Tittle: You and I

Disclaimer: Naruto bukan punya saya

Genre: Adventure, Friendship

Pairing: nanti aja hehehe

Rated: M (jaga-jaga)

Summary: Uchiha Madara harus menerima kenyataan bahwa dirinya kalah dari sang rival abadinya Hashirama Senju. Di detik-detik terakhir hidupnya apakah Tuhan masih memberikan keajaiban kepadanya untuk merealisasikan impiannya ataukah Tuhan ingin memberikannya sebuah ujian baru?

Warning: OOC,Typo,Adult theme, violence, gore, miss-typo,etc.

A/N : Kelamaan gak nulis membuat author ngerasa aneh saat merangkai kalimat serta alur. Mohon maaf jika ada rasa kurang nyaman m_m.

Prolog

POV

Hujan...

Rintik air yang turun dari langit seolah sedang menangisi keadaanku saat ini. Atau mungkin para malaikat tengah tertawa begitu kerasnya di sana hingga air mata mereka jatuh ke bumi.

Namun, bukanlah itu yang kupikirkan saat ini. Keadaanku sekarang tak lebih dari sekedar mahkluk lemah yang akan menjadi santapan binatang hutan. Seluruh anggota tubuh ini seolah membatu melawan kehendak tuannya. Bahkan aku bisa menyaksikan kilasan singkat dari kenangan yang telah kulalui selama hidupku ini layaknya orang mau mati.

"Hashirama..." Aku melirih menahan rasa sakit yang tidak tertahankan dari dada ini. Dada yang kini sudah menganga lebar memancarkan darah kental pemberian kedua orang tuaku. Darah yang menjadi bukti eksistensiku selama ini.

'Maafkan aku, Madara. Aku Cuma ingin melindungi apa yang kita buat selama ini. Aku hanya ingin melindungi desa dari ancaman manapun bahkan jika harus berhadapan denganmu.' Kata-kata itu masih terngiang jelas di ingatanku saat ia menghunuskan katana tajam tersebut ke tubuh ini.

Menyedihkan. Inilah yang kupikirkan saat ini. Tak pernah kusangka bahwa diriku, Uchiha Madara yang memiliki kekuatan hampir menyentuh dewa kini tergeletak menunggu maut di sebuah tempat yang tidak jelas adanya.

Kesal, Benci, kecewa. Semuanya bersatu padu dalam diriku saat ini. Diriku kesal dengan keadaanku yang menyedihkan saat ini dan aku benci untuk mengakui bahwa Hashirama memang jauh lebih kuat melebihiku. Ditambah perasaan kecewa seorang manusia yang perasaannya tidak tersampaikan kepada manusia lainnya. semuanya menggumpal menjadi dalam satu saat ini di dalam diriku.

Kedua mata yang menjadi momok menakutkan bagi semua orang itu kini tak lebih dari sekedar sepasang lensa rusak. Aku tak pernah menyangka ia bisa berpikir sejauh itu untuk menghadapiku.

'Sial, aku tidak bisa melakukan Izanagi. Apakah ini akhir dari hidupku?' Begitulah pikirku bersamaan dengan semakin dinginnya tubuh ini serta datangnya sebuah perasaan tenang yang tak terlukiskan oleh kata-kata. Mungkinkah ini yang namanya kematian? Kenapa rasanya begitu menyakitkan namun juga nyaman pada saat yang sama? Apakah ini cara Tuhan bekerja?

'Aku tidak bisa menerimanya.'

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

"Ukh!" Syarafku bereaksi dengan cepat saat diriku mencoba tersadar. Ini aneh, kenapa orang mati sepertiku bisa merasakan sakit? Apakah aku tidak mati? Lalu ada apa dengan sensasi hangat ini?

Perlahan kubuka kedua kelopak mataku dan mendapati bahwa diriku berada di sebuah tempat yang sangat asing bagiku. Ruangan itu sangat bersih dengan aroma obat-obatan menyengat menusuk hidungku. Tak lupa sebuah lampu menerangi ruangan tersebut.

"Dimana ini?" Ujarku dengan nada lemah. Namun, tiba-tiba saja jantungku berdebar kencang mendengar suara yang keluar dari mulutku tadi. Suara itu terasa sangat asing. Seumur hidupku pun belum pernah rasanya aku mendengar suara semacam itu.

'Siapa itu?' Diriku berusaha berpikir jernih namun entah kenapa rasa panik menjalar dengan sendirinya dari dalam hati. Terlebih lagi saat kedua mataku melirik ke arah tubuhku yang ternyata berbeda sekali dengan sebelumnya.

'Ada apa ini?! Apa yang terjadi padaku?!' Meskipun diriku mencoba untuk tenang, namun rasa kalut serta terkejut ini ternyata lebih dominan. Perlahan keringat dingin mengalir dari pelipisku yang masih terbalut oleh perban tebal akibat dari sensasi kalut yang sedang kurasakan kini.

'Tenanglah. Rasanya ini bukan seperti dirimu, Madara.' Sebuah suara bergema di dalam kepalaku. Diriku baru saja ingin menjawabnya sebelum pandanganku berubah menjadi samar hingga akhirnya aku mendapati bahwa diriku saat ini sedang berada di sebuah ruangan yang mirip dengan saluran air bawah tanah.

"Tempat apa ini?" Diriku bisa merasakan bahwa lokasi dimana diriku sedang berada saat ini bukanlah sembarang tempat. Akupun memilih berdiam diri sejenak untuk mengamati sekitar.

'Apa yang membuatmu ragu, Madara? Sejak kapan dirimu menjadi pengecut seperti ini?' Sebuah kalimat provokatif bergema di saluran air itu yang tentunya diarahkan kepadaku.

"Siapa kau?" Tanyaku kepada angin yang lewat. Meskipun ada rasa kesal dalam hati ini, tapi aku tidak boleh kehilangan ketenangan dalam diriku. Emosi yang jelek merupakan salah satu kelemahan fatal seorang manusia.

'Kalau kau ingin tahu maka datanglah ke arah suara ini berasal.' Suara tadi menjawab pertanyaanku meskipun lebih menyerupai sebuah permintaan. Namun, tidak ada pilihan lain. Akupun berjalan menyelusuri saluran air ini dengan tubuh yang entah kenapa dalam sekejap kembali ke tubuh lamaku.

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

Akhirnya, Perjalanan membosankan menyelusuri saluran air ini pun berakhir. Kedua kakiku akhirnya berhenti saat sebuah jeruji besar berdiri tegak di hadapanku. Jeruji dengan tinggi belasan meter itu nampaknya merupakan sebuah segel yang tidak asing di mataku. Namun entah kenapa diriku melupakannya. Tapi, masalah utamanya bukanlah segel tersebut melainkan apa yang ia segel.

Sepasang mata merah menyala, geraman pelan namun sarat akan nada kebencian serta aura kebencian yang menyeruak dari balik jeruji tersebut membuat diriku teringat akan sesosok makhluk yang pernah menjadi peliharaanku.

"Lama tidak berjumpa, Iblis Uchiha." Sosok itu menyeringai menatapku. Tentu seringaian itu tidak bisa kulupakan. Dialah Kyuubi no Kitsune, Bijuu terkuat dari kesembilan Bijuu yang ada.

"Kyuubi?" Tatapan tak percayaku mungkin tergambar jelas di kedua mata iblisnya kini.

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

"Kyuubi?" Diriku bergumam tak percaya dengan apa yang kulihat saat ini. Tidak percaya? Tentu saja iya. Diriku masih mengingat dengan jelas saat Hashirama membunuhnya waktu itu.

Menghiraukan tatapan bingungku, Kyuubi lebih memilih memulai pembicaraanya. "Ya, ini aku. Kyuubi. Namun, aku bukanlah makhluk yang sama dalam pikiranmu itu." Rubah itu membuatku menyadari sesuatu dari perkataannya.

"Hmm, kukira kau ada benarnya juga." Omongannya masuk akal. Kuperhatikan bentuk fisik dari 'Kyuubi' yang berada di hadapanku ini memang berbeda jauh dengan Kyuubi yang kukenali. "Lalu, dimana aku berada sekarang?" Meskipun masih hipotesis sesaat, namun aku berani jamin kalau diriku bukan berada di tempat yang aku kenal.

Kyuubi menyeringai mendengar pertanyaanku. Tangannya ia julurkan ke selah jeruji dan dengan kukunya yang tajam itu ia menunjukku. "Madara, dirimu sekarang berada di bagian lain dari 'cermin' kehidupan." Ujarnya dengan menggunakan kalimat yang membuatku mendelik bingung.

"Cermin? Apa maksudmu?"

Dengan tawa pelannya, Kyuubi yang awalnya sedang berada dalam posisi berdiri kini memilih berbaring dengan kedua mata iblisnya mengarah lurus kepadaku. "Madara, kau tentunya tahu jikalau segala sesuatu di dunia ini memiliki versi alternatif dari dirinya. Begitupun denganku maupun dirimu. Di dunia sana mungkin kamu yakin bahwa hanya ada satu Madara. Namun, disisi lain ternyata ada orang yang sama persis denganmu namun berpikiran sama denganmu dan meyakini bahwa ialah eksistensi tunggal yang tidak ada di tempat lain. Jadi, bisa dibilang saat ini dirimu sedang berada di versi lain dari dunia yang kau tempati." Rubah itu menunjukkan telapak kaki depannya yang hangus keduanya meninggalkan semacam tanda segel.

"Jujur, akupun tidak ingin melihat wajahmu namun diriku tidak mempunyai pilihan lain." Kyuubi mendongakkan kepalanya dan memunculkan bayangan ingatan seorang anak berambut pirang berusia sekitar dua belas tahun. Entah kenapa diriku melihat bayangan Hashirama melekat padanya.

"Namanya Uzumaki Naruto. Dia Jinchurikiku." Kyuubi mampu menebak isi kepalaku saat melihat wajah anak tersebut. "Dan saat ini dirimu berada dalam tubuhnya." Rubah itu melanjutkan perkataanya yang membuatku menatapnya dengan tatapan tak percaya.

"Aku berada di dalam tubuhnya? Bagaimana bisa?"

"Aku tidak punya pilihan lain." Kyuubi menyeringai layaknya iblis sembari memutar kembali sebuah ingatan dimana aku menyaksikan seorang pemuda dengan wajah menyerupai Izuna berdiri dihadapan pemuda bernama Naruto ini. Semuanya terasa begitu cepat hingga diriku mendapati bahwa pemuda ini terjatuh dengan tubuh bersimbah darah.

Melihat kilas balik tadi, diriku seperti mendapatkan sebuah titik terang. "Jadi, kamu ingin bilang kalau pemuda bernama Naruto ini sebenarnya sudah mati dan sekarang rohku yang mengisi tubuhnya agar Kyuubi ini tidak mati?" Aku melirik tajam kepada monster Rubah yang tersenyum sinis kepadaku.

"Cukup adil bukan? Aku selamat dan kamu memperoleh kehidupan. Sebuah hubungan timbal-balik yang menguntungkan bukan?" Kyuubi tertawa sinis sambil menatap wajahku.

Mendengarnya, diriku terdiam sejenak mencoba menimbang situasi saat ini. Tentunya ini tidak sesuai dengan keinginanku dengan berada di tubuh orang lain. Namun, aku tidak punya pilihan lain untuk tetap hidup ditambah lagi sekarang diriku menjadi Jinchuriki dari Kyuubi yang tentunya menjadi benefit tersendiri dilain hari kelak.

Dari sudut mataku dapat kulihat Kyuubi menatap diriku dengan tatapan yakin bahwa diriku akan menyetujui tawarannya. "Baiklah, aku setuju dengan penawaranmu. Tapi aku memiliki satu syarat." Diriku menawar balik kepada monster ini.

"Menarik? Dan apakah itu?" Kyuubi nampaknya merasa bahwa saat ini diriku tidak berada dalam posisi yang menguntungkan untuk menawar.

"Ceritakan kepadaku mengenai semua tentang dunia ini. Kurasa terdapat perbedaan yang kentara dengan duniaku berasal dan juga duniamu." Diriku yakin jika bukan hanya tempat saja yang berbeda kini namun juga waktu. Hal ini kuduga saat Monster Rubah ini berkata bahwa pemuda bernama Uzumaki Naruto itu merupakan Jinchurikinya.

"Hoo, nampaknya Uchiha Madara merupakan orang yang berotak encer meskipun berbeda dimensi." Rubah ini tersenyum kecil kepadaku. "Baiklah, akan kuceritakan semuanya kepadamu." Ujarnya sembari memulai berbagai macam kilasan balik ingatan yang tentunya memakan waktu lumayan lama.

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

Pagi Harinya,

"Ukh!" Seorang pemuda bersurai pirang terbangun dari tidurnya yang panjang semalam. Tubuh pemuda yang masih tersambung dengan selang infus itu bergeliat lemah menandakan bahwa waktu tidurnya sudah terpenuhi.

Perlahan kedua kelopak matanya terbuka memamerkan sepasang safir yang jernih. "Sudah pagi..." Gumam pemuda tersebut sambil mencoba duduk di pembaringanya. "Ukh..." Rasa nyeri akibat pertarungan melawan pemuda Uchiha itu masih terasa dengan jelas membekas di sekujur badannya.

Dengan gerakan pelan ia menatap sepasang tangan tan miliknya yang masih tertancap selang infus. 'Jadi, sekarang aku menjadi Uzumaki Naruto...' Ya, meskipun tubuhnya merupakan tubuh seorang pemuda bernama Uzumaki Naruto, Namun jiwa yang mengisinya kini merupakan seorang Uchiha Madara.

'Tidak kusangka keinginanku untuk tetap hidup akan membawaku ke keadaan semacam ini.' Dirinya masih setengah tak percaya dengan perubahan yang amat mendadak dalam hidupnya. Baru kemarin rasanya ia bertarung hidup-mati melawan Hashirama di dunia asalnya dan sekarang ia terbangun dengan tubuh seorang pemuda berusia dua belas tahun yang tak ia kenal.

'Mungkin ini permainan Tuhan.' Pikirnya sembari tersenyum tipis.

Klek!

Tiba-tiba saja pintu ruangannya terbuka. Dari sana masuklah sepasang orang berbeda gender serta Usia menatapnya dengan tatapan muram.

Madara atau yang lebih tepat disebut Naruto langsung berusaha mengingat kembali siapa gerangan kedua orang itu. Iapun berusaha untuk tetap mempertahankan sikap seorang Uzumaki Naruto yang semalaman ia pelajari dari Kyuubi.

"Kakashi-sensei...Sakura-chan..." Madara tahu bahwa dirinya harus menyesuaikan ekspresinya dengan kejadian yang baru dialami oleh pemuda malang bernama Naruto itu. Namun, untunglah baginya yang merupakan seorang veteran Shinobi. Bersandiwara bukanlah perkara sulit baginya.

"Naruto..." Gadis bernama Sakura itu terhenyak menyaksikan keadaan pemuda bermata safir itu. Dirinya tidak pernah menyangka bahwa keinginan egoisnya akan membuat sang pemuda berakhir dengan kondisi mengenaskan seperti ini. Walaupun sebenarnya secara tidak langsung gadis ini telah membunuh rekan timnya.

Dengan wajah yang ia buat menyesal, Naruto menunduk membuang muka mencoba menghindari tatapan dari gadis berambut pink tadi. "Maafkan aku, Sakura-chan. Ini semua karena aku yang masih lemah." Ujarnya sambil meremas selimut tidurnya untuk menunjukkan rasa frustasi dirinya akibat gagal memenuhi janji yang ia buat kepada sang gadis.

Sementara itu, Kyuubi di dalam tubuh pemuda pirang tersebut tertawa terbahak-bahak melihat kemampuan akting seorang Madara. 'HAHAHA, aku baru tahu kalau Madara di dunia sana ternyata seorang pemain drama!' Rubah itu terguling-guling di dalam kerangkeng besi miliknya. Madara sendiri yang melihat tingkah sang monster hanya mendecih tak suka dan memilih melanjutkan kegiatan dramanya.

"Sakura-chan... maafkan aku!" Naruto menunduk memohon maaf kepada Sakura yang masih terpekur diam karena syok dengan keadaan pemuda pirang itu. Sementara itu, pria bernama Kakashi yang menemani Sakura memilih diam karena dia ingin melihat bagaimana Gadis ini bereaksi.

Dengan langkah cepat, Gadis dengan mata emerald tersebut menghampiri Naruto lalu memeluknya."Tidak apa-apa. Semua ini salahku yang egois memintamu membawanya pulang. Maafkan aku." Dengan air mata berlinang gadis ini memeluk pemuda pirang tersebut sembari meminta maaf karena telah membuat rekannya ini hampir mati.

"Tidak apa-apa kok." Naruto menepuk pundak Sakura mencoba untuk menenangkannya. " Ini bukanlah salahmu. Dirimu tidak egois. Akupun ingin agar Sasuke bisa kembali lagi kesini. Aku janji suatu saat nanti akan membawanya pulang kemari." Ujarnya sembari tersenyum lebar.

"Naruto..." Lirih Sakura yang entah kenapa merasa senang saat pemuda tersebut berkata demikian.

Sementara itu, Kakashi yang masih berdiri di sana tersenyum lega melihat keduanya. Iapun berjalan menaruh buah-buahan yang ia beli bersama Sakura di sebuah meja kecil dekat ranjang Naruto . "Tampaknya tidak ada yang bisa banyak kukatakan karena melihat kondisimu yang sudah membaik sekarang sudah lebih dari cukup bagiku. Sakura, ayo kita pergi dari sini. Naruto pasti membutuhkan banyak istirahat." Kakashi berjalan pelan beranjak meninggalkan ruangan tersebut.

"Ha'i." Sakura mengganguk paham sembari melambaikan tangannya untuk pamit kepada Naruto. Pemuda pirang itu pun membalas lambain tersebut sambil tersenyum lebar.

'Ah, nampaknya kamu memang bisa diandalkan untuk hal seperti ini ya. Rasanya aku tidak salah tarik roh waktu itu meskipun aku tidak menyukai Uchiha terlebih lagi dirimu.' Kyuubi yang menyaksikan keduanya pergi mulai kembali berbicara kepada Madara.

'Terserah saja apa katamu. Sebaiknya kita bicara nanti karena ada yang datang dan rasanya dia lebih kuat ketimbang pria bernama Kakashi itu.' Madara mencoba bertindak senormal mungkin layaknya seorang genin meskipun ia sudah tahu bahwa seorang pria paruh baya sedang mengawasinya dari luar jendela rumah sakit.

'Ah, kau benar.' Kyuubi mengganguk paham ketika ia merasakan sebuah kehadiran orang lain di dekat keduanya. Ia dan Madara memiliki kemampuan persepsi yang baik. Terutama Madara yang ternyata masih membawa beberapa kemampuannya ketika berada di dunianya.

Madara memilih menunggu tamunya itu bertindak dan ternyata pilihannya memang benar. Beberapa saat setelah Kakashi serta Sakura pergi, dari jendela di sebelahnya muncullah seorang pria paruh baya dengan menaikki seekor katak raksasa mengetuk jendela tadi sambil tersenyum padanya.

'Katak gunung Myouboku?' Meskipun berbeda dunia, namun tetap saja dunia Madara kini sedang berada dengan dunia asalnya merupakan dua dunia yang bersifat layaknya pantulan bayangan di cermin hingga terdapat banyak persamaan.

Namun, ia tidak ingin membuat pria itu curiga kepadanya dan segera memasang wajah serta sikap layaknya seorang Naruto. "Ero-Sennin!" Serunya lantang sambil menunjuk pria tersebut.

"Yo, Naruto!" Pria yang sebenarnya merupakan Jiraiya sang sannin legendaris tersenyum balik padanya sambil membuka pintu jendela tersebut. Namun, entah kenapa dirinya terdiam sesaat melihat Naruto.

'Rasanya ada sesuatu yang berbeda darinya. Tapi aku tidak tahu apa itu.' Meskipun jarang bertemu, Jiraiya telah menganggap anak pirang ini sebagai anaknya sendiri. Terlebih lagi saat mengetahui bahwa pemuda ini ditemukan tergeletak meregang nyawa saat bertarung melawan Uchiha Sasuke. Dirinya langsung berputar haluan menuju Konoha hari itu juga karena khawatir.

"Ada apa, Ero-sennin?" Naruto menatapnya dengan tatapan bingung meskipun dalam hatinya ia tahu bahwa Jiraiya curiga padanya.

"Ah, tidak apa-apa. "Jiraiya memilih menghiraukan pikiran anehnya itu. Iapun menatap kondisi pemuda tersebut dengan tatapan getir. "Aku sudah dengar semuanya dari Tsunade." Ujarnya sembari menghela nafas berat.

Naruto menatap Jiraiya dengan nada muram. "Ero-sennin, ini semua kesalahanku karena aku yang terlalu lemah. Seharusnya aku bisa menghentikan Sasuke kalau diriku lebih kuat." Pemuda pirang tersebut menggertakkan giginya seolah kesal akibat dirinya yang lemah.

"Naruto..." Jiraiya menatap pemuda itu dengan tatapan sendu. Namun, tiba-tiba saja ia teringat sesuatu yang penting. "Naruto, apakah kau mau mendengar penawaranku ini?" Tanya Jiraiya dengan nada ramah.

Mendengar kata 'Penawaran' tadi, kedua iris biru safir itu menatap Jiraiya dengan nada bingung. "Apa maksudmu, Ero-sennin?" Tanyanya dengan nada bodoh. Madara tentu tahu bahwa orang ini tengah menawarkan sesuatu yang menarik kepadanya. Namun, ia tidak boleh sampai lepas kendali dan membuat penyamarannya kacau.

"Mau dengar atau tidak?" Jiraiya mengulang perkataannya hingga membuat pemuda pirang itu kesal.

"Baiklah aku dengar kok!" Ujarnya dengan pipi mengerucut kesal.

"Hahaha, semangat yang bagus." Jiraiya tertawa puas.

"Jadi begini penawarannya..."

TBC

Entah Setan apa yang merasuki Author hingga mengetik fic ini. Dalam fic ini udah jelas kalau Madara yang menjadi naruto ini bukanlah Madara yang sama dengan Madara yang mati sampai tua itu. Entah kenapa Author jadi minat nulis ini fic karena lihat lagu ending terbaru Naruto Shippuden. Pairing urusan nanti ya hehehe. Dan jikalau ada pertanyaan, usul, ataupun hal yang membingungkan silahkan kirimkan ke Review. Untuk fic-fic Bad Sector lain yang Reader tunggu sedang author kerjakan jadi tunggulah rilisnya. Satu lagi untuk beberapa chapter kedepan Naruto itu sama dengan Madara. Author kira mungkin ada yang masih bingung dengan percakapan yang tiba-tiba berubah dari Naruto ke Madara. Namun, author Cuma mencoba menyamakan sudut pandangnya saja (Entah itu berhasil atau tidak). Dan satu lagi yang tak kalah penting yakni ucapan terima kasih untuk semua reader yang meluangkan waktunya untuk membaca, mereview, fav, ataupun memfollow fic gaje dari author. Sekian dan terima kasih ^_^ .