...

Seperti biasa, siang ini Taiga sedang mengunjungi kantor suaminya untuk mengantar makan siang, sudah 3 bulan sejak Midorima-sensei memberi tahu tentang adanya kehidupan baru di perutnya.

Sekarang usia kehamilan Taiga sudah menginjak 5 bulan, perutnya memang masih belum terlihat besar mungkin sedikit tertutupi oleh cara berpakaian Taiga yang semakin tertutup, bukan karena ia malu tapi karena udara yang sudah mulai berubah dingin. Kasus kehamilan pada laki-laki sendiri sudah beberapa kali terjadi di Touou dan Seirin.

Ia tengah berjalan ke ruangan sang suami ketika sebuah suara yang ia kenal menginterupsi dari belakang.

"Taiga"

"Eh?"

Kagami memutar badannya, disana terlihat Hanamiya tengah berjalan sambil membawa tumpukan kertas-kertas tanpa map yang terlihat siap jatuh berantakan kapan saja. Secara refleks Taiga mendekat dan mengulurkan tangannya, secara verbal menawari bantuan.

Hanamiya menyeringai licik, dan dengan polosnya Taiga berfikir kalau sepupu iparnya itu sedang tersenyum. Karena, yaah Hanamiya tidak pernah tersenyum dengan normal jadi mungkin salah satu sisi otot wajahnya tak bisa berfungsi dengan baik.

"Aku bisa membantu Hanamiya-san"

"Apa tidak merepotkan?"

"Tidak"

"Kalau begitu ambil setengah dari tumpukan ini dan bantu aku membawanya ke ruang cctv"

"Ah baiklah"

Taiga mengambil separuh beban ditangan Hanamiya dan mengikutinya seperti anak baik, terutama karena ia tidak tahu dimana letak ruang cctv.

Mereka berdua masuk ke dalam lift dan Hanamiya menekan nomor 19, lantai paling atas di bangunan tersebut. Setelah menunggu beberapa menit dan berjalan sedikit mereka sudah sampai di ruangan yang pengamanannya sangat ketat itu.

"Letakkan saja di atas meja putih itu Taiga"

"Oh, baiklah"

Tepat didepan meja putih yang hanamiya tunjuk terdapat puluhan bahkan mungkin seratus lebih monitor yang menunjukkan rekaman cctv dari seluruh sudut kantor pemerintahan Touou.

Taiga mengedarkan pandangannya sejenak ke tiap-tiap monitor yang ada disana, tanpa ia tahu seringai Hanamiya tengah melebar dibalik punggungnya. Hanamiya baru saja akan memancing Taiga ke perangkapnya saat si surai merah sudah terlebih dulu bicara.

"Hanamiya-san? Apa itu ruangan Daiki?"

Tanya Taiga dengan ragu-ragu, tangannya yang sedikit bergetar menunjuk ke layar monitor pojok kiri di barisan paling atas. Kamera yang berada di salah satu sudut suatu ruangan itu berhasil menangkap surai biru pendek yang menyembul dibalik sandaran sofa, yang mengejutkan adalah pria itu tidak sendiri tampak seorang wanita tengah duduk dipangkuannya dan tangan pria itu yang terlihat lebih berpigmen dari kulit orang jepang kebanyakan itu tengah menggerayangi dada besar sang wanita.

"Ah, mungkin kau salah lihat. Aku akan memperjelasnya"

Hanamiya beranjak menekan beberapa tombol di bagian kontrol hingga semua monitor menampakkan video yang sama. Didalam ruangan Daiki, mata kamera beresolusi tinggi yang tengah mengatur fokusnya pada kedua penghuni itupun tak luput dari penglihatan sang wanita, membuatnya lebih gencar untuk menampilkan adegan make out-nya bersama sang raja baru.

Tak sampai satu menit Taiga melihat adegan itu dan ia sudah membulatkan tekad untuk menangkap basah sang suami dan membunuhnya. Hanamiya tidak akan mrmbiarkannya jadi ia menahan pergelangan tangan Taiga.

"Taiga kau mau kemana?"

"Bukankah itu sudah jelas"

"Taiga tenangkan dirimu, datang kesana dan menampar mereka hanya akan merendahkan harga dirimu"

"Lalu apa yang harus kulakukan Hanamiya-san? Suamiku berselingkuh dan aku melihatnya. Apa aku harus berdiam diri?"

Taiga berteriak dan dari kedua matanya sudah tampak berair.

"Shhh aku bisa membantumu mengatasi hal ini. Tapi untuk sekarang kurasa akan lebih baik kalau kita pulang dulu. Kau dan bayimu pasti butuh istirahat setelah semua yang terjadi"

"Tapi aku harus..."

"..."

"..."

"..."

"Hanamiya-san..."

"Hm?"

"A-aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan jika Daiki sudah tidak menginginkanku lagi. Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan dengan anakku. Apa yang harus kulakukan sekarang..."

"Tenanglah kita pulang dulu ok, setelah kau cukup tenang kita bisa pikirkan jalan keluarnya"

Akhirnya Taiga pasrah diseret Hanamiya keluar dari gedung itu. Saat Taiga sudah duduk di kursi depan Hanamiya berpura-pura mencari sesuatu di kursi belakang tapi sebenarnya ia tengah membuka sebuah botol berisi gas bius.

"Ah Taiga-chan aku tidak bisa menemukannya disini. Aku akan mengeceknya diruanganku, tunggu disini saja"

Tanpa menunggu jawaban Hanamiya menutup pintu mobil dan menguncinya. Meninggalkan Taiga diruangan sempit yang udaranya sudah terkontaminasi sesuatu yang tak seharusnya ia hirup.

Beberapa menit kemudian Hanamiya kembali bersama beberapa orang bawahannya, memindahkan tubuh Taiga yang sudah lemas ke mobil lain untuk dibawa ke markasnya. Sebuah gedung yang dari luar terlihat seperti bangunan yang belum jadi dan pembangunanya terbengkalai. Tapi didalam terdapat fasilitas layaknya hotel berbintang tujuh.

...

Flashback. AOMINE POV

Aomine itu pria straight, setidak nya itu yang ia yakini. Tapi Kagami adalah pengecualian, siapa sih yang tidak ingin pria manis maji tenshi macam Kagami bergetar dan mendesah nikmat dibawahnya. Ia sangat bahagia karena pria beruntung yang bisa memiliki tiger merah itu adalah dirinya. Tapi disisi lain Aomine juga tengah mengalami frustasi seksual pasalnya sudah tiga bulan istrinya itu tak mau disentuh terlalu jauh, membahayakan janin katanya. Padahal Daiki sudah tanya-tanya pada mbah google, dan dari situ ia tahu kalau di usia kehamilan Taiga sekarang sudah cukup aman untuk melakukan 'itu'.

Sialnya lagi, ibu Daikipun ikut campur kalau Daiki terlalu memaksakan kehendak pada sang istri. Pokoknya ia sedang sangat haus sentuhan sekarang, karena itu saat seorang wanita seksi yang tak ia kenal masuk ke ruangannya dan mengaku kalau ia manager dari salah satu perusahaan tambang di Touou Aomine langsung mempersilahkannya duduk.

"Jadi? Apa ada masalah di pertambangan?"

"Ahh jangan terburu-buru Aomine-san. Dan ijinkan saya melepaskan jas yang saya pakai karena saya agak kepanasan sehabis berlari tadi"

Gadis itu melepaskan jas putih yang ia pakai, menyisakan tanktop biru tipis dengan potongan yang sangat rendah yang bahkan menampakkan sedikit bra-nya.

Aomine tidak bisa berhenti menatap ke arah dada gadis itu, membuat sang gadis terkikik geli dan berjalan mendekat ke arah Aomine. Resleting yang berada di bagian kiri tight skirt yang ia kenakan pun dibuka, berjalan se menggoda yang ia bisa lalu berdiri didepan si surai biru dan mengalungkan tangannya di leher Daiki.

"Kau ingin menyentuhku? A-o-mi-ne-kun~"

Dengan berani gadis itupun memposisikan dirinya di pangkuan Aomine, memerangkap kedua kaki Daiki di antara kedua kakinya lalu meraih tangan Aomine dan meletakkannya di dada kananya.

Tanpa tahu malu, gadis itupun makin menekan tangan Daiki dan mendesah-desah sendiri. Aomine tidak bisa berfikir jernih jadi ia hanya mengikuti instingnya, ia baru bereaksi menolak saat sang gadis mencoba mencium bibirnya. Aomine tiba-tiba merasa jijik dengan bibir berlapis lipstik merah tebal dan tubuh sang gadis yang menggodanya. Tiba-tiba ia teringat sang istri yang kemungkinan saat ini sedang memasakkan makan siang untuknya.

"Daiki"

"Kau tidak berhak memanggilku dengan nama itu! Dan kau boleh pergi dari ruangan ini!" Aomine mendorong gadis itu kesamping agar tidak jatuh kelantai lalu ia sendiri berdiri.

"Aomine-kun?" Gadis itu mencoba menarik jas Aomine tapi dengan cepat ditepis oleh pria hitam tersebut.

"Keluar" Ujar Daiki dengan nada dingin disertai tatapan tajam tanpa ampunan.

"T-tapi Aomine-kun-"

"KELUAR!"

Dengan tertatih gadis itu keluar dari ruangan Aomine.

...

BRAKK

"KUSOO!"

"Sial sial sial sial"

Berkali-kali Daiki memukul meja kerjanya sambil mengumpat, ia merasa merasa jijik dengan dirinya sendiri. Bagaimana mungkin dia bisa menyentuh wanita jalang saat istrinya yang sedang hamil selalu menunggunya di rumah.

"Dai-chaan!"

"Hentikan Dai-chan! Apa yang terjadi?"

"Satsuki, pukul aku Satsuki. Aku memang brengsek"

"Tunggu dulu Dai-chan jelaskan padaku apa yang terjadi, dan siapa wanita yang baru keluar dari ruanganmu?"

Lalu Daiki menceritakan semua yang terjadi termasuk rasa bersalahnya pada Taiga.

Plak!

Dengan kekuatan penuh Momoi menampar pipi pria didepannya.

"Baka Dai-chan. Lalu kenapa kau tidak meminta maaf pada Kagamin. Dan soal gadis itu untung saja aku langsung mengamankannya setelah kulihat dia keluar dari pintu ruanganmu, jika tidak dia pasti akan menebar gosip"

"Benar, dimana Taiga? bukankah sekarang sudah waktunya dia datang"

"Ah, coba tanya ke Wakamatsu-san saja"

"Baiklah. Oh ya terimakasih soal wanita tadi"

"Ya, aku mengerti"

...

"Halo Wakamatsu?"

"Ya, apa ada masalah Aomine-sama?'

"Dimana Taiga?"

"Eh? Bukankah dia bersama anda? Aku masih menunggu di tempat parkir, sejak 3 jam lalu dia belum kembali"

"Bagaimana mungkin? Dia bahkan tidak ke ruanganku. Atau jangan-jangan..."

'Jangan jangan dia melihatku bersama wanita lain dan kabur?'

"Keruanganku sekarang Wakamatsu, aku punya firasat buruk tentang hal ini"

"Baik Daiki-sama"

...

"Dai-chan, aku bertanya pada petugas di lobi dan dia bilang Tai-chan pergi bersama Hanamiya"

"Hanamiya?"

"Iya. Apa yang harus kita lakukan Dai-chan?"

"Sialan. Pria itu pasti sudah merencanakan semuanya"

"Daiki-sama" Tiba-tiba Wakamatsu muncul diruangan itu.

"Wakamatsu"

"Ummm Dai-chan. Bukankah ada sebuah alat pelacak yang terpasang pada ponsel Kagamin"

"Haah benar Satsuki bagaimana aku bisa lupa"

Daiki membuka ponselnya dan melacak keberadaan Taiga, saat titik merah itu berada di tempat yang ia kenal sebagai markas sang sepupu yang licik Aomine tidak bisa tenang. Bagaimana kalau Hanamiya melakukan sesuatu yang buruk pada istrinya.

"Wakamatsu kita pergi ke markas Hanamiya sekarang"

...

"Ugghhh"

Yang pertama Taiga lihat saat ia membuka mata adalah merah. Cih siapa orang yang memilih warna merah darah sebagai bed cover.

"Sudah bangun Taiga-chan"

"Hanamiya...san"

Tiba-tiba semua ingatannya tentang apa yang terjadi hati ini kembali.

"Bagaimana perasaanmu hm?"

Hanamiya meletakkan gelas wine yang ia pegang di meja kemudaian mendekat ke arah Taiga. Menyentuh pipi halus Taiga dengan punggung tangannya, tapi sayang Taiga tak menanggapinya dengan baik.

"Ah aku tahu kau pasti masih sakit hati kan? Taiga aku menyesal atas perlakuan adik sepupuku yang brengsek pada pria manis sepertimu"

"..."

"Ya, kurasa sejak awal dia hanya membohongimu saja. Begini bagaimana kalau aku akan menggantikannya? Kita akan memenjarakan Daiki atas perselingkuhan yang dia lakukan lalu aku akan menjadi Raja di Touou dan itu artinya kau harus menjadi istriku untuk menjaga perdamaian. Benar kan?"

"Kau!? Kau hanya ingin menguasai Touou saja kan?"

"Ckckck tidak Tai-chan, aku sedang berusaha untuk membelamu"

"Kalau kau mau membelaku lalu kenapa kau membawaku kesini Hanamiya-san? Kenapa kita tidak pulang?"

"Karena aku ingin Daiki kesini dan menyelesaikan semuanya seperti pria sejati"

Disaat Daiki datang Hanamiya akan membuat pemandangan dan menjadikan seolah-olah Taiga berselingkuh dengannya, dengan begitu mereka pasti akan bercerai dalam waktu dekat.

"Lupakan Hanamiya-san kau lihat sendiri dia berselingkuh. Dia pasti tidak akan datang. Lepaskan aku, aku mau pulang!"

"Kau salah tentang beberapa hal Taiga, pertama Daiki pasti akan datang dan kedua aku tidak akan melepaskanmu"

Hanamiya memegang kedua tangan Taiga disisi kepalanya dan menekannya ke tempat tidur lalu mendekatkan wajahnya ke lawan bicara.

"Lepaskan aku Hanamiya!"

Dug. Taiga menghantamkan Dahinya ke hidung Hana-san hingga berdarah. Membuat Hana-san mendecih kesal dan menjauh.

"Hiro, Sasu, ikat dia!"

Dua orang pria bertubuh binaragawan masuk dan langsung membawa tubuh taiga ke ruangan lain dimana terdapat tiang berbentuk persegi disana. Salah satu pria yang menggendongnya meletakkan Taiga di lantai bersandar pada tiang dan mengikat kakinya, sementara pria lain yang berada dibelakangnya menarik tangan taiga dan mengikatnya menjadi satu di belakang tiang.

"Nah sekarang kau tidak bisa kabur Taiga-chan"

Hanamiya memegang dagu Taiga dengan tangan kanannya dan melepaskannya dengan kasar saat dering ponsel Taiga menginterupsi.

Beep beep beep-

Hanamiya mengambilnya dari saku mantel Taiga.

"Naah tampaknya suamimu sudah selesai selingkuh"

Pria bersurai hitam itu menunjukkan layar ponsel pada sang pemilik.

"Kelihatannya kau sedang tidak ingin bicara? Benar Tai-chan? Kalau begitu lebih baik dibuang saja."

Tiba-tiba Hanamiya berdiri dan melempar ponsel berwarna putih itu keluar jendela lantai 10, pada saat itulah ia melihat beberapa mobil hitam yang ia kenal berjalan berentetan menuju ke markas dimana ia berada.

"Brengsekk!"

"Taiga-chan sepertinya aku harus meninggalkanmu sendiri dulu sekarang karena si brengsek Daiki terlalu penakut untuk datang sendirian"

Just like that, dan Taiga ditinggalkan sendirian disana. Meringkuk di lantai yang dingin dengan tangan yang masih terikat, keadaannya sangat tidak baik begitu pula perasaannya. Kagami mulai menangis tanpa suara dan perutnya terasa sakit, ia hanya berharap bayinya akan cukup kuat untuk menghadapi ini.

...

Butuh setengah jam lebih bagi Daiki dan rombongannya untuk menemukan Taiga digedung itu, wajar saja gedung itu terdiri dari belasan lantai dan ratusan ruangan apalagi pelacak di ponsel Taiga yang merupakan satu-satunya petunjuk mereka sudah tak bisa di deteksi lagi.

Yang pertama menemukannya adalah Wakamatsu, ia sudah curiga begitu melihat satu-satunya ruangan dengan lampu menyala, dengan tergesa-gesa ia masuk dan menemukan Taiga dengan keadaanya yang mengenaskan, kaki dan tangannya terikat, terduduk di lantai dengan wajah dan ia tenggelamkan di antara lututnya yang ditekuk.

"Taiga-sama!"

"Taiga-sama anda baik-baik saja?"

Tanya Wakamatsu sambil membuka simpul di tangan Kagami beberapa, tak berapa lama Aomine datang dan membantu melepas simpul tali di kaki Kagami.

"Taiga..?" Aomine mencoba menyentuh wajah Kagami yang basah dengan airmata, tapi dengan cepat Kagami menampiknya.

"Jangan sentuh aku Aomine!"

Taiga mencoba berdiri dan berjalan keluar namun tak sampai tiga langkah perutnya terasa sangat sakit hingga membuat tubuhnya kehilangan keseimbangan dan jatuh pingsan.

...

"Bagaimana keadaannya Midorima?" Tanya Aomine pada dokter kerajaan sekaligus pemilik rumah sakit tempat ia berada sekarang.

"Hanya mengalami kram perut-nanodayo, hal yang wajar dialami oleh orang hamil"

"Syukurlaah"

Hari itu Aomine berkali-kali mencoba mendekati Kagami dan mengajaknya berbicara tapi sayang, ia selalu mendapat tanggapan dingin. Begitu pula saat seluruh keluarga Touou datang berkunjung si pangeran bersurai merah malah tertidur pulas sampai melewatkan makan malam, mungkin pengaruh bius yang masuk ke tubuhnya tadi masih meniggalkan efek, atau mungkin ia sengaja pura-pura tidur supaya tak perlu menghadapi keluarga suaminya. Entahlah.

...

"Taiga.."

Taiga yakin sekarang mungkin sudah pukul setengah satu malam atau lebih dan suara parau Aomine mencegahnya untuk tidur meskipun matanya sudah tertutup rapat sejak tadi.

"Taiga.. i-im sorry..."

"I know you hear me, please forgive me Taiga"

"Please, let me explain everything... i dont want you to leave me... *sob* *sob*"

"Taiga, its all my fault, theres no point if i blame that girl because im the one who cant control my lust, i love you Taiga believe me. I just... i need some realease because you never let me to touch you, i know it sound like im blame you now, but im not. I know you do it because you want to protect the baby, our baby. I know Taiga, i admit it all was my fault so please please forgive me"

...

Hari berikutnya Himuro datang berkunjung dan ia cukup terkejut mendapati tension yang ada di antara adik dan adik iparnya. Setelah Aomine pergi bekerja batulah Tatsuya menanyakan apa yang mengganjal difikirannya.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Aku mendapat kabar bahwa kau masuk rumah sakit tadi malam saat jam kunjung sudah berakhir, dan mereka hanya mengatakan kalau kau mengalami kram perut. Tapi kenapa kalian terlihat seperti sedang bertengkar?"

"K-kami tidak bertengkar"

"Jangan berbohong Taiga, aku sudah mengenalmu sejak bayi"

"A-aku tidak mau membicarakannya"

Benar, berbicara artinya menyulut emosi abangnya, yang sama saja menyulut perang kalau Himuro sampai tak bisa mengontrol emosi yang biasanya memang tak bisa dikontrol kalau sudah menyangkut adik tercinta.

Tatsuya mengamati wajah sedih adiknya dan menghela nafas. Ia melihat sendiri bagaimana Taiga mendiamkan Daiki, dan bagaimana ekspresi bersalah yang terus tampak di wajah sang raja Touou saat berbicaraa dengannya. Jelas, mereka pasti bertengkar dan kali ini sepertinya Taiga yang terlalu keras kepala. Begitu dugaan Tatsuya.

"Haaaah, baiklah tidak apa-apa. Oh ya, ini makan sarapanmu dulu Aomine bilang kemarin kau melewatkan makan malam"

"Aku tidak lapar Tatsu-nii"

Sekali lagi Tatsuya menghela nafas lelah, mau dibujuk seperti apapun adiknya tak mau menurut padahal ia tidak hanya sendiri sekarang, ditubuhnya kan ada manusia baru yang butuh makan teratur.

"Taiga..."

"Hm?"

"Dengar, aku tidak tahu kalian ada masalah apa. Tapi kalau itu membuatmu murung dan tidak mau makan seperti ini mungkin akan lebih baik kalau kau memberi Daiki kesempatan untuk menjelaskan dan menyelesaikannya secara baik-baik. Ingat Taiga bayi kalian juga butuh makan, kau tidak lagi hanya menjaga diri sendiri kau juga menjada keponakan kecilku"

Emosi Taiga yang tak stabil membuat airmatanya dengan mudah tumpah layaknya air bah. Ia menghapus air matanya dengan lengan baju rumah sakitnya dan memeluk sang kakak. Tatsuya balas memeluk adiknya yang masih duduk di ranjang rumah sakit, dan mengusap-usap punggungnya sayang.

"Maaf, ayah dan ibu tidak bisa datang karena ada urusan dan maaf aku tidak bisa membantu lebih dari ini. Sekarang makan sarapanmu dan tidurlah ok karena aku juga harus pergi"

"Ha-Haik Oniisan"

"Cepat sembuh, Taiga"

Sebuah kecupan mendarat di atas alis bercabang Kagami sebagai ciuman keberuntungan sebelum Himuro pergi.

...

Kagami menyandarkan kepalanya ke bantal, ia mencoba berfikir jernih sekarang. Aomine memang menyentuh wanita itu tapi setelah semua kejadian yang ia alami kamarin, mulai dari Hanamiya yang membawanya ke ruang cctv hingga rencananya untuk menggantikan Daiki. Bukan tidak mungkin wanita itu juga termasuk dalam rencana Hanamiya.

Tapi kalau dipikir lagi, sekalipun wanita itu bukan suruhan Hanamiya mungkin Aomine juga akan tetap menyentuhnya. Taiga tahu suaminya itu mencintainya, tapi mungkin apa yang ia lakukan selama ini sudah berlebihan, untuk selalu menolak saat Daiki ingin menyentuhnya.

Apalagi setelah mendengar penjelasan yang Daiki ucapkan tadi malam dan tadi pagi, diperkuat dengan bujukan Momoi dan permintaan maaf dari gadis itu atas nama kakak angkatnya. Meskipun Taiga hanya menanggapinya dengan pura-pura tidur atau pura-pura sibuk dengan yang lain Daiki tetap berada disampingnya meminta maaf dan menjelaskan apa yang sudah terjadi berulang kali.

'Uggh aku benar-benar istri yang buruk, bagaimana bisa aku tidak mengerti kebutuhan Daiki. Padahal kan aku juga laki-laki'

Taiga mengusap wajahnya, ia harus melakukan sesuatu untuk meluruskan kembali semua ini. Kabar baiknya perutnya tak lagi sesakit kemarin dan infus di pergelangan tangan kirinya juga sudah dilepas jadi ia bisa berjalan-jalan keluar untuk sedikit menjernihkan pikiran.

Ia berjalan di lorong-lorong lantai rumah sakit besar itu, dengan pakaian piyama rumah sakitnya Taiga berjalan cukup jauh sampai kakinya terasa kram karena beban tubuhnya yang memang bertambah. Ia memutuskan untuk duduk disalah satu kursi di teras rumah sakit disamping sebuah vending machine, dan entah bagaimana Kagami tidak tahu kenapa tiba-tiba ada seorang anak kecil yang menangis didekatnya, mungkin karena ia terlalu sibuk dengan lamunannya sendiri.

"Huwaaa~~ "

"H-hey kenapa kau menangis?"

Ia tidak yakin apakah itu pertanyaan yang tepat tapi Kagami turun dari kursinya dan berlutut didepan anak itu, menepuk pundaknya dan bertanya se kalem mungkin.

"U-ugh ka-kakak ku memintaku membeli jus anggur dan a-aku malah memencet kopi. Huaaa oniichan akan membenciku hiks hiks"

"Ahh begitu sudah jangan menangis"

Taiga mencoba merogoh sakunya dan ia sangat beruntung karena tadi ia sudah berniat untuk membeli sesuatu jika menemukan kantin rumah sakit jadi Taiga membawa beberapa lembar uang beserta koin. Setelah menemukan tiga buah koin Taiga memasukannya ke mesin itu dan memilih jus anggur untuk ia beli. Anak perempuan didekatnya sudah berhenti menangis dan menatapnya dengan tatapan menyelidik, Taiga hanya tersenyum dan memberikan jus anggur itu pada si bocah.

"Kau bisa memilikinya sebagai gantinya kopi itu untukku bagaimana? Anak kecil sepertimu dan kakakmu tidak boleh meminum kopi"

Kagami tahu kok kalau kafein tidak baik bagi pertumbuhan.

"Uhh baiklah. Aligadouu onii chaan"

"Iya sama-sama"

"Ummm onichaan kenapa perutmu besar? Apa kau sakit juga? Kakakku juga disini karena dia sakit"

"Oh semoga kakakmu cepat sembuh kalau begitu. Dan tidak, aku tidak sakit, aku sedang hamil"

Gadis kecil itu memiringkan kepalanya dengan lugu lalu bicara lagi setelah ia tampak mengingat sesuatu.

"Ah aku tahu! Itu artinya di perut onii-chan ada dedek bayi kecil"

Taiga tertawa kecil mendengar antusiasme sang bocah saat menjelaskan pemahamannya mengenai kehamilan.

"Uh-um kau benar"

"Ehh kalau begitu oniichan juga tidak boleh minum kopi, dedek bayi kecil tidak boleh minum kopi"

"Err-"

Kagami merasa bodoh (ya dia memang bodoh) tapi mendengar kata-katanya dikembalikan oleh seorang anak yang belum genap berusia lima tahun membuatnya merasa beratus-ratus kali lebih bodoh dari yang ia duga.

"Nee oniichan ibuku suka kopi bagaimana kalau oniichan memberikannya pada ibuku saja"

"Baiklah kalau begitu"

"Ayoo oniichan aku akan mengenalkanmu pada kakakku"

Kagami mengikuti langkah gadis kecil yang agak melompat-lompat itu, beberapa saat kemudian mereka sampai diruang rawat khusus untuk anak-anak.

Kagami menggumamkan 'permisi' dan ia masuk ke ruangan yang minimalis dan berukuran sekitar 3x4 meter itu berisi sebuah single bed untuk pasien sebuah sofa dan almari kecil yang sekaligus digunakan sebagai meja. Kagami melihat seorang anak laki laki sedang melihat ke jendela.

"Kakak kakak kakak"

"Diam Annie kau berisik sekali"

Annie mempoutkan bibirnya pada sang kakak lalu memanjat ke tempat tidur.

"Kakak aku akan mengenalkanmu pada Taiga-nii, dan Taiga-nii ini Kakakku Anthony"

"Oh, hey Tony aku Taiga"

"Kau.. kau Kagami Taiga-sama kah?"

"Uhhmm i-iya tapi tolong panggil aku Taiga saja"

"Taiga-nii"

"Ya itu lebih baik"

"Kakakk kakak... Taiga nii sangat baik, ia membelikanku 2 kotak jus anggur"

"Kau ingat apa yang ibu bilang tentang makanan dari orang asing"

"Ohh kau mencurigaiku Anthony?"

"Ehehe aku tidak bermaksud begitu"

"Tsk"

"Taiga oniichan duduk disini saja"

Ucap Annie sambil menepuk nepuk sisi tempat tidur kakaknya tepat disebelah kirinya.

"Annie, sekarang jam 02.00 jam tidur siangmu, lebih baik kau tidur dan membiarkan Taiga-nii pergi"

"Oniichan jam tidurku berarti jam tidurmu juga kan sekarang kau saja yang tidur"

"Annie!"

"Bweek"

"Shhh jangan bertengkar! Erm bagaimana kalau kalian berdua tidur saja dan aku akan bacakan cerita"

"Yay story time, terimakasih Taiga oniichan"

Taiga mengambil buku dongeng tebal di atas meja lalu mulai membaca kisah beauty and the beast.

"Pade zaman dahuluuu~ *lalu terlihat seekor anak rusa dan sapi berwarna biru* ok lupakan

"Pada zaman dahulu hidup seorang tukang kayu bersama putrinya, suatu hari ia pergi ke hutan untuk mencari kayu malang baginya karena ia tersesat di dalam hutan. Si tukang kayu pun berlari dan berlari lagi mencoba menemukan jalan keluar tapi ia bukannya menemukan jalan ia malah menemukan sebuah kastil besar tua"

"Mana mungkin ada kastil didalam hutan itu pasti hanya halusinasinya saja" potong Anthony.

"Tukang kayu berniat untuk bermalam di tempat itu melihat hari yang sudah berubah menjadi malam, ia mencoba mencari pemilik rumah namun sayangnya tak ada seorangpun yang membalas panggilannya jadi pak tukang kayu mengabaikkannya dan memilih untuk tidur"

"Dia bodoh bagaimana kalau disana ada sarang ular phyton atau sesuatu yang lain" Kata Annie dengan ekspresi wajah yang lucu, seolah sedang menggurui pak tukang kayu dalam cerita.

"Keesokan harinya sang pria tua terbangun dengan tubuh yang segar bugar ia siap mencari jalan pulang lagi, ia keluar rumah dan melihat serumpun bunga tulip di semak-semak kemudian ia teringat pesan putrinya kemarin yang meminta beberapa bunga tulip sebagai oleh oleh"

"Apa dia tidak mempunyai sesuatu yang lebih baik untuk diminta" potong Thony lagi.

"Heii onichaan memangnya kenapa kalau ia minta bunga. Bunga itu cantik tau iya kan Taiga nii?"

"Ummm ya, sebenarnya aku tidak terlalu menyukai bunga tapi tulip tidak buruk" Ucap Taiga dengan hati-hati supaya tak membuat kakak adik ini malah bertengkar.

"Told you so" Ucap Annie bangga"

"Ah sudahlah biar aku lanjutkan"

"Tanpa pikir panjang si tukang kayu itu memetik beberapa tangkai bunga dari halaman kastil, sesaat kemudian setelah ia selesai sesosok mahkluk mirip moster mengaum dan menakutinya. Sang pria tukang kayu ketakutan setengah mati ia memohon agar ia tak dbunuh karena masih punya seorang putri yang sendirian. Akhirnya pak tukang kayu itu dilepaskan dengan menyutujui sebuah kesepakatan, ia akan dibiarkan hidup jika putrinya dibiarkan tinggal di kastil si buruk rupa"

"Hmm bagaimana menurut kalian? menurutku pak tukang kayu itu bukan ayah yang baik karena ia lebih mementingkan hidunya sendiri dibandingkan dengan keselamatan putrinya yang cantik, manis dan baik itu" Ucap Taiga.

"Don't care, i prefer Taiga-nii anyway" Anthony berkata sambil memalingkan wajah.

"Hee?"

"Hmmm Taiga-nii bilang gadis itu cantik manis dan baik kan? Tapi aku akan lebih memilih Taiga-nii untuk kunikahi dibanding gadis itu"

'Ehh? Anthony? Did this kid just tease me?'

"Noo Big broo, Taiga-nii harus menikahi ku dan bukannya kau" Bantah Annie tak mau kalah"

"Tidak bisa Annie, aku kakakmu. Dan ini Taiga-nii untukmu kau suka bunga tulip kan?"

"Haah? Eh? Terimakasih"

Taiga bahkan tidak tahu darimana bocah laki-laki itu mendapat setangkai bunga tulip orange yang diterimanya dengan ragu-ragu.

"Hey kiddo. Kau tidak bisa menikahinya karena Taiga milikku dan aku tak berniat menyerahkannya pada siapapun"

Mereka bertiga menoleh, mendapati Aomine Daiki-sama sedang bersandar di frame pintu masuk dengan mengenakan celana kain hitam, kemeja biru tua yang lengannya dilipat sampai siku, jam tangan silver yang terlihat mahal, sepatu hitam mengkilat sempurna dan penampilannya menjadi semakin sexy dengan tambahan beberapa tetes keringat yang mengalir di pelipisnya.

Blush. Sang istri memerah malu.

"Siapa kau?"

Tanya Annie dengan tatapan paling tajam yang ia bisa. Sementara kakaknya hanya diam karena sudah tahu betul siapa pria dim yang masuk kekamarnya dan tiba-tiba menggendong Taiga-nii-nya ala pengantin.

"Hiyaaa! Aho turunkan akuu"

"Hey! Kakak berkulit hitam dan berambut biru kau tidak berhak melakukannya!"

Aomine jengkel. Taiga diam. Anthony tak bisa menahan tawanya dan Annie masih menatap tajam ke arah Daiki.

"Dengar gadis kecil, aku Aomine Daiki dan aku suaminya Taiga. Jadi tentu saja aku punya hak untuk membawanya kembali ke kamar dan istirahat.

"Uhhh okay"

"Good. Good bye kiddo, dan terimakasih sudah menjaga Taiga"

"Bye Daiki-sama take care of him"

"I will"

Daiki menatap pria digendongannya yang terlihat malu setengah mati, lihat saja pipinya yang memerah dan jari-jarinya yang sedang memainkan ujung tangkai bunga tulip berwarna orange dengan gugup.

"Pegangan Taiga"

Dengan lebih gugup lagi Taiga mengalungkan kedua tangannya ke leher sang suami dan mencoba menyembunyikan wajah didada Daiki.

"Hey"

"Da-Daiki aku minta maaf"

"Aku yang minta maaf Taiga, jadi apa kau memaafkanku?"

Ia mengangguk dwngan imutnya membuat Daiki tak tahan untuk mencium puncak kepala berwarna merah itu

"Onii-san aku dan adikku masih dibawah umur" Ucap Anthony yang tengah menutup mata adikknya

Blush. Bukan hanya Taiga kali ini pipi dim Aomine pun menunjukkan rona kemerahan.

Kemudian Aomine membawa Taiga ke kamarnya, tak memperdulikan mata-mata kamera yang mengabadikan momen romantis kedua anggota keluarga kerajaan itu.

Aomine membuka pintu kamar vvip istrinya dengan kakinya lalu menutupnya kembali dan meletakka Taiga di atas tempat tidur dengan hati-hati lalu ia memberikan serentetan ciuman lembut diseluruh wajah Taiga.

"Arigatou Taiga"

Bisik Aomine tepat ditelinga Kagami membuatnya bergetar nikmat untuk sesaat.

"Kukira kau akan meninggalkanku, jangan diamkan aku lagi, lebih baik jika kau memukul dan menakiku"

"K-kau kau akan menyesal saat aku benar benar memukulmu Ahomine. Dan aku juga minta maaf seharusnya aku tidak melarangmu melakukan itu denganku. Daiki jangan selingkuh lagi"

"Never, i love you Taiga"

"Me too"

Aomine mencium bibir Taiga dengan lembut dan memperdalam dengan perlahan. Sangat perlahan sampai Taiga merasa nafasnya hampir habis bagaimanapun Aomine belum selesai, ia mulai melepaskan kancing baju Taiga dan meraba perut buncitnya, perlahan lalu naik ke dada Taiga dan mengelusnya, sengaja tak mengenai nipple yang sudah berdiri tegak.

"Uggh Mmmhh ah-hah-hah"

"Kau ingin melakukannya Taiga?"

"Ya"

"Kau yakin? Kau yakin-"

"Shut up Ahomine, if you can't do it then i'll take the control"

Dan Taiga membalik keadaan dengan membaringkan Aomine dan duduk di atas perut sixpacknya atau err lebih di bawah karena ia bisa merasakan sesuatu yang keras dan menonjol ditengah selangkangan suaminya.

"As your wish baby, come on ride me~"

Dan bunga tulip orange yang terjatuh kelantai itu adalah satu satunya saksi apa yang terjadi di kamar rumah sakit atas nama Aomine Taiga.