Perang Dunia III di SMP Kunigaoka

Warning: Mild Violence - Tidak ada pairing - netral.


BRAK. Pintu kelas-E terbuka lebar, angin melolong bersemilir masuk.

"Halo, sayang."

Semua mata tertuju padanya; seorang remaja berambut acak-acakan, basah di sekujur tubuhnya, berpeluh keringat campur air hujan, bajunya bernoda tanah. Dasinya terkoyak, rambut senjanya kusut, dan mata ungunya menari-nari liar. Bukan, Itu bukan anak berandal, apalagi yankee. Jangan salah, inilah sosok pangeran satu-satunya SMP Kunigaoka. Ya, remaja basah kuyup dengan rambut acak-acakan itu tidak lain dari Asano Gakushuu –anak teladan, putra semata wayang direktur sekolah Kunigaoka.

Dilengkapi bgm suara alam, suara petir bagaikan kiriman Zeus menyambar yang menggelegar seperti simfoni neraka, lengkap menemani kehadirannya. Hujan menerpanya bagaikan monsun, seakan El Nino akan menangis meraung. Angin yang melolong melalui celah-celah pintu yang dibanting terbuka itu. Seseorang akan mati terbantai hari ini. Dan matanya tertuju kepada satu orang-

"Karma sayang."

Nada membunuh panggilan itu yang jelas-jelas bukan panggilan rayuan. "SAYANG...?!" begitu reaksi batin seisi kelas End itu. Dan lagi-lagi pasti si Karma melakukan onar, begitu pikir Nagisa. Tapi sampai si ketua osis yang selalu bersih, rapih, dan berwibawa itu sampai basah kuyup, penuh noda, dan bergulat lumpur... Sepertinya benar-benar akan ada yang terbantai pada hari itu. Dan Korosensei pun sudah menyamarkan diri sebagai patung Shiragaki Inu kuning di ujung kelas. Tidak ada yang tahu harus bingung tentang apa; onar yang lagi-lagi diperbuat si Karma, atau mengapa sang ketua osis memanggil Karma –sayang...?!

"Karma sayang, sini dong."

Ketua osis itu sudah jelas menjadi sinting, begitu batin Terasaka yang tidak terlalu mengerti apa yang sedang terjadi. Anak direktur sekolah itu mengambil langkah-langkah kecil, seperti menuju klimaks pembantaian genosida terbesar dalam peradaban manusia.

"Tolong jelaskan dong, Karma? Sugar. Honey. Ice Cream. Tiramisu. Manisku, gulaku. Apa hal-hal baik yang kaukatakan tentangku kepada anak-anak SMA di sekolah timur?" tanyanya dengan intensitas membunuh seorang psikopat. Salah lihat maupun tidak, semua orang di kelas-E dapat melihat koloni-koloni lipan mulai merayap dari tubuh ketua osis itu.

Lipan-lipan dari neraka itu tampak kelaparan -siap memasuki telinga anda, bertelur di cerebellum anda, besarang di ginjal anda, dan pelan-pelan menggerogoti otak anda. Semua mata mengalihkan pandangan ke remaja berambut merah yang tengah menaruh kakinya di atas meja, masih terduduk dengan santai-santainya. Lalu kembali ke ketua osis yang berkacak pinggang, berdecak lidah, dilengkapi senyum mematikan.

"Aw, gaku-gaku. Kamu sampai jauh-jauh begini, hujan-hujanan, melihat aku...? So sweet." Karma ikut bermain mesra-mesraan dengan ketua osis itu.

Apakah kepalanya terantuk? Baguslah! begitu batin Karma.

"KARMA JUGA...?!" seisi kelas E hampir senewen mendengarnya. Sebuah urat berdesir di jidat ketua osis itu.

"Jawab pertanyaanku, sayang." ujar si ketua osis, suaranya bernada manis ala lem bonbon.

"Kamu ngomong apa sih, darling? Jangan n

gomong yang susah-susah dong, aku kan enggak bisa mengerti." si rambut merah bepura-pura bodoh sambil menguap. "Lah say, lagipula kok kamu bisa basah kuyup begitu?" tanya si remaja berambut merah dengan nada menyindir, menyengir bulat dan sempurna. Dia benar-benar cari mati, begitu batin Nakamura yang menghela napas.

"Oh Karma-kun, aku begitu merindukanmu sampai lari-lari di hujan deras seperti ini." ketua osis memberi jawaban sambil mengusap belakang kepalanya. Bulu kuduk seisi kelas itu langsung berdiri mendengarnya. Sementara Karma malah menyeringai dengan jahil. Ini jelas-jelas bukan jenis gombal yang waras.

"Romantis sekali kamu, gakuga-"

Clep.

Sebuah pensil melewati mata Karma persis empat inci, menancap di dinding –tepat di sebelah kepala Karma. Semua murid kelas E langsung bangkit berdiri, tersigap waspada, karena tidak ada satupun yang dapat melihat pensil itu melesat. Terlalu cepat. Bahkan tidak ada yang bisa melihat tangannya bergerak, kecuali Korosensei, tentunya.

"Tanganku terpleset. Maaf, sayang." ujar ketua osis itu sambil bergelak tawa antagonistik, lipan-lipannya melilit-lilit setiap ia bergelak. Sementara Karma, matanya terbuka, sedikit terkejut, namun tidak bergerak sama sekali.

"Ini mulai menarik..." mata merkuri itu mengkilat liar. Karma bangun dari kursinya yang belakang, kedua tangan di kantong, berjalan ke arah Gakushuu. Kepalanya terangkat tinggi, siap merendahkan lawannya. Ketua osis itu melipat tangannya, jarak diantara keduanya hanyalah setengah meter yang mengkhawatirkan. Semoga ini hanya Perang Dingin, bisik Nagisa ke Sugino.

"Grafiti di sekolah mereka itu tulisan kamu bukan, Karma?" tanya ketua osis dengan tatapan membunuh.

"Hah? Grafiti? Dimana? Memangnya tulisannya apa?" tanya si ginger dengan seringai licik.

"Ternyata hobimu rendahan seperti ini... Vandalisme?" ketua osis itu menghempaskan berlembar-lembar kertas foto yang berterbangan di udara. Foto-foto itu berisi dinding-dinding sekolah anak-anak SMA di distrik timur yang berisi grafiti.

"Sekolah Banci!"

"Sekolah 3P! Picisan! Plebeian! Pasaran!

"Festival olahraga antar sekolah? Tidak butuh anak SMA. SMP 3-A saja sudah cukup kok."

"Jadi ketua SMP saja tidak becus. Ikuti contohnya dong. - Kunigaoka."

Dan ini hanya sekian contoh yang masih "ringan" dari banyak lainnya yang tersebar di dinding-dinging, di kursi-kursi, dan berbagai properti luar sekolah di timur. Nagisa mengambil satu lembar saja dan ia hampir bergidik melihat vulgaritasnya. Semuanya tertulis atas nama "Kalau mau protes cari aku saja, Asano Gakushuu."Hanjir, batin Nagisa yang pucat membaca foto-fotonya.

"Dan kamu tahu kan kalau hari ini aku ada pertemuan saling menyerahkan tanda tangan kerjasama untuk festival olahraga berikutnya? Seorang diri?" tanya ketua osis sambil menekuk sendi-sendi jarinya tidak sabar. "Terus kamu dikeroyok...?" si rambut merah itu menahan tawa.

"Ya, 156 anak SMA mengejar, mengeroyokiku bersamaan. Dan segala kesempatan untuk kerjasama untuk festival olahraga... Atau bahkan berhubungan dengan mereka, kandas sudah. " ujar ketua osis, meludah ke samping. Air mukanya sangat menyeramkan, seperti siap menelan bayi manusia. Setan merah itu menyeringai lebar, membuang muka, berusaha menahan tawa. Tetapi suaranya sudah bergidik tidak tahan.

"Seharusnya aku di sana untuk melihatnya!"

Ia malahan memeluk perutnya, tertawa terbahak-bahak.

"Kamu siap mati, Karma?"

Hening.

Secara insting, seluruh murid 3-E langsung siap-siap mundur dari keduanya. Aura keduanya melesak menyelimuti ruangan, satunya tertawa seperti setan, satu lagi berkelabat dengan lipan-lipannya. Korosensei bahkan sampai memutuskan untuk mengintervensi bila memang akan terjadi pembantaian sungguhan. Lipan-lipan dari ketua osis itu sudah mulai merayap kemana-mana. Tiba-tiba saja kelas 3-E sudah mirip zona perang; aura mengasap ungu diikuti suhu ruangan yang turun beberapa derajat. Mata merkuri bersilap pandang dengan violet, berkobar listrik.

"Kamu siap mati, Akabane?" kembali ke panggilan formalitas, ritual sebelum pembantaian sesungguhnya. "Sini," Karma menggelak, bersuit, jarinya melambai seperti memanggil anjing untuk datang.

"Yang siap mati itu kamu."

Angin berdesir ketika kedua tubuh itu berpisah, berlari di antara celah-celah meja-meja dan kursi di kelas. Sebuah sepatu melayang ke seberang ruangan, mengenai wajah Karma sampai jatuh terplanting. "Rasakan, Karm-"BRAK! Tubuh Asano terhempas, mendorong mundur meja-meja dan kursi, terkena tendangan maut si setan merah.

"Heh...? Kamu terlalu meremehkanku." ujar Karma, melompat dari posisi berbaringnya ke berdiri. Hembusan angin dingin melewati. Mata merkuri itu menghindari proyektil yang menembus melewati hanya seinci dua inci dari wajahnya. Suara pensil berterbangan dilempar si ketua, tidak tanggung-tanggung akurasinya. Kalau saja mengenai mata, pasti akan langsung buta.

"Kh!" sebuah pensil mengenai Karma, melesak dalam paha kirinya. Amarah disalurkan kepada sebuah tinju yang diblokir ketua, dilanjutkan dengan bertukar tinju dalam kecepatan tidak manusia di antara mereka berdua. Melompat meja, kursi berterbangan. Bermain kotor, melempar manik-manik di bawah kaki ketua hingga terpleset. Suara leher terbelit sabuk pinggang si ketua, remaja berambut merah itu menarik lepas dengan segenap tenaganya. Kaki kiri menghentak abdomen sang ketua, meratakan udara dari dadanya.

Sebuah gigitan di kaki Akabane untuk lepas dari kakinya, lalu jurus banting Aikido menjatuhkan lawannya. Wasabi mencolok hidung si ketua, menimbulkan air mata. Lalu keduanya kehilangan keseimbangan dan jatuh dari meja saat ingin melakukan latitude kick, namun gagal.

Keduanya memang imbang dalam kekuatan.

"Nurufufufufu." Shiragaki inu itu bersuara, tampaknya menikmati pertempuran keduanya. "Sensei!" bisik Nagisa yang panik. "Kalau ini berlanjut, bagaimana...?!" tanya Isogai dengan khawatir. "BRAK!" terdengar suara keduanya terplanting kembali ke meja, lalu sosok berambut merah memelintir tangan ketua.

"AAAKHH!" lalu dibalas tusukan kuku yang hampir menusuk bola mata, malahan mengenai dahi Karma. Mengeluarkan darah. "Korosensei! Mereka benar-benar bunuh-bunuhan!" Nagisa menggoyang-goyang figur Shiragaki-Inu kuning itu. "Saya akan mengintervensi bila akan terjadi sesuatu yang fatal." jawab patung kuning itu dengan tenang.

"BANGSAT!" suara ketua osis menginjak-injak kepala Karma di lantai –berkali-kali. "S-s-sensei!" muka Nagisa pucat pasi. "HOEK...!" suara protes Karma saat menggigit kaki yang menginjak wajahnya, hanya berlapis kaos kaki berlumpur. "Shit!" si ketua osis menarik kakinya, malahan dibanting turun oleh Karma. "Sensei dapat bergerak dalam kecepatan Mach 20. Lagipula, Nagisa, Sensei adalah rahasia militer. Saya tidak bisa keluar kecuali sudah sangat meneka-"

"AKABANE..!" suara tinju melayang menerbangkan Karma ke ujung ruangan. Suara derap kaki berlari balik mengirimkan tendangan melayang ke muka ketua osis. Keduanya menggapai kemeja masing-masing, malah sama-sama terlempar kepada kursi-kursi yang berserakan. Seluruh kelas E pucat pasi, tidak berani mengintervensi karena tidak hanya keduanya sama-sama cekatan, bahkan Hazama pun hampir terkena lemparan pensil, Sugino kalau tidak menangkap gelas yang dilempar pasti sudah pingsan, dan Kayano hampir terkena lemparan kursi melayang. Maehara pun pingsan terkena lemparan kursi –tidak ada yang bisa menghentikan mereka tanpa terluka.

"AHH..!" suara ketua osis merintih kesakitan ketika tangannya di-staples oleh Karma yang berada di atasnya di lantai, lalu menarik besi di kulitnya itu. Tangan satu laginya menonjok muka Karma vertikal, tetapi perutnya malah diinjak Karma. Terlihat Gakushuu mengelap darah dari bibirnya. Lalu, teriakan parau si setan merah ketika daerah vitalnya dihujam sol sepatu si ketua dan keduanya kembali berguling-guling di lantai. Kedua mukanya sudah seperti siluman saja, keduanya haus darah akan satu sama lain.

Karma meraih sebuah silet cutter yang membuat seisi kelas E pucat pasi.

"Karma! Karma! Hentikan..!" namun Isogai pun diabaikannya. Gerusan adrenalin mengalir terus tanpa kendali disertai hawa nafsu membunuh selama latihannya itu. Niatnya serius. Kedua tangan Gaksuhuu menangkup silet itu di udara, Karma berusaha menghujamnya turun. Mereka bergulat, terutama ketua osis yang menghindari silet tajam itu mengenai lehernya. Tetapi kedua itu malahan terlihat menikmatinya, apalagi Karma.

"Sialan, kamu..!" si ketua osis mendorong silet itu jauh dari wajahnya dengan tangan kanan. Kayano berteriak agar mereka berhenti, namun tidak dihiraukan juga. Lalu Karma meringis ketika Gakushuu mengambil pensil dengan jengkal tangannya yang bebas, menancap kembali ke bekas luka di paha. Keduanya menahan jeritan kesakitan, Karma menekan turun silet itu dan Gakushuu menancap grafit itu tanpa ampun. Bahkan Nagisa dan Isogai pun tidak dihiraukan keduanya.

Sensei memerintahkan semuanya untuk menghindar kedua murid yang memegang benda berbahaya itu. Darah mengalir di lengan Gakushuu yang menangkup silet itu, sementara Karma meronta kesakitan ketika lukanya dihujam berulang dengan pensil. Kini, silet itu sudah di ujung kulit si ketua, memberikan ringkusan luka kecil, darah mulai mengalir.

Brak. -suara pintu terbuka.

"Ada ribut apa di sini?" seorang Karasuma Tadaomi masuk untuk menyelamatkan hari.

Sebuah pemandangan yang hebat; baik kursi dan meja berserakan, terbalik, alat-alat tulis, kertas-kertas, dan buku-buku berserakan, berporak-poranda di lantai. Murid-murid 3—E meringkuk ketakutan di samping dan seorang Shiragaki Inu kuning yang berpura-pura tidak terlihat. Dan di lantai itu; seorang Akabane Karma sedang bergulat silet dengan ketua osis SMP Kunigaoka yang menancapkan sebuah pensil di paha muridnya yang berdarah.

Keduanya tidak sadar siapapun yang datang, terlalu fokus untuk membunuh satu sama lain. Kedua guru itu, Karasuma dan Irina lekas segera memisahkan mereka kedua yang bahkan masih meronta-ronta, dibantu dipegang oleh murid-murid lainnya. Hampir saja terjadi pembunuhan terencana di SMP Kunigaoka.

"BANGSAT! SINI KAMU!" ketua osis itu meronta-ronta, dipegang Irina dan tiga orang lainnya.

"AKU AKAN BUNUH KAMU, SIALAN!" Karma menggertak balik, dipegang Karasuma dan Nagisa.


Berikutnya

"Kekerasan dengan benda tajam? Ini cukup untuk dikeluarkan, tahukah kalian? Kalian berdua, saya tidak memilih kasih karena kalian berakademi bagus, maupun salah satunya anakku. Asano, Karma, kalian berdua akan terkena suspensi." direktur sekolah itu mengatakan tanpa ampun.

"Dan untuk kamu, mantan ketua osis." ujar kepala sekolah itu, melipat tangannya dengan marah.

"Kamu kuturunkan ke kelas E."


Author's Note

Enggak nyangka banyak yang suka :,)

Yes, To Be Continued ^ ^