… Tidak ada satu apapun yang lebih indah dan jahat selain sorot tajam matamu …
NARUTO, always belong to Masashi Kishimoto
-Author alay mulai berimajinasi liar lagi. Kukuku-
WARN
Bad Sasuke, Lemon, Absolutely Rate M, AU, Typo, No Flame, Don't Like Don't Read
.
.
.
Operasi berjalan lancar. Sasuke dirawat secara intensif di pavilion selama beberapa minggu dengan perban mengelilingi keningnya. Tentu saja tanpa mengetahui bahwa Sakura sudah tidak ada di sekitarnya lagi.
Saat ini Sasuke sedang duduk di kursi santai balkon pavilion sembari menikmati cahaya senja yang terasa hangat menerpa pipinya. Alunan Palchelbel's Canon menggelitik pendengaran Sasuke dan tanpa sadar jemarinya bergerak seakan sedang menekan tuts piano seperti yang sering dilakukannya bersama Sakura di studionya. Bagaimana nasib studionya? Sasuke rindu sekali dengan bunyi properti-properti yang diangkut kesana kemari, rindu dengan cahaya blitz, rindu dengan peralatan tercanggih yang selalu dia jaga, rindu dengan event-event fotografi dan lain sebagainya. Untung saja Nara Corp mampu menghandle sementara seluruh aktifitas SS art Studio.
"Mellow sekali musikmu Teme" suara Naruto memecah permainan piano maya Sasuke.
"… kapan aku bisa bertemu dengan dia?" sahut Sasuke.
"Hahhhh. Sudah kubilang Asuma dan Kurenai-san membawanya berobat ke luar negeri" Naruto menjawab dengan nada yang dibuat normal. Sasuke tidak tahu bahwa sekarang Naruto menggigit bibir bawahnya sambil berkomat-kamit berdoa agar Sasuke berhenti menanyakan Sakura.
"Sampai berapa lama? Setidaknya tidak bisakah dia menelfonku?"
"Kalau bisa sudah dari dulu kita yang menelfon mereka. Kau tahu sendiri keadaan Sakura-chan bagaimana. Nanti saat kita menelfon dan ternyata dia sedang hilang ingatan malah akan membuatnya bingung"
Sasuke diam. Setelah berpikir untuk sekian detik akhirnya dia mengeluarkan jawaban singkat.
"Hn"
Naruto menghembuskan nafas lega tanpa suara.
Perasaanku sungguh tidak enak. Ah sudahlah. Semoga Sakura baik-baik saja. Batin Sasuke.
Sakura-chan… kemana kamu… Batin Naruto.
.
.
.
Sakura meraba pinggiran jendela yang memiliki pot bunga berangkai. Dia ingin menerpa sinar matahari pagi Desa Bibury, Gloucestershire, Inggris, yang sangat asri.
Sakura tidak tahu sudah berapa minggu dia berada disini. Mungkin 2? 3? Sakura sudah lupa cara menghitung waktu dengan sempurna. Bagaimana tidak, kening sampai pipinya terbalut perban yang senantiasa menutupi area penglihatannya.
Rasa sakit setelah operasi tidak sesakit yang dia bayangkan. Tentu saja, karena demi apapun, Sakura rela melakukan apa yang diperlukan demi kebahagiaan cinta sejatinya. Sasuke. Termasuk menghilang dari kehidupan Sasuke selamanya.
Permintaan Sakura tidak muluk-muluk. Dia hanya meminta untuk diasingkan di luar negeri. Tak masalah di negara manapun asalkan Sasuke tidak akan pernah menemukannya. Dan terpilihlah Desa Bibury yang sangat indah. Desa paling indah seantero Inggris.
Sakura tinggal bersama Shizune dan Kakek kepala pelayan. Segala kebutuhan yang dia perlukan selalu ada dan difasilitasi oleh kedua orang kepercayaannya tersebut.
Udara pagi sangat menyenangkan. Sakura baru saja akan dituntun Shizune untuk sarapan tepat saat Kepala Pelayan yang dipanggil Sakura dengan sebutan Ojii-san masuk ke ruangan bersama Pamannya Asuma.
"Selamat pagi, Sakura"
"Pagi Paman Asuma. Sejak kapan Paman ada disini?"
"Baru saja. Apa kabarmu?" Asuma mendekati Sakura yang sedang duduk. Dia berlutut untuk menyeimbangkan tinggi badan mereka. Asuma memegang telapak tangan Sakura dengan tulus.
"Aku baik-baik saja. Apa Paman datang sendirian? Sejak operasi aku tidak pernah mendengar kabar Kurenai-san"
"Dia baik-baik saja dan menyampaikan salam terbaiknya padamu"
"Hmm" Sakura tersenyum tulus.
"….."
"….."
"Sebenarnya Sakura, salam terbaik Kurenai ada di dalam surat ini"
Asuma menyerahkan sebuah amplop bertekstur mewah dan undur diri secepat mungkin setelah mengecup kening Sakura dan melepas ikatan perban Sakura.
Lalu Asuma pun memberi kode pada Shizune untuk melanjutkan tugasnya. Dan pria berbadan tegap itupun menghilang dari balik pintu kediaman Sakura.
"Shi, Shizune apa maksudnya? Paman? Paman Asuma? Dimana kau?"
Sakura kebingungan. Shizune melepas dengan lembut perban yang menyelimuti kening Sakura.
"Nona, Nona sudah bisa membuka mata Nona sekarang"
Apa? Aku bisa melihat?!
Sakura mengerjapkan matanya silau. Sudah berapa minggu dia hanya melihat kegelapan. Dan matanya normal! Sakura melihat ke arah cermin dan dia mendapati emeraldnya masih indah pada tempatnya!
"Apa-apaan ini?!"
Ojii-san dan Kurenai menunduk hormat.
"Bagaimana dengan Sasuke-kun?!" Sakura panik.
Ojii-san menghampiri Sakura dan menenangkannya perlahan. Sakura duduk dengan tidak sabar dan mulai menyadari amplop Asuma yang sedari tadi dipegangnya.
Sakura memandang amplop itu lalu memandang wajah Ojii-san dan dibalas oleh anggukan Ojii-san.
.
.
.
BRAK!
Pintu kayu tebal rumah Sakura terbuka dengan kasar. Sakura menengok sekelilingnya dengan panik. Dilihatnya sekilas rumahnya adalah sebuah rumah Inggris klasik dengan atap jerami dan dinding batu-batu besar namun sangat anggun dan elok. Pun dengan rumah tetangga-tetangganya. Indah semua. Dihiasi bunga-bunga musim panas yang siap layu untuk menyambut musim gugur. Serta rerumputan segar berwarna hijau cerah menghiasi jalanan berpaving batu. Benar-benar Bibury adalah Desa cantik khas Inggris tradisional.
Sakura berlari kesana-kemari tanpa tahu harus kemana. Tempat ini tidak terlalu asing namun juga tidak terlalu familiar sehingga Sakura bingung harus berlari kemana untuk mencari Asuma.
Sakura berlari di tengah jalanan panas di tengah teriknya matahari penghujung musim panas. Tak sedikit orang-orang lokal yang menyapa Sakura dan terheran dengan penampilan baru Sakura tanpa perban di kepalanya.
Sakura terjatuh teduduk di pusat Desa di sebuah plaza yang memiliki air mancur klasik di tengah-tengahnya. Sakura terengah-engah mengambil nafas dan memandangi pantulan wajahnya di permukaan air mancur.
Terngiang isi surat Kurenai yang baru saja dibacanya.
.
Dear Sakura,
Aneh sekali ya, jika aku, seorang Kurenai tiba-tiba bersahabat denganmu. Pertemuan kita tidak pernah menyenangkan. Dan harus kuakui mungkin aku adalah sosok Ratu kegelapan bagimu.
Hmp
Jadi begini Sakura. Intinya saja,
Dokter mengatakan ini dengan Final bahwa kau. Haruno Sakura, telah sembuh sepenuhnya dari amnesia. Dan aku adalah manusia hidup yang berpijak di bumi ini yang paling bersyukur atas kabar itu. Bagaimana tidak? Kau sudah menyongsong maut yang menghampiriku dengan keberanian dan ketulusanmu.
Tidak ada yang bisa membuat hatiku sakit saat melihat Sasuke mengorbankan kehidupan dan waktunya demi kebahagiaan kalian berdua yang terenggut oleh nasib sialku.
Lalu, Dokter mengatakan ini dengan Final juga bahwa aku, Kurenai.
Menderita Kanker Rahim.
Sudah stadium akhir.
Hah, lucu ya. Bagaimana kuatnya seorang Haruno Sakura menunda kematian seorang Kurenai, tetap saja Malaikat Maut bersikeras untuk menjemputku. Inilah kenapa aku tidak bisa dan tidak akan pernah bisa melahirkan keturunan untuk meneruskan tahta Otou-sama.
Kemudian, malam itu, malam saat aku mencuri dengar pembicaraan Naruto dan Shion di dalam ruangan Pavilion tentang rencanamu untuk mengorbankan matamu pada Sasuke, aku merenung semalaman. Sendirian dalam kegelapan malam. Di bawah cahaya bintang.
Tuhan, buat apa aku mati sia-sia. Jika aku bisa membayar dosaku pada Sakura dengan cara seperti ini, percayalah, ini bukanlah harga yang mahal bagi seorang Kurenai untuk kehilangan matanya.
Jadi, saat kau dan Shion berpulang dari Rumas Sakit untuk checkup, aku-pun melakukan hal yang sama. Ditemani dan disetujui oleh Asuma pula tentunya. Walau Asuma tak hentinya menangis untukku. Aku tahu dia memang cinta sejatiku, Sakura. Pamanmu itu. Pria paling baik hati di dunia ini.
Dan betapa Tuhan sudah merencanakan semua ini, DNA-ku, kau, dan Sasuke benar-benar sempurna. Lucu bukan bagaimana takdir merangkai kita bertiga? Sosok-sosok yang sama sekali tidak ada kaitannya.
Dan kubiarkan saja kalian para anak kecil melakukan aksi kalian berangkat menuju ruang operasi dengan kau dan Sasuke berada pada ruang yang sama dan hanya disekat tirai medis.
Kau dibius. Sasuke dibius. Aku pun dibius. Dan Tuhan membiarkan semua berjalan apa adanya.
Pesanku Sakura, tolong, kumohon untuk terakhir kali. Maafkan aku. Maafkan Kurenai. Dan biarkan kami, aku dan Asuma pergi dari kehidupan kalian semua untuk selamanya.
Asuma akan menyembunyikanku di belahan bumi yang lain sampai sisa hayatku. Dan jika aku tiada kelak, berjanjilah untuk tetap menganggap Asuma sebagai pamanmu. Walaupun dia bersikeras untuk tidak kembali ke Jiraiya's house. Aku mohon carilah dia kelak.
Kurenai
.
.
.
Sakura menutup wajahnya menahan air mata yang keras kepala menerobos jemari mungilnya dan jatuh ke permukaan air mancur plaza.
Asuma, bersembunyi di balik bayangan rumpun bunga sulur yang jatuh di dinding sebuah rumah, meneteskan satu air mata lalu menutup wajahnya dengan topi dan membalik badannnya melenggang melewati lorong sempit tempatnya bersembunyi dan lenyap di balik pintu Bentley biru yang segera pergi meninggalkan Sakura berlutut menangis dihampiri Ojii-san dan Shizune.
.
.
.
"Jadi kalian semua mengetahui hal ini dan diam saja padaku sebulan ini?!" Sakura berjalan kesana-kemari di ruang minum teh rumah barunya sambil menatap intens pada dua audiensnya yang didudukkannya dengan rapi.
"Maaf Nona, ini adalah prosedur yang harus kami lakukan demi kebaikan Nona" jawab Shizune
"Bagaimana bisa kalian tega membuat Kurenai-san ikut mengalami kejadian pahit ini" alis Sakura mengerut tajam.
"Maafkan kami Nona. Tidak ada yang bisa kami katakan mengenai hal itu. Ini sudah menjadi keputusan beliau" sambung Ojii-san.
Sakura menghempaskan tubuhnya ke kursi tunggal yang menghadap ke arah mereka berdua.
"…."
"…."
"…."
Keheningan yang tidak nyaman menyelimuti ruangan itu sampai akhirnya Sakura memecah kesepian itu dengan pertanyaan yang sudah diduga.
"Apa mereka tahu tentang hal ini? Sasuke-kun, Naruto, Shion dan semuanya?"
Shizune menggeleng. "Sayang sekali hal ini masih kita rahasiakan dari siapapun sampai hari ini. Yang mengetahui hanyalah Nona dan kami berdua serta Dokter dan paramedis tentunya"
"Dan apa kalian tahu kemana Paman Asuma dan Kurenai-san pergi?"
"Kami dituntut untuk tidak diijinkan menanyakan hal itu Nona. Maafkan kami" jawab Ojii-san.
Sakura memijat pangkal hidungnya. "Sudahlah jangan minta maaf terus Ojii-san. Kalian tidak salah. Semua ini gara-gara aku"
Sakura merenung sejenak memandangi vas bunga berisi lavender di atas meja.
"Aku butuh waktu untuk mencerna semua ini. Untuk sementara aku minta tolong pada kalian berdua untuk menggali info kemana perginya Paman Asuma dan Kurenai-san"
"Baik Nona" jawab mereka berdua bersamaan.
"Dan, pinjami aku ponsel flip lamaku. Seingatku benda itu tidak pernah jauh dariku"
"Baik Nona"
.
.
.
Malam itu Haruno Sakura tidak bisa tidur. Semuanya berputar.
Kehidupannya.
Pertemuan-pertemuannya dengan banyak orang.
Lingkungan yang silih berganti.
Dan Sasuke.
Sambil menatap sendu langit-langit kamarnya yang berupa papan kayu yang dipernis indah, Sakura memikirkan semua yang sudah dilaluinya dengan hati yang terluka.
Banyak hati yang terluka karenaku.
Aku merindukanmu Sasuke-kun
Apakah kita bisa bersatu?
Bisakah kamu mencintaiku dengan sempurna setelah apa yang terjadi
Masih pantaskah aku menerima kasih sayang dari orang-orang terdekat kita?
Kebahagiaan macam apa yang aku peroleh dengan mengorbankan jiwa orang lain?
Sakura meneteskan air mata dan bangkit sambil menutup wajahnya. Kamar Sakura berada di lantai dua dengan ranjang kecil yang nyaman di samping jendela yang menghadap pemandangan danau biru beserta riak-riak kecil yang memantulkan cahaya bulan.
Sakura membuka jendelanya dan menghirup udara manis Desa Bibury yang sangat tenang. Dia menopang lengannya pada kayu jendela dan membiarkan wajahnya diterpa semilir angin musim panas. Emerald cantik Sakura menengadah memandang bintang-bintang kecil yang pernah dilihatnya di balkon apartemen Sasuke di Tokyo.
Aku merindukanmu Sasuke-kun
.
.
.
Esok harinya aktifitas berjalan normal. Sakura, Shizune dan Ojii-san sarapan bersama dan berjalan-jalan sejenak di dalam desa. Shizune memperkenalkan Sakura pada penduduk lokal dan menunjukkan lingkungan barunya.
Sakura terkesan dan menyukai tempat ini.
Sakura dan orang-orang berkumpul di suatu café yang sangat rindang bercengkrama layaknya keluarga sambil melakukan upacara minum teh siang hari.
Mereka semua tertawa dan bahagia. Sakura menyembunyikan kesedihannya di balik senyum dan lesung pipinya.
Seusai semua tata krama dan lain sebagainya, Sakura dan rombongannya undur diri. Mereka bertiga pun berjalan pulang saat senja mulai beranjak turun.
Tiba di satu persimpangan, Sakura melihat ada papan nama Boat Rental. Sakura sangat antusias ingin mencoba menaiki perahu dan menjelajahi danau dalam senja.
Tentu saja Shizune dan Ojii-san keberatan namun apa daya mereka. Sakura diperbolehkan naik perahu kecil itu bersama pengemudinya dengan syarat Shizune tidak akan meninggalkan dermaga dan akan terus memantau Sakura dari kejauhan. Sedangkan Ojii-san pulang terlebih dahulu untuk menyiapkan makan malam.
.
Sakura kini tengah berada di pusat danau bersama seorang pengemudi perahu yang sangat ramah dan baik hati. Orang tua lokal itu tidak mau bersusah payah mengganggu Sakura yang sedang merenung menatap ponsel flip jadulnya.
SET
Sakura mulai memencet tombol-tombol dan menunggu pendengarnya di seberang sana menjawab panggilannya.
.
SKIP
.
Sakura menutup ponsel jadulnya dengan senyum kesedihan dan melakukan hal terakhir.
PLUNG
Ponsel flip itu ditenggelamkan Sakura ke dasar danau.
Selamat tinggal.
.
.
.
Sasuke tengah terjaga. Dia tidak bisa tidur. Yah walau tidur maupun tidak, tidak terlalu ada bedanya baginya karena semuanya hitam pekat.
Jam dinding pavilion berdentang 2 kali. Artinya itu dini hari.
Suasana pavilion sangat sepi. Naruto mungkin sudah tidur bersama Shion. Sedangkan dokter dan perawat yang standby di pavilion sebelah pasti juga sedang beristirahat. Mikoto yang biasanya menjaga Sasuke, hari ini pulang lebih awal.
Detik-detik jam dinding terasa begitu dingin dan nyaring di tengah kesepian ini.
Namun kenyaringan itu senyap seketika telfon di sebelah ranjang Sasuke bergetar.
Ya Sasuke tidak pernah jauh dari pesawat telefon itu karena dia selalu menunggu panggilan yang datang dari Sakura.
Dan adalah sebuah logis saat Sasuke berfikir bahwa telefon tengah malam itu berasal dari Sakura. Siapa lagi yang menelfon malam menjelang pagi buta jika bukan seseorang yang berada di luar negeri.
"Sakura?"
"S,Sasuke-kun?" Sakura tidak bisa membendung getaran suaranya walaupun dia sudah berusaha terdengar wajar.
"Kemana saja kamu? Aku menunggumu. Terus menunggumu" cerca Sasuke
"Kurasa orang-orang sudah memberitahumu bahwa aku berobat di luar negeri Sasuke-kun"
"Lalu? Apa pengobatannya berhasil? Kurasa kamu sudah normal sekarang ya?"
"Sudah jauh lebih baik. Benar. Bagaimana kabar Sasuke-kun?"
"Syukurlah kalau begitu. Aku tidak baik-baik saja"
"Ada apa?!"
"Hatiku sakit. Katanya aku merindukan kekasihku"
Sakura menggigit bibir bawahnya menahan tangis. "Dasar Sasuke-kun"
"Kenapa? Kamu tidak merindukanku?"
"Sangat"
"Lalu kapan kamu kembali? Aku ingin kamu menyaksikan pembukaan perdana mata baruku"
"Aku usahakan secepatnya"
"Harus diusahakan"
"Sasuke-kun?"
"Hn?"
"Aku mencintaimu"
"Jangan katakan itu"
"Eh? Kenapa?"
"Caramu mengatakannya seolah kita akan berpisah. Katakan hal lain"
"Baiklah. Sampai ketemu lagi ya, Sasuke-kun"
"Hn. Kutunggu"
TUT
.
.
.
Rutinitas di pavilion berjalan seperti biasanya sampai terjadi keributan kecil karena perdebatan yang terjadi antara Naruto dan Shion. Perdebatan itu terjadi karena hari H pelepasan perban Sasuke akan dilaksanakan minggu depan dan Naruto bersikukuh untuk memberitahu Sasuke bahwa Sakura-lah pendonornya.
"Mau tidak mau dia pasti akan segera mengetahuinya, Shion!"
"Haruskah kita melihat dia bersedih sekarang? Haruskah kamu yang memberitahunya?" bela Shion
"Seseorang harus melakukannya" jawab Naruto
"… dan aku adalah orang yang paling tepat" lanjutnya
"Kamu tahu dia pasti akan terluka, bukan?" tanya Shion
"Semua orang sudah terluka pada saat momen Sakura-chan memasuki ruang operasi itu untuk mendonorkan matanya, Shion"
"Apa yang kau bilang?" sahut suara yang memecah percakapan Naruto dan Shion.
Naruto dan Shion menghadap ke sumber suara dan mereka berdiri kaku di tempatnya melihat Sasuke sudah berada di ambang pintu.
"JAWAB AKU!"
Sasuke maju perlahan namun pasti. Naruto menghampirinya agar Sasuke tidak terjatuh. Begitu tangan Naruto menyentuh lengan baju Sasuke, dengan cepat Sasuke menghempaskan tangan Naruto.
"Brengsek kalian! BRENGSEK KALIAN SEMUAA!"
"Sasuke, tenanglah!" kata Shion
"Bagaimana bisa aku tenang-tenang saja! KALIAN SEMUA GILA! Bagaimana bisa kalian membuat Sakura terluka lagi untuk kesekian kalinya!"
Sasuke mengamuk. Dia menghancurkan apapun yang bisa disentuhnya. Bahkan Naruto yang berusaha menghentikannya-pun sempat ditendang hingga jatuh.
Akhirnya setelah menghancurkan separuh ruangan, Sasuke berhasil ditenangkan oleh Naruto dan perawat laki-laki. Diapun diberi obat penenang dan pingsan.
.
.
.
Sore itu, Sasuke terbangun dengan kepala yang sangat pusing. Sayup-sayup didengarnya bisikan-bisikan cemas di sekelilingnya. Sasuke bisa mengenali bahwa itu adalah suara orang tuanya dan para penghuni pavilion pribadinya.
"Sasuke-kun, kamu sudah sad-"
SET
Sasuke menghentikan perkataan Mikoto dengan sebuah gerakan tangan mengisyaratkan diam.
"Jangan berbicara padaku. Kalian semua pecundang!" sergah Sasuke
"Tuan Uchiha, maafkan saya. Tapi anda saat ini tidak boleh bertindak agresif yang mampu menimbulkan akibat fatal pada kesehatan anda" sahut perawat.
"Peduli amat soal itu. Kalian semua sudah membunuh kehidupan Sakura"
Semua orang menunduk sedih memandang Sasuke yang tengah mengeraskan rahangnya.
"…"
"…"
"Mata laknat ini telah merebut kebahagiaan Sakura" Sasuke mengepalkan tangannya dan meletakkannya pada permukaan perban yang membalut dahinya.
"Kita semua tahu bahwa inilah yang diinginkan Sakura, Sasuke" sahut Shion
Kali ini Sasuke tidak menjawab. Tekanan di dadanya terlalu besar untuk membuatnya menerima kenyataan.
"Perawat, bilang pada dokter yang mengoperasiku untuk mengembalikan mata ini pada Sakura. Aku tidak mau ada bantahan apapun"
"Tuan Uchiha, prosedur operasi kornea tidak dapat dilakukan lebih dari dua kali. Jika itu terjadi, anda akan kehilangan penglihatan secara permanen. Dan tidak menutup kemungkinan bisa menimbulkan kematian juga. Dan dokter anda saat ini sedang berada di Korea Selatan untuk sebuah operasi darurat"
"Cih"
Sasuke baru saja ingin meringkuk saat dengan cepat dan dengan gerakan yang sangat tiba-tiba dia merobek perban yang meyelimutinya.
Dan
Sasuke mengerjapkan matanya menahan silau atas cahaya yang menerpa wajahnya.
Semua pasang mata di dalam ruangan itu terkejut setengah mati.
Bukan karena sikap Sasuke yang dengan sengaja membuka lilitan perbannya secara mendadak. Ya, hal itu memang mencengangkan.
Tapi tidak.
Bukan itu yang membuat jantung tiap orang serasa berhenti.
Sasuke memandang tiap pasang mata yang keheranan dengan wajahnya, lalu dengan hati berdebar, Sasuke menengok sekeliling ranjangnya dan menemukan lemari berpanel cermin tepat menghadap padanya.
Dan disanalah.
Di cermin itu. Terdapat pantulan seorang Sasuke dengan mata berwarna merah yang luar biasa menawan.
.
.
.
Tiga hari kemudian.
.
Dokter Sasuke keluar dari kamar dan menekankan sekali lagi pada perawat untuk benar-benar menjaga Sasuke. Dokter tidak mentolerir kejadian tempo hari adegan dimana Sasuke membuka perbannya tidak tepat waktu. Hanya puji Tuhan, kondisi Sasuke tidak ada yang cacat. Artinya operasinya sukses besar. Hanya saja sebagai catatan, Dokter mengatakan bukan haknya untuk mengumbar identitas pendonor misterius Sasuke.
Setelah berpamitan pada Fugaku dan Mikoto, Dokter yang bersusah payah terbang kembali ke Korea Selatan itu pun menghilang.
"Kau dengar itu Teme? Jangan berbuat bodoh lebih lanjut lagi" perintah Naruto
Yang diajak bicara hanya mengangkat bahu sejenak dan menjulurkan tangannya
"Handphone. Cepat. Sampai kapan aku harus menunggu untuk bisa menelfon Sakura lagi?"
Naruto mengacuhkan Sasuke dan mengalihkan pandangannya pada gerbang pavilion yang kedatangan sebuah mobil Aston Martin warna Hitam.
.
Fugaku dan Mikoto masuk ke ruangan Sasuke bersama seorang yang sudah dikenal Sasuke.
Wanita berambut pendek hitam yang selalu datang memberikan kabar buruk dari Sakura.
Dan walau jauh di dalam hatinya Sasuke memiliki insting yang tidak senang dengan kehadiran Shizune, dia mengabaikan instingnya dan menanyakan kabar Sakura tanpa basa-basi.
"Mana Sakura?"
Shizune menunduk hormat.
"Untuk itulah saya datang kembali" jawab Shizune sambil melirik amplop peninggalan Kurenai pada Sakura yang ada di saku blazer hitamnya.
.
.
.
Semua orang menyimak kisah Sakura yang disampaikan Shizune dengan sistematis dan tanpa terlewat satu apapun, termasuk isi surat Kurenai.
Semua orang kini merasa bias.
Mereka bingung harus berkata apa. Satu hal yang jelas, Kurenai melakukan penebusan dosanya melalui mata Sasuke.
"Dan sekarang saya mohon bantuan dari Sasuke-sama" Shizune bangkit dari kursinya dan berlutut di atas lantai menghadap Sasuke.
Mikoto dan Shion bergegas turun membantu Shizune untuk tidak berlutut seperti itu. Namun Shizune berkeras dalam posisi itu seraya menatap tajam Sasuke yang balas memandangnya tajam.
"Setelah meninggalkan instruksi lengkap tentang Jiraiya's House pada Paman saya Orochimaru-"
Suara Shizune tercekat.
Semua orang menahan nafas.
"Seberapa besar usaha kami pun-"
Kali ini jantung Sasuke benar-benar menunjukkan instingnya.
.
"Sakura-sama menghilang"
.
.
.
Bersambung
.
.
.
Yuhuuuuuu! Mother come back!
HAHAHA
#sambil pake perisai takut dilemparin tomat karena baru bisa nongol
Jadi, sudah berapa abad kah saya menghilang? FUFUFU
Jadi begini, Mother bukannya sok sibuk apa gimana-gimana yaa. Cuman tanpa alasan yang jelas, tiba-tiba saja aku gak sempat duduk manis buat nulis ff. Sibuk inilah sibuk itulah. Yah banyak yang sudah terjadi.
Jadi kenapa tiba-tiba Mother muncul lagi? Jawabannya sedikit memalukan. Ceritanya Mother yang amat sangat lemah ini anemianya kambuh sehingga harus bed rest selama beberapa hari. Lalu di sela-sela kebosanan yang menumpuk, aku bacalah EYES lewat aplikasi hape. Ditambah lagi kemarin-kemarin ada reader-reader baik hati yang masih mau review nagih episode lanjutannya ini. Ditambah pula Mother seolah berkata begini pada diri sendiri, "Mana kelanjutannya? Kan gak seru baca keputus gini! Lu aja sebagai authornya kepo sama lanjutannya (?) *haha gimana perasaan readers elu!"
Dan itulah hasil dari sebuah sakit anemia lahirlah chapter barunya EYES yang (mungkin) sudah ditunggu readersku yang sabar nan baik hati huhuhuhuhuhuhu.
Dan saat baca-baca review ada 1 atau 2 yang nanyain jadi sebenarnya yang jahat itu siapa? Karin, sudah pasti, tapi jangan lupa bahwa dia juga sedang diperas oleh Suigetsu demi Ayahnya. Kurenai? Jelas jahat, tapi lihat bagaimana dia membalas kejahatannya pada Sakura (Kalau dipikir-pikir kejahatan Kurenai juga cuma main mulut doang sih ya, yang nembak Sakura kan Ibiki atas perintah Anko), terus jadinya yang jahat siapa dong?
TENG jawabannya adalah :
MOTHER CHANYOU
Karena Mother dengan piciknya melukai semua tokoh di dalam cerita.
Huhuhu.
Oke dah, jangan kapok-kapok nagih Mother ya. Karena sepatah kata pun akan Mother simpan di hati buat penambah semangat nulis kelanjutannya.
See You
Review Please?
Mother CHANYOU