Tuan Park mendekati ranjang dimana putranya berbaring lemah, perlahan namun pasti. Keadaan ruangan bercat serba putih dengan bau obat-obatan yang khas itu terlihat begitu tenang, hanya terdengar suara alat CT scans –yang berfungsi untuk memantau pernapasan dan aktivitas otak Chanyeol– di samping ranjang Chanyeol. Waktu masih menunjukkan pukul lima lewat lima puluh menit. Bias cahaya matahari yang belum terlalu menyengat memasuki melalui celah jendela kamar, membuat Tuan Park bisa melihat wajah anaknya meski tanpa lampu yang dinyalakan. Bila dihitung-hitung, ini sudah memasuki minggu ketiga semenjak Chanyeol koma karena musibah mengerikan itu. Belum ada perubahan signifikan sampai sekarang, masih sama seperti ketika Tuan Park membawa Chanyeol ke RS St. Maria dua minggu yang lalu. Padahal dokter mengatakan bahwa Chanyeol sudah melewati masa kritisnya, tapi kenapa dia belum sadar juga? Dokter bahkan tak bisa memastikan sampai kapan Chanyeol akan koma.
Tak ada yang bisa orang-orang lakukan selain menunggu.
Tuan Park mendudukkan dirinya di kursi, tepat di samping ranjang Chanyeol. Bila dilihat dari jarak dekat, tatapan sendu tercetak jelas di wajah tampan dengan sedikit keriput itu. Apa yang terlihat sungguh kontras dengan apa yang tengah dirasakan kepala keluarga Park itu. Air muka pria paruh baya itu tak pernah jauh dari raut kekhawatiran dan kesedihan. Seperti itulah ekspresi yang selalu Tuan Park perlihatkan setiap kali memasuki kamar inap Chanyeol. Melihat betapa lemahnya anaknya terbaring disana dengan mata yang tertutup sempurna, juga peralatan medis yang membantunya agar tetap bertahan di dunia ini. Tuan Park tak pernah membayangkan semua ini akan terjadi pada keluarganya. Apakah ini semua hukuman di tengah-tengah cobaan? Ia bahkan tak mengerti dengan cobaan yang tengah Tuhan berikan padanya.
"Chanyeol-ah.." Tuan Park berkata lirih. Tangannya yang hangat menggenggam tangan Chanyeol yang dingin. "Apa kau tidak mau membuka matamu, nak? Aku, Eomma-mu, Yoora, juga Jiwon merindukanmu. Tidakkah kau ingin bertemu kami?"
Tak ada jawaban.
Dalam keheningan yang menyeruak itu, tiba-tiba Tuan Park teringat akan ucapan Jiwon beberapa hari yang lalu. Percakapannya dengan teman sejak kecil Chanyeol itu membuatnya pusing sendiri. Entahlah, Tuan Park jelas ingin anak-anaknya bahagia, tapi sekuat dan sesering apapun pria paruh baya itu memikirkan semua ini, ia tetap tak bisa merelakan Chanyeol bersama Baekhyun ataupun menerima kenyataan bahwa anaknya itu seorang gay. Ini semua sungguh rumit, dan Tuan Park tak tahu apakah ia harus mengalah terhadap keinginan anaknya atau tetap berpegang teguh pada pendiriannya sendiri? Ia takut mengambil pilihan.
"Apakah kau mencintai pria itu?" Pertanyaan itu tiba-tiba saja keluar dari mulut Tuan Park, matanya menatap Chanyeol. "Dia itu seorang pria, Chanyeol. Dia bahkan bukan dari keluarga terpandang. Apa sebenarnya yang kau lihat darinya? Aku sungguh tidak mengerti."
Keheningan kembali menjawab pertanyaan Tuan Park. Pria paruh baya itu menghembuskan napas lelah. Kepalanya menunduk, sepertinya rasa pening mendatanginya. Dan yang bisa dilakukannya hanyalah memijit pelipisnya pelan –berusaha mengusir rasa pening itu. Namun di saat seperti itu, entah kenapa Tuan Park terpikirkan hal gila. Hal gila yang bahkan tak pernah ia pikirkan sebelumnya.
"Apakah kau akan bangun jika aku merestui hubunganmu dengan pria Byun itu?"
Dan tanpa diduga-duga, alat CT scans memberikan respon.
Mata Tuan Park membola sempurna.
.
.
.
###
LIES IN BETWEEN
Chapter 15 (end) – Our Circle of Life
Main Casts : Byun Baekhyun & Park Chanyeol
Support Casts : Kim Jiwon, Park Yoora, Wu Kris, Kim Jongin, Do Kyungsoo, Kim Jongdae
Genre : Romance, Drama
Rate : M
Warning : Yaoi, Shounen-ai, Boys Love, Boy x Boy
Note: Sempet stuck bagaimana saya harus mengakhiri FF ini, but thank God that's already over. Thank you so much for dewi. min for your advice, really appreciate it :) Dan maaf untuk apdet yang teramat lama ini, saya kesulitan dalam mengatur waktu untuk mencari ide dan mengetiknya. So, hope you like it~
###
.
.
.
Tuan dan Nyonya Park menatap penuh harap pria paruh baya yang menyandang sebutan dokter di hadapan mereka, berharap pria itu memberikan kabar baik setelah keluar dari kamar inap Chanyeol beberapa detik yang lalu. Well, setelah mendapat respon tak terduga dari Chanyeol, Tuan Park segera memanggil Dokter Smith –dokter yang menangani Chanyeol selama ini. Dokter Smith memeriksa keadaan Chanyeol selama kurang lebih dua puluh menit, dan kini adalah waktunya untuk mendengar hasil pemeriksaannya.
"Berita baiknya adalah anak Anda sudah sepenuhnya sadar dari komanya." Dokter Smith memulai. Sebuah hembusan napas lega juga senyuman tipis menghiasi wajah orangtua Chanyeol, membuat Dokter Smith ikut senang. Dokter Smith-pun melanjutkan, "Kondisinya memang belum sepenuhnya stabil, tapi setidaknya Chanyeol sudah tidak dalam kondisi koma. Saat ini, ia sedang tidur. Saya akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut setelah ia bangun dari tidurnya."
"Syukurlah, ya Tuhan.." ucap Nyonya Park lirih, kemudian membungkuk dalam pada Dokter Smith. "Terima kasih banyak, Dokter."
"Kami benar-benar berterima kasih, Dokter Smith." Tuan Park ikut membungkuk sebagai rasa terima kasihnya, yang kemudian direspon dengan anggukan kepala juga senyuman simpul dari Dokter Smith. Dokter itupun pergi meninggalkan Tuan dan Nyonya Park setelah berpamitan.
"Aku akan menelepon Yoora dan Jiwon dulu ya?"
Tuan Park mengangguk paham pada istrinya. Begitu siluet Nyonya Park menjauh dari pandangannya, Tuan Park menempatkan pandangannya pada kaca pintu kamar inap Chanyeol. Ekspresinya tak terbaca kali ini, campuran antara rasa bahagia juga rasa cemas. Well, ia sangat bahagia karena Chanyeol sudah sadar dari komanya, namun entah kenapa rasa cemaspun ikut menjalarinya. Dalam benaknya telah tercipta berbagai macam pertanyaan, namun inti dari semua itu adalah apakah anaknya bangun dari komanya setelah ucapannya itu? Bahwa Chanyeol akan bangun jika Tuan Park merestui hubungannya dengan Baekhyun? Bahwa ternyata dibutuhkan satu kalimat itu untuk membangunkan Chanyeol dari koma? Bahwa hanya ada satu alasan yang mampu membuat Chanyeol bertahan hidup? Hanya karena seorang Byun Baekhyun?
###
Baekhyun segera melesat menuju RS St. Maria begitu mendapatkan kabar dari Yoora bahwa Chanyeol sudah bangun dari komanya. Tanpa perhitungan lebih lanjut, ia segera berlari dari ruangannya dan menyetop taksi yang lewat di depan tempat kerjanya, lalu memerintahkan supir taksi tersebut untuk membawanya ke RS St. Maria secepat mungkin. Dalam perjalanan menuju kesana, Baekhyun tanpa sadar menggigit bibir bawahnya dengan kaki-kakinya yang diketukkan dengan tak sabaran. Jantungnya serasa dipompa keras, secara berkala membuatnya berdebar tak karuan. Rasa bahagia dan khawatir melebur menjadi satu, dan satu-satunya yang pria mungil itu pikirkan hanyalah bertemu Chanyeol detik itu juga. Lima belas menit kemudian, Baekhyun sudah sampai di RS St. Maria. Ia langsung memberikan uang pada supir taksi tanpa menunggu kembaliannya terlebih dahulu, dan segera memasuki lobi RS St. Maria. Ketika lift membawanya naik menuju lantai lima, debaran jantung Baekhyun semakin bertambah cepat. Ia sungguh tak dapat merasakan lagi firasat buruk ataupun baik karena pikirannya begitu dipenuhi Chanyeol sekarang.
TING.
Baekhyun berlari keluar lift ketika pintu lift terbuka, namun langkahnya terhenti ketika matanya menangkap sosok Jiwon, Tuan dan Nyonya Park, di depan kamar inap Chanyeol. Dalam hati ia sempat merutuki kebodohannya sendiri. Bagaimana mungkin ia sempat lupa pada mereka? Tentu saja mereka yang pertama kali dikabari oleh dokter saat Chanyeol bangun dari komanya, bagaimana mungkin Baekhyun baru menyadari hal itu?
Tapi tidak.
Hatinya telah menetapkan. Ia tak mau mundur hanya karena hal ini. Sekalipun Tuan Park memukulnya berkali-kali, Baekhyun sudah menetapkan hatinya untuk tidak lari dari sisi Chanyeol, terlebih setelah masa penantiannya terbayar sekarang. Baekhyun-pun meremas kedua tangannya kuat, matanya menatap lurus ke depan. Ia menelan ludahnya susah payah sebelum akhirnya menggerakkan kaki-kakinya untuk melangkah perlahan, mendekati tiga sosok yang menatapnya dengan ekspresi datar. Tidak ada yang terjadi sampai Baekhyun menghentikan langkahnya tepat satu meter di hadapan Tuan Park. Tidak ada baku hantam ataupun tatapan membunuh yang biasanya pria paruh baya itu lontarkan padanya. Ini cukup membuat Baekhyun bingung, namun ia kesampingan semua hal itu, dan mulai merangkai kata-kata dalam otaknya.
"Tuan, saya–"
"Masuklah."
Mata Baekhyun membulat sempurna. Ia bahkan sempat menahan napasnya untuk beberapa detik ketika kata itu terlontar dari mulut Tuan Park dengan mulusnya. Keadaan itu sempat menciptakan keheningan di antara mereka. Tak percaya dengan apa yang didengarnya, Baekhyun-pun membuka mulutnya untuk berbicara.
"N–ne? Saya boleh masuk?" tanyanya tak yakin. Satu anggukan dari kepala Tuan Park menjadi jawaban, dan Baekhyun tak bisa untuk lebih terkejut lagi. Apakah ini hanya halusinasinya saja? Tapi kenapa terasa begitu nyata? Benarkah orang yang selama ini menghalanginya untuk bersama dengan Chanyeol, telah memberikan izin untuk menemui Chanyeol –bahkan tanpa Baekhyun harus bersusah payah? Semudah itukah? Pandangan Baekhyun beralih pada Nyonya Park yang melemparkan senyum hangat padanya, berpindah ke Jiwon yang juga tersenyum tipis padanya, menuju Yoora yang tersenyum bahagia padanya, lalu kembali lagi pada Tuan Park yang –sungguh mengejutkan– melemparkan senyuman tipis nan hangat padanya.
"Chanyeol menunggumu di dalam." ucap Tuan Park seraya menepuk pelan pundak Baekhyun. Pria mungil itu sepertinya masih sangat kebingungan, namun rasa ingin bertemunya dengan tunangannya terasa jauh lebih besar. Maka dengan langkah perlahan, Baekhyun-pun memasuki kamar inap Chanyeol setelah memutar kenop pintunya. Jantungnya kembali berpacu cepat. Semakin lama, semakin dekat pula jaraknya dengan ranjang Chanyeol. Baekhyun sungguh merutuki kaki-kakinya yang malah terasa lemas dan berat untuk diangkat di saat penting seperti ini. Hal seperti ini selalu terjadi setiap kali ia merasa gugup, namun kali ini terasa jauh lebih parah karena ini adalah saat-saat yang Baekhyun tunggu, dimana orang yang ia cintai akhirnya membuka matanya, menatap ke dalam bola matanya, lalu berkata–
"Hey, Baek.."
Napas Baekhyun tercekat ketika suara bass yang terdengar serak itu memasuki indra pendengarannya.
"Bagaimana kabarmu?"
Dan airmata Baekhyun-pun mengalir dengan sempurna. Pria mungil itu masih bergeming di tempatnya dengan mata yang menatap manik coklat Chanyeol yang terbuka sempurna. Baekhyun sungguh tak percaya ini. Chanyeol bangun, benar-benar bangun dari komanya. Dan entah kenapa, hal itu membuat suara dan tenaga Baekhyun menghilang begitu saja. Bahkan udara di sekitarnyapun mendadak hilang, membuat paru-parunya terasa sesak untuk beberapa saat.
Ini benar-benar terjadi.
Akhirnya masa penantiannya berakhir.
"C–Chanyeol-ah.." Baekhyun menyebut nama Chanyeol lirih, juga sedikit bergetar. Kaki-kakinya mulai bisa digerakkan, meski masih terasa berat dan lemas, Baekhyun tetap berusaha untuk mendekati belahan jiwanya yang terbaring di atas ranjang. "Kau..benar-benar sudah sadar?"
Chanyeol tersenyum tipis, lalu menjawab, "Ya, Baek.." Airmatanya mengalir perlahan. "Maaf, sudah membuatmu menunggu.."
Pecah sudah semua rasa dalam dada Baekhyun. Perasaan lega, bahagia, juga cemas melebur menjadi satu, membentuk sungai airmata yang lebih deras dari sebelumnya. Merekapun berpelukan, tidak erat karena luka di tubuh Chanyeol belum sembuh benar, namun pelukan hangat itu bisa melepas rindu satu sama lain. Sementara di luar ruangan itu, Nyonya Park dan Yoora tengah tersenyum bahagia dengan airmata yang juga mengaliri pipi mereka karena pemandangan mengharukan tersebut. Hal yang sama juga terjadi pada Jiwon, sekalipun hatinya terasa sakit melihat pemandangan itu, ia turut bahagia melihat akhirnya Chanyeol dan Baekhyun bisa bersatu. Dan bagi Tuan Park sendiri, pemandangan itu –sungguh– tanpa diduga-duga membuat hatinya bahagia. Padahal pada awalnya ia merasa akan menyesali keputusannya merestui hubungan putranya dengan Baekhyun, namun anehnya hanya rasa bahagia yang menyeruak di hatinya. Bahkan lebih baik, hatinya merasa lega, seolah batu dengan berat berton-ton –yang dulu sempat mengganjal hatinya– terangkat dengan mudah sehingga memudahkannya untuk bernapas.
.
.
Ketika Chanyeol tengah diperiksa oleh Dokter Smith, Tuan Park memanfaatkan kesempatan ini untuk bicara empat mata dengan Baekhyun di taman RS. Pria paruh baya itu memiliki hal yang ingin ia katakan pada Baekhyun, sekaligus untuk menjawab rasa bingung pria mungil itu. Sementara itu, Baekhyun berada dalam posisi gugup maksimal. Ia tak bisa menebak apa yang ingin Tuan Park bicarakan, terlebih ketika mereka tak kunjung bicara setelah mendudukkan diri masing-masing di bangku taman RS St. Maria lima menit yang lalu. Ini terasa canggung bagi Baekhyun karena ini pertama kalinya Tuan Park ingin bicara dengannya secara pribadi dengan tidak diiringi bentakan atau tatapan menusuk. Tapi apapun yang ingin Tuan Park katakan padanya, Baekhyun sudah siap.
"Apa Chanyeol senang bertemu denganmu?" Tuan Park tiba-tiba membuka suara, membuat Baekhyun tersentak. Pria mungil itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal karena tak begitu yakin harus menjawab bagaimana, tapi sebisa mungkin ia tidak memperlihatkan kegugupannya di hadapan pria paruh baya itu.
"Sepertinya begitu."
Jeda sejenak.
"Chanyeol..," Tuan Park berkata lirih, "Sepertinya dia bangun karenamu."
Baekhyun refleks menoleh pada pria paruh baya yang duduk di sebelahnya itu, cukup terkejut karena ucapannya.
"Selama ini, Chanyeol tak pernah memberikan respon apapun saat ia koma, bahkan ketika aku sedang membicarakan keluarga kami. Namun anehnya, ia memberikan respon ketika aku sedang membicarakanmu. Itu sungguh di luar ekspektasiku." tuturnya, tersenyum kecut di akhir kalimatnya. "Dan kurasa..aku mulai paham." Tuan Park menoleh pada Baekhyun, balik menatapnya. "Kebahagiaan Chanyeol memang ada pada dirimu."
Baekhyun lebih terkejut lagi kali ini. Well, itu adalah pengakuan yang besar. Meski raut muka pria paruh baya itu terlihat begitu tenang, namun Baekhyun yakin tak mudah bagi Tuan Park untuk mengatakan hal ini, terlebih pada orang yang dibencinya. Pengakuan ini sungguh di luar nalarnya sampai membuat jantungnya berdebar cukup keras.
"Kau mencintai Chanyeol?" Tuan Park meleburkan keterkejutan Baekhyun, membuat pria mungil itu mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya menjawab 'ya'. Dan sebuah senyuman hangat nan tulus di sudut bibir Tuan Park menjadi akhir dari pembicaraan mereka. Pria paruh baya itu bangkit dari duduknya, lalu menepuk bahu Baekhyun pelan. "Maka, tetaplah menjadi kebahagiaannya.."
Entah sudah yang ke-berapa kalinya Baekhyun dikejutkan oleh kata-kata yang keluar dari mulut Tuan Park sampai membuatnya tak berkedip dengan benar. Benarkah hal yang ia dengar barusan itu? Baekhyun benar-benar ingin menampar dirinya sendiri hanya untuk memastikan bahwa ia tidak sedang berhalusinasi, namun dengan cepat ia menampiknya karena orang-orang di sekitarnya mungkin akan berpikir bahwa ia gila atau semacamnya. Menyadari dirinya bergelut dengan dirinya sendiri, Baekhyun-pun segera menggelengkan kepalanya, lalu cepat-cepat berlari menyusul Tuan Park yang sudah berjalan jauh di depannya.
"T–Tuan Park!" seru Baekhyun. Tuan Park menghentikan langkahnya, lalu menolehkan kepalanya pada Baekhyun. "Terima kasih banyak." Ia membungkuk hormat, lalu menatap manik pria paruh baya di hadapannya. "Saya berjanji akan terus menjadi kebahagiaan Chanyeol, karenanya..Anda tidak perlu khawatir."
Tuan Park tersenyum tipis menanggapinya. Tak ada kata, namun itu sudah cukup bagi Baekhyun. Setelah pria paruh baya itu meninggalkannya, Baekhyun-pun mengembangkan senyuman bahagianya. Ia memang tidak tahu apa yang membuat Tuan Park berubah seratus delapan puluh derajat begitu, namun ia begitu mensyukurinya. Apapun itu, Baekhyun harap ini semua adalah kenyataan, dimana ia akhirnya menemukan akhir bahagianya bersama orang yang ia cintai –Park Chanyeol.
###
Beberapa hari kemudian, keadaan Chanyeol mulai berangsur baik. Beruntung Chanyeol tak memiliki patah tulang pasca insiden, hanya luka-luka di beberapa bagian tubuhnya saja. Luka-luka tersebut juga mulai sembuh seiring berjalannya waktu, dan Chanyeol sudah bisa melakukan beberapa aktivitasnya seorang diri. Kehadiran keluarga Park dan Baekhyun di sisinya juga sangat membantu dalam penyembuhannya. Chanyeol sangat termotivasi untuk cepat sembuh, dan itu berhasil ia tunjukkan sampai hari ini. Namun luka bakar di wajah Chanyeol yang tergolong cukup serius, membuat pria tinggi itu harus terus menggunakan perban di wajahnya setiap harinya. Tuan dan Nyonya Park sudah mendiskusikan hal ini dengan Dokter Smith, dan ia mengatakan bahwa kerusakan pada wajah Chanyeol bisa diperbaiki dengan cepat melalui operasi bedah plastik. Untuk hal ini, Tuan Park ingin melakukannya di Seoul saja. Jadi, begitu Dokter Smith telah menyatakan bahwa keadaan Chanyeol sudah siap untuk pulang ke Korea Selatan, Tuan dan Nyonya Park segera memesan tiket pesawat untuk mereka, Chanyeol, Yoora, Jiwon, juga Baekhyun. Dan di hari Rabu pagi, pesawat yang mereka tumpangipun lepas landas. Setibanya mereka di Seoul, Chanyeol segera dibawa ke RS Kyunghee. Tuan Park memiliki beberapa kenalan dokter ahli disana yang mungkin bisa menolong keadaan wajah putranya. Tuhan-pun sepertinya sedang berbaik hati pada keluarga Park. Pria bertelinga lebar itu berhasil mendapatkan beberapa dokter ahli bedah plastik yang sanggup menangani kondisi wajahnya yang rusak akibat ledakan. Lalu setelah berkonsultasi dengan beberapa dokter ahli bedah plastik tersebut, Tuan dan Nyonya Park-pun menyerahkan putra mereka pada tangan mereka. Para dokter itu berjanji akan melakukan hal terbaik untuk memperbaiki wajah Chanyeol.
Hari demi hari berlalu, Chanyeol-pun telah melakukan serangkaian perawatan medis yang dianjurkan oleh para dokter ahli bedah plastik, termasuk melakukan operasi sebanyak dua kali. Operasi pertama Chanyeol adalah operasi pencangkokan kulit untuk mengganti kulitnya yang terbakar. Lalu untuk menghilangkan bekas dan jaringan parut di kulit pasca operasi pertama, Chanyeol-pun melakukan operasi lanjutan. Operasi kedua yang memilih metode laser scar removal ini dapat meminimalisir pembentukan bekas luka dan jaringan parut di wajah Chanyeol, sehingga dapat membuat luka bakar menjadi lebih halus dan rata. Bagian terbaik dari operasi ini adalah warna kulit yang telah dioperasi akan sesuai seperti kulit asli dan normal yang tidak mengalami luka. Memang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk sembuh sepenuhnya, namun semuanya sepadan. Chanyeol-pun tidak terlihat mengeluhkan hal ini karena ia ingin cepat-cepat sembuh. Lagipula, ia tidak akan merasa kesepian karena setiap harinya ia mendapatkan orang-orang yang ia sayangi –anggota keluarga Park, Jiwon, Jongin, dan Kyungsoo– menjenguknya di RS secara bergantian, bahkan Jongdae dan Kris pernah menengoknya. Kehadiran sang tunanganpun tak luput dari daftar, atau mungkin justru Baekhyun-lah yang paling sering menengok Chanyeol. Hal ini yang membuat anggota keluarga Park tidak terlalu cemas akan keadaan putranya, dan mempercayakan Chanyeol sepenuhnya pada Baekhyun. Mereka akan sesekali menelepon Baekhyun untuk menanyakan keadaan Chanyeol jika mereka tak bisa menjenguknya hari itu.
Sedikit cerita mengenai kehidupan Baekhyun di Seoul pasca kepulangannya dari Swiss, pria mungil itu kembali tinggal bersama sahabatnya –Jongdae– di apartemen minimalis mereka. Meskipun pria berwajah kotak itu sempat mempermalukan Baekhyun dengan memeluknya erat seraya menangis tersedu-sedu di hadapan umum ketika Baekhyun kembali ke Seoul, Baekhyun tetap merindukan Jongdae dan membalas pelukan itu. Baekhyun-pun diterima kembali bekerja di Korean Vogue, sebagai asisten kedua Kyungsoo –yang menjabat sebagai redaktur pengganti (sampai Chanyeol sembuh). Kinerja Baekhyun sebagai asisten kedua sudah jauh lebih baik sekarang, dan itu membuat Kyungsoo puas. Lalu mengenai Kris, hubungan Baekhyun dengan pria berambut pirang itu memang sempat menjadi canggung, namun itu tak berlangsung lama karena Kris sudah bisa bersikap biasa terhadap pria mungil itu. Baekhyun memang sempat bingung dan merasa tidak enak pada awalnya, namun lama kelamaan ia sudah bisa menerima hal itu berkat Kris. Mereka berdua sama-sama mulai melupakan masa lalu kelam di antara mereka, dan memulai semuanya lagi dari awal sebagai teman.
Hal-hal baik terus mendatangi Baekhyun, dan ia bersyukur akan semua hal itu.
###
Hari Minggu di musim semi yang cerah ini merupakan hari yang ditunggu-tunggu oleh Chanyeol, Baekhyun, Tuan dan Nyonya Park, Yoora, Jiwon, Kris, Jongin, Jongdae, dan Kyungsoo. Kenapa? Karena hari ini adalah hari dimana dokter akan melepaskan perban di wajah Chanyeol setelah operasi kedua dilaksanakan. Hasil operasi bedah plastik itu akan terlihat sekarang dan tak seorangpun di dalam kamar inap yang ditempati Chanyeol itu yang tak pernasaran dibuatnya. Momen ini tentunya menghasilkan kegugupan tersendiri. Tak hanya para dokter dan Chanyeol, Baekhyun dan yang lainnya juga merasa gugup dibuatnya. Mereka merasa waktu berjalan begitu lambat ketika Dokter Lee mulai membuka perban di wajah Chanyeol secara perlahan.
"Hey, bagaimana kalau wajahnya jadi jelek setelah dioperasi?" bisik Jongdae pada Baekhyun, yang kemudian mendapatkan sikutan di perut dari pria bermata sipit itu. Well, itu adalah yang ke-sekian kalinya Jongdae mewanti-wantinya, tapi pikiran Baekhyun tetap tidak berubah. Sejelek atau setampan apapun Chanyeol nantinya, ia tetaplah Park Chanyeol –pria yang ia cintai, dan Baekhyun tak akan meninggalkannya hanya karena parasnya berubah pasca operasi. Menurutnya pemikiran Jongdae itu sangat dangkal dan konyol.
"Selesai." ucap Dokter Lee, dan semua orang sontak menahan napas mereka. Semua mata tak lepas dari setiap inci perubahan di wajah Chanyeol.
Hening.
"Wow." Jongin takjub. Yang lainnya tak mengucapkan apapun, hanya menatap wajah Chanyeol dengan ekspresi tak terbaca.
"Apa? Bagaimana dengan wajahku?" tanya Chanyeol bingung. Pria tinggi itu menatap orang-orang yang mengerumuninya dengan ekspresi ingin tahu. Ia berusaha membaca ekspresi mereka, namun ekspresi orang-orang ini sungguh tak bisa ia baca. Dokter Lee yang melihat ekspresi orang-orang ini jadi geli sendiri. Dokter berumur tiga puluh tahunan itupun tersenyum seraya memberikan cermin pada Chanyeol sehingga ia dapat melihat wajahnya. Dengan jantung berdebar kencang, Chanyeol-pun mengarahkan cermin itu tepat di wajahnya, dan–
"Tak banyak yang berubah." Dokter Lee menyimpulkan, membuat semua orang di dalam sana menatapnya untuk mendengarkan penjelasan lebih lanjut. "Terima kasih pada kemajuan teknologi medis, kami –para dokter– bisa mengembalikan wajah Chanyeol seperti semula. Well, memang belum sepenuhnya kembali seperti semula, tapi akan semakin membaik seiring dengan berjalannya waktu."
Semua orang di dalam ruangan itupun pada akhirnya dapat menghela napas lega mendengar berita baik ini. Tuan dan Nyonya Park kemudian berbicara dengan Dokter Lee di luar ruangan, membiarkan para muda-mudi berbincang dengan Chanyeol. Well, jarang-jarang sekali bukan mereka bisa berkumpul di saat yang bersamaan?
"Yak, kenapa kau mengatakan 'wow' tadi?" tanya Chanyeol pada Jongin, terdengar seperti protesan. Padahal sudah jelas-jelas wajahnya tak banyak berubah dari sebelumnya, tapi respon Jongin tadi mengatakan seperti wajah Chanyeol banyak berubah pasca operasi.
"Aku hanya takjub pada kemajuan teknologi medis zaman sekarang. Padahal aku sudah berpikir wajahmu itu akan berubah total, tapi ternyata tidak juga." bela Jongin.
Chanyeol menaikkan sebelah alisnya. "Berubah total bagaimana maksudmu?"
"Jadi jelek?" Yoora dan Jongdae menebak bersamaan, dan Jongin mengangguk sebagai jawaban. Chanyeol dibuatnya menganga. Bagaimana mungkin orang-orang ini mengejeknya setelah ia mendapatkan hasil memuaskan dari dua operasi itu? Apakah mereka sebegitu inginnya melihat wajah Chanyeol berubah? Dan yang lebih buruknya adalah berubah menjadi jelek? Pria tinggi itu cukup tersinggung. Baekhyun bahkan tertawa bersama yang lainnya.
"Baek?" Chanyeol menghentikan tawa tunangannya dengan intonasi-boleh-minta-sedikit-pengertian? Dan Baekhyun mengerti. Pria bermata sipit itupun berdehem untuk menetralkan suaranya, sebelum akhirnya menyuruh yang masih tertawa untuk diam. Mereka memfokuskan diri masing-masing, dan menatap Chanyeol yang tengah cemberut.
"Chanyeol, ayolah, kami hanya bercanda. Ini hal yang bagus jika wajahmu bisa kembali seperti semula. Ini berita yang baik, bukan begitu?" Kyungsoo berusaha menghibur sepupunya dengan meminta pendapat yang lain.
"Benar, Yeol. Aku saja sampai terkejut." Jiwon menimpali.
"Maksudnya kalian sempat mengharapkan wajahku berubah jadi jelek, begitu?" Chanyeol bertanya dengan sarkastis.
"Well, that would be awesome~" Kris menggoda Chanyeol, yang disambut gelak tawa oleh yang lainnya. Benar-benar ucapan yang tidak membantu. Chanyeol dibuatnya semakin kesal.
"Tenang saja, Tuan Park. Sekalipun kau jadi jelek, Baekhyun akan tetap mencintaimu." Yoora mengedipkan matanya jahil pada Baekhyun. "Iya'kan, Tuan Byun?"
Baekhyun jadi salah tingkah dibuatnya, tapi ia tetap mengangguk menjawab godaan calon kakak iparnya itu. Pipinya yang putih itu sedikit bersemu, dan menurut Chanyeol itu sangat manis. Meski dalam hati, pria tinggi itu merasa bahwa Baekhyun tak benar-benar mengiyakan ucapan Yoora.
"Ngomong-ngomong, kesembuhan adikku harus dirayakan, bukan? Bagaimana kalau kita berpesta setelah ia keluar dari sini?" usul Yoora bersemangat, yang tentu saja dibalas dengan anggukan setuju oleh semuanya juga semangat berpesta berlebih dari Jongin dan Jongdae. Sementara Yoora dan yang lainnya disibukkan dengan rencana pesta kesembuhan Chanyeol, Baekhyun justru lebih memilih untuk duduk di samping Chanyeol.
"Kau sungguh tidak apa-apa?"
Baekhyun mengerutkan dahinya tak mengerti karena pertanyaan tiba-tiba dari Chanyeol itu. "Maksudmu?"
"Aku yang seperti ini," Chanyeol menunjuk wajahnya yang belum sepenuhnya sembuh dari bekas operasi, "Kau benar-benar tidak keberatan?"
Baekhyun menghela napas mendengarnya. Rupanya tunangannya itu masih memikirkan hal kecil ini.
"Kau tahu itu tidak berpengaruh pada perasaanku terhadapmu'kan?" Baekhyun balik bertanya.
"Ya, aku tahu itu, tapi..hanya saja..kau tahu?" Chanyeol mengedikkan bahunya. "Apapun bisa berubah'kan?"
Baekhyun tersenyum maklum mendengar ucapan Chanyeol itu. Well, secara teknik, itu memang benar. Tapi pria mungil itu tidak membenarkannya untuk perasaan tulusnya pada Chanyeol. Bahkan ketika Chanyeol dirawat di RS, Baekhyun tak pernah berpikir untuk meninggalkannya. Sekalipun cobaan yang mereka hadapi begitu berat, tapi Baekhyun tidak akan pernah meninggalkan Chanyeol kecuali jika pria tinggi itu yang memintanya. Dan Baekhyun tahu Chanyeol juga akan melakukan hal yang sama dengannya jika ia berada di posisinya. Maka dengan pikiran seperti itu, Baekhyun-pun menggenggam tangan Chanyeol, membuat yang lebih tinggi menatapnya tepat di manik coklatnya, kemudian berkata, "Itu tak berlaku pada perasaanku, Yeol.."
Chanyeol sungguh tak menduga akan jawaban ini. Well, ia pikir setelah semua kejadian buruk yang menimpa Baekhyun, perasaan pria mungil terhadapnya itu mungkin akan berubah. Tapi ternyata tidak. Chanyeol tahu pasti bahwa Baekhyun bersungguh-sungguh akan setiap kata yang ia ucapkan. Chanyeol mengetahuinya melalui sorot mata yang Baekhyun perlihatkan padanya, dan itu membuat hati pria tinggi itu menghangat. Dalam hati, Chanyeol benar-benar mensyukuri bahwa cinta Baekhyun padanya itu tulus, tidak seperti yang ada dalam pikiran dangkalnya. Chanyeol juga bersyukur bahwa pilihan hidupnya itu jatuh pada Baekhyun karena ia benar-benar tidak salah pilih. Tak bisa membendung perasaan bahagianya, Chanyeol-pun melayangkan sebuah kecupan singkat di bibir Baekhyun, membuat pria mungil itu terkejut.
"Terima kasih~" Chanyeol tersenyum bocah setelahnya, terlihat jelas tidak memedulikan ekspresi terkejut tunangannya. Well, memang orang-orang dalam ruangan tersebut tidak ada yang menyadari kecupan itu selain Baekhyun dan Chanyeol sendiri, tapi tetap saja ini membuat Baekhyun malu. Akibatnya tidak hanya pipi Baekhyun, telinganya bahkan ikut memanas. Pria mungil itu sungguh merutuki kejahilan tunangannya, namun di saat yang sama, ia berterima kasih pada keberuntungannya juga. Hell, apa jadinya jika orang-orang yang satu ruangan dengan mereka itu melihat mereka berciuman tadi? Untung saja tidak ada yang sadar.
"Kau terlihat manis sekali kalau sedang merona begitu. Aku jadi ingin menciummu lagi~" goda Chanyeol lebih lanjut, dan Baekhyun ingin sekali memukul kepala Chanyeol jika saja ia tidak ingat bahwa tunangannya itu sedang sakit.
"Diam kau." Setelah berkata begitu, Baekhyun-pun berjalan memasuki toilet dalam ruangan itu guna menghindari kejahilan Chanyeol, sekaligus untuk membasuh wajahnya yang seperti sedang kebakaran.
###
Beberapa hari kemudian, Chanyeol sudah diperbolehkan pulang oleh Dokter Lee. Ini hal yang begitu menggembirakan. Pria tinggi itu bahkan tak kunjung melunturkan senyumannya, terutama ketika melihat Baekhyun juga sama bersemangatnya dengannya. Pukul sepuluh pagi, barang-barang Chanyeol telah dibereskan, begitupun dengan Chanyeol yang sudah siap pulang semenjak setengah jam sebelumnya. Tuan Park dan Baekhyun membantu membawakan barang-barang Chanyeol ke dalam mobil, sedangkan Nyonya Park membantu Chanyeol dalam setiap langkahnya. Yoora tidak datang untuk menjemput Chanyeol di RS karena ia harus mempersiapkan pesta kejutan untuk Chanyeol di kediaman Park. Chanyeol sempat mendengus mendengarnya. Pikirnya, apanya yang disebut kejutan jika Yoora sudah mengatakannya terlebih dulu padanya? Tapi kemudian wanita cantik itu membalas bahwa menyembunyikan kejutan itu sudah terlalu mainstream dan terlalu anak SMA, ia mengatakan lebih lanjut bahwa menceritakan pesta kejutan pada orang bersangkutan itu adalah tren yang akan diikuti orang-orang. Chanyeol memutar bola matanya sebagai respon.
Sekitar setengah jam Tuan Park habiskan untuk mengendarai Benz hitam miliknya menuju rumahnya. Begitu mobil itu diparkir di depan garasi kediaman Park, Chanyeol dan yang lainnyapun berjalan memasuki rumah itu. Kata 'kejutan' terdengar nyaring ketika Nyonya Park membuka pintu kediaman Park. Itu cukup mengejutkan, terutama bagi Nyonya Park. Well, teriakan tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah pesta kejutan yang dirancang Yoora dengan yang lainnya untuk menyambut kepulangan Chanyeol. Pesta kejutan itu benar-benar terjadi rupanya –pikir Chanyeol. Pesta kejutan itu tak hanya dihadiri oleh Jongdae, Jiwon, Kris, Kyungsoo, dan Jongin saja. Semua kerabat dan teman Chanyeol juga ikut datang –termasuk para karyawannya. Mereka semua menampilkan senyuman yang begitu cerah saat melihat Chanyeol memasuki rumah megah tersebut, dan Chanyeol turut senang dibuatnya. Kegembiraan di wajah orang-orang itu terlihat begitu tulus. Chanyeol tidak menyangka orang-orang itu akan gembira melihatnya lagi setelah setahun lebih tak bertemu.
Harus Chanyeol akui bahwa pesta yang dirancang Yoora dan teman-temannya itu benar-benar hebat. Seisi rumah dihiasi balon, meja diisi penuh dengan berbagai macam makanan dan minuman, juga sebuah spanduk besar dengan tulisan 'WELCOME HOME, CHANYEOL!' dipasang di atas tangga. Jujur, Chanyeol hanya membayangkan pesta kecil-kecilan saja dimana hanya ada teman-teman dan keluarganya yang datang, tapi ini semua sungguh di luar ekspektasi Chanyeol. Ia tak menyangka akan mendapatkan pesta sebesar ini. Sesi pertama pestapun dimulai dengan beberapa pidato singkat yang disampaikan oleh Tuan Park dan Chanyeol. Setelahnya, Yoora –sebagai perancang utama pesta– membuka pesta itu secara resmi. Pesta berlangsung dengan menyenangkan. Ada sesi karaoke dimana Jongin menyanyi dengan buruk dan semua orang –kecuali Kyungsoo– menyuruhnya turun, ada sesi lomba makan terbanyak yang dimenangkan oleh Jongdae, juga sesi game dimana semua peserta harus menemukan kartu nama orang-orang yang tersebar di halaman belakang kediaman Park dan memberikan tantangan aneh pada orang yang mereka temukan kartu namanya. Ya, semua orang bersenang-senang, tak terkecuali.
"Kau harus menjauhkan Eomma-mu dari Baekhyun." Suara Tuan Park berhasil membuat Chanyeol menoleh padanya.
"Kenapa?" tanya Chanyeol bingung.
"Lihat saja sendiri," Tuan Park menunjuk ke depan dengan dagunya, "Setiap kali mereka bertemu, Eomma-mu pasti akan menarik pipi tunanganmu. Lama-lama pipinya bisa melar, kau tahu?"
Chanyeol terkekeh. Tuan Park hanya mampu menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Nyonya Park –lagi-lagi– mencubit pipi Baekhyun karena gemas pada pria mungil itu, sedangkan Baekhyun hanya bisa pasrah menerimanya. Well, sepertinya dua orang itu sudah semakin dekat, dan Chanyeol yakin Eomma-nya akan menjadi saingannya dalam memperebutkan perhatian Baekhyun. Dan ngomong-ngomong soal menerima kehadiran Baekhyun, Chanyeol penasaran akan satu hal.
"Apakah Abeoji sudah bisa menerima Baekhyun, seperti Eomma?" tanya Chanyeol hati-hati. Matanya tak luput dari raut muka Tuan Park, memerhatikan dengan saksama setiap perubahannya kalau-kalau ada keraguan atau kebohongan disana.
"Hm." Tuan Park menjawab singkat, tanpa melepaskan pandangannya dari Baekhyun yang tengah tertawa bersama Nyonya Park.
"Abeoji benar-benar telah merestui hubunganku dengan Baekhyun'kan?" Tuan Park mengangguk pelan, masih memakukan perhatiannya pada istri dan tunangan putranya. Namun Chanyeol masih belum puas. Entah kenapa, dalam hatinya ia takut akan sesuatu, dan ia harus memastikannya sekarang. "Bagaimana dengan pendapat orang lain? Jika mereka mengejek keluarga kita, apakah Abeoji akan menarik restu Abeoji?"
Tuan Park kini menoleh pada putranya yang tengah menatapnya cemas. Bisa ia lihat raut ketakutan dalam air muka Chanyeol, dan Tuan hanya bisa tersenyum maklum. Putranya itu pasti khawatir pada nasib keluarga mereka juga Baekhyun, yang mungkin akan jadi bahan cemoohan orang-orang jika mengetahui Chanyeol adalah gay dan telah bertunangan dengan seorang pria. Namun Chanyeol salah jika berpikir ketakutannya itu akan terjadi.
"Tidak perlu khawatir," Sebuah tepukan dari Tuan Park mendarat di bahu kiri Chanyeol, "Aku sudah memilih kebahagiaanmu, jadi aku akan terima apapun konsekuensinya."
Dan Chanyeol-pun akhirnya dapat menghela napas lega. Raut muka Tuan Park-pun tak menampakkan kebohongan atau keraguan, dan ia percaya pada ucapan Abeoji-nya. Tuan Park bukanlah orang yang mudah terpengaruh pada perkataan orang lain, ambil saja kasus mengenai Baekhyun sebagai contoh. Jadi, Chanyeol bisa mempercayakan hal ini sepenuhnya pada Abeoji-nya.
Chanyeol tersenyum tulus. "Terima kasih, Abeoji."
Pandangan Chanyeol kini tertuju pada Baekhyun yang tengah tersenyum manis bersama orang-orang yang Chanyeol sayangi. Hatinya entah kenapa langsung menghangat. Dan di saat yang bersamaan, kebahagiaan tak terhingga juga menyeruak ke dalam hatinya, membuat perutnya serasa digelitiki oleh ribuan kupu-kupu. Efek kebahagiaan yang dirasakan dirinya dan Baekhyun'kah? Mungkin. Tapi Chanyeol tak mau terlalu memikirkannya, hanya ingin menikmatinya. Bagaimana mereka yang dulu menatap Baekhyun sebelah mata, kini tertawa bersama Baekhyun dan bukan menertawakannya. Bagaimana kebahagiaan Baekhyun terpancar jelas dari raut muka juga senyumannya setelah sekian lama tertutupi kabut kesedihan. Bagaimana dunia tak lagi berusaha memisahkannya dari belahan jiwanya –Byun Baekhyun, dan justru berbalik memihak mereka. Chanyeol merasakan semua itu untuk pertama kalinya, dan rasanya sungguh luar biasa.
Semuanya sempurna.
.
.
.
"Klimaks hidup seseorang terjadi ketika roda kehidupannya berada di bawah, dan hanya beberapa orang yang mampu melewatinya dengan baik." ― Azova10
.
.
THE END
.
Tiba-tiba ingin nambahin quote saya di akhir cerita *sok-sok-an* /PLAKS!/ Ya, jadi FF ini bener-bener end di chap 15. Saya memutuskan untuk mengakhiri FF ini sekarang karena tidak ingin menambah lebih banyak konflik ke dalamnya, takut kalian jadi bosen sedangkan saya apdetnya juga lama akhir-akhir ini (untuk yang satu ini tolong dimaklumin ya), jadi saya sungguh berharap endingnya memuaskan kalian. Dan sebagai catatan, FF ini TIDAK ADA sequel ataupun cerita ekstra. As usual, sebuah epilog untuk kalian. Enjoy~
.
.
.
EPILOGUE
"Jadi," Jongin menyeringai, "Kapan kalian akan menentukan tanggal pernikahan kalian?"
Pertanyaan itu cukup membuat Chanyeol dan Baekhyun terkejut. Meski si mungil tak bisa menutupi rasa malunya sehingga membuat pipinya memerah sempurna, tapi tidak dengan Chanyeol. Pria tinggi itu tetap bersikap tenang sekalipun ia ingin sekali mencekik Jongin sekarang juga karena godaan-tak-tahu-tempat-nya. Hell, Chanyeol tahu benar Jongin hanya menggoda mereka, jadi untuk apa ia merasa malu? Daripada malu, Chanyeol justru memiliki senjata ampuh untuk membalas asisten pertamanya itu, yakni–
"Sesegera mungkin, tapi daripada itu..," Chanyeol menyeringai seraya melirik Jongin dan Kyungsoo bergantian, "Kapan kau dan Kyungsoo akan mengumumkan status pacaran kalian?"
"Uhuuk! Uhukk!" Kyungsoo tiba-tiba tersedak, sedangkan Jongin melotot tak percaya. Lalu orang-orang di sekitar mereka? Mereka juga sama terkejutnya dengan Jongin. Mata mereka membulat sempurna, beberapanya bahkan menganga tak percaya. Sontak itu semua menarik perhatian semua orang dan dengan spontan mereka membentuk gerakan melingkari Kyungsoo dan Jongin seraya melayangkan berbagai macam pertanyaan yang tak bisa Jongin dan Kyungsoo jawab secara bersamaan. Sial. Dalam hati, Jongin berdecak kesal karena telah terjebak oleh Chanyeol. Well, meskipun ucapan pria tinggi itu memang benar, tapi dari mana Chanyeol mengetahuinya? Jongin dan Kyungsoo bahkan belum memberitahu siapapun mengenai hubungan mereka. Sementara di sudut lain, Chanyeol tengah tesenyum setan seraya menyesap segelas punch, menonton dengan santai raut kewalahan pasangan baru itu.
"Hey, apa itu benar? Jongin dan Kyungsoo berpacaran?" Baekhyun yang penasaran, bertanya pada Chanyeol.
"Sepertinya begitu."
Alis Baekhyun bertautan sempurna. Ia menatap bingung Chanyeol. "Apa maksudmu dengan 'sepertinya'? Kau baru saja mengatakan bahwa mereka pacaran."
"Mm-hm." Chanyeol tersenyum bocah. "Dan itu adalah sebuah tebakan beruntung~"
Baekhyun speechless dibuatnya.
(yup) THE END
.
.
.
I really can't explain how much I love you, guys. Kalian mengikuti FF saya dari awal, memberikan dukungan dengan klik fav/follow dan memberikan beberapa review. Saya benar-benar berterima kasih, sungguh. Well, semoga kalian nggak bosen baca dan review FF saya ya. *hugging you all tightly*
Last review for this FF, please?