.

.

.

.

.

.

Woman Who Captures His Heart

.

.

.

Pair: Haehyuk

Rate: T semi M(?)

Warning: GS/ThreeShoot/Romance/Comedy(entahlah)

Summary: Demi Tuhan Hyukjae tak sengaja melakukannya, dia bahkan tak tahu apa yang sebenarnya terjadi hingga seorang Lee Donghae menjadi begitu tergila-gila padanya.

.

.

.

Hup!

Wanita itu dengan cekatan melompat keluar saat pintu bus terbuka sebelum lekas berlari dengan sekuat tenaga. Dengan lincah ia menghindari orang-orang yang menghalangi jalannya meski high heels setinggi 9 centi terpasang di kakinya dan setelan kerja resmi yang membalut tubuhnya, tak masalah baginya karena sudah terbiasa. Ia juga tak perlu mengkhawatirkan bawaannya karena semua tersimpan rapat di tas ransel hitam dipunggungnya.

Kenapa? Tasnya terlihat tidak selaras dengan penampilannya? Biar saja.

Senyumnya merekah saat melihat gedung yang menjulang tinggi itu sudah dihadapannya, dengan semangat ia semakin mempercepat larinya. Memberikan salam ceria pada security yang berjaga tepat di meja informasi sebelum lekas melesat di lift pegawai yang akan tertutup.

"Tahan! Tunggu aku!" Teriaknya nyaring membuat salah satu karyawan seperti dirinya menahan pintu lift yang hampir tertutup, ia segera ikut berjejalan dengan karyawan lainnya.

Ting.

Lantai 17.

Ia segera keluar disusul beberapa karyawan yang satu lantai dengannya. Ia berlari dengan tergesa hampir menabrak rekan kerjanya yang membawa tumpukan kertas dan akhirnya sampai di bilik mejanya, lekas duduk dan memeriksa jam digital di lengannya.

"Delapan menit tiga puluh tujuh detik, rekor baru! Yes!" Serunya masih terengah karena berlari dari halte.

Sambil meneguk air mineral di mejanya, wanita itu meletakkan tas ranselnya. Senyumnnya masih terukir jelas dibibir gemuk itu. Ini memang kebiasaannya, menghitung kecepatan waktu ia berangkat dari flatnya yang tak jauh dari kantornya sampai tepat ia duduk di kursi kerjannya. Memang sedikit aneh dan terlihat kurang kerjaan tapi ini efektif untuk olahraga pagi disela-sela jam sibuknnya, sekaligus menguji sedikit adrenalin.

Lee Hyukjae, nama wanita ini. Seorang sarjana disain komunikasi visual yang kini bekerja di salah satu perusahaan periklanan terbesar di Korea, prestasi yang cukup membanggakan. Ia baru saja berumur 27 tahun tanggal 4 April kemarin dan sedang menikmati kenaikan gaji yang baru ia dapat bulan lalu. Untuk karyawan biasa seperti dirinya hal itu merupakan anugerah.

"Lee Hyukjae!"

Ia tersentak dan langsung bangkit berdiri mendengar seruan khas dari atasannya, padahal ia baru akan menuliskan rekor waktu terbarunya di kalender yang ada di meja kerjannya. Laki-laki yang lebih tua darinya itu berjalan menghampirinya dengan raut muka galak seperti biasa. Hyukjae menduga orang ini baru saja dimarahi oleh istrinya pagi ini.

"Mana disain logo produk untuk iklan yang kuberikan minggu lalu?"

Dengan cemas Hyukjae meremas jemarinya dan tersenyum tak enak.

"Itu...masih belum jadi, Kangin-shi"

"Mwoya! Sud-"

"Tapi hampir selesai, Kangin-shi! Siang ini sebelum makan siang akan segera kuserahkan!"

Hyukjae segera memotong perkataan Kangin sebelum omelan tak berujung itu terdengar, ia berngalaman dengan hal ini sebelumnya. Perlu dicatat ia termasuk karyawan favorit untuk mendapatkan omelan dari atasannya, salahkan sifat ceroboh dan teledornya yang terkadang kambuh di waktu yang salah.

Kangin menghela nafas, terlihat sekali ia sedang menahan emosi. Pekerjaannya sudah cukup banyak tapi para karyawan bawahannya susah sekali tertib dengan tenggang waktu yang ia berikan. Ia menunjuk Hyukjae dan menatapnya tajam.

"Pastikan siang ini. Terlambat sedikit saja, gajimu kembali seperti dua bulan yang lalu." Katanya dengan penuh penekanan membuat Hyukjae menelan ludahnya.

"N-ne."

Kangin pun pergi meninggalkan Hyukjae, membuat wanita itu terduduk lemas di kursi kerjannya sekarang. Dengan lesu ia menyalakan laptopnya untuk segera menuntaskan pekerjaanya. Tapi belum sempat ia membuka aplikasi yang ia butuhkan, salah satu teman kerjanya datang mengganggu.

"Hyukkie!" Sungmin nama pengganggu itu, tiba-tiba saja sudah bersandar nyaman di bilik kerjannya menatapnya dengan wajah bersinar. Hyukjae tahu apa yang akan terjadi, wanita di depannya itu akan mulai bergosip.

Kau ingin menyebarkan rumor hanya dalam waktu setengah hari di seluruh kantor? Maka kau cukup menceritakannya pada seorang Lee Sungmin. Ia adalah wanita yang haus akan gosip yang sedang terjadi dan akan langsung menceritakannya kepada siapa saja saat gosip itu sedang hangat-hangatnya. Salah satu orang yang beruntung sebagai bagian dari penyaluran hobi wanita itu adalah Hyukjae. Semua gosip terbaru selalu ia ceritakan pada sahabatnya itu, bahkan Hyukjae yakin acara gosip di televisi masih kalah update dengan dirinya.

"Wae?"

Sungmin segera duduk berjejalan dengan Hyukjae di kursi kerja yang sempit itu, untung kedua wanita ini tergolong ramping. Sebuah majalah bisnis tiba-tiba saja tersaji di depan wajah Hyukjae. Itu adalah salah satu majalah bisnis terkemuka di Korea dengan cover seorang pemuda tampan, memiliki mata sayu dan bibir tipis yang tersenyum penuh percaya diri. Mempesona, harus Hyukjae akui.

"Lee Donghae?" Hyukjae membaca deretan huruf di majalah itu.

"Kau benar sekali, kau tahu siapa dia?"

Dengan polos Hyukjae mengeleng. Ia bersumpah melihat cahaya gemerlap di mata Sungmin setelahnya.

"Lee Donghae, pewaris tunggal Lee's Group yang memiliki puluhan departement store, hotel, resort, dan taman bermain diseluruh asia. Dia seumuran kita tapi sudah menjadi salah satu pengusaha muda terkaya di Korea."

Hyukjae melongo, ia kagum. Berapa banyak uang yang di miliki orang bernama Lee Donghae ini? Pasti sangat banyak.

"Dan kau tahu berita baiknya? Dia masih bujangan, kyaa!" Entah apa yang menyebabkan Sungmin sebegitu histeris, Hyukjae sama sekali tak mengerti.

"Well memang sih dia banyak digosipkan dengan beberapa artis, model dan putri pejabat. Tapi aku yakin perempuan-perempuan itu saja yang gatal menggodanya. Yah mau bagaimana lagi, dia tampan, kaya, dari keluarga terpandang, siapa yang tidak tergoda?"

Hyukjae menganguk-angguk lucu tanda setuju. Tiba-tiba saja kedua telapak tangan Sungmin membingkai pipinya membuat pandangan mata keduanya beradu dengan jarak yang begitu dekat.

"Bisa kau bayangkan jika menjadi kekasihnya? Kau akan menjadi wanita paling beruntung di bumi ini. Kau punya kekasih yang super tampan dan kaya raya! Apalagi jika sampai bisa menjadi istrinya, itu ak-"

BRAK.

Kedua wanita itu terlonjak bersamaan karena terkejut.

"Berhentilah bertingkah seperti lesbian kalian berdua, membuatku mual saja." Laki-laki tinggi berkulit pucat itu menatap jijik pada Hyukjae dan Sungmin sebelum dengan santainya melenggang pergi sambil meneguk kopi dalam kaleng yang ia gunakan untuk menggebrak meja kerja Hyukjae tadi.

Mata Sungmin langsung berubah tajam, giginya mengeluarkan bunyi gemeletuk karena bergesekan menahan kesal. Ia segera berdiri sebelum mengeluarkan amarahnya.

"CHO KYUHYUN!" Teriakan nyaring Sungmin langsung terdengar setelahnya, wanita itu mengejar Kyuhyun kemana pun laki-laki itu pergi. Sedangkan Hyukjae hanya melihatnya tak berniat mencegah penganiyayaan yang akan terjadi, sudah biasa.

Tangan pucatnya memengang majalah yang ditinggalkan Sungmin, Hyukjae kembali mengamati sampulnya. Orang bernama Lee Donghae ini benar-benar sempurna, apa dulu ia pernah menyelamatkan negara hingga sekarang terlahir menjadi orang seperti ini?

Hyukjae geleng-geleng kepala saat membuka majalah itu dan membaca sedikit biografi orang ini. Benar-benar kaya, batinnya.

Ia sedang sibuk membolak-balik majalah itu saat ia mendengar keributan tak jauh darinya sebelum ia dapat melihat Presdir perusahaan tempat ia bekerja sedang berjalan akan melewati bilik kerjanya bersama beberapa orang berjas dan...

Tunggu dulu.

Apa mata Hyukjae tak salah lihat?

Paras yang tak asing untuk Hyukjae, dengan mata cokelatnya yang sayu, bibirnya yang tipis sesekali tersenyum ringan. Menggenakan setelan hitam yang begitu pas membalut tubuhnya, orang itu berjalan dengan santai namun tak menghilangkan kharisma yang dimilikinya.

Begitu panas dan sexy di mata siapapun.

"Lee Donghae?" Guman Hyukjae pelan saat orang-orang penting itu melewati bilik kerjanya menuju keruangan Kangin.

Gadis itu melongo lalu berkali-kali melihat majalah di tangannya sebelum kembali melihat sosok nyata di majalah itu yang tak jauh darinya. Astaga apa yang terjadi?

Saat orang-orang itu masuk ke ruangan Kangin, semua pengawai terdiam.

Sedetik kemudian langsung ramai tanpa bisa dicegah, terutama para mahkluk hawa yang mulai histeris tak jelas.

"I-itu Lee Donghae kan? Astaga mimpi apa aku semalam!"

"Dia lebih tampan saat dilihat langsung!"

"Kenapa tidak ada pemberitahuan sebelumnya, aku akan berdandan lebih cantik!"

"Astaga, astaga aku tidak kuat!"

Dan pululan respon unik lainnya, bahkan Sungmin tak ingin ketinggalan.

"Aigo, apa yang dilakukan seorang Lee Donghae disini?"Katanya tenang berbanding terbalik dengan kelakuannya yang sekarang sibuk memberbaiki riasannya, membuat Kyuhyun yang ada disebelahnnya berdecak tak suka.

"Dia tak akan mau dengan lesbian sepertimu." Ucapan sadis Kyuhyun lekas dihadiahi jambakan maut oleh Sungmin.

Sedangkan Hyukjae masih saja melongo.

"Wow."

Itu saja, lalu ia kembali bekerja dan tidak mempertanyakan apapun. Kerja otaknnya memang sederhana jadi jangan heran.

Cukup lama berselang sebelum orang-orang penting itu keluar dari ruangan Kangin, terlihat Presdir mereka tengah berdiskusi dengan Donghae sambil melewati para pegawai yang terdiam melihat tiap langkah mereka hingga menghilang. Dan lagi-lagi histeria itu terulang.

Kangin keluar dari ruangannya lalu pandangannya mengedar melihat karyawan disekitarnya yang tiba-tiba berubah menjadi ramai seperti menonton konser artis. Matanya lekas menangkap karyawati dengan jarak pandang terdekat dengannya.

"Lee Hyukjae, cepat kemasi barangmu dan ikut denganku!"

"Mwo? Tapi Kangin-shi, logo iklannya-"

"Itu bisa nanti, sekarang ada meeting yang lebih penting! Lima menit dan kita berangkat." Perintah Kangin telak sebelum ia kembali keruangannya lagi.

Dengan cemberut dan berdumal tak jelas Hyukjae akhirnya bersiap-siap, memasukan hal-hal yang kiranya diperlukan ke dalam tas ransel hitamnya. Ini bukan yang pertama Kangin mengajaknya meeting keluar kantor.

Tak sampai lima menit atasannya itu sudah keluar dari ruang kerjanya membuat Hyukjae lekas berlari mengikuti dibelakangnya. Mereka mengambil mobil di basement sebelum meluncur ke pusat kota Seoul.

" Iklan untuk departement store?"

"Ya, Presdir mendapatkan klien penting yang meminta kita untuk membuat sebuah iklan department store yang akan dibuka sebentar lagi. Kau ingat orang-orang berjas yang tadi keruanganku?" Hyukjae mengangguk.

"Nah mereka kliennya, Lee's Group."

Ah jadi itu kenapa orang macam Lee Donghae tadi berada di kantor mereka, Hyukjae mangut-mangut membenarkan pikirannya.

Tak membutuhkan waktu lama sampai Hyukjae melihat sebuah bangunan besar di luar jendela, satu lagi Mall besar muncul di Seoul. Beberapa saat kemudian Hyukjae baru sadar bahwa di depan mereka terdapat jajaran mobil mewah yang juga masuk ke area Mall tersebut, salah satunya adalah mobil Presdir mereka. Mereka parkir dibagian VIP sebelum dengan cepat keluar dari mobil dan mengikuti orang-orang penting di depan mereka memasuki pintu utama Mall tersebut.

Dari arsitektur luarnya saja sebenarnya sudah dapat ditebak bahwa Mall ini begitu modern, tapi tetap saja Hyukjae dibuat berdecak kagum saat masuk ke dalamnya. Bagaimana Hyukjae harus mendiskripsikannya, saat pertama masuk Mall tersebut hanya satu kata yang terlintas dipikirannya.

Mewah.

Media wall menjadi hal pertama yang mereka lihat sebelum kafe-kafe terkenal digelar, di susul dengan jejeran merek-merek kosmetik mahal yang sudah siap di meja-meja berlampu lengkap dengan para karyawan berseragam yang menunduk begitu sopan ke arah mereka. Ah, salah tepatnya ke arah Lee Donghae yang berjalan paling depan.

Saat sampai di tengah Mall Hyukjae dibuat menganga, ia tak bisa berhenti mendongak melihat arsitekturnya. Begitu modern namun juga begitu elegan dengan tangga yang begitu artistic di tengah membuatnya semakin iconic. Tranparan, putih, hitam dan gold begitu mendominasi tempat itu.

"Tutup mulutmu itu, air liurmu menetes!"Desis Kangin membuat Hyukjae sadar diri dan segera menutup mulutnya yang tadi sempat menganga lebar.

"Kita disini bukan untuk mengagumi tempat ini tapi untuk bekerja! Cepat catat semua yang diinginkan klien!"

Wanita itu mengangguk patuh dengan segera mengambil ponselnya, membuka aplikasi note disana. Tapi sebelum ia sempat menulis apa yang diingankan klien mereka, wanita itu menyadari satu hal.

"Kangin-shi."

"Apa?"

"Di sini hanya perusahaan kita saja, perusahaan lain tidak datang?"

"Ya, mereka tidak membuat tender untuk proyek iklan ini tapi memilih perusahaan kita secara esklusif. Bahkan Direktur mereka sendiri yang datang untuk memastikan segalannya berjalan lebih cepat dan tak membuat kesalahan apapun."Jelas Kangin melirik Donghae yang melihat dengan cermat detai Mall tersedut, mulai dari kualitas barang, penataan dekorasi, hingga pelayanan para pegawainnya. Benar-benar orang yang perfeksionis.

Mulut Hyukjae membentuk huruh 'O' sambil menganguk-angguk mengerti. Ia dan Kangin lekas mendekat ke arah Donghae dan Presdir mereka, tak terlalu dekat tapi cukup untuk mendengar apa yang mereka bicarakan.

"Target pengunjung Mall ini tidak hanya untuk orang-orang lokal tapi juga para wisatawan luar negeri yang berkunjung ke Korea." Donghae berujar dengan nada santai, sama-sekali tidak ada nada pembisnis didalamnya. Seperti berbicara dengan teman biasa.

"Kalau begitu kita membutuhkan sebuah icon yang sudah dikenal diluar negeri, Directur Lee. Kita bisa menggunakan para Idol yang sedang naik daun."

Donghae mengangguk ringan mendengarnya.

"Aku ingin Idol yang memang sudah sangat akrab di telinga, bukan hanya di dalam negeri tapi juga di luar negeri. Yang memang sudah matang dan berjaya sampai sekarang."

"Super Junior."

Celetuk Hyukjae tanpa berfikir, gadis itu lekas menutup mulutnya saat menjadi pusat perhatian, ia bahkan melihat Kangin yang mengumpat padanya tanpa suara.

"Tepat sekali, Super Junior! Mereka akan menjadi icon yang sempurna. Kepopuleran mereka di dalam maupun di luar negeri tak perlu diragukan lagi. Aku setuju." Kata Donghae sambil tersenyum dan kembali berjalan. Hyukjae mendesah lega sebelum segera mencatat apa yang Donghae katakan tadi.

Mereka kini berjalan di jajaran merek-merek branded luar negeri yang sedang hits mulai dari pakaian, tas, sepatu, jam tangan, dan banyak lagi.

"Jangan terlalu menyorot barang-barang wanita saja tapi juga barang-barang untuk para pria. Aku ingin menghilangkan kesan bahwa Mall adalah tempat yang dikhususkan untuk wanita saja."

Satu lagi catatan penting untuk Hyukjae.

Setelah diskusi disana sini dengan catatan penting ini dan itu, Hyukjae dan Kangin mulai memisahkan diri dari rombongan untuk melakukan riset sedikit yang nantinya akan membantu saat penggarapan iklan.

Wanita itu masih belum juga berhenti berdecak kagum setiap memasuki toko-toko ternama di sana, keadaan Mall yang tanpa pengunjung membuatnya merasa begitu bebas. Langkah kakinya membawanya disalah satu butik yang menjual tas dan kaca mata keluaran terbaru. Ia mengambil sebuah kaca mata hitam yang menarik perhatiannya lalu mencobanya sambil berkaca. Ia tersenyum, menengok ke kiri, ke kanan, ke atas, lalu sedikit mengerucutkan bibir sambil melipat tangannya di dada. Lumayan juga.

Namun betapa kagetnya dia saat melihat rombongan Donghae terpantul tepat dibelakangnya melihat tingkah konyolnya. Ia lekas melepas kaca mata hitam itu dan menunduk sopan meminta maaf, Donghae hanya tersenyum dan pergi meninggalkannya.

"Aish, pabbo!" Umpatnya malu sendiri.

Wanita itu lekas berjalan mengikuti rombongan itu dibelakang, dengan menjaga jarak aman tentu saja. Rasa malunya masih belum habis. Setelah berkeliling mengamati setiap lantai tempat itu mereka pun memutuskan pergi dari sana. Malamnya meeting dilanjutkan mejadi sebuah jamuan di sebuah bar mewah di salah satu Hotel berbintang milik Lee's Group.

Hyukjae melihat segelas minuman di depannya, ia ragu untuk meminum cairan berwarna cerah menggoda itu. Iris hitamnnya melihat Kangin yang meneguk minumannya tanpa ragu. Beberapa saat yang lalu Kangin berbaik hati memesankan sesuatu untuknya yang notebane belum pernah masuk ke dalam tempat seperti ini.

Kuno? Biar saja.

"Kita minum sepuasnya, ini gratis."

Dibilang begitu pun sama sekali tak menarik untuk Hyukjae. Selama 27 tahun hidupnya tak pernah sekalipun ia meminum minuman beralkohol, bahkan ia tak pernah mencoba soju yang sering dijual di pinggir jalan. Ia tak suka dengan baunya yang menyengat. Tapi karena penasaran dengan warna minuman itu, Hyukjae perlahan mengangkat gelas itu. Ia mengamatinya sejenak sebelum mengendusnya. Ia terkejut.

Manis, baunya benar-benar manis berbeda sekali dengan bau soju yang begitu menyengat. Perlahan gadis itu meneguk sedikit minuman itu. Rasa manis itu segera terasa di lidahnnya dengan sedikit rasa aneh yang seimbang, membuat menuman ini terasa enak. Hyukjae tersenyum, ini tak buruk juga. Rasanya begitu enak, mungkin karena harganya mahal.

Ia dan Kangin akhirnya mengobrol sambil meminum minuman mereka, sesekali tertawa jika ada topik yang lucu. Pertama satu gelas, dua, tiga, dan seterusnya hingga Hyukjae tak sadar dengan tubuhnya yang semakin menghangat dan rasa mabuk yang menguasainya. Saat ia tak sanggup lagi, Hyukjae hanya merebahkan kepalanya di atas meja, kepalanya sangat pusing.

"Aku ke toilet sebentar, ya." Kata Kangin sebelum berjalan meninggalkan gadis itu, berbeda dengan Hyukjae toleransi laki-laki ini terhadap alkohol sangat tinggi maka beberapa gelas minum tak akan membuatnya mabuk.

Selesai dengan panggilan alamnya Kangin berniat akan kembali minum tetapi dering ponselnya malah terdengar. Dari istrinya.

"Ne Yeobo?...MWORAGO?! MENGHILANG LAGI!"

Teriakan Kangin tentu menggema di sana membuat beberapa orang yang keluar dari toilet melihat kearahnya dengan pandangan aneh, tapi laki-laki itu seakan tak peduli.

"Tenang yeobo! Tenang, tarik nafas keluarkan tarik lagi keluarkan ta-"Kangin menjauhkan ponselnya saat sang istri malah berteriak kepadanya dengan nyaring.

" Ne, araseo. Aku segera pulang!"

Kangin dengan panik menuju pintu keluar. Istrinya baru saja memberi tahu bahwa anak bungsunya yang baru berusia 6 tahun menghilang lagi, ini memang bukan pertama kalinya. Entah kenapa anak itu suka sekali menghilang tanpa sebab membuat rumah gempar mencarinya. Ia tak perlu berpamitan pada atasannya karena acara jamuan ini hanya formalitas saja. Berangkat bersama tapi pulang sendiri-sendiri. Karenanya laki-laki itu pergi begitu dan melupakan satu orang yang menjadi tanggung jawabnya. Seseorang yang kini masih terkapar di meja bar.

"Senang bekerja sama denganmu Directur Lee."

"Saya juga senang bekerja sama dengan anda, Presdir Kim."

Donghae tersenyum ringan membalas jabatan tangan Presdir periklanan itu. Ia menyukai orang ini, santai dan tidak berbeli-belit saat bicara, langsung intinya. Yah, ini pertama kalinya ia ikut andil dalam hal promosi proyek yang digarapnya. Bukan tanpa alasan, keberhasilan proyek ini akan sangat berpengaruh pada saham miliknya di perusahaan. Belum lagi pandangan para dewan tinggi dalam rapat pemengang saham nanti. Ia ingin semua orang tahu bahwa ia bukan tuan muda yang hidup di bawah sayap ayahnya, tapi dia memang mempunyai kemampuan dan pantas menggantikan ayahnya kelak.

Setelah berbasa-basi sedikit, kedua orang berkuasa itu akhirnya berpisah. Donghae segera menghubungi asistennya menyuruhnya menyiapkan mobil, dia lelah dan ingin pulang. Baru Donghae akan melangkahkan kakinya keluar dari bar itu setelah menghubungi asistennya sebelum sosok seseorang menarik perhatiannya.

Sosok wanita dengan setelan kerja yang tak asing sendirian dengan kepala yang merebah di atas meja bar. Donghae mendekat tanpa sadar. Namun langkahnnya terhenti saat wanita itu bergerak sedikit dan memutar kepalanya menghadap Donghae, masih dengan mata terpejam.

Ah, Donghae ingat. Wanita ini salah satu kru yang akan menggarap iklan permintaannya. Donghae melihat sekitarnya, sudah tak ada lagi orang-orang dari perusahaan iklan.

Wanita ini sendirian? Pikirnya.

Donghae adalah orang yang baik, ibunya selalu mengajarkan ia untuk memperlakukan wanita dengan baik dimana pun dan kapanpun ia berada. Maka berbekal rasa simpatinya, Direktur muda itu mulai mendekati wanita itu.

"Nona, kau baik-baik saja?"

Tak ada jawaban.

Dengan ragu Donghae mulai memegang pundak wanita itu lalu mengoyangkannya pelan, berniat membangunkannya.

"Nona, bangunlah. Tak baik wanita tidur di tempat ini."

Sekali lagi Donghae berusaha membangunkan wanita itu.

"Nona b-"

Perkataan Donghae terpotong saat tangan dingin itu memengang tangannya, membuatnya terdiam melihat wanita itu mulai membuka matanya dan bangun. Iris hitam wanita itu langsung bertemu dengan iris cokelat miliknya. Dapat ia lihat mata wanita itu mengerjap lucu melihatnya keheranan sebelum bibir gemuk itu cemberut kesal. Donghae mematung melihat itu, entah kenapa ia malah diam saja. Seakan menunggu ekpresi apalagi yang akan ditunjukkan wanita manis didepannya.

Wanita itu perlahan berdiri dengan tangan Donghae sebagai pegangan. Ia mendekati Donghae yang masih diam melihat gerak-geriknya, membuat mereka hampir tak berjarak karena begitu dekat. Memegang pundak Donghae, lalu tersenyum penuh arti sebelum mencium laki-laki itu begitu saja.

Donghae terkejut, kesadarannya kembali saat bibir lembut itu menyentuh miliknya. Ia ingin mendorong wanita ini. Demi Tuhan, mereka sesama orang asing tapi malah berciuman. Namun itu hanya rencana sekilas yang langsung menghilang saat bibir wanita itu bergerak lembut diatas miliknya membuat Donghae merasakan jutaan kupu-kupu terbang di perutnya. Jantung laki-laki itu mulai mempercepat kerjanya dan kepalanya terasa pusing tiba-tiba.

Laki-laki itu kebingungan, tapi disaat bersamaan ia menyukainya.

Tangan hangat itu merengkuh pinggang wanita didepannya, mendekapnya erat sebelum Donghae perlahan menutup matanya dan mulai membalas ciuman wanita ini. Bibirnya mulai mendominasi dengan aktif mengulum, menghisap, dan mengigit bibir lembut itu. Membuat pemiliknya mengerang dan membuka akses pada lidah Donghae untuk mengenal lebih dalam rasa manis disana.

Donghae terbuai akan rasanya, Donghae ketagihan akan manisnya.

Jantung Donghae serasa akan meledak dan sentuhan jemari pucat itu ditengkuknya membuatnya merinding. Semua rasa itu membuat Donghae ingin lagi, lagi, dan lagi...

Namun kedua bibir itu harus terlepas saat kebutuhan oksigen tak terelakkan. Iris Cokelat Donghae menatap penuh binar pada paras wanita di depannya, seakan enggan untuk berkedip sekalipun. Takut wanita dengan rasa begitu manis ini menghilang. Ini bukan ciuman pertamanya tapi sungguh baru kali ini Donghae merasakan segala rasa yang ia alami barusan. Menakutkan tapi menyenangkan disaat bersamaan.

"Directur Lee?"

Sekretarisnya menyusulnya, mungkin karena tak mendapati Donghae di loby hotel. Tapi Donghae tak terlalu memperhatikannya ia terlalu sibuk pada wanita yang kini menggeliat manja di pelukannya.

Donghae mengencangkan pelukannya.

"Sekretaris Han."

"Ye?"

"Aku akan pulang menyetir sendiri."

Donghae berucap tanpa sekalipun mengalihkan pandangannya dari wanita ini. Tangan Donghae memengang pipi pucat itu, melihat wanita itu dengan padangan mendamba.

Hanya satu ciuman.

Hanya satu ciuman dan Lee Donghae telah jatuh untuk wanita ini.

.

.

.

10. 45 AM

Itu yang tertera pada jam digital di atas meja nakas samping ranjang dengan seorang wanita yang masih terlelap nyaman disana. Selimut putih bersih itu menutupi sebagian besar tubuh berkulit pucat itu, membuat wanita itu tetap hangat dan merasa nyaman. Meski bias sinar matahari dari luar dengan bebas masuk dari jendela besar disana, membuat wanita itu mulai bergerak menunjukkan bahwa ia akan bangun.

Hyukjae menggeliat, merenggangkan otot tubuhnya masih dengan mata tertutup. Bibirnya mengecap beberapa kali sambil menggaruk lehernya yang gatal. Ia terdiam sejenak untuk mengumpulkan nyawanya, entah kenapa Hyukjae merasa sangat lelah untuk bangun. Kepalanya sangat pusing dan seluruh tubuhnya terasa pegal.

Namun perlahan ia tetap membuka matanya yang berat, membuatnya melihat sebuah langit-langit dengan lampu-lampu berdisain modern. Ia mengernyit saat menyadari bukan seperti itu langit-langit kamarnya. Ia menggerakkan kepalanya melihat sekitarnya. Ia terbaring disebuah kamar mewah dengan disain modern dan minimalis.

APA!

Hyukjae langsung terbangun mendudukan tubuhnya. Kesadarannya seratus persen kembali.

Astaga! Dimana dia?!

Dengan panik dan kebingungan gadis itu kembali melihat sekitarnya yang begitu asing. Belum sempat ia mencerna keadaan sekitarnya tiba-tiba saja ia merasakan sesuatu yang aneh, tubuhnya terasa begitu ringan, seperti tak ada apapun yang membalutnya. Mata sipit itu membesar.

Tunggu dulu, tunggu dulu!

Dengan cemas dan takut-takut Hyukjae melihat tubuhnya, tangannya yang gemetar membuka selimut putih yang membalutnya dan melihat keadaan tubuhnya.

Telanjang.

Jiwa Hyukjae serasa keluar dari tubuhnya.

Ia telanjang, astaga!

Dengan panik Hyukjae melihat kesana-kemari hanya untuk melihat pakaiannya berserakan dimana-mana, ia bingung.

Apa yang terjadi?!

Dimana dia?!

Kenapa dia telanjang?!

Namun pikirannya terpotong saat merasakan sesuatu yang aneh saat pahanya bergesekan, ada sesuatu diantara selakangannya. Dengan cemas dan takut-takut ia meraba selangkangannya hanya untuk meraba sesuatu yang telah mengering. Sesuatu yang Hyukjae yakin sebelumnya cair tapi kini telah mengering diantara pahanya.

Detak jantung Hyukjae meningkat. Ia takut menebak apa itu.

Astaga! Astaga! Astaga!

Ceklek

Suara pintu terbuka itu menarik perhatian wanita yang masih shyok itu. Melihat seorang laki-laki dengan jubah mandi keluar dari sana. Tangannya memegang handuk kecil dikepalanya, menggerakkannya dalam usaha untuk mengurangi air yang membasahi rambutnya. Saat laki-laki itu mendongak dan mempertemukan kedua iris mereka, Hyukjae mematung.

Bibir tipis itu tersenyum melihatnya, dengan langkah ringan laki-laki itu berjalan mendekatinya. Duduk di ranjang tepat disamping Hyukjae, tangan hangatnya mengelus surai cokelat wanita itu penuh sayang.

"Bagaimana perasaanmu? Apa tubuhmu ada yang sakit?"

Hyukjae masih membeku. Tiba-tiba saja kilasan ingatan menghantamnya. Ingatan tentang ia yang berciuman dengan laki-laki ini, diatas ranjang. Saling memeluk, saling bercumbu, saling membuka pakaian satu sama lain, saling meraba dan ...

Wajah Hyukjae memucat, ia tak sanggup meneruskannya.

Katakan jika Hyukjae hanya bermimpi sekarang.

"Baby, gwencana?"

Mata Hyukjae menatap horor iris cokelat di depannya yang menatapnya khawatir, sebelum dengan segenap tenaga ia mengeskpresikan kepanikannya.

"KYAAA!"

Ini sama sekali bukan mimpi.

.

.

.

TBC

Terinspirasi dari [LOTTE DUTY FREE] DREAM JOURNEY IN SEOUL (WORLD TOWER)

Niatnya sih mo bikin romance yang ringan dengan sedikit komedi, tapi malah jadinya cerita pasaran kayak gini. Maaf kalo jelek ya, entah kenapa aku sedikit cemas post cerita ini.

Ini three shoot dan udah jadi, chapter berikutnya akan aku post 3 hari dari sekarang kalo pada minta dilanjut.

Buat Naylee ini GS pesenennya :)

Maaf soal typo dan kesalahan penulisan lainnya, see u next chapter :D