KARENA CINTA DATANG TANPA PERMISI CHAPTER 6

Characters : Karma Akabane, Okuda Manami, dan chara lainnya

Disclaimer : Ansatsu Kyoushitsu © Yuusei Matsui

Warning : Abal, aneh, kayaknya ada typo, OOC, cerita ini hanya fiktif belaka, mohon maaf bila ada kesamaan ide.

DON'T LIKE DON'T READ


BYUR! BYUR! BYUR!

"Kyaaa! Kau bisa membuatku tenggelam, Nakamura-san!"

"Hei Kimura-kun! Pass!"

"Ah! Sejak kapan kau bisa menandingiku, Chiba-kun?!"

"Terima ini!"

"Nyuuuah~! Karma-kun! Kursinya jangan digoyang-goyang! Sensei tidak bisa berenang!"

"Hazama-san! Kalau tidak mau nyebur, bukumu aku siram, lho!"

Suara ceburan dan riak air di kolam renang buatan Koro-sensei yang berbaur dengan suara ceria anak-anak serta peraturan ketat sang guru kelas 3-E terdengar seru dan ramai. Mereka sedang menikmati dinginnya air kolam renang pada jam pulang sekolah.

Hari ini, Koro-sensei mengadakan kegiatan tambahan, bagaikan durian runtuh, karena akhir pekan ini, sekolah pulang cepat lantaran ada rapat antarguru (dalam hal ini, kelas 3-E diwakili Karasuma-sensei dan Irina-sensei). Maka dari itu, guru bertentakel tersebut mengajak anak-anak bermain-main di kolam renang sambil mengupayakan pembunuhan untuknya. Maka dari itu, jika kalian melihat airgun, pistol, dan pisau anti-sensei yang mereka bawa di kolam, kalian tidak perlu heran.

Sambil diselingi percobaan membunuh, anak-anak asyik bermain-main. Ada yang balapan renang, bermain polo air, saling mengajari berenang, atau sekadar bermain cebur-ceburan.

Si pemilik surai merah itu juga ikut dalam kegiatan ini. Ini adalah hari ke tiga belas dia kembali ke sekolah, dan lukanya sudah kering, sekarang, dia bisa ikut larut dalam kegiatan seru kelas 3-E. Sampai minggu lalu, saat jam berenang, dia hanya duduk-duduk di kursi pinggir kolam sambil sesekali mencoba membuat Koro-sensei jatuh ke air, atau menghilang ke dalam hutan. Namun mulai minggu ini, dia bisa kembali ikut pelajaran berenang di tahun terakhir SMP.

Setelah puas menggoyang-goyangkan kursi milik Koro-sensei, Karma ikut bertanding berenang dengan beberapa teman yang lain setelah Nagisa dan Isogai memanggilnya (Koro-sensei mengucapkan terima kasih diam-diam pada kedua anak itu).

Di sisi lain kolam renang, tampak Okuda dan Kurahashi yang sedang asyik berenang sambil mendorong-dorong ban pelampung berisikan Kayano di atasnya. Ketiga anak itu bagaikan anak TK yang baru belajar berenang. Meski fakta, hanya Kayano yang tidak bisa berenang jika tidak menggunakan pelampung di kelas 3-E.

"Sudahlah Okuda-san, Kurahashi-san. Aku jadi malu, nih," keluh Kayano.

Okuda menggeleng sambil tetap melanjutkan kegiatannya, "Makanya, ayo turun dari pelampungmu, Kayano-san! Kita ikut bermain dengan yang lain."

Kayano cemberut, "Mou, aku tidak bisa berenang. Bagaimana caranya aku ikut main? Aku benci pelajaran berenang."

Kedua anak yang menjadi sasaran keluhan pemilik surai hijau itu terkekeh namun tetap melanjutkan kegiatannya.

BYARSH!

"Uwaaa!"

Okuda, Kayano, dan Kurahashi menjerit bersamaan saat ribuan tetes air mengenai wajah mereka. Cipratan air dari Kataoka dan Nakamura.

"Hehehe! Ayo kemari! Kita main voli air di sini! Kau juga Kayano! Sambil belajar berenang!"

Okuda dan Kurahashi menerima dengan senang hati, sementara Kayano masih mempertahankan wajah cemberutnya ketika Kataoka menarik ban renang yang ditumpangi. Tidak lama kemudian, kelima anak itu asyik dengan kegiatan mereka, bermain voli air sambil beberapa diantaranya mengajari Kayano berenang, walaupun gadis bersurai hijau itu tidak mau sekalipun turun dari ban karetnya.

Kegiatan yang sangat menyenangkan antarperempuan sebenarnya, jika saja momen-momen pubertas tidak sedang seliweran di dalam kepala seorang anak perempuan berambut ungu bernama Okuda Manami. Entah apa yang menyebabkan Okuda merasa betah untuk menatap pembuat onar kelas wahid di kelasnya itu tengah beradu kecepatan renang dengan beberapa anak laki-laki lainnya.

Tangan Karma mencapai dinding kolam setelah kalah satu posisi dengan Terasaka. Namun, anak berambut merah itu hanya tertawa girang sambil mengatakan cara Terasaka berenang mirip kucing tenggelam, yang tentu saja langsung dibantah oleh pemilik badan paling besar di kelas itu. Karma naik ke pinggir kolam. Wajah anak itu terlihat segar akibat terpaan air. Sekujur tubuhnya basah tanpa kecuali. Napasnya sedikit terengah akibat pertandingannya tadi.

Dada Okuda terasa panas.

Secara kebetulan, manik violet itu bertemu pandang dengan sepasang mata tembaga milik Karma yang langsung melemparkan senyum yang membuat Okuda buru-buru mengalihkan pandangan ke arah lainnya dengan muka yang memerah.

"Oi, setan merah, apa yang kau lakukan?" tanya Terasaka.

"Tidak ada," jawab Karma.

"Ayo kita lanjutkan, aku masih ingin mengalahkanmu lagi."

"Hoooo, boleh juga."

Dan pertandingan renang antar anak laki-laki dimulai kembali, dengan tidak lupa Karma menyempatkan diri melirik ke arah gadis violet yang sedang bermain voli air.


- KARENA CINTA DATANG TANPA PERMISI -


Hari sudah semakin sore, waktunya pulang. Anak-anak kembali ke kelas dan langsung membersihkan diri di kamar mandi dengan air yang tetap mengucur deras. Setelahnya, ada yang langsung pulang, atau tetap tinggal untuk melakukan beberapa hal. Seperti memasang perangkap untuk Koro-sensei, atau menyusun teori-teori yang kiranya bisa digunakan untuk mencabut nyawa sang guru tersayang.

Enam sekawan –Nagisa, Karma, Sugino, Kayano, Kanzaki dan Okuda- memilih untuk segera pulang karena lelah seharian bermain air. Keenamnya melewati jalan yang sama, menuruni gunung yang tinggi menuju stasiun kereta, dimana mereka akan berpisah mengambil jurusan kereta yang lain atau berjalan ke arah lainnya seperti yang dilakukan Sugino dan Kayano.

"Sou, bagaimana kalau besok kita jalan-jalan? Mumpung hari minggu?" tanya Sugino tiba-tiba.

"Jalan-jalan? Boleh juga. Sudah lama kita tidak bersenang-senang," ucap Kanzaki setuju.

"Yosh, bagaimana yang lain?" tanya Sugino lagi.

Kayano nampak berpikir, "Baiklah. Sepertinya seru juga, sebentar lagi kita akan menghadapi banyak ujian, tidak ada salahnya pergi bermain sedikit," tangan rampingnya merangkul Okuda, "Benarkan, Okuda-san?"

"Ha-ha'i. Jarang-jarang kita bisa keluar bersama."

Sugino mengangguk senang, "Oke, para gadis sudah setuju," pandangannya beralih pada duo merah-biru, "bagaimana dengan kalian?"

"Uhn, aku setuju. Bagaimana denganmu Karma?" tanya Nagisa.

"Hmmmm, bolehlah. Lagipula rasanya membosankan di rumah sendirian terus."

"Oke. Kita berkumpul di restoran XXX dekat stasiun kereta jam 10 pagi. Aku yang traktir!" seru Sugino.

"Hooooou!" dan disambut teriakan girang kelima temannya sebelum berpisah.


- KARENA CINTA DATANG TANPA PERMISI -


"Jadi, Nagisa-kun, Sugino-kun, apa yang sebenarnya kita lakukan sekarang ini?" tanya Karma setelah menyeruput sodanya.

Nagisa dan Sugino –yang ditanya- hanya memasang wajah uh-aku-juga-tidak-tahu-tolong-jangan-tanya-aku. Karma menghela napas bosan kemudian menyeruput sodanya lagi.

Ini adalah hari ke empat belas –tepatnya dua minggu- semenjak pemilik surai merah itu kembali ke sekolah, dan Musim Panas masih berlangsung dengan ceria. Jadi, tepat jam 10, mereka –Karma, Nagisa, Sugino, Kayano, Okuda, dan Kanzaki- bertemu di sebuah restoran cepat saji. Pada saat-saat seperti ini, mereka tampak berbeda dengan hari-hari biasanya. Mereka biasa saling melihat satu sama lain yang memakai seragam sekolah. Jujur saja, itu membosankan. Tapi kali ini, penampilan mereka berenam nampak sangat segar dan ceria, seceria cuaca Musim Panas.

Mulanya, mereka berenam hanya duduk-duduk bercanda sambil menikmati burger, kentang goreng dan milkshake –traktiran Sugino yang lagi banyak duit- sampai akhirnya Kayano mengajak untuk mengunjungi pertokoan. Dan, beginilah akhirnya. Para lelaki hanya pasrah saat anak-anak perempuan menyeret mereka masuk dalam sebuah toko baju yang juga menjual aksesori yang imut-imut. Kayano, Kanzaki, dan Okuda dengan semangat melihat-lihat beraneka baju dan aksesori. Sementara Karma, Nagisa, dan Sugino hanya pasrah duduk di bangku toko dengan tampang malas.

"Apa sih, bagusnya barang-barang begituan? Aku tidak pernah megerti," ucap Sugino saat melihat Kanzaki sedang sibuk mengamati gelang-gelang lucu yang beraneka warna.

"Uh, yah. Selera kita dan mereka tentu saja lain," ucap Nagisa.

"Heee ... Kupikir kau juga suka barang-barang itu, Nagisa-kun," ledek Karma.

Nagisa menampakkan wajah ugh-jangan-meledekku-begitu-dong pada Karma yang masih menyeringai.

"Tapi, di saat seperti ini, kita terlihat seperti anak-anak yang biasa, bukan?"

Ucapan Sugino membuat Nagisa dan Karma refleks mengangguk bersamaan. Kenyataan mereka didiskriminasi di sekolah, dan dididik untuk membunuh guru sendiri, jelas tidak bisa dihilangkan. Tapi benar, saat mereka tidak terjamah oleh sekolah, mereka benar-benar seperti anak-anak normal.

Nagisa merenggangkan badannya, "Kau benar. Kuharap, lulus SMP nanti, kita bisa jalan-jalan bersama lagi," satu tangannya ditumpukan pada pegangan kursi, "Kalau kita berhasil membunuh Koro-sensei sih. Iya 'kan, Karma-kun?"

Karma mengangguk mengiyakan. Tidak lama kemudian, matanya melihat ke arah Okuda yang mengamati deretan kalung. Dari jarak pandangnya, Karma bisa memastikan model kalung yang sedang diamati Okuda.

Kalung berbentuk hati yang bisa dibelah.

Karma memutar matanya. Setahunya, kalung itu biasa dipakai sepasang kekasih. Apa sih yang menarik dari kalung begituan? Memangnya, ada orang yang diinginkan Okuda untuk kembaran memakai kalung norak begitu?

Karma tidak bisa mengerti.

Sekitar satu jam berlalu, sampai akhirnya para gadis keluar dari kasir dengan wajah sumringah dan plastik belanja berwarna biru muda berukuran sangat kecil, menandakan plastik tersebut hanya berisi aksesori yang mereka beli.

"Ah, anak perempuan itu dimana-mana sama saja ya?" ucap Sugino sambil mengangkat tangannya.

"Mou, kalian saja yang tidak bisa mengerti bagusnya dimana!" keluh Kayano sambil mengacungkan belanjaannya di depan wajah Sugino.

"Maa , maa. Sudahlah, ayo kita lanjut saja jalan-jalannya," ucap Nagisa menegahi, "jadi, kemana selanjutnya?"

"Bagaimana kalau ke Aquarium Bawah Air XXX?" usul Kanzaki tiba-tiba, "Kudengar mereka membuat promo musim panas hari ini."

"Ah, ide bagus," ucap Sugino. "Bagaimana dengan yang lain?"

Tentu saja tidak ada yang menolak.

Kembali keenamnya menyusuri jalan untuk menuju halte bus terdekat. Keenamnya nampak sangat menikmati hari libur mutlak yang bisa didapatkan oleh para pelajar seperti mereka, sebelum nantinya mereka akan disibukkan dengan berbagai macam ujian dan lainnya.

Karma berjalan bersebelahan dengan Manami, nampak gadis bersurai ungu itu juga menikmati acara jalan-jalannya.

"Jadi, kau mendapatkan apa yang kau inginkan tadi?" tanya Karma membuka percakapan.

"Ha'i. Kalau tidak ingat aku juga harus selalu menyisihkan uang saku, mungkin tadi aku sudah memborong," Okuda tertawa pelan, "Habisnya, barang-barang di sana sangat bagus dan lucu-lucu."

Karma tersenyum, "Jadi, apa yang kau beli?"

"Etto …" Manami membuka belanjaan yang dibawanya, "Kore desu."

Tangan yang lebih kecil beberapa centi dari Karma memperlihatkan sebuah gelang rantai tipis perak dengan hiasan bunga-bunga yang juga berwarna perak dan sebuah kalung dengan desain yang sama.

"Bagus," komentar Karma singkat, "rupanya kau juga suka barang-barang begituan ya?"

Okuda tersenyum, "Sebenarnya, aku suka memakai gelang dan semacamnya sejak kecil. Tapi, Yayasan Kunugigaoka sangat ketat dalam aturan, jadi, aku tidak pernah memakainya ke sekolah."

"Lalu, kenapa hari ini kau tidak memakai gelang atau kalung? Kita sedang tidak sekolah bukan?" tanya Karma.

"Gelang yang biasanya aku pakai putus, makanya aku beli yang baru," ucap Okuda sambil memasukkan kalung yang dibelinya, namun mempertahankan gelangnya.

"Tangan mana yang biasanya kau pakaikan gelang?" tanya Karma.

"Eh? Tangan Kanan."

"Sou ka, sini biar kubantu memakaikannya."

"Eh? Eh?"

Okuda tidak bisa membantah saat tangan Karma dengan kilat mengambil gelang di tangannya dan dengan lihai memakaikan gelang tersebut pada pergelangan tangan kanan Okuda yang kecil. Pemilik surai merah itu tersenyum puas melihat hasil kerjanya yang melekat di pergelangan tangan Okuda.

"A-arigatou Karma-kun," ucap Okuda dengan muka yang bersemu kemerahan.

Karma tersenyum, "Maa, kalau kau mematung terus, kita bisa ketinggalan dengan yang lainnya."

Okuda terhenyak, kemudian menyamakan langkahnya dengan Karma untuk mengejar empat orang lainnya yang sudah lebih dulu berjalan. Setelah berhasil bergabung, mereka berenam tenggelam dalam percakapan seru mengenai impian masa depan mereka, yang akan mereka lakukan seandainya bumi tidak hancur.


- KARENA CINTA DATANG TANPA PERMISI -


Setelah menunggu bus sekitar sepuluh menit dan melakukan perjalanan yang menyenangkan selama kurang lebih satu setengah jam, akhirnya di sinilah mereka. Sebuah aquarium bawah air raksasa yang memanjakan mata mereka. Ribuan makhluk laut berenang bebas di sana. Ikan, kerang, ubur-bubur, kepiting, bahkan hiu dan aligator juga ada.

Keenamnya merasa takjub melihat pemandangan yang disuguhkan, seandainya ada Koro-sensei, guru gurita itu akan dengan senang hati menjawab bahkan menjelaskan –tanpa diminta, mengenai objek-objek laut yang mereka lihat.

Mungkin tidak tepat jika disebut aquarium bawah air, karena nyatanya, tempat ini adalah bangunan kaca raksasa yang dibangun beberapa meter di bawah permukaan laut, sehingga dapat melihat dengan jelas habitat aslinya. Mungkin lebih tepatnya pengunjung di sini yang diaquariumkan oleh makhluk laut.

Selain melihat-lihat makhluk laut di habitat aslinya, mereka juga dimanjakan dengan atraksi lumba-lumba, singa laut dan paus Orca. Beberapa tempat dimana mereka bisa langsung berinteraksi dengan hewan laut seperti penyu, bintang laut, kerang, kepiting, dan ikan-ikan kecil. Beberapa restoran yang menyediakan seafood lezat dan penganan manis berbentuk hewan lucu, serta tidak lupa toko aksesoris imut bertemakan hewan-hewan laut yang tidak absen disambangi para gadis.

Mereka berenam sama-sama menikmati acara mereka, dimana mereka bisa memanjakan diri sejenak, melupakan semua ujian, PR dan segudang kegiatan akademik yang membosankan. Bahkan melupakan fakta bahwa mereka adalah murid terbuang di Kelas E yang sedang dididik untuk membunuh wali kelas mereka sendiri.

Kembali ke tokoh utama kita. Pemilik surai merah itu juga nampak menikmati pemandangan yang ada di sekelilingnya, bahkan sempat-sempatnya menjahili Nagisa dengan bintang laut berbulu saat mereka mengunjungi tempat dimana mereka bisa berinteraksi dengan binatang air secara langsung.

Juga, menikmati pemandangan dimana seorang gadis bernama Okuda Manami yang nampak sangat gembira hari ini.

Yah, belakangan ini keduanya sangat akrab, sangat dekat malah. Ketika Okuda tidak bisa memecahkan soal matematika, dengan segera gadis ungu itu akan lari pada Karma. Gadis ungu itu yang akan menarik Karma kembali ke kelas ketika dia hendak bolos (walau sebenarnya intensitas bolos seorang Akabane Karma juga menurun drastis belakangan ini). Bahkan Okuda yang selalu mengganti perban si surai merah selama beberapa hari ini.

Nyaris tiap malam Karma dan Okuda akan bertukar pesan melalui aplikasi chat, mulai dari pembahasan mengenai tugas, cara membunuh Koro-sensei yang kiranya baik, bertukar informasi mengenai penemuan terbaru, sampai hanya sekedar basa-basi belaka. Pulang bersama ketika Karma tidak sedang bersama Nagisa, bahkan keduanya pernah bersama-sama memasang perangkap kimia untuk Koro-sensei, yang pastinya tetap bisa dihindari oleh guru gurita tersebut.

"Perangkap kalian berdua sangat bagus, tapi, cairan yang seperti itu tidak akan mempan pada sensei. Cobalah kalian teliti lebih dalam lagi, nurufufufufufu~"

Yah, hari ini, Okuda tetap setia dengan kepangannya dan kacamata tipis yang selalu bertengger di wajahnya. Baju biru muda tanpa dengan dengan aksen renda, celana pendek cream dan sepatu hitam bertumit rendah menjadi pilihan gadis itu hari ini. Tak lupa tas kecil berwarna coklat muda dan gelang yang barusan dibelinya.

Karma memperhatikan gerak-gerik pemilik netra violet itu dengan kagum. Bagaimana bola mata gadis itu berbinar-binar melihat kehidupan bawah air yang begitu kaya, tawanya yang renyah ketika melihat anak laki-laki melakukan kekonyolan, ketertarikannya ketika memegang ikan-ikan kecil dan mengelus lumba-lumba. Bahkan saat gadis itu terkagum-kagum melihat gantungan ponsel berbentuk binatang yang dijajakan di salah satu toko aksesori di sana, tak luput dari mata tajam seorang Akabane Karma, terutama saat gadis ungu itu terpaku pada gantungan luma-lumba berwarna ungu-putih di sana, yang batal dibelinya.

Entah apa yang berada di dalam kepala bermahkota merah itu, karena menurutnya pemandangan dari gerak-gerik yang Okuda berikan jauh lebih indah daripada pemadangan sekitarnya.

Cukup lama mereka berkeliling menikmati fasilitas yang ada, sampai akhirnya mereka memutuskan makan siang di sebuah restoran yang ada. Restoran unik yang menyajikan pasta seafood menjadi pilihan mereka hari ini. Keenamnya menikmati hidangan yang disajikan dengan gembira, namun kali ini, mereka membayarnya sendiri-sendiri.

"Ah, hari ini sangat menyenangkan," komentar Sugino setelah makanan di hadapannya habis, "Kuharap, kita bisa pergi lagi suatu hari nanti."

Nagisa mengangguk setuju, "Hmmh, aku memang sedikit lelah, tapi ini sangat mengasyikkan!"

Tentu saja mereka lelah, para gadis tidak henti-hentinya mengaja mereka berkeliling, berfoto dan singgah-singgah. Terutama Kayano yang sangat antusias.

Mereka menyempatkan diri berbincang-bincang sebentar sebelum memutuskan untuk pulang karena hari sudah mulai sore, dan Sugino ingat dia belum mengerjakan PR Ilmu Sosial yang akan dikumpulkan besok, pada jam pelajaran ketiga.


- KARENA CINTA DATANG TANPA PERMISI -


Keenamnya masih menaiki bus yang sama saat menuju stasiun kereta dimana mereka bertemu tadi pagi. Di sana, mereka berpisah. Sugino mengantarkan Kanzaki pulang (walau sebenarnya gadis itu sempat menyeret Sugino masuk ke game center dan membuat penggila baseball tersebut melongo lantaran gadis berambut panjang tersebut berhasil mengalahkan seorang jawara game di sana) dan kayano meminta Nagisa menemaninya sebentar ke sebuah supermarket untuk belanja bahan makan malam.

Sehingga, berdasarkan paragraf di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa Karma dan Okuda pulang duluan dengan kereta.

Sebenarnya tidak banyak yang mereka bicarakan dalam kereta, karena Okuda nampak begitu gugup hanya berduaan saja dengan Karma. Berbeda dengan saat mereka berbalas chat, suasana canggung nampak jelas berada di sekitar mereka.

Mungkin mereka berdua tidak akan bersua satu sama lain selama perjalanan dari stasiun sampai ke rumah masing-masing, jika saja, saat ini mereka tidak terjebak hujan deras yang tiba-tiba turun saat mereka sampai di stasiun tujuan. Keduanya nampak berteduh pada sebuah halte bus yang kosong. Gadis berambut ungu tersebut jelas menampakkan kekecewaan saat menatap awan yang kelabu.

"Hujan," keluhnya, "Padahal daritadi pagi cuacanya sangat cerah."

"Yah, mau bagaimana lagi. Kita tidak membawa paying, dan tidak menaiki bus, jadi kita harus menunggu di sini sampai hujan reda," ucap Karma yang langsung duduk di bangku.

Gadis berkacamata itu nampak kecewa, karena mungkin dia berpikir bisa langsung pulang membersihkan diri dan beristirahat setelah acara jalan-jalan yang lumayan menguras tenaga juga. Dengan langkah berat, diayunkannya kaki bersepatu hitam itu menuju bangku yang tersedia dan duduk di samping Karma.

Selama beberapa waktu, tidak ada percakapan yang terjadi di antara keduanya. Karma hanya diam sambil menatap langit yang memuntahkan air, sementara Okuda nampak sedikit gelisah, seperti ada sesuatu yang ingin disampaikan.

"Karma-kun," tegur Okuda setelah memberanikan diri.

Yang ditegur menoleh dengan tampang ada apa?

"Tadi, waktu selesai makan siang, aku tidak melihatmu mengeluarkan obat atau semacamnya," ucap Okuda, "Kau sudah benar-benar sembuh, atau kau lupa dengan obatmu?"

Karma melejitkan alis, "Kenapa bertanya begitu?"

"M-Maaf kalau kau tersinggung," ucap Okuda, "A-aku hanya ingin tahu saja. A-aku d-dan yang lain akan sangat bersalah kalau kau sakit lagi. Mana sekarang kau kehujanan," wajah Okuda kini memerah bagaikan lobster rebus (Kia : kalo kepiting rebus, udah terlalu mainstream #acunginjempol).

"Hahahahaha!" Karma tertawa lepas melihat ekspresi Okuda, yang ditertawai menggembungkan pipi.

"Karma-kuuuun!"

"Ahahaha~ Gomen, gomen," Karma berusaha menghentikan tawanya, "Mukamu itu mengundang tawa bagiku."

Okuda kesal, dia mengerucutkan bibirnya, "Karma-kuuuuuun!"

"Iya-iya," ucap Karma, "Aku sudah sembuh. Sejak minggu lalu, aku sudah tidak meminum obat atau pergi untuk check up lagi. Aku sudah pulih, tenang saja."

"Tapi ..." Okuda melirik bekas jahitan di dahi kanan Karma yang biasanya tertutupi poni merahnya.

Karma yang menyadari lirikan Okuda, memegang bekas lukanya, "Ini? Tidak apa. Luka-lukaku sudah lama kering, kok, kau tahu sendiri 'kan? Minggu ini –bahkan kemarin- aku ikut pelajaran berenang. Tidak perlu khawatir."

Okuda menghela napas, "Bukan hanya itu. Kau juga kehujanan hari ini," Okuda melirik tangan kanan Karma.

Gantian Karma yang menghela napas, "Sudah kubilang, luka-lukaku sudah lama kering. Tidak usah khawatir," Karma mengubah posisinya, duduk merepet dengan Okuda, "Soal kehujanan, aku malah lebih mengkhawatirkanmu."

"E-eh? Eh?" Okuda kalang kabut saat Karma merapatkan tubuhnya.

"Dingin, 'kan? Tenang saja, aku tidak akan macam-macam padamu. Meski bengal, aku masih tahu adat, kok."

Okuda pasrah.

Beberapa menit mereka duduk dalam diam, bosan rasanya. Hujan juga belum menunjukkan tanda-tanda ingin berhenti. Okuda memang merasa hangat dalam rangkulan si rambut merah itu. Namun, di saat bersamaan, jantungnya berdoki-doki dua kali lipat dari biasanya, memompa aliran darahnya dengan cepat ke pipi. Membuatnya bersemu kemerahan. Diam-diam, Okuda melirik Karma. Tentu saja, temannya itu juga merasa kedingingan. Entah dia gengsi atau menahannya, Karma tidak mengeluh sedikitpun. Tapi, Okuda tahu. Dia bisa merasakan perubahan suhu telapak tangan Karma di bahunya. Berbeda dengan tangannya yang hangat.

Pelan-pelan, Okuda mengambil tangan Karma di bahunya dan tangan satunya yang bersandar pada sandaran kursi, membuatnya kini seolah dipeluk oleh Karma. Sang empunya tangan hanya terjengit. Sebelum sempat bertanya, Okuda menangkupkan kedua tangannya yang hangat di tangan Karma, dan menghembuskan napasnya.

"Fuuuuuuuuuh."

"Okuda-san."

"Fuuuuuuuuuuuh," yang ditegur tidak membalas, masih sibuk meniupkan napas untuk membagi kehangatan.

"Okuda-san."

"Fuuuuuh. Fuuuuuuh. Fuuuuuuuh," yang ditegur masih tidak menyahut, seolah berkata sudah, Karma-kun diam saja.

Karma tersenyum kecil, membiarkan saja Okuda melakukan apa yang dia mau. Walau tidak dipungkiri, kini dia merasa sedikit lebih hangat. Dia berharap, tidak ada bagian tubuh Okuda yang menempel di dadanya, agar sang manik ungu itu tidak menyadari detak jantungnya yang juga mulai berpacu.

Ada sesuatu yang mulai tumbuh, huh?


- KARENA CINTA DATANG TANPA PERMISI -


Setelah menunggu sekitar satu jam, akhirnya hujan mulai reda, walau masih gerimis kecil-kecil, setidaknya sudah tidak sederas hujam satu jam yang lalu. Kedua remaja tersebut memutuskan untuk segera pulang karena hari sudah mulai malam. Setelah adegan berangkulan tersebut, nampaknya Karma dan Okuda sedikit mulai akrab, terbukti percakapan-percakapan ringan timbul di antara mereka berdua.

Percakapan keduanya cukup menyenangkan, sampai tiba-tiba Okuda merasa ada sesuatu yang janggal.

"Bukankah penyebrangan yang menuju rumah Karma-kun sudah terlewat?" tanya Okuda sambil menunjuk jalan yang dimaksud, "Karma-kun mau mampir kemana?"

Karma menggeleng, "Tidak, aku tidak mau mampir, aku ingin pulang."

Okuda mengerutkan kening, "Lalu?"

Karma mengusap-usap tengkuknya, "Yah, malu sih mengakuinya. Tapi, aku agak-agak trauma juga lewat jalan itu."

Okuda langsung mengerti. Ya, jalan di mana si rambut merah itu pernah kecelakaan dan berakhir mendekam lima hari di Rumah Sakit. Kalau saja yang kecelakaan itu Okuda, dia juga pasti tidak mau lewat jalan itu lagi.

Ternyata si Setan Merah itu juga bisa trauma.

"Jadi, Karma-kun mau lewat mana?"

"Lewat jembatan penyebrangan, nanti di depan sana, yang mengarah sebelum belokan perumahanmu," jawab Karma.

"O-oh. Tapi, nanti tambah jauh dong."

Karma mengedikkan bahu, "Yang begituan tidak jadi soal bagiku."

Kembali mereka larut dalam keheningan, sampai akhrinya mereka sampai pada tempat yang dimaksud.

"Baiklah, aku lewat sini," Karma menunjukkan jalan.

Melihat pemandangan ini, kejadian waktu itu seakan berputar. Seperti ada déja vu. Sesaat Okuda mematung, terasa ingin mengekor sampai ke rumah sang pemilik manik tembaga itu, memastikan dia akan selamat sampai di rumah.

"Okuda-san?"

"A-ah. Ya," Okuda tersadar dari lamunannya.

Karma mengerutkan alis, "Kau kenapa?"

Berusaha tersenyum, "Iie, nandemonai."

Terdengar helaan napas dari pemilik manik tembaga itu, "Kau merasa déja vu dengan kejadian waktu itu, 'kan?"

Tepat sasaran.

Melihat Okuda yang sedikit terjengit –oh, jangan lupakan pengelihatan mata Karma yang tajam, dia mengerti. Tebakan itu benar. Toh, dia sendiri juga merasakan hal yang sama.

"Tenang," hiburnya, "Aku akan baik-baik saja. Memangnya apa yang akan menantiku di jembatan penyebrangan?"

"E-etto ..."

Oh, banyak Karma-kun. Boleh jadi ada bandit yang menyerangmu, atau jembatan itu roboh, atau ada pesawat yang tiba-tiba jatuh.

Okuda membuang jauh-jauh pikiran itu dan tertawa garing, "A-ano, Karma-kun, kalau sudah sampai, segera ganti bajumu dan mandilah."

Karma melejitkan alis.

"J-jangan lupa menghangatkan tubuh, minum teh atau apalah," Okuda memalingkan pandangan dengan pipi bersemu, "Tadi 'kan kau kehujanan," lanjutnya dengan pelan.

Tangan kanan Karma hinggap di puncak kepala Okuda, "Kau seperti Ibuku saja," katanya, "Jangan mengatakan hal itu padaku jika kau sendiri tidak melakukannya, oke? Bukan hanya aku yang kehujanan. Kita berdua yang kehujanan."

Kita, huh?

"A-aku tahu."

Karma tersenyum, dan melepaskan tangannya, "Ja , aku duluan. Hati-hati."

"Uhn. Sampai ketemu besok."

"Okuda-san."

Panggilan Karma membuat Okuda berbalik dan langsung gelagapan saat sebuah benda melayang di depannya, meski sempat panik, gadis bermarga Okuda itu berhasil menangkap apa yang dilemparkan si pembuat onar kelas wahid tersebut.

Sebuah gantungan ponsel berbentuk lumba-lumba berwarna ungu yang batal dibelinya saat acara jalan-jalan barusan.

"Ini …" ucap Okuda sambil menatap Karma yang tersenyum.

"Anggap saja kenang-kenangan untuk hari ini," ucap Karma, "Kau suka?"

Okuda mengangguk, "Uhn. Arigatou!" ucapnya gembira. "Tapi, aku tidak memberikan apa-apa untuk Karma-kun."

"Haha, tidak perlu memikirkan soal itu," ucap Karma, "sudah ya."

Karma melambaikan tangannya dan menaiki tangga, sementara Okuda melanjutkan perjalanannya, belokan perumahan sudah menanti.


- KARENA CINTA DATANG TANPA PERMISI -


Okuda menatap gantungan di ponselnya dengan senyum yang mengembang. Dia batal membelinya karena menganggap harga yang dipasang untuk gantugan itu lumayan mahal, mengingat dia hendak makan siang dan ongkos untuk kembali pulang. Sebenarnya tidak masalah jika Okuda membawa lebih banyak uang simpanannya, namun diurungkan karena tidak ingin terlalu terlena dengan barang yang dijajakan.

Gadis bernetra violet itu nampak gembira ketika gantungan yang diinginkannya sekarang berada di tangannya. Tapi, darimana si surai merah itu tahu jika Okuda menginginkan hal tersebut? Ah, rasanya Okuda harus mulai berpikir untuk memberikan sebuah balasan nantinya.

Dengan senyum malu-malu, dibukanya smartphone miliknya dan membuka galeri foto. Cukup banyak foto yang diambilnya hari ini bersama teman-temannya. Namun, diantara puluhan foto acaranya hari ini, ada satu foto yang sangat disukainya. Foto dengan objek seorang Akabane Karma yang tengah terpesona melihat ke arah aquarium dengan senyum tipis.

"Fufufu~~" Okuda tersipu malu, sebelum memasukkan kembali smarphone-nya ke dalam tas.


- KARENA CINTA DATANG TANPA PERMISI -


Akabane Karma berjalan dengan santai. Pikirannya kembali melayang mengingat acara jalan-jalan yang baru saja dilewatinya. Acara yang cukup menyenangkan untuk mengisi akhir pecan yang biasanya membosankan.

Tangan remaja itu melesak ke dalam saku celananya dan mengeluarkan smartphone miliknya. Dibukanya galeri foto yang ada di sana. Terlihat beberapa foto yang juga diambilnya hari ini bersama teman-temannya. Tidak sebanyak yang diambil anak perempuan tentu saja, Karma adalah anak laki-laki yang termasuk malas berfoto.

Dari sekian deret foto hari ini yang diambilnya, hanya satu foto yang menjadi favoritnya.

Foto seorang Okuda Manami yang tertawa gembira saat makan bersama-sama di restoran pasta seafood barusan.

Karma menyunggingkan senyum sebelum mematikan smarphone-nya.


- BERSAMBUNG -


A/N : *Suara tabuhan genderang* YOhooooooo, Kia kembali lagiiiiiiiiiiiiii.

Hahahaha, setelah melewati masa-masa MABA yang lumayan berat, akhirnya saya bisa menulis lagi #sujudsyukur.

Hmmmmm. Saya benar-benar minta maaf karena sudah cukup lama hiatus. Banyak hal yang saya lakukan sehingga tidak punya cukup waktu untuk menulis. Hontou ni gomenasai.

Dan wah, ternyata masih ada yang setia membaca fic ini. Arigatou gozaimasu

Kia masih belum tau kapan bisa nulis lagi, tapi akan Kia usahakan tetap menulis lanjutan fic ini sampai selesai. Berapa chapter yaaa? Hehehehe.

Dan soal gelang dan kalung yang dibeli Okuda, itu sama dengan gelang dan kalung kesayangan yang saya miliki dan selalu saya pakai kemanapun saya pergi, sejak SMP sampai sekarang .

Salam

Adnida Kia Rahid


Balasan review:

Mugipyon

Wah, saya minta maaf ada kesalahan pengetikan oleh saya sendiri #tunduk. Terimakasih sudah mengikuti cerita ini :)

NlorenZo

Ini sudah update, terimakasih sudah mau menunggu :)

Neemarishima

Kapan ya mereka sadar? Hehehehe, ini sudah update. Terimakasih sudah menunggu :)

Daisatsu

Ini sudah update, terimakasih sudah menunggu :)

adera1896

Terimakasih adera-san, jangan bosan-bosan ya :)

Guest

Ini sudah update, kok :)

Konata IUzUciHyu

Berapa chapter yaaaa? Hehehehe, saya berencana tidak akan lebih dari sepuluh kok, kalau bisa malah kurang. Pair lain? Wah, kadang ada kok saya sempilin sedikiiiiiiiiiiiiit banget, hahaha. Terimakasih sudah mampir :)

permen gula kapas

Hehe, ini sudah update, terimakasih :)

Yamashita Aruka

All hail KarManami! Terimakasih Yamashita-san, jangan bosan-bosan ya. Ini saya sudah update. Terimakasih :)

Cr0keT T3rB4nK

Hehehe, apa sekarang Cr0keT-san sudah diajari ikatan rantai kimia? Hehe, maaf, saya tidak 'mengadu' Karma dan Okuda pada mata pelajaran Bitch-sensei. Ini saya sudah update, terimakasih :)

Lluvia Pluviophile

Ini sudah dilanjutkan Lluvia-san, terimakasih :)

Mikazuki ryuuko

Ini sudah saya lanjut. Wah, syukurlah kalau bisa menjadi bahan pengingat juga. Terimakasih Mikazuki-san :)

Guest

E-etto ... saya malu membuatnya #blushing. Terimakasih sudah mampir :)

Hatsune Anna

Ini sudah dilanjut. Terimakasih sudah menunggu :)

mikorin

hehe, saya juga berusaha membuatnya lebih banyak. Ini sudah saya lanjut :)

miruchii2

Terimakasih. Ini sudah saya lanjut :)

mamu

Maafkan saya karena baru bisa update #tunduk. Ada banyak hal yang saya harus lalui sebagai mahasiswa baru, jadi, saya agak kesulitan membagi waktu untuk menulis. Ini saya sudah update, terimakasih :)

Rahasia

Wah, terimakasih. Sekarang saya sudah lanjut, selamat membaca :)

Hatsune Anna

Ini lanjutannya Hatsune-san :)

Kana-chi

Maaf Kana-chi, ini saya sudah update kok :)