Kuroko no Basuke(c) Fujimaki Tadatoshi. Tidak mengambil keuntungan materiil dari fanfiksi ini.
a/n: Yah, niatnya sih buat tempat nampung ide random kifemkuro yang nggak akan jadi satu fik utuh. Sekalian buat celenj diri sendiri, karena skill nulis saya naik-turun kayak gelombang longitudinal. Enjoy /o
#1 langit dan petualang
Kise pernah membicarakan langit seolah itu adalah tempat terindah di dunia, sambil mengelus puncak kepala Kuroko lalu berjanji akan mengajaknya ke sana suatu saat. Kise pernah membicarakan langit seolah di sana ia sungguh bebas dan paru-parunya merindu udara, sambil merapikan ujung-ujung taffeta Kuroko yang menyapu lantai tapi tak membuat tersandung. Kuroko mengangguk sambil mengira-ngira berapa banyak bintang sekarang, saat udara balkon menyapu tulang selangka dan samar hutan pinus terbawa ke penciuman. Kise bilang, kelap-kelip lentera rumah tak seberapa riuh, karena penduduk menghabiskan waktu di pasar malam yang dihelat dekat perbatasan hutan (tawa, riuh-rendah, mungkin gula-gula kapas). Kuroko bertanya mengapa Kise tidak turut serta pergi ke pasar malam itu, toh terdengar menyenangka, tapi Kise menarik senyum dan mengoceh bahwa seorang pangeran bisa datang kapan saja.
Kuroko mengulurkan tangan melewati pagar balkon. Angin dingin meresap di tangannya yang tidak berlapis sarung tangan satin. Jari-jarinya yang kurus, yang sejam lalu baru saja lepas dari tuts hitam-putih piano, bermain-main di udara. Kise tidak melewatkan hal itu, karena mata Kuroko tetap fokus ke satu titik entah apa yang coba ia terka. "Tolong ceritakan lebih banyak."
Maka Kise bercerita lebih banyak. Ia mengatakan seberapa luas dirgantara atau seberapa dalam lautan. Seseru apa memetik apel di musim panen di mana ladang dipenuhi lelehan matahari dan kegembiraan, atau semenarik apa memanah tupai pohon yang kelewat lincah melompati dahan-dahan. Semendebarkan apa kabur dari desing peluru jika nekad membebaskan buruan dari jerat pemburu. Semeriah apa pesta dansa sayembara kerajaan tetangga yang diadaka di alun-alun kota. Semenyenangkan apa menggembala domba bersama anak-anak kaum nomaden yang berkemah di utara saat musim dingin. Setakjub apa ketika berdiri di puncak tertinggi gunung bersalju lalu memandang horizon dan bentang alam. Saat bercerita, seluruh tubuh Kise seolah ikut bicara. Begitu ekspresif, begitu nyata hingga Kuroko dapat membayangkan tiap adegan yang terjadi, walau terpatah-patah karena ia hanya mampu menebak dari suara serta intonasi Kise.
"Bagaimana kaubisa tahu semua itu?" Kuroko bertanya, di antara jeda verba Kise setelah menceritakan betapa ia kagum pada seorang pelukis jalanan, yang melukis sambil merpati-merpati mematuki biji-bijian di sekitarnya.
Kise tertawa. "Aku, 'kan, petualang. Kurokocchi lupa, ya?"
Tentu saja Kuroko tidak lupa; karena kalau begitu, dari mana dunia yang dituturkan Kise selama ini? "Bagaimana dengan langit? Dari mana Kise-kun mengetahuinya?"
Ada jeda sejenak. Dari nada Kise kemudian, Kuroko tahu lelaki itu tengah tersenyum. "Apa kau begitu tertarik pada langit?"
"Aku juga ingin melihatnya."
"Tidak masalah," Kise berujar riang. "Suatu saat, Kurokocchi pasti kuajak."
Kuroko menyentuh tepi mata. "Mungkin tidak akan bisa."
"Jangan berkata begitu—"
"Mau bagaimana lagi?" tukas Kuroko pelan. "Aku tidak bisa melihat, Kise-kun. Kau tahu. Aku hanya melihat dari cerita-ceritamu. Aku bahkan tidak tahu seperti apa warna mataku."
Kise tidak menyerah. Ia mengacak puncak kepala Kuroko dengan gerakan lambat. Kuroko menghela napas dan Kise lega melihat bahu gadis itu tak lagi tegang. "Tidak masalah, tidak apa-apa," katanya menenangkan. "Aku percaya kau bisa melihat dunia ini, impianmu, tapi untuk itu, kau juga harus percaya. Oke?"
Kuroko tidak menjawab. Kise tidak memaksakan jawaban, paham bahwa hal ini tak akan mudah. Maka ia menyingkirkan poni Kuroko yang jatuh di atas mata, menatap gadis itu dalam-dalam tepat di mata walau Kuroko tak akan tahu. "Biar kuberi tahu satu hal. Aku memang pernah pergi ke langit. Tapi, jauh dari semua itu, di mata Kurokocchi pun, ada langit."
sampai jumpa di episode berikutnya o/