"STEP SISTER"
Ch. 4
Neji dan Tenten memasuki rumah dari pintu belakang, mengendap-endap untuk menghindari ibu mereka. Sudah dipastikan sejauh apapun mereka melarikan diri dan menghindar, pasti mereka akan tetap terkena semburan ibunya. Namun entah kenapa Tenten tidak khawatir, ya selama ada kakaknya bersamanya, Neji pasti akan melindunginya.
"Ternyata kau sudah pintar membolos ya Neji"
Suara dingin Shion menggema di ruangan besar itu, membuat Tenten shock. Apapun resikonya, ia harusnya telah siap menerima.
"Dan aku tahu, bahwa dia lah yang telah menghasutmu. Sedari awal aku memang curiga."
Shion mendelik ke arah Tenten yang menundukkan kepalanya disamping Neji.
"Kaasan, berhenti menyalahkan Tenten. Akulah yang mengajaknya untuk membolos, ini bukan kesalahannya." Neji menjawab dengan suara tegas.
Sedetik setelah mengatakan hal itu, Neji berpaling pada Tenten. Ia bergumam pelan "Kembalilah ke kamarmu."
Gadis itu ragu-ragu untuk menuruti perintah kakaknya, namun setelah menatap dengan lekat, pandangan mata Neji seolah mengatakan 'Semuanya akan baik-baik saja, percayalah padaku.' Maka gadis itu memberanikan diri untuk melangkah pergi ke ruangannya. Langkahnya sempat terhenti sejenak ketika Shion berkata dengan suara keras, "Aku belum selesai bicara!" yang langsung disela oleh Neji dengan suara hampir sama kerasnya, "Bicaralah denganku Kaasan! Akulah yang bertanggungjawab disini."
Shion tersentak, Neji selalu bebicara dengan suara rendah dan nada yang monoton. Namun kali ini anak laki-laki tersebut bicara dengan nada suara yang dinaikkan. Jujur ini agak menyakiti hatinya. Apakah kebencian Shion pada Tenten sudah terlalu jauh? Apakah Neji malah sangat menyayangi seseorang yang dia anggap adik selama ini disaat Shion begitu membencinya?
Shion's POV
Kalian boleh membenciku sebab aku membenci karakter utama dalam kisah ini. Namun kalian takkan pernah mengerti seberapa hancurnya aku malam itu, seberapa lebar luka hatiku terbuka setiap kali melihat sosoknya saja? Sebelumnya aku pikir diriku adalah wanita paling bahagia. Aku menikah dengan sosok pria yang amat kucintai, ia tampan dan kaya raya. Setelah dua tahun menikah, kebahagiaanku disempurnakan oleh kehadiran buah hati kami, putra sulungku yang amat kubanggakan. Ia telah diwanti-wani untuk menjadi calon penerus perusahaan yang dijalankan oleh Almarhum suamiku.
Namun tiba-tiba dimalam yang ber badai itu, hidupku seolah diruntuhkan. Aku mendengar kabar yang sangat menyakiti hatiku. Siapapun wanita itu, ia telah merampas segala kebahagiaan dariku. Suamiku meninggalkanku dengan seorang anak yang harus ku asuh bersamaku, menjadi bagian dari keluarga kami. Seorang anak yang hingga kini selalu membuat darahku seolah mendidih, aku tak tahu mengapa kebencian ini mengakar meski kutahu ia hanyalah anak yang tak berdosa. Namun hatiku remuk tiap kali aku menatap sosoknya.
NORMAL'S POV
Tenten tidak ingin meninggalkan Neji sendirian dalam masalah, terutama ibunya tidak pernah marah sebesar ini pada Neji. Jelas-jelas ini semua kesalahan Tenten. Ia terlambat sekolah dan melibatkan Neji, bahkan mengajaknya untuk mengunjungi karnaval yang seharusnya tidak usah dia lakukan. Tenten ingin membantu Neji, namun ia terlalu takut untuk itu. Ia takut pada tatapan mata ibunya yang dalam dan menusuk tulang. Ia memang pengecut.
Maka malam itu ia habiskan dengan menangis sendirian di kamarnya yang sunyi. Ia memiliki keluarga, namun entah kenapa ia tak merasakan kebahagiaan, apalagi kehangatan seorang ibu. Tenten memeluk lututnya dengan erat ketika seseorang membuka pintu kamarnya. Itu adalah salah satu asisten rumah tangga senior dirumah ini.
"Tenten, ikutlah denganku sebentar. Ada hal penting yang harus kusampaikan padamu."
Gadis itu tidak banyak bertanya, ia hanya menyeka airmatanya dan mengikuti wanita itu dalam diam, hingga langkahnya membawa ia ke depan pintu kamar Neji. Tenten sempat bertanya-tanya ketika wanita sebaya ibunya itu mengeluarkan rombongan kunci untuk membuka pintu kamar Neji.
"Shion-sama mengurung Neji didalam kamarnya dan mempercayakan kuncinya pada saya, sementara ia pergi keluar untuk menenangkan diri." Ujar wanita tersebut seolah mengerti kebingungan Tenten.
Namun gadis itu masih merasa bingung, untuk apa mereka datang kesini? Begitu pintu dibuka dan mereka masuk kedalam, Neji sedang duduk di sisi kasur sambil menundukkan kepalanya, namun ketika melihat Tenten datang, ia cukup terkejut. Tenten belum pernah memasuki kamar Neji sebelumnya.
"Maafkan aku Neji-niisan. Ini semua salahku kau dihukum."
Tenten duduk melipat kakinya diatas karpet dihadapan Neji yang duduk di pinggir kasur. Ia menundukkan kepalanya dalam-dalam. Neji terenyuh. Ia meletakkan tangan besarnya diatas puncak kepala Tenten, mengusapnya tanpa bicara sepatah katapun. Mereka kemudian mengalihkan pandangan pada wanita yang telah mempertemukan mereka.
"Ada hal penting yang sudah seharusnya kalian ketahui di usia kalian saat ini." Ujar wanita itu dengan lembut, namun matanya menyiratkan sebuah kesedihan.
"Silakan, Shizune-san." Sahut Neji menyambutnya.
.
.
.
.
.
Tenten tidak percaya dengan apa yang didengarnya dari Shizune, kini airmata kembali merembes dari sudut-sudut matanya. Alasan mengapa Shion membencinya telah terkuak ke permukaan. Ia paham, sekarang ia mengerti. Dirinya tak ubah hanyalah anak haram yang terlahir sebab hubungan terlarang antara ibu kandung dan ayahnya. Begitu pula dengan Neji yang sama terkejutnya, setelah Shizune menceritakan alasan mengapa Shion selalu menghujami Tenten dengan tatapan benci, tak memperbolehkan Tenten untuk menyandang nama marga mereka dibelakang namanya, ia sadar ternyata selama ini mereka berbeda ibu.
"Itu hanya alasan mengapa Shion begitu tidak menyukai Tenten, sebab ia pun belum tahu kebenarannya."
Shizune kembali menyadarkan Neji dan Tenten dari keterkejutan mereka. Gadis itu mengangkat wajahnya dan menatap Shizune dengan penuh harap.
"Kuharap kau mendengarkanku hingga aku selesai bicara." Ujarnya pada Tenten. Shizune lalu beralih menatap Neji, "Dan aku telah bersiap untuk kehilangan pekerjaanku."
"Lanjutkanlah hingga selesai dan tak ada lagi yang perlu disembunyikan dari kami berdua Shizune-san. Aku akan berdiri di pihakmu, dan membayar untuk setiap kebenaran yang kau ungkap malam ini." Sahut Neji.
"Kau bukanlah anak haram, Tenten. Selama ini apa yang Shion-sama pikirkan tentangmu adalah salah. Karena kau bukanlah anak dari Anko dan Hizashi."
Sulit untuk menggambarkan ekspresi mereka berdua kali ini, Bingung? Sedih? Terkejut? Penasaran?
"Aku bekerja sebagai perawat di panti asuhan, sekaligus sebagai kerabat dekat Anko. Malam itu aku yang membawa keranjang bayimu, namun Hizashi merebutnya begitu saja dariku dan langsung membawamu serta Anko kedalam mobilnya. Ia tak bertanya padaku apakah itu benar bayi miliknya dan Anko? Ia langsung merebutnya begitu saja. Kau adalah anak lainnya yang lahir di hari yang sama dengan bayi Anko dan Hizashi. Ibumu meninggal begitu kau dilahirkan, dan pihak rumah sakit menitipkanmu pada kami. Saat kami menerima kedatanganmu, kalung bertuliskan namamu telah ada di lehermu, dan itu pasti dari ibumu. Sedangkan anak kandung mereka, telah diadopsi oleh sepasang suami istri lain pada malam yang sama tepat sebelum kedatangan Hizashi. Kau sama sekali tidak ada hubungan darah dengan klan Hyuuga, Tenten."
Shizune menitikkan airmatanya. Neji tak dapat menunjukkan ekspresinya lagi, kebenaran ini terlalu banyak menguras emosi. Sedangkan Tenten kembali 'terjatuh' setelah mendengar kebenaran ini. Ini jauh lebih menyakitkan. Di luar pintu yang tak tertutup itu, seseorang yang sedari tadi mendengarkan juga sama terkejutnya. Entah mengapa diam-diam airmata mengaliri kedua pipinya. Di balik pintu kamar Neji, ia menangis dalam diam.
"Setelah kejadian malam itu, aku mendengar kabar bahwa kau yang satu-satunya selamat dari kecelakaan tersebut. Namun ketika aku mencarimu ke rumah sakit yang bersangkutan, mereka bilang kau telah dibawa oleh pihak keluarga korban laki-laki, yang langsung mengantarku menuju kediaman Hyuuga. Akupun keluar dari panti dan mengajukan lamaran pekerjaan sebagai seorang asisten rumah tangga, untuk memantau perkembanganmu. Kupikir bila aku meninggalkanmu aku akan kehilanganmu dan tak bisa membagikan kebenaran ini bila kau dewasa."
"Aku tidak tega melihatmu menanggung beban ini sendirian, dari kecil kau dibenci oleh Shion seolah kau adalah sesuatu yang membawa petaka, padahal kau tidak salah apa-apa. Ini salahku. Andai saat itu aku tidak membiarkan Hizashi membawamu dan mengatakan yang sebenarnya, ini semua pasti takkan terjadi."
Tenten lekas memeluk Shizune yang hampir terisak. Bagaimanapun Shizune telah mengorbankan hingga 16 tahun lamanya berada di kediaman Hyuuga sebagai pelayan hanya agar tidak kehilangan jejak Tenten.
"Tak apa-apa Shizune-san. Aku paham bagaimana perasaan Kaasan, ia tidak salah sebab ia pun tak tahu kebenarannya. Aku juga sangat beruntung, karena Kaasan masih mau merawat dan menjagaku hingga sebesar ini."
Tenten menyeka airmatanya. Ia berpaling pada Neji yang tatapannya lesu. Apa yang akan terjadi setelah ini?
"Neji-san, maafkan aku selama ini mengganggu keharmonisan keluarga kalian, aku bagailah duri dalam daging. Aku terlalu beruntung bisa hidup ditengah-tengah keluarga kalian. Namun kini kita telah tau bahwa aku bukan siapa-siapa. Aku tidak berhak menginjakkan kaki dirumah ini lagi. Aku juga harus mengusaikan rasa benci Kaasan terhadapku. Aku sangat berterimakasih yang sebanyak-banyaknya, sampai kapanpun kalian akan kuanggap sebagai keluargaku sendiri. Terimakasih telah memberiku kesempatan untuk merasakan bagaimana rasanya punya Ibu dan seorang kakak laki-laki."
Neji menatap dengan lekat. Ingin sekali ia marah dan berkata kasar. Tenten bukanlah duri dalam daging, namun gadis itu bagaikan air yang selama ini menyegarkan hati keringnya. Kehadiran gadis itu sungguhlah berharga didalam hidupnya. Ia tak dapat membayangkan jika Tenten tak ada, betapa monoton dan abu-abunya hidup yang ia jalani. Ia bersyukur Tenten ada.
"Kau takkan pergi kemana-mana. Aku takkan membiarkanmu. Sungguh. Takkan kuterima alasan apapun yang kau utarakan untuk meninggalkan rumah ini."
Neji selalu menjaga ekspresi dan intonasi suaranya untuk tetap stabil ketika berbicara, kepada Tenten sekalipun. Namun kali ini berbeda. Entah kenapa ia merasa begitu kacau, dan ia terdengar sangat egois. Namun Tenten harus patuh, bahkan Neji memohon dalam hatinya agar Tenten patuh pada perkatannya, untuk sekali lagi ini saja.
"Aku akan mulai untuk mengemas barang-barangku. Shizune-san, aku minta maaf yang sebesar-besarnya. Apapun yang kulakukan untukmu sepanjang hidupku mungkin takkan pernah bisa mengganti waktu 16 tahun kesia-siaanmu mengawasiku. Tapi aku akan berbicara dengan ibu dan meminta untuk tidak mengambil pekerjaanmu."
Shizune menggeleng, matanya masih basah karena airmata. "Jika kau memutuskan untuk pergi, maka aku akan ikut bersamamu. Aku ada disini karena mengejarmu, jadi kau tak punya alasan untuk meninggalkanku."
"Tenten, apa kau tidak dengar? Kau selalu menurut pada apa yang aku katakan, sekarang kubilang padamu untuk tidak pergi. Tidak pergi kemanapun. Tetaplah disini, aku tak perduli apa yang terjadi, jadilah seorang adik manis yang penurut!"
Tenten tersenyum getir. "Justru karena itu, selama ini aku selalu mengikuti perkataanmu. Maka kali ini biarlah aku menjadi seorang adik yang tidak patuh. Aku tidak peduli bila aku akan menjadi seorang adik yang tidak tau diri. Kau telah menjagaku sampai sejauh ini dan aku sangat menghormatimu, bukan berarti aku tak bisa mengambil keputusanku sendiri."
Tenten berjalan kearah pintu keluar, dan Shizune mengikutinya. Namun Neji terpaku membeku ditempatnya berdiri. Ia kehabisan akal. Bayangan Tenten pergi meninggalkannya seolah bagai sebuah realita yang mengerikan, ia terlalu takut untuk menghadapinya. Entah sejak kapan Neji menjadi begini, menjadi seorang yang pengecut dan egois. Namun entah kenapa pula kebenaran tadi membuatnya merasakan suatu perasaan lega. Entah sisi kecil mana dari sudut hatinya yang merasakan suatu gejolak perasaan 'gembira' yang tidak disadarinya karena kemudian ditenggelamkan oleh perasaan tak ingin kehilangan.
Ketika Tenten melangkahkan kakinya keluar dari ruangan Neji, ada semacam kebahagiaan yang seolah direnggut darinya. Hatinya mendadak kosong, seolah-olah hal yang sangat penting telah menghilang dari sana. Ia merasa telah meninggalkan sesuatu yang sangat berharga, tertinggal didalam ruangan itu, dibalik pintu itu.
Ketika membicarakan segalanya dan keputusannya dengan Shion, Tenten benar-benar akan pergi dari rumah itu. Bukannya tak bertanggungjawab atau bermaksud memutuskan 'ikatan darah' yang terjalin diantara mereka, namun Tenten tidak ada hubungan darah apapun dengan keluarga ini. Ia akan merasa malu bila terus menetap disana. Bahkan seharusnya dari awal semenjak ia sudah mengerti mengenai 'perbedaan' yang dibangun ibunya diantara hubungan mereka, dari sanalah sudah tak ada lagi alasan baginya untuk tetap tinggal. Shion tidak mencegah kepergian Tenten bersama Shizune, namun ia juga tidak meninggalkan simpati terhadap mereka. Katakanlah hatinya telah membeku sekeras batu. Ia hanya menanyakan kemana Tenten akan pindah? Bagaimana dengan sekolahnya atau siapa yang akan membiayainya? Dan hal-hal semacam itu. Namun jelas, Neji lah yang paling terpuruk dengan keadaan ini. Ia tidak turun untuk makan ataupun sekolah. Neji seolah telah kehilangan alasannya untuk hidup.
To Be Continued...
Huwaa parah bener... masih ada yang ingat dengan fiksi satu ini? Saat saya periksa ternyata sudah banyak laba-laba yang mendirikan sarangnya disana :"D ini sudah tahun 2017 loh #PLAKKS
Saya menyayangkannya sebab chapter yang sebelumnya sudah saya selesaikan malah hilang :'( sehingga membuat saya harus mengulanginya lagi. Jadi mungkin jalan ceritanya agak berbeda, semoga masih gak keluar jalur :'v dikarenakan aktivitas yang menggunung dan gak ada habisnya, saya gak sempet.2 melanjutkan fik ini ataupun fiksi.2 lainnya, (bahkan udah lupa sama plot awalnya dan mesti baca ulang :'v) gomen saya berterimakasih untuk semua yang telah mereview, saya tidak bisa membalas satu-satu, namun saya sempatkan menulis ini karena komentar kalian memberikan semangat buat saya:D pokoknya "Terimakasih banyak" untuk yang telah repot-repot berkomentar... silakan berkomentar lagi, dan tolong berikan saya Krisar supaya gaya penulisan saya semakin maju dan semakin nyaman untuk dibaca kedepannya sekali lagi terimakasih banyakk, dan saya agak kurang nyaman mengucapkan ini, tapi "Selamat menunggu kembali^^) #Digampar
