di depannya karena itu memanglah bahasa yang tidak pernah dipelajari. Perempuan itu tidak mengajarinya secara langsung, tapi sering memilih buku secara acak lalu membacanya dengan suara yang cukup untuk Akashi simak sampai selesai sebelum menyerahkannya ke Akashi. Lelaki itu terpaksa mempelajarinya sendiri dan anehnya malah jauh lebih cepat dimengertinya dari pada cara Ryouhei mengajarinya dulu.
"Aku mau teh, dan jangan dikasih garam atau lada seperti waktu itu ya."
"Baik."
Dan perempuan itu menyukai teh. Kadang Akashi salah memasukkan bubuk yang berasa manis—namanya gula, dengan bubuk yang mirip wujudnya namun rasanya asin—garam namanya, karena lupa bagaimana cara membedakannya. Soal bubuk pedas yang bernama lada, itu karena warnanya mirip dengan jenis teh yang perempuan itu agak jarang meminumnya.
Menciumi aroma bubuk untuk memastikan jika Akashi tidak salah memasukkan bahan teh sebelum menuangkannya ke dalam wadah teh yang bernama teko. Namun saat kembali ke tempat perempuan itu, Akashi menemukannya tidak sadarkan diri dan pohon sakura yang memang kebetuan sedang mekar karena musim semi itu bergerak-gerak liar, seolah ingin menyentuh perempuan itu.
Meletakkan nampan teh di meja dan menyangga kepala perempuan itu di dadanya, berusaha menyadarkan perempuan itu. Dan Akashi tidak tahu harus memanggil perempuan itu apa, karena mereka tidak pernah memperkenalkan diri. Perempuan itu tidak pernah memaksa Akashi untuk tinggal atau Akashi mau melakukan apa di istana itu asalkan saat diminta membuatkan teh dituruti.
Aura dingin yang familiar membuat Akashi menyiapkan diri menarik pedangnya dan saat melihat siapa yang datang, Akashi tidak mempercayai apa yang dilihatnya.
Penguasa Barat beserta perempuan manusia yang dulu pernah ditemuinya saat berkunjung di istana Barat ada di depannya. Dan ternyata ada yokai katak yang menyebalkan juga ikut serta menuduhnya membuat perempuan itu seperti ini.
Tapi ... kenapa perempuan manusia itu tidak mati? Bukankah seharusnya perempuan itu sudah mati sejak lama?
"Shiro-sama, sepertinya dia tidak mau menyerap energi hidup disekitarnya dan memberikannya pada pohon itu," perempuan itu menunjuk pohon sakura yang memang Akashi tahu suka memakan manusia yang mencoba merampok istana ini.
"Hm, Hana." Lelaki yang memiliki tanda bulan sabit di dahinya dan bersedekap melihat Akashi serta perempuan itu.
Akashi tidak mengerti apa yang terjadi, namun lelaki Penguasa Barat itu memerintahkan yokai katak yang ribut itu untuk pergi sebelum kembali datang dengan beberapa yokai yang diikat dengan borgol khusus dimana para yokai yang menggunakan itu tidak akan bisa menggunakan kekuatannya samasekali.
Perempuan bernama Hana itu menarik sebelah tangan perempuan yang Akashi dekap dan menyentuhkannya ke salah satu yokai yang diborgol itu. Akashi merasa seperti pengulangan melihat adegan itu, adegan dimana para yokai berteriak kesakitan sebelum berubah menjadi abu-abu dan menjadi debu.
"Gomenasai minna, tapi dia masih harus hidup." Perempuan bernama Hana itu tersenyum dan sementara yokai katak memerintahkan yokai yang kekuatannya di atasnya mendorong yokai yang menggunakan borgol untuk disentuh perempuan itu.
Setelah membuat lima yokai yang diborgol menjadi debu, Hana meminta Akashi membawa perempuan itu ke kamarnya. Dan sepertinya sadar jika Akashi tidak tahu dimana letaknya, Hana memimpin jalan sementara Akashi, lelaki Penguasa Barat serta yokai katak yang berisik mengikuti dari belakang.
Dan kamar perempuan itu ternyata tidak seperti bayangan Akashi. Kamar perempuan itu benar-benar tidak pernah dilihatnya sebelumnya dan modelnya jauh lebih bagus dari pada kamarnya yang sebenarnya Akashi juga bisa bilang tidak tahu model apa yang digunakan perempuan itu.
"Hana, Josei, keluar dari ruangan ini. Aku ingin berbicara dengan manusia ini."
Dua orang itu langsung meninggalkan ruangan itu dan hanya menyisakan Akashi serta lelaki Penguasa Barat itu. Akashi sudah menyiapkan ancang-ancang bertahan jika seandainya diserang oleh lelaki itu, namun sepertinya lelaki penguasa Barat itu tidak berminat.
"Aku tidak akan menyerang seseorang yang berada di bawah kontraknya."
Kontrak? Kontrak apa?
Lelaki Penguasa Barat itu sepertinya tahu apa yang dipikirkan Akashi, dilihat dari reaksi lelaki itu yang memasang wajah tidak mengerti dan membuat lelaki Penguasa Barat itu menghela nafas.
"Kau sudah tinggal bersama dengannya selama setahun ini dan kau bahkan tidak membuat kontrak dengannya? Lalu kau di sini untuk apa? Untuk membantu Ryouhei menyerangku?"
Akashi mendesis mendengar nama Ryouhei dan disangkutpautkan dengan lelaki yang sudah tidak mau diingatnya lagi itu. Menatap tajam lelaki Penguasa Barat dan tidak peduli jika tindakannya itu bisa berujung dengan maut, asalkan Akashi bisa melepaskan diri dari Ryouhei.
"Aku sudah tidak berhubungan dengan lelaki itu. Dan aku tidak pernah tahu menahu tentang kontrak karena dia tidak pernah mengatakannya padaku!"
Mereka berdua saling bertatapan tajam dan aura-aura perkelahian sudah sangat terasa diantara mereka. Namun lelaki Penguasa Barat itu menghela nafas dan menatap perempuan yang tengah tertidur di atas tempat tidur dengan wajah datar.
"Segera buat kontrak dengannya jika kau memang benar-benar tidak berhubungan dengan Ryouhei lagi."
"Bagaimana caranya?"
"Buat dia meminum darahmu tanpa diketahui olehnya."
Mereka berdua saling bertatapan intens, tidak ada yang mau memutuskan kontak mata terlebih dahulu andai saja Hana tidak masuk ke ruangan itu dan melaporkan bahwa ada Ryouhei di depan istana bersama pasukannya. Lelaki itu mendesis dan segera keluar dari ruangan itu dengan sebelumnya memerintahkan Hana untuk tetap diam di ruangan itu.
"Kau mau kuberitahu sedikit rahasianya?" tanya Hana sambil tersenyum, jenis senyuman yang menurut Akashi berbahaya. Kemana anak kecil polos yang dulu ditemuinya saat di istana Penguasa Barat?
Akashi tidak menjawab, namun perempuan itu duduk di samping tempat tidur perempuan itu dan menatap langit-langit ruangan itu. "Jika kau ingin membuat kontrak dengannya, buat dia minum teh yang ada darahmu. Tidak perlu banyak darah, cukup setetes dan kalian terikat kontrak."
"Aku boleh bertanya padamu, Hana?"
"Ya?"
"Kenapa kau masih hidup sampai sekarang?"
Perempuan itu tertawa dan memperlihatkan kalung berbentuk kristal panjang berwarna merah. Akashi tidak paham maksudnya apa, namun penjelasan perempuan itu membuat Akashi akhirnya paham.
"Aku terikat kontrak dengannya. Dan selama dia hidup, aku juga tetap hidup. Namun sayangnya dia sepertinya ingin mati saja dari pada hidup. Makanya aku datang kemari dengan Shiro-sama untuk memastikan dia tetap hidup."
"Kau memberikan darahmu padanya?"
"Kurang lebih seperti itu ... meskipun bukan aku yang memberikannya secara langsung. Shiro sama yang memberikannya pada saat aku hampir sekarat."
Akashi melihat Hana yang tersenyum ke arahnya dan Akashi menatap jarinya. Sebelah tangannya menarik pedangnya dan menggoreskannya ke kelingkingnya sehingga mengeluarkan darah. Meneteskan darah itu ke mulut perempuan yang tengah tertidur dan yang dilihat selanjutnya adalah cahaya merah yang mendominasi sehingga membuat lelaki itu menutup matanya. Saat akhirnya Akashi bisa membuka matanya, dirinya melihat kalung merah yang ada dileher Hana juga ada dilehernya.
Akashi tidak paham kenapa Hana menatapnya dengan tatapan kebingungan, dan sebelum bertanya kenapa, Hana berkata "Rambutmu ... berubah merah. Dan warna matamu juga berubah ... satu merah dan satunya lagi keemasan."
"Lalu? Kau juga begitu bukan?"
Hana menggelengkan kepalanya dengan kuat. "Aku membuat kontrak dengannya, tetapi tidak merubah penampilan fisikku sepertimu. Mungkin para vampir punya cara sendiri untuk membuat jenis kontrak."
"Vampir?"
"Ups, sepertinya aku mengucapkan kata terlarang," Hana tertawa yang membuat Akashi semakin penasaran dan merasa satu tahun di tempat itu hampir tidak ada yang diketahuinya tentang perempuan itu kecuali tentang teh. "Kau bisa menanyakannya nanti, saat dia sudah bangun."
Suara ribut di luar membuat Akashi merasa harus segera membereskan kekacauan di sana karena secara tidak langsung itu juga karena dirinya.
"Jaga dia. Aku harus membereskan masalah di luar sana."
Sepeninggalan lelaki itu, Hana ikut berbaring di samping perempuan itu. Namun desisan perempuan di sebelah Hana membuat perempuan itu tersenyum.
"Hana ... kenapa kau katakan padanya soal cara kontrak itu dibuat?"
"Gomenasai, tapi sebenarnya yang menginginkan kontrak itu tetap berjalan bukan aku. Aku juga merasa sebenarnya cukup hidup sampai di usia ini."
Perempuan itu menghela nafas dan ikut menatap langit-langit ruangan itu. Mengabaikan suara ribut yang ditimbulkan di luar sana dan tidak habis pikir sebenarnya hubungan macam apa yang tercipta antara Hana yang merupakan seorang manusia biasa dengan seorang pemimpin yokai terkuat di bagian Barat ini. Kalau memang benar Hana tidak berharga, untuk apa lelaki itu repot-repot menghidupkan perempuan itu tiga kali sebelum datang kepadanya karena sudah tidak bisa menghidupkan perempuan itu lagi dengan kemampuannya.
"Aku tidak tahan lagi. Aku pergi melihat Akashi."
"Oh, kau ternyata tahu nama lelaki itu?"
"Kau alpa jika aku bisa membaca pikiran orang lain, Hana?"
Hana tertawa dan perempuan itu meninggalkan ruangan itu. Perempuan itu harus memastikan keselamatan Akashi yang telah membuat kontrak dengannya. Memberikan darah padanya berarti berjanji untuk tetap bersamanya sampai akhir dan menjadikan beban perempuan itu semakin berat.
.
.
.
Akashi tersengal-sengal sementara Ryouhei tidak terluka sedikitpun dan seolah tidak peduli dengan pasukannya yang semakin menyusut akibat kekuatannya diserap oleh pedang Akashi. Sementara Shiro sendiri tidak mau ikut campur dan menjadi penonton sembari bergumam kepada Josei bahwa banyak hal yang harus diperbaiki setelah perkelahian antara manusia pelihataan yokai dengan tuannya itu.
"Shiro, aku tidak mau mendengarmu mengatakan pembantuku adalah peliharaan yokai atau kontrakku dengan Hana kucabut."
Akashi menoleh ke arah perempuan itu dan mendapati perempuan itu tengah menatap sekitar dengan kesal. Dan sepertinya alamat Akashi akan disuruh membereskan semua kekacauan di sini nantinya.
"Dia Ryouhei yang sering muncul dikepalamu?" tanya perempuan itu yang sudah berada di samping Akashi.
"Dan kau adalah majikan baru peliharaanku? Tidak kusangka Akashi akan memilih tuan yang lebih lemah darinya."
Akashi menatap kesal Ryouhei dan hendak menyerang lelaki itu, namun tangan perempuan itu menahan tubuh Akashi dan perempuan itu menjentikkan jarinya. Akar pohon yang Akashi kenali sebagai akar pohon sakura yang suka makan manusia itu tiba-tiba muncul dan menuju arah Ryouhei. Lelaki itu tidak bisa bergerak dan menatap tajam perempuan itu. Sisa pasukan yang dimiliki Ryouhei juga mengalami hal yang sama. Tidak berapa lama kemudian, semuanya terbungkus dengan akar pohon sakura dan yang terdengar hanya bunyi teriakan sebelum hening dan akar-akar itu menghilang.
Perempuan itu menatap Akashi dan lelaki itu sudah tahu apa tugasnya selanjutnya. "Baik-baik, aku akan membereskan semua kekacauannya."
"Siapa yang bilang seperti itu?"
Eh? Lalu apa?
"Buatkan teh yang rasanya dingin." Dan perempuan itu melihat Shiro serta Josei dengan malas. "Dan kalian berdua, bereskan kekacauan di luar ini. Dan sebelum kau berkata aku tidak sopan dengan Shiro -sama, aku memang tidak pernah menghormatinya, Josei!"
Perempuan itu masuk ke dalam istana dan Akashi mengikutinya meskipun samar-samar mendengar ocehan Josei tentang betapa tidak sopannya perempuan yang ada di depannya itu. Dan Akashi punya banyak pertanyaan yang harus ditanyakan kepada perempuan itu. Soal jati diri perempuan itu yang sebenarnya, kontrak macam apa yang telah dibuatnnya dan yang paling penting...
—nama masing-masing.
To Be Continue
Glosarium
[1] Bloody Sakura: Ini hanya istilah yang saya ciptakan sendiri. Jadi intinya begini, pohon ini seperti pohon sakura biasa. Tapi bedanya dia hidup bukan dari fotosintesis ataupun disiram dengan air tapi dengan menyerap darah manusia ataupun yokai (tapi Akashi kira dimakan utuh oleh si pohon ini karena pohon ini selalu menangkap secara utuh).
[2] Kyuubi: Rubah berekor 9. Dan bukan maksudnya yang kayak di fandom tetangga ya wujudnya, (kecuali ekornya sih benar) tapi lebih kepada perwujudan seorang perempuan cantik yang menggoda lelaki (manusia) untuk memakan hatinya agar hidup abadi. Dan 'aku' di sini bilang hati manusia itu pahit karena dia dulu pernah diberikan makanan dari hati manusia yang dia kira hati hewan karena cara pemasakannya mirip.
Bruh, sudah berapa lama saya enggak kemari? :")) #dibakar
Bukannya saya mengabaikan ini, tapi akhir-akhir ini saya sibuk RL dan juga sibuk mengejar project untuk menerbitkan novel ke penerbit mayor. Dan enggak, bukan cerita Don't Dare to Love Me kok, hahaha #dikeprek
Dan soal OC, saya sebenarnya kepikiran mau memberikannya nama. Bukannya apa, tapi kasihan Akashi gak bisa panggil 'aku' dengan namanya. Tapi namanya diusahakan tidak sering digunakan karena 'aku' bakalan minta Akashi memanggilnya dengan nama khusus :D
Bagusnya namanya apaan ya? Namanya jangan orang Jepang, tapi terasa seperti Eropa. Saya sih kepikiran Victoria ataupun Marginalia, tapi saya coba menanyakan pendapat kalian karena cerita ini yang baca kan kalian juga.
Terakhir, maafkan saya lama update. Plz saya bukannya gak mau update, tapi saya ini gak bisa dipaksa fokus ke banyak hal sekaligus atau jatuhnya hancur :")
tsaforite
23/06/2015
