Sharing

A Naruto fanfiction by beethoja

Naruto Characters (c) Masashi Kishimoto

.

Chapter 1

ZRASSHH!

Hujan lebat seketika mengguyur wilayah hutan perbatasan Konoha-Suna. Hari sudah semakin gelap, keadaan hutan itu semakin menjadi tidak bersahabat karena suasana nya yang mencekam.

Sebetulnya keadaan seperti ini adalah idaman semua orang, bukan? Di mana mereka bisa mengakhiri hari mereka yang melelahkan dengan tidur nyenyak diiringi suara hujan. Rasanya pasti nyaman apabila kita menggeliat di dalam selimut tebal dan bersiap untuk masuk ke alam mimpi, sementara dari luar sana terdengar suara tetes-tetes air hujan yang menyentuh atap dan tanah secara membabi buta, dan hawa dingin-tapi-menyenangkan pun menyerang.

That's extremely relaxing, right?

Namun berbeda dengan dua anak manusia yang sekarang ini tengah berteduh di bawah naungan pohon yang besar. Yah, sebetulnya berteduh di bawah pohon ketika hujan lebat bukan hal yang terlalu baik, petir bisa saja menyambar kapanpun ia mau. Tapi mau bagaimana lagi, tidak ada tempat lain di hutan ini untuk berteduh sementara.

Kedua anak manusia berbeda gender itu terlihat sedang berdebat. Si wanita terlihat sedang lemah, namun naluri kecerewetannya tidak bisa dipungkiri. Sedangkan si pria terlihat lebih tenang menjawab setiap ocehan sang wanita.

"Kita tidak bisa berlama-lama di sini, Shikamaru!" terdengar lagi ocehan si wanita yang merupakan kakak tertua dari Kazekage Suna itu.

Pria yang dipanggil Shikamaru itu pun menghela napas. "Lalu kau mau apa? Keadaanmu masih belum sehat total, ingat?"

"Tidak bisakah kita tetap melanjutkan perjalanan? Aku punya mantel hujan, lihat ini!" Temari mengacungkan mantel hujan nya yang transparan itu di hadapan Shikamaru.

"Menarik. Aku juga punya," Shikamaru hanya menjawab seadanya sambil meraih mantel hujan yang ada di dalam tasnya.

Temari memutar bola matanya, kesal setengah mati. "Seriuslah sedikit, Gaara sedang membutuhkanku."

"Aku juga serius. Dan menurutku nyawamu lebih penting daripada urusan pekerjaan itu," Shikamaru menatap lurus kedua mata Temari. Ia bisa melihat mata gadis kesayangannya yang indah itu meski hutan ini gelap.

"Oh, ayolah. Aku tidak mungkin mati hanya karena kehujanan."

Sebetulnya, Temari bisa saja kabur dan pergi ke Sunagakure sendirian tanpa Shikamaru. Kapanpun Temari bisa saja meninggalkan Shikamaru yang bersikeras tidak mau melanjutkan perjalanan. Temari adalah kunoichi yang kuat dan tangguh. Selemah apapun keadaannya, dan seburuk apapun medan yang dilaluinya, ia pasti akan melalui semua itu jika ia mau.

Akan tetapi, tangan kekar Shikamaru yang terus mendekap pinggang rampingnya sedari tadi nampaknya berhasil meluluhkan hati Temari untuk tidak gegabah pergi menerobos hujan lebat dan melanjutkan perjalanan sendirian. Aku bahkan tak yakin Temari sanggup meninggalkan pria itu sendiri di hutan, apalagi Shikamaru sekarang bukan sekedar rekan kerja lagi baginya.

"Kita masih butuh 2 hari lagi untuk sampai di Suna," Shikamaru membuka mantel hujan Temari yang masih terlipat rapi. "Cepat pakai, aku tahu penginapan di dekat sini."

Temari menatap Shikamaru dengan kedua matanya yang membulat sempurna. "Apa perlu sampai menginap segala?"

Tanpa banyak bicara dulu, Shikamaru langsung meraih mantel hujan yang masih tergeletak di atas pangkuan Temari lalu dengan cepat memakaikannya ke tubuh gadis itu. Sementara Temari hanya terdiam sambil membiarkan Shikamaru memakaikan mantel hujan itu di tubuhnya.

"Aku mengantarmu jauh-jauh ke Suna bukan hanya untuk menemani, tapi aku juga bertanggung jawab atas nyawamu. Cepat kaitkan mantelmu," Shikamaru meraih mantel miliknya lalu juga dengan gesit memakainya.

Temari tersenyum menatap pria di hadapannya ini sambil mengaitkan mantel miliknya. Meski nada bicara Shikamaru terdengar datar dan malas, tapi jelas ia bersungguh-sungguh mengatakan hal itu. Temari sangat menyukai sikap protektif Shikamaru, yang entah sejak kapan dan darimana datangnya itu.

Shikamaru yang sekarang memang berbeda dengan Shikamaru yang dulu. Mana mungkin seorang Nara Shikamaru rela jauh-jauh pergi ke Suna hanya demi menemani seorang kunoichi pulang ke desanya jikalau bukan karena tuntutan misi dari Hokage? Dan kabar baiknya, kepergiannya menemani Temari ini bukanlah misi, namun murni merupakan keinginannya sendiri.

Cinta memang ajaib.

"Sudah siap?" Shikamaru menempatkan tas ranselnya di depan dadanya. Gadis itu mengangguk sebagai jawaban.

Shikamaru berjongkok membelakangi Temari, seperti menunggu seusatu. Melihat itu, Temari menaikkan sebelah alisnya dan berucap, "Sedang apa kau?" tanya nya polos.

Shikamaru menoleh ke samping, "Ayo naik. Tunggu apa lagi?"

Gadis itu kemudian tertawa lepas. Lucu saja rasanya tiba-tiba Shikamaru menjadi seperti seorang ayah yang sedang berjalan-jalan dengan anak perempuannya, tapi kemudian anak perempuannya lelah dan ayahnya memutuskan untuk menggendongnya.

Temari akhirnya bersandar pada punggung Shikamaru, kedua tangannya mendekap erat leher pria itu. Gadis yang terkenal mandiri dan tangguh itu rasanya perlu dimanjakan sesekali. "Arigatou, Shikamaru."

Pria jangkung itu hanya tersenyum sebagai jawabannya. Kaki-kakinya melangkah dengan mantap, melompati dahan-dahan pohon untuk menuju ke tempat penginapan yang dimaksud.

Hujan semakin lebat, namun bukan rasa dingin yang diterimanya, melainkan kehangatan yang luar biasa ketika ia merasakan Temari semakin mengeratkan pelukannya.

"Bersabarlah, kita akan secepatnya sampai, Temari."

"Mm," Temari memejamkan kedua matanya. Kedua tubuh yang melekat erat itu benar-benar menciptakan sensasi nyaman dan hangat untuk keduanya.


Tak butuh waktu lama untuk mencapai tempat penginapan yang dituju Shikamaru. Dalam waktu beberapa menit mereka pun tiba di teras kecil penginapan itu.

Ini adalah penginapan yang bisa dibilang cukup laris karena banyak disinggahi oleh para shinobi yang sedang menjalankan misi ke desa lain. Meskipun penginapan ini terbilang sederhana, namun penginapan ini memiliki kedai-kedai kecil yang menjual makanan dan minuman, adapun tempat pemandian air panas yang tidak terlalu besar.

Setelah membungkus mantel hujan mereka yang basah kuyup, kedua sejoli itu pun memasuki pintu utama pengingapan. Begitu membuka pintu penginapan, meja resepsionis sederhana langsung terpampang di hadapan mereka.

"Selamat malam, selamat datang!" sapa seorang wanita muda di balik meja konter resepsionis. Wanita muda itu bertubuh super langsing, kulitnya putih pucat seperti Sai, dipoles dengan dandanannya yang lumayan... menor. Ia mengenakan blouse putih dibalut dengan vest hitam. "Berapa kamar?"

"Dua kamar single masih ada?" tanya Shikamaru sesampainya di depan meja resepsionis. Sementara di belakangnya, Temari masih terlihat sibuk dengan sesuatu.

"Masih ada. Biayanya 1000 yen per malam untuk 1 kamar," jawab resepsionis muda itu dengan ekspresi wajah yang cerah.

"Kalau begitu―"

"―Tu, tunggu Shikamaru!" Temari menarik pundak Shikamaru untuk membalikkan badannya. Wajahnya terlihat gugup dan bingung. "Sepertinya uangku tidak cukup untuk membayar 1 kamar.."

"Berapa uangmu?" tanya Shikamaru, "Biar kutambahkan saja, aku punya 1500 yen."

"Tetap tidak bisa.." ujar Temari pelan, lalu membuka dompet kecilnya untuk diperlihatkan kepada Shikamaru. Di dalamnya hanya ada selembar uang 100 yen.

Melihat itu, Shikamaru refleks menahan tawanya. "Kenapa uangmu tinggal segini? Dengan ini kau mungkin hanya bisa mendapatkan bungkus roti."

Temari bergidik kesal, "Jangan tertawa begitu, aku kan harus membayar biaya rumah sakit di Konoha, jadi uangku tinggal sedikit.."

"Oh iya, maaf aku hampir lupa," Shikamaru mencubit hidung Temari lalu berbalik kembali menghadap si resepsionis. "Nona, apakah ada kamar yang lebih murah? Untuk 1 orang?"

"Tidak ada, Tuan," wanita muda itu menggeleng sambil tersenyum, "Ini harga standard untuk semua kamar single."

Sejenak sepasang manusia itu saling melempar pandangan.

"Mmm, kalau mau, masih tersedia 1 kamar untuk dengan 1 ranjang double bed, bisa untuk 2 orang," wanita itu memberi saran sambil tetap tersenyum ramah. Ia pun menambahkan, "Biayanya 1300 yen per malam."

"Bagaimana ini?" Temari masih terlihat bingung, berbeda dengan Shikamaru yang masih terlihat santai dan tenang.

"'Bagaimana?' Ya sudah kita pesan saja kamar itu. Toh uangku masih cukup," jawab Shikamaru dengan santainya.

"HEH APA KAU GILA?!"

Mendadak suara menggelegar Temari barusan membuat si wanita resepsionis mundur satu langkah, demi kenyamanan dan keselamatan diri sendiri.

"Kamarnya tinggal 1, kalau kita tidak cepat nanti kita tidak dapat kamar! Merepotkan."

Sesaat setelah Shikamaru mengatakan itu, masuklah sepasang―yang terlihat seperti―kekasih atau mungkin suami-istri yang tengah dimabuk asmara. Sambil berjalan masuk pun bibir mereka tak pernah terpisahkan dari satu sama lain.

Jelas sekali mereka pasti akan memesan kamar itu.

Shikamaru pun bergerak cepat.

"Nona, aku pesan kamar itu!" dengan cepat Shikamaru beralih kepada wanita muda itu, tanpa mempertimbangkan reaksi Temari. Suaranya sedikit meninggi akibat kepanikan sesaat yang melanda. "Satu malam saja."

"Baik, Tuan," si wanita muda menyahut dengan senyum manis di wajahnya, sambil menerima uang yang diserahkan Shikamaru di atas meja konter itu. Ia mengayunkan jari-jari rampingnya dengan lincah di atas mesin ketik untuk kemudian mencetak semacam kwitansi atau bukti booking-an kamar.

Sementara si wanita sibuk dengan mesin ketik nya, Shikamaru melirik gadis yang ada di sampingnya dengan cengiran iseng. Terlihat jelas Temari nervous. Gadis itu terdiam, pandangannya lurus ke depan dengan mata yang membulat, dan kedua pipinya pun memperlihatkan semburat-semburat merah.

"Kenapa kau gugup begitu, bukannya senang?" pria itu berbisik menggodanya.

"Grrrr, apa-apaan?!" Temari memasang tampang galak, alih-alih menutupi perasaannya yang gugup setengah mati. Dengan kasar tangannya terangkat lalu memukul punggung Shikamaru dengan keras.

Wanita resepsionis itu sudah selesai dengan urusan mengetiknya, ia pun menyodorkan secarik kertas dan kunci kamar kepada Shikamaru. "Silahkan, Tuan dan Nona, kamar kalian ada di lantai 2, kamar nomor 29," kata wanita muda itu ramah dengan gestur yang apik.

Orang ini begitu mengagumkan, meski hari sudah semakin malam, dan harus melayani banyak pengunjung, tapi kualitas pelayanannya seperti tidak pernah berkurang.

"Terima kasih banyak," Shikamaru meraih kertas dan kunci itu dari tangan si wanita resepsionis, kemudian mendekap pundak Temari yang terasa kaku, lalu berjalan menuju kamar mereka.

Tak lama setelah itu terdengar omelan dari sepasang kekasih yang mesra tadi.

.

.

Awas kalau kau berani macam-macam denganku!

Macam-macam bagaimana maksudmu?

Jangan pura-pura tidak mengerti, Shikamaru. Kau jenius, aku tahu itu.

Jangan pura-pura galak, aku tahu kau senang.

DUAK!

Dasar wanita merepotkan.

.

.

TO BE CONTINUED


A/N: Hahahah entah kenapa saya kepikiran bikin fanfic ini, dan idenya muncul gitu aja waktu saya lagi tiduran tadi pagi setelah mandi, dan dengan NEKAT ngepublish fic ini. Padahal seharusnya saya sekarang ngerjain tugas kuliah T_T hehe gapapalah sekali2 telantarin tugas lah ya (ditabok dosen). Sebenernya saya berniat bikin ini oneshot tapi rasanya kepanjangan ._. jadi MUNGKIN chapter depan selesai :) Saya bakal berusaha semampu saya buat lanjutin fanfic ini :)

Oh iya mengenai judulnya, saya tuh emang payah nyari judul, tapi semoga ga melenceng banget ya T_T

Selanjutnya saya mau ceritain gimana kisah mereka pertama kali dalam seumur hidup, tidur bareng sekamar ;) sayangnya sih ga ada lemon HEHEHE

Mohon review dan sarannya yaa kalau berkenan :D Thank you!