.
.
Out of the Blue
==.==
DISCLAIMER chara NARUTO : Masashi Kishimoto
DISCLAIMER STORY : Spica Zoe
Cover Art : CharaKauffmann
Warning : Affair, OOC, NTR, Sakura Centric,
.
.Cerita mengandung unsur antagonis moral.
.Sebab itu tolong jangan benci chara di dalamnya.
"Karena darah Uchiha harus lahir dari rahim Sakura."
.
.
.
Sakura membuka matanya pelan. Ia tidak akan mungkin melupakan apa yang baru ia lakukan semalam. Beradu kasih dengan seorang duda beranak satu yang pada kenyataannya ternyata sudah kembali beristri.
Itu yang Sakura tahu.
Mendapati keadaan seorang diri di atas peraduan, dengan lapisan selimut, Sakura bengkit perlahan. Mengangkat tubuhnya, menyandarkan kepalanya ketumpukan bantal yang telah ia atur. Ditatapnya samar gaun merah muda yang ia pakai malam tadi, telah tak lagi berarti di atas lantai. Sobekan yang Sasuke berikan, membuat gaun itu tak lagi layak pakai.
Memikirkan itu saja, Sakura tersenyum.
Piluh rasanya karena setelah sekian lama, akhirnya ia melakukan kesalahan lagi. Apanya yang berubah? Ia bahkan semakin sesat mengorbankan dirinya, masa depannya, hanya karena rindu yang ia miliki begitu besar pada duda itu.
Bagaimana jika ia hamil? Bagaimana dengan nasib anaknya? Atau dirinya sendiri?
Memikirkan itu, Sakura hanya ingin menarik satu senyuman getir di wajahnya. Percuma berpikir sekarang, saat semua sudah terjadi atas kemauannya sendiri.
Biarlah.
Apapun akhirnya, ia hanya berharap Tuhan masih memberikannya takdir yang indah.
Sakura meremas kemeja putih yang ia gunakan dalam langkah kakunya. Kemeja yang Sasuke kenakan semalam. Mungkin, Sasuke yang memakaikannya saat pria itu tahu bahwa Sakura tak memiliki pakaian lagi setelah dengan sengaja ia merusak gaun yang ia kenakan.
Melangkah meraih pintu kamar, Sakura membuka pintu di hadapannya dengan hati-hati. Ini hari pernikahan Tenten. Sebagai teman bukankah Sakura harus mendampingi Tenten di saat-saat seperti ini? Ya, Sakura harus.
Sudah terlalu banyak waktu yang ia lewati dengan pengabaian terhadap kepedulian Tenten padanya. Sebagai seorang sahabat biarkan kali ini Sakura memberi makna yang mendalam bagi sahabatnya.
Diliriknya setiap sudut ruang utama. Ingin hati mendapati Sasuke yang mungkin bisa membantunya mencarikan pakaian pengganti, namun tak ia temukan sosok itu.
Sakura memilih duduk di atas sofa, berhadapkan dengan televisi yang padam dan sunyi. Menelusuri setiap dinding yang dihiasi gambaran seni yang tidak ia mengerti. Dan mendapati mesin penanda waktu yang menunjukan saat yang sedang berlangsung sekarang.
Empat jam lagi.
Dan Sakura bingung harus melakukan apa. Ia tidak membawa ponsel. Ia tidak membawa selain dirinya sendiri ke dalam ruangan ini. Entah mengapa ia menurut saja saat Sasuke menggiringnya ke dalam kamar ini dan mereka melakukan segalanya.
"Sebenarnya, aku pun masih mencintaimu."
Kalimat pengakuan dari Sasuke tentang cintanya.
Jika ia masih mencintai Sakura, kenapa ia menikah saat Sakura meninggalkannya? Kenapa melakukan ini saat Sakura sebenarnya telah merencanakan kepulangannya untuk menyatakan seberapa rindu ia membatin akan cinta yang ia miliki pada duda itu.
Tapi, bukankah sedari dulu Sakura tidak pernah beruntung pada takdir?
Dalam kesunyian dan pemikirannya sendiri. Tiba-tiba, Sakura dikagetkan dengan suara yang berasal dari pintu ruangan. Menandakan sebuah kehadiran dari suara-sura tombol yang terdengar. Mengantisipasi, Sakura kini tengah memandang jelas pada kehadiran seseorang yang tak ia duga telah berdiri memandangnya.
"Nee-san?!" serunya nyaris tak percaya.
Kurenai hanya tersenyum, dengan membawa sesuatu dan menyerahkannya secara langsung pada Sakura. "Pakailah." Perintah sang kakak dengan tatapan lembut.
Sakura keluar dari kamar, masih didapatinya Kurenai yang duduk diam menunggunya di tempat yang ia duduki tadi. Masih di luar logika, bagaimana bisa kakaknya datang dan membawakan hal yang ia butuhkan dengan perasaan selembut itu.
Menatapnya, tanpa curiga. Atau ada hal yang benar-benar tersembunyi darinya?
"Tenten bilang, ia membutuhkanmu untuk membantunya melakukan segalanya." Kurenai menatap Sakura lembut, gaun itu memang cukup sederhana. Tapi, bagi Sakura itu cukup untuk memberi kesan yang indah.
"Ya. Aku pun ingin menemuinya, hanya saja.." Sakura terdiam dalam ucapannya. Tadi ia tidak punya pakaian, sekarang tidak akan ada lagi yang bisa menghalanginya.
Kurenai meraih tangan Sakura lembut dan menariknya untuk melangkah.
Didalam perjalanan, mereka lebih banyak diam dan Sakura hanya bertanya dalam hatinya. Apa Sasuke yang menyuruh Kurenai untuk memberikan pakaian padanya? Lantas, alasan apa yang Sasuke berikan hingga Kurenai sama sekali tak ingin tahu apa yang terjadi dari Sakura.
"Nee-san." Sakura berbisik ringan. Di tatapnya tangannya yang tergenggam oleh tangan Kurenai. Rasa hangat menyelimuti batinnya. "Hmm..."
"Apa Sasuke telah menikah?" tanyanya ragu.
.
.
Tenten sontak bangkit saat mendapati Sakura telah hadir dalam ruangan itu. Ruangan busana yang mereka gunakan untuk mendadani diri. Ruangan yang cukup besar dan luas. Begitu banyak orang di dalam. Begitu banyak gaun pengantin yang dipamerkan. Ruangan yang memiliki beberapa ruangan lagi di dalamnya. Sakura mendapati Tenten telah mengenakan salah satunya. Gaun putih yang berisi manik-manik kilau yang membuat Sakura takjub tak percaya. Juga di sudut lain, ada Neji yang tengah mencoba pakaian miliknya.
Tenten tidak sabar, ia menarik Sakura dari ketakjubannya yang lain sebelum waktu ia percumakan begitu saja. "Kau mau berdiri sampai kapan Sakura!" serunya keras. Menarik perhatian Itachi yang sedang bercermin di sudut lainnya.
Memperbaiki dasi yang ia gunakan.
"Kau juga harus tampil cantik hari ini." lanjut Tenten. Setelah memaksa Sakura duduk di depan cermin, ia melangkah ke deretan gaun pengantin yang terpajang dalam ruangan itu. Dengan cara berpikir, ia menilai satu persatu dari keseluruhnya.
"Pakai ini saja." Dan tiba-tiba suara yang tak terduga muncul dengan wujud yang membuat Sakura tak ingin lepas darinya.
Kikyo 'kah namanya?
Ia membawa satu gaun pengantin yang dibantu oleh beberapa orang di sana. Di hadapan Sakura dan Kurenai yang masih setia berada di sisinya.
"Wow! Kikyo-san, benar-benar berbakat!" Seru Tenten menerima.
"Kikyo adalah pemilik ressort ini." seakan membaca isi hati Sakura, Kurenai mengungkapkan satu fakta yang mungkin Sakura butuhkan. Mengingat, keberadaan wanita itu telah membuatnya merasakan hancur tak terbantahkan. Wanita itu telah mampu membuat Sasuke tertawa. Membuat Sasuke merasa begitu hangat dan berbeda.
Ia cemburu.
Sakura menunduk lesuh. Mungkin ia telah tergantikan. Dan melihat seberapa dekat kehadiran wanita itu dengan keluarga Uchiha, rasanya ia telah benar-benar dikalahkan. Kurenai meraih gaun yang Tenten berikan padanya. Lalu menarik Sakura bangkit dan menyandingkan dengan tubuhnya.
Tenten sempat terkesima.
"Gaun ini sangat cocok untukmu Sakura." Pujinya tulus. Gaun seputih salju dengan bidang yang terbuka, mampu memberikan kesan seorang wanita terhormat untuk yang memakainya. Tapi bagi Sakura ini terlalu berlebihan. Ia tidak ingin memakai benda secantik ini di saat jiwanya sedang tersiksa.
Melihat penolakan yang Sakura berikan, Kurenai meraih surai merah muda Sakura. Mengusapnya lembut dan tersenyum. "Semua kerabat wanita dari pengantin harus memakai gaun pengantin senada Sakura." Bisiknya menjelaskan.
"Dan apakah kau tak mau melakukannya untuk pernikahanku?" sambung Tenten cepat. Dengan wajah yang sedikit kecewa, sengaja membuat Sakura merasa tidak enak.
Dengan segala keterpaksaan. Akhirnya Sakura menurut. Bersamaan dengan Tenten dan Kurenai, beberapa perancang membantu mereka berbenah. Kesibukan di ruangan ini benar-benar membuat Sakura menarik diri untuk menikmatinya. Sampai pada saat-saat seperti itu, tanpa sengaja. Ia melihat Sasuke dan pria lainnya juga sedang mempersiapkan dirinya.
Ada Kikyo di sana. Membantu Sasuke untuk mengenakan pakaiannya. Memakaikan dasinya. Memberi sentuhan pada rambutnya. Wajahnya. Dan itu membuat Sakura benar-benar ingin menepis segala kekesalan jiwa dan kecemburuannya dengan melarikan diri.
Tapi, ia tidak mampu. Ia tidak mungkin merusak suasana di hari indah Tenten. Sahabatnya.
"Kikyo-san cantik 'kan?" tiba-tiba dibalik kesibukan, Tenten bersuara. Memandang Sakura dari bayangan cermin di depan mereka. Melihat Sakura menunduk getir dan itu membuatnya semakin ingin mengungkapkannya. "Dia yang merancang semua gaun pengantin yang ada di ruangan ini, Sakura." Ucapan yang membuat Sakura berhasil mengangkat kepalanya. memandang Tenten yang memasang wajah cerahnya. "Dia yang merancang gaun pengantin yang kau kenakan sekarang, sejak malam tadi."
Tenten tidak sanggup melihat airmuka Sakura yang menunjukan kebingungannya. Mencoba mendapati Kurenai yang menikmati dirinya dipercantik, Sakura berharap penjelasan. Sampai pada satu kejutan, yang datang dari orang lainnya.
"Wahhh.. ruangan ini begitu hidup." Karin hadir dalam keadaan yang tak terduga. Ditatapnya cermin yang menampilkan tiga wajah wanita itu sekaligus, dan Sakura menjadi satu-satunya hal yang paling ingin dilihatnya. Melangkah cepat, Karin mendekati Sakura.
"Calon pengantin yang cantik." Goda Karin yang tersenyum riang. Tenten mendengus tawa, membuat Kurenai tersenyum mendapati betapa besar respon Sakura akan mereka.
"Kau salah orang Karin." Bisik Sakura lemah. Ini bukan lelucon untuk menganggap dirinya secantik seorang pengantin wanita.
Karin memandangnya curiga, diraihnya gaun Sakura, menyentuhnya penuh hasrat yang jelas, ia benar-benar senang. "Jika bukan dirimu, lalu siapa?" tanyanya mengabaikan rasa ingin tahunya. Gaun yang dikenakan Sakura jauh lebih menarik perhatiannya. "Dan Gaun ini. Sangat cocok untukmu Sakura. Aku tak tahu ternyata Sasuke benar-benar memberikan penghargaan terbesarnya untukmu tepat di hari ini. Apa kah bahagia, Sasuke akan menikahimu?"
"Ah?" balas Sakura menanggapi kalimat Karin yang terlalu panjang tapi sempat ia terjemah dalam otaknya.
Ada yang tidak seimbang dari apa yang terjadi saat ini. Sakura pengantin? Sasuke menikahinya? Belum sempat Sakura bertanya lebih banyak dalam hati, Tenten sudah bangkit dari kursinya. Dengan pengertian dari beberapa penata rias yang tengah memperbaiki rambutnya, ia kini menatap Sakura penuh keseriusan yang mendalam.
Sebelum Sakura tenggelam dalam ketidaktahuannya.
"Hari ini, hari pernikahanmu." Bisik Tenten lembut.
Sedang Sakura terdiam tak percaya.
"Hei! Sakura-san tidak tahu?" Karin bertanya bingung.
Situasi terasa semakin mencekam saat Karin memandang wajah Sakura yang berubah ekspresi. Ketidakmengertian, bagai tersesat di tengah hutan.
"K-kau bercanda Tenko! Ini tidak lucu!" kesal Sakura tidak percaya.
Ini pernikahannya? Bagaimana mungkin? Ini tidak masuk akal. Ia tidak tahu dan tidak mau tahu akan segalanya lagi. Merasa begitu bingung, Sakura memandang wajah Kurenai yang hanya diam, menatap lembut cermin di hadapannya.
Apa mereka bermaksud mempermainkan dirinya?
"Tapi ini memang pernikahanmu Sakura-san." Karin mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Dari sana, ia menunjukan sebuah undagan yang ia terima dari Sasuke. Ada nama Sasuke dan Sakura yang tertera di sana. Bukan nama Tenten atau pun Neji yang ia ketahui. "Bukankah aku sudah bilang, Sasuke yang mengundangku ke pernikahan ini." lanjutnya menambahi.
"Tapi, ini pernikahanmu Tenko. Dan neji-"
"Aku sudah menikah Sakura." Tenten mengusap pipi sakura dengan lembut. Senyum ketulusan ia berikan pada sakura sebagai bentuk kebahagiaan yang ingin ia hadiahkan. Juga sebagai ucapan maaf karena telah melakukan kesalahan.
"Jangan bercanda! Kapan kau menikah?!" teriak Sakura kesal.
Ia bangkit. Menatap Tenten marah. Ia tidak suka diberi lelucon seperti ini.
Sungguh. Ia merasa begitu terhina jika semua orang selalu menyembunyikan sesuatu darinya. Pernikahan Tenten?
Kapan?
Kenapa ia tidak tahu.
"Dua bulan setelah kau bercerai. Dan saat kau sudah memilih untuk pergi dari Konoha." Terang Tenten memandang Sakura serius.
Sakura telah lama bersama Tenten. Sakura tahu mana bagian Tenten yang sedang serius dan mana yang sedang ingin menggodanya. Tapi dari kemarin, rasanya Sakura tidak tahu apa yang telah Tenten rencanakan. Apakah ia harus percaya dengan penjelasan Tenten? Akankah ia percaya dengan segalanya sedang ia tak tahu apa-apa?
"Kau berbohong Tenten." Sakura menolak tubuh Tenten penuh ketidakinginan. Ia benci mengakui bahwa hatinya sedang teriris sakit. Jika benar semua terjadi, maka ia tidak ingin dibodohi lagi. Ia seakan telah dipecundangi dengan lelucon yang membuatnya merasa terhina.
Mendengar namanya disebut tanpa sebutan yang biasa, Tenten merasa Sakura benar-benar marah pada kenyataan. Tapi, yang ia ucapkan adalah kejujuran.
Mungkin ini saatnya menjelaskan semua.
"Aku ingin memberitahukan padamu tentang rencana pernikahanku dulu. Tapi, aku tahu kau sedang disibukan dengan kasus perceraian. Dan aku tak ingin menganggumu. Dan di saat yang tepat aku ingin mengundangmu, kau telah memutuskan untuk pergi dari Konoha."
Sakura meradang. Tatapannya berubah menjadi begitu tajam dan menampilkan ketidakpercayaannya. Ia tidak ingin percaya pada ketidakmengertian ini.
Pernikahannya? Pernikahan Tenten? Apa mereka ingin membohongi dirinya?
Kurenai bangkit, ia tahu dari tampilan wajah Sakura, ada ketidakpercayaan yang besar. Diraihnya tangan Sakura. Menyentuhnya lembut dan memandang sang adik penuh keinginan. Melihat Sakura bahagia.
"Maafkan kami Sakura. Tapi apa yang Tenten bilang itu benar. Ini pernikahanmu. Dan dia sudah menikah dua tahun lalu." bisik Kurenai mengantisipasi betapa besar ketidakmengertian Sakura terlihat.
"Nee-san! Aku tidak bisa kau bohongi!" Sakura menangis.
Tetesan airmatanya mengalir begitu saja. Membuat semua mata di ruangan itu memandangnya heran.
Kikyo menurunkan tangannya dari leher Sasuke. Mendengar Sakura mengeraskan suara seperti itu, membuat para pria kini memandang ke arah para wanita.
"Kalian mau membuat lelucon seperti ini hanya karena penghinaan yang ingin kalian berikan padaku?" teriak Sakura. Airmatanya jatuh mengalir tak tertahan. Ia tidak mau percaya. Setelah perasaan sakit yang ia korbankan karena semua permainan tak lucu seperti ini.
Sakura tak ingin percaya.
"Apa yang terjadi?" Itachi datang. Muncul di antara deretan yang memandangi Sakura cemas. Mungkin Itachi bisa melunakan perasaan Sakura. Dengan pandangan lembut, Kurenai memberinya isyarat. Itachi menggangguk.
Paham situasi, ia mulai memandang Sakura. "Tapi, ini benar-benar pernikahanmu Sakura." Bisik Itachi. Dengan tangan yang ditepis oleh Sakura kasar.
"Kau juga ingin membohongiku Itachi?" perih hati Sakura. Ia bahkan tengah habis-habisan merendahkan diri di pelukan Sasuke semalam hanya karena kebenaran tentang Sasuke sudah menikahi wanita lain, tapi ia begitu menginginkannya.
"Ini bukan kebohongan." Itachi mengerti bagaimana situasi Sakura sekarang. Meskipun ia begitu ingin Sakura percaya bahwa semua yang terjadi adalah kebenaran yang mereka sembunyikan dan akan dikeluarkan dalam waktu yang tepat.
Saat ini.
"Sakura-"
"Diam." Sakura mengangkat tangannya. Memberikan perintah secara mutlak pada Kakashi yang sudah mendekati kerumunan mereka dalam langkah pelannya. Menemui kenyataaan bahwa tidak ada seorangpun yang bisa meyakinkan Sakura tentang kebenaran, membuat Kakashi pun ingin buka suara.
Bagaimana bisa, Sakura percaya akan segala hal yang baru ia dengar saat ini. Pernikahannya? Ini pernikahannya? Sakura, tak tahu kenapa airmatanya begitu banyak terbuang. Dipandanginya wajah itu satu-satu. Wajah-wajah yang mungkin ingin melihatnya bahagia. Tapi kenyataannya telah berani mempermainkannya.
Hingga pandangannya terhenti pada pandangan Sasuke yang masih tetap berdiri di samping sang wanita yang menjadi titik didih kecemburuannya sejak semalam.
Sasuke yang ia cintai. Sasuke yang membuatnya membenci dirinya sendiri.
.
.
"Menurutmu, siapa yang paling menderita di antara kita berdua."
Sakura menundukan wajahnya piluh. Dalam kenyataan yang ia jalani, tak seorangpun mampu menjabarkan seberapa banyak ia telah menyakiti Sasuke.
Dalam malam gelap, mereka berpeluk bersama. Kehangatan tubuh Sasuke membuat Sakura tak ingin lepas.
"Sasuke-"
"Biarkan aku yang bicara Sakura."
Sakura menurut. Dengan dekapan yang masih ia eratkan pada mantan kekasihnya, sekaligus orang yang membenihinya malam ini, Sakura mendekap. Meletakan wajahnya tepat di dada bidang Sasuke. Meletakan telinganya, mendengar detak jantung pria itu di sana. Menjadikannya nada yang mungkin suatu saat, dalam kesendirian akan menjadi nada yang ia rindukan.
"Sembilan tahun telah berlalu dari kita." Sasuke menarik tangan Sakura, meraih jemarinya. Menautkan jemarinya dan memainkannya. Memandanginya. Menelisiknya. "Dan kenapa aku begitu menderita." Sakura membiarkan Sasuke menyentuh jemarinya lembut, merasakan kehangatan yang terjalar dari jemari pria itu. Membuatnya merasa begitu nyaman dan damai.
"Tujuh tahun kau menjadi milik orang lain, kakakku sendiri." Sakura mendengar. "Dan dalam tujuh tahunmu, kau membuatku hancur, menikahi orang lain, memiliki seorang putri yang akhirnya juga lenyap di depan matamu." Suara duda itu mulai terdengar basah. "Aku kehilangan segalanya Sakura. Dan saat aku datang kekehidupanmu sebagai istri dari Itachi, kau terlihat begitu bahagia."
Hanya mencoba untuk bahagia, Sasuke. –batin Sakura.
"Dan setelah dua tahun kau hancurkan lagi perasaanku, kau kembali datang dengan pengakuanmu tentang cinta."
Ya. Sakura sadar ia begitu egois. Berucap cinta saat semuanya tak lagi bisa dikendalikan. Kenyataan tetang Sasuke yang telah beristri tak bisa ia tampik dengan keegoisannya akan rindu yang meluap untuk Sasuke.
Sekali ini saja, ia sudah tahu akan kembali melakukan dosa. Tapi, bagaimana ia sanggup membiarkan Sasuke hidup dengan wanita lain sedangkan ia akan berujung pada kesepian di sisa hidupnya. Sakura juga ingin kebahagiaan. Jika tidak ada bagian kebahagiaan untuknya, Sakura akan membuatnya sendiri. Dengan memaksa Sasuke membenihinya. Atau membuat ia akan terikat kenangan selamanya di masa tua.
"Aku minta maaf Sasuke." Sakura mengangkat kepalanya. Mendapati wajah Sasuke yang telah dihiasi oleh airmata. Apakah mengucapkan pengakuan itu membuat Sasuke menjadi selemah ini? Pria yang menangis bisa ia kategorikan sebagai apa? Apa sesakit itu ia menusukan belati pada jantung Sasuke?
Mencoba tersenyum. Sakura mengecup sudut mata Sasuke yang basah. Menghapus hinanya airmata itu menodai wajah pria yang dicintainya. Merasakan sisa-sisa keheningan nikmat yang Sasuke berikan padanya. Dan kembali Sakura memandangnya. Dengan menyentuhkan ujung hidung milik mereka berdua, sambil memejamkan mata dan tersenyum, Sakura berkata, "Setelah malam ini, kuijinkan kau bahagia. Raihlah kebahagiaanmu tanpaku. Dengan istrimu. Dengan segala hal tentang aku. Biarlah cinta yang kurasa ini tetap berada dalam hatiku. Doakan aku mengandung anakmu. Dan aku akan memulai hidupku dengan ingatan tentang seberapa banyak cinta yang kumiliki pada pria yang kucintai."
Biarlah akhirnya seperti ini. Sakura tidak akan mungkin bisa kembali pada masa yang Sasuke lewati. Dengan lembut, ia membuka mata, dan terang yang mengerjap membawanya langsung pada kecupan yang Sasuke hadiahkan. Kecupan lembut yang akhirnya Sakura bawa dalam kenikmatan. Harum napas Sasuke yang pernah ia cicip saat mereka masih bersama dalam masa muda. Jika saja bukan karena sikapnya yang terlalu egois dan berakhir dengan pernikahan bersama Itachi. Mungkin saat ini mereka sudah bahagia.
"Aku mencintaimu Sakura." Sasuke merintih perih dalam setiap katanya. Menyentuh lembut wajah Sakura yang masih menindihnya. Sakura menyambut belaian tangan pria itu di pipinya. Merasakan hangat itu benar-benar membuatnya merasa nyaman dan bahagia. Sakura mengecup telapak tangan Sasuke dan kembali melepas rindunya. "Aku tidak akan mungkin membiarkanmu menikmati kebahagiaan tanpa kehadiranku." Masih terus mengecup, Sakura tersenyum getir. "Karena akulah kebahagiaanmu." Lanjutnya damai.
.
.
"Kami bisa jelaskan Sakura." Tenten menjadi tidak sabaran. Ia mendekati Sakura yang jelas tidak Sakura indahkan. Kenangan itu membuatnya piluh sekarang. Baru beberapa jam yang lalu ia merasa begitu damai, dan sekarang ada ketakutan yang sedang ia rasakan.
Merasa dihina dengan lelucon murahan dari semua orang yang mengaku sayang padanya.
Tenten memanggil Neji untuk melangkah, menggenggam tangannya, membiarkan ia buka suara untuk menyakinkan Sakura dengan apa yang terjadi. "Uchiha-san, semua persiapan-"
"Haruno." Sakura memotong Neji bicara. Dengan nada basah kembali ia tekankan, "Haruno Sakura." Lanjutnya membuat Tenten kembali menggeleng karena Sakura mampu membuat Neji tak berdaya.
"Dengar Sakura! Sasuke yang telah merencanakan semuanya untukmu." Tidak sabar, Kurenai menangkap tangan Sakura. Memaksanya untuk mengangkat wajah dan menikmati seberapa keras Kurenai memandangnya. Linangan airmata kesakitan, berhasil Sakura pertontonkan. Sakit memang memandang Sakura sebegitu hancur saat ini. Merasa dibodohi oleh orang-orang yang mungkin paling mengerti rasa sakitnya, adalah hal yang paling tidak bisa diterima oleh siapapun.
"Nee-san." raung Sakura menderita. Kurenai berusaha melunak. Diabaikannya semua mata yang tengah memandangi mereka dalam kerumunan. Ada Kakashi yang begitu ingin melihat keduanya bahagia.
"Sasuke yang merencanakan semuanya demi menghargaimu sebagai wanita yang ia cintai." Lanjut Kurenai lagi.
"Tapi bukankah kalian bilang dia sudah menikah?!" teriak Sakura menahan emosinya. Tenten merasa bersalah mendengarnya. Apakah Sakura tidak lihat, seberapa ingin Tenten tertawa saat mengatakan kalimat itu pada Sakura malam tadi?
.
.
"Apa Sasuke sudah menikah?"
Kurenai menahan jawabannya lama diujung mulutnya. Lalu mencoba menyembunyikan kegelian dari kesenduhan yang Sakura pertanyakan. Manis melihat Sakura begitu ingin mengungkapkan keperihan hatinya. "Apa yang kau dengar, mungkin itu yang telah terjadi." Hanya mencoba untuk mengecualikan dirinya akan kebohongan, Kurenai mencari jawaban yang lain.
.
"Apa kau pikir aku adalah istrinya?" tiba-tiba Kikyo menunjukan dirinya, ditariknya tangan Sasuke dalam langkah. Mendekati keramaian itu. Dan mendorong Sasuke untuk segera bertanggungjawab menyelesaikan semuanya. Karena rasanya muak bagi Kikyo melihat dirinya selalu dilibatkan akan rencana pria ini.
Sakura benci tatapan wanita ini. Tatapan yang menjelaskan bahwa tidak ada orang yang bisa mengekangnya. "Apa menurutmu aku sudi menjadi istri dari pria yang tak pernah bisa melupakan wanita yang menyakitinya selama bertahun-tahun?" lanjutnya, membuat dengusan kesal. Dengan melipat kedua tangannya di dada dan membuang pandangan dari Sakura.
Melihat reaksi itu, Kakashi tertawa. Untuk menenangkan keadaan mungkin, atau untuk menertawakan lelucon yang telah berhasil membuat Sakura tertekan dan mengakui perasaannya sendiri. Rencana yang sempurna, tak Kakashi kira, Tenten bisa menyelipkan ide sesederhana ini untuk membuat Sakura jujur pada perasaannya.
"Dia teman kencan Itachi, Sakura." Bisik Kurenai kembali memberi penjelasan, membuat Sakura kembali ditampar kenyataan. "Dan, bibi-nya Sai."
.
.
"Apa dia melihatmu?" Kikyo menatap wajah Sasuke datar. Posisi yang paling bagus untuk menyembunyikan raut wajahnya. Memunggungi Sakura pada titik balik dan menyaksikan Sasuke tertawa. "Wajahmu terlalu kaku untuk melakukan drama ini, Kikyo-san." bisik Sasuke dengan tawa yang memang sengaja ia tampilkan agar Sakura yang berada di ujung sana menaruh rasa cemburu akan tindakannya. Menyaksikan orang yang mengakui mencintaimu begitu dalam dengan wanita lain.
"Kau ingin kubunuh?" tanya Kikyo, membuat tawa di wajah Sasuke lebih alami. "Harusnya kau menarik pipimu untuk menghargai aktingku." Bisik Sasuke, menyentuh wajah Kikyo dan menekan pipinya dengan telunjuknya. Memaksa wanita itu tersenyum dalam keadaan semenyeramkan ini bagi Sasuke, sebab dari kesempatan ia memandang, Sakura telah benar-benar merasa berapi.
"Alisku berkedut, bisa kau sentuh?" tanya waktu yang tepat, saat Kikyo menyentuh alisnya, Sakura melihat segalanya dari kejauhan. "Apa ini bagian dari rencanamu?" tanya Kikyo tidak senang, meski begitu ia lakukan. "Alisku benar-benar sedang berkedut." Ucap Sasuke masih berusaha berperan di sana.
.
.
Sakura benar-benar tidak percaya. Segala yang ia lihat malam itu adalah kebenarannya. Bagaimana mereka berinteraksi dan Sasuke tertawa dalam senyuman indah. "Jika kau mau tahu, ia tertawa melihat keburukan aktingku, dan kecemburuanmu." Ucap Kikyo membela diri.
"Sakura, Sasuke merencanakan semuanya sejak dua tahun kepergianmu. Ia merasa frustasi dengan kepergianmu. Tapi ia enggan memintamu untuk kembali. Melihat segalanya semakin memburuk. Itachi meminta maaf pada Tsunade-sama untuk memulai segalanya." Sakura masih butuh waktu untuk percaya.
"Ressort ini adalah karya tangan Sai, dibiayai oleh Itachi dan Sasuke untuk menjadi tempat yang kau mau dalam pesta pernikahanmu." Sambung Tenten mulai melangkah mendekati Sakura saat mendapati Sakura mulai ingin mencerna setiap kata yang mereka sampaikan.
"Bukankah kau bilang jika kau menyukainya? semua dekorasi dan konsep pernikahan ini. Bukankah semalam kau bilang bahwa aku begitu beruntung mendapatkannya?" Sakura terperangah. Ucapan yang ia katakan pada Itachi, bagaimana bisa Tenten tahu. "Karena semalaman kami membahas tentang semua tindakanmu. Semua hal yang ada di sini hanya untuk membuatmu bahagia." Bisik Tenten mulai tenang.
"Apa kau menyukainya?" tanya Kurenai. Sakura mengangguk mantap. Itachi bisa merasakan bahwa pekerjaan mereka tidak sia-sia. Dengan sebuah senyum rahasia yang Kakashi berikan, Itachi bisa menganggap jika semua hal yang telah mereka rencanakan telah berhasil.
"Bukan aku yang beruntung, tapi kau Sakura. Menikah dengan balutan penuh romansa seperti ini. Bukankah adalah keinginanmu sejak kecil. Seperti seorang putri di negeri dongeng." Sakura ingin mengakui. Jika benar semua ini adalah untuknya, ia ingin menangis karena rasa bahagia. Tapi, masih terlalu cepat percaya semua omongan orang-orang yang bahkan sanggup membohonginya sepanjang malam. Sakura menggeleng, mencoba untuk memaksa hatinya agar tidak mendengarkan segala kebohongan ini, jika ini memang adalah sebuah kebohongan. Ia merasa dikerjai habis-habisan oleh orang-orang yang disayanginya.
Tapi seakan ingin membuat Sakura yakin, tadir membawa pandangan Sakura pada satu sosok yang tiba-tiba saja hadir di sana. Tsunade.
"Apa, pengantin wanitanya belum selesai?" tanyanya. Memecah keheningan orang-orang muda yang kini menatapnya horor. Bagaimana bisa selesai, Sakura masih tak percaya segalanya.
"Apa yang terjadi?" tanya Tsunade, mendapati putri bungsunya berlinang airmata, dengan pandangan yang menyedihkan.
"Jelaskan pada Sakura, Kaa-san. Jelaskan padanya jika kaa-san yang merencanakan pernikahaan ini bersama dengan Sasuke." Kurenai ingin mengadu.
Tsunade menampilkan satu senyum lembut, untuk menenangkan hati Sakura. Ternyata begitu. Melangkah pelan, dirangkulnya tubuh Sakura yang kini terisak dalam pelukannya. Putri bungsunya sudah benar-benar besar sekarang. Segalanya kebahagiaan yang pernah menjauhinya, ingin segera Tsunade kembalikan.
"Jadi, kau tidak percaya jika ini adalah pernikahanmu, Sakura?" bisik Tsunade lembut, mengusap air mata Sakura dengan ujung jarinya. Membuat Sakura merasa hangat dan ingin terisak kembali dalam pelukan sang bunda.
"Ini pernikahanmu. Menurutmu untuk apa aku berada di sini semalaman?" Sakura mencoba untuk mengerti. Ya. Untuk apa Tsunade berada di sini jika ini hanya pernikahan Tenten. Bukankah sudah jelas?
"Sasuke ingin kau kembali, tapi ia tidak ingin memaksa karena kehendaknya. Dia mengumpulkan kami semua. Merencanakan sebuah pernikahan palsu atas nama Tenten dan Hyuga Neji hanya padamu. sebab ..." Sakura mengikuti kemana tangan Tsunade terulur, meraih sebuah undangan yang Karin pegang lalu menyerahkannya pada Sakura. "Kaulah sebenarnya pengantinnya." Bisik Tsunade lembut.
Berat rasanya hati Sakura untuk percaya. Tapi, jika ibunya pun ikut dan turut andil dalam semuanya. Rasanya ia tidak bisa mengatakan apapun lagi.
Jujur saja, ia bahagia. Bahagia membayangkan semua orang telah berusaha keras untuk mewujudkan kebahagiaan padanya, dan disisi lain, bahagia karena mungkin ia tidak akan terpisah dari...
... Sasuke.
Mendapati Sasuke yang hanya diam menunduk, membuat Sakura terenyuh. Bukankah luar biasa bahagia saat tahu kebenaran bahwa sumpah serapah Sasuke tentang cintanya malam tadi, kini bisa Sakura raih dalam dekapannya? Kehangatan malam tadi, ternyata tidaklah sia-sia.
Itachi, menyentuh bahu Sasuke lemah, membuat Sasuke mengangkat kepalanya dan memandang Itachi penuh dengan pertimbangan. Ia sempat mati rasa saat melihat penolakan Sakura akan semuanya. Membayangkan rencana yang telah ia buat akan Sakura tolak dalam satu rasa membuat Sasuke masih diam di tempatnya. Tapi kini sekarang telah berubah. Tsunade membuat Sakura menerima segalanya.
"Sakura, aku tidak berbohong padamu." mungkin inlah saatnya bagi Sasuke untuk bicara. Melangkah lembut, ia raih tangan Sakura dan memandangnya. Di depan semua orang, di depan Tsunade yang dulu begitu enggan mengakui keberadaan dirinya. Kini akan Sasuke buktikan, bahwa dirinya adalah kebahagiaan penuh untuk Sakura.
"Semua perkataan malam tadi adalah kebenaran." Lanjut Sasuke dengan tatapan tajam. "Aku masih mencintaimu. Dan kau tidak akan kubiarkan bahagia sendirian tanpa kehadiranku." Bisiknya lembut.
Sakura diam, tanpa ia duga, ia bagai bisa merasakan ada ribuan percikan seperti kembang api yang kini tengah meletup di dadanya. Perasaan tenang dan hangat yang menari berdampingan di relung hatinya. Sakura bahagia.
Tentu saja.
Ia tidak mungkin menyangkal kebahagiaan ini. Kebahagiaan yang ternyata telah dipersembahkan khusus padanya.
"Jika pria lain di dunia ini melakukan kebaikan untuk memastikan apakah wanitanya benar-benar terpikat padanya. Maka aku melakukan kejahatan untuk membuatmu jujur pada perasaanmu tentangku." Goda Sasuke mengingat seberapa buruk ia mengabaikan Sakura sebelum ini.
"Dan itu berhasil!" sambung Tenten penuh semangat.
Sakura mencoba untuk tertawa. Bukan main bagaimana marahnya ia mendapati dirinya dibohongi oleh semuanya. Tapi, bukankah ini adalah impiannya? Menikah dengan Sasuke, saat cinta dan rindu dalam hatinya meluap dan melimpah.
Sasuke meraih tubuh basah Sakura. Basah karena peluh dan air mata. Dirangkulnya tubuh yang terbalut gaun pengantin itu dalam damai. Wangi yang sama dari wangi malam tadi saat ia mendekap wanita ini. Rasa yang sama dari bertahun-tahun lalu, yang masih ia simpan pada wanita ini. Sasuke sangat mencintainya.
Sungguh.
"Dan kau harus tahu Sakura," Tenten membuat keduanya melepas pelukan, melihat Tenten dengan mimik wajah bahagia, membuat Sakura kembali ingin menangis. Didekapnya tubuh Tenten, dan dihadiahinya kembali linangan air mata di wajahnya. Membuat Tenten terkejut dan menerima dekapan Sakura secara bertahap. Mendengar kabar penikahan Tenten yang tanpa kehadirannya, membuat Sakura merasa bersalah.
Terlalu sibuk menikmati kepedihan seorang diri, hingga ia lupa bagaimana rasanya menyukuri betapa ia sangat beruntung memiliki Tenten sebagai sahabatnya. Sahabat terbaik yang tidak pernah ia sadari. Sakura merintih dalam isakan di pelukan Tenten. Membuat mata Tenten basah dan ikut meneteskan airmata. Sakura telah menjemput kebahagiaannya. Hanya itu yang Tenten mau sejak dulu. Sejak Sakura tidak pernah mau menyempatkan diri menemuinya sebagai sahabat.
"Aku meyayangimu Tenten. Sangat menyayangimu." Bisik Sakura dengan kebahagiaan yang meluap. Jika tidak ada Tenten, mungkin Sakura akan hancur dalam kepedihan selamanya.
"Hei.. A-aku sudah punya suami, Sakura." Ucap Tenten dengan tawa dalam tangisannya.
"Putri kesayanganmu sudah bahagia kaa-san." Kurenai meraih jemari tua ibunya. Membisikan kalimat itu jauh ke sanubari Tsunade. Putri kesayangan 'kah? Sejak dulu, Kurenai yang paling paham sebenarnya Sakura lah yang paling banyak dilimpahi kasih sayang oleh ibunya.
Kebahagiaan, tawa dan air mata memenuhi ruangan itu dalam satu keadaan. Itachi merangkul adiknya penuh kebanggaan. Akhirnya, melihat cinta mereka menyatu menjadi impian yang terwujud baginya.
"Sakura harus bahagia, Sasuke. Bahkan saat kau menjadi orang yang paling menderita."
Tidak usah dikatakan. Sasuke tahu bagaimana ia bisa membuat Sakura bahagia, karena dirinyalah kebahagiaan Sakura. Meski baginya, Sakura adalah kehidupan.
"Apa kah kalian akan membuat tamu undangan dan pendeta menunggu?"
Gaara hadir tanpa perhitungan. Membawa kabar yang mengejutkan semuanya. Membuat rasa haru di dalam ruangan menjadi panik seketika.
"Kita harus cepat! Ya Tuhan. Ini sudah jam berapa?!" Tenten berusaha kembali pada dirinya.
Kikyo mengusap pundak Sasuke sebagai sentuhan terakhirnya. Pria yang tampan, bersanding dengan wanita idaman. Mungkin adalah sebuah kebahagiaan baginya untuk melihat pernikahan yang seunik ini dalam hidup.
"Aku tampankan, kakak ipar?" goda Sasuke pada Kikyo. Membuat Kikyo tersenyum kecil. "Aku bukan kakak iparmu." Ucapnya yang tanpa sadar telah mendapati Itachi berdiri di sisinya. "Kau tampan Sasuke." ucapnya tenang. Lalu menyempatkan diri memandang Kikyo yang tetap tenang. "Tapi, lebih tampan kakakmu ini." lanjutnya, membuat Kikyo tertawa.
.
Kurenai takjub bukan kepalang. Mendapati Sakura dalam pesona pengantin adalah keindahan lain yang tersembunyi. Bahkan Tenten tak mampu menutup mulutnya saat mengelilingi Sakura dengan pandangan yang menyatakan ketidakpercayaan.
Sakura cantik.
Sangat cantik.
Entah karena ia memang terlahir cantik dan anggun. Atau memang karena ada kebahagiaan yang tengah menyelimuti dirinya.
Hingga membuat Kikyo bergumam. "Aku sebenarnya tidak begitu yakin saat Sasuke memberikan ukuranmu padaku malam tadi." Tenten dan Sakura memandangnya heran. Kurenai tersenyum. "Dia tidak memberikan angka yang konkrit. Karena alasan yang cukup masuk akal. Tapi kenyataannya dia benar. Ukuran itu pas untukmu." Ucap Kikyo kagum. Sangat jarang bagi Kurenai melihat wanita itu kagum. Selama dua tahun ini, mereka cukup mengenal satu sama lain.
.
.
"Aku tidak butuh tebakan Sasuke. Kau harus berikan angka yang konkrit agar aku bisa merancangnya. Waktu kita tidak banyak." Desak Kikyo yang merancang gaun pernikahan Sakura. Malam ini, ia benar-benar menunggu Sasuke datang untuk melaporkan ukuran tubuh Sakura. Padahal ia sudah berusaha untuk melewatkan satu malamnya demi pria itu.
"Percaya padaku. Aku telah memeluknya selama berjam-jam, tadi. Menelusuri setiap inchi kulitnya. Aku yakin pinggangnya sebesar ini," ucap Sasuke dengan melingkarkan tangannya di udara, membuat sebuah pola untuk ukuran pinggang. "Dan dadanya segini." Melakukan hal yang sama dan itu hanya membuat Kikyo sakit kepala.
"Kau gila." Bisik wanita itu, dengan kekesalan yang tak bisa ia sembunyikan. Namun mau bagaimana lagi. Ia akan menguasahakan ukuran imajinasi yang Sasuke berikan padanya.
.
.
"Ajak dia tidur. Aku butuh ukuran untuk gaun pengantin. Hanya itu satu-satunya cara." Kikyo menyampaikan idenya di tengah-tengah Kakashi, Kurenai, Itachi dan Sasuke dalam rapat rahasia.
"Apa tidak bisa kita bertanya saja langsung padanya ukurannya berapa?" tanya Kakashi polos.
Kikyo menahan rasa sakit di kepalanya. Untuk kesekian kali, ia merasa bodoh mau menyetujui rencana gila ini. "Sekalian saja kau ajak dia menikah dengan pertanyaan seperti itu. Untuk apa kita merencanakan semua ini?" seru Kikyo yang membuat Kurenai tersenyum. Terkadang Kakashi bisa menjadi polos entah karena apa. Tapi itu adalah sisi lucu yang begitu dicintainya.
.
.
"Jadi, rencana tidur saat itu hanya untuk mengetahui ukuranku?"
Sakura berjalan pelan, dengan tangan Kurenai sebagai alat untuk membantunya melangkahkan kaki dengan segala kelengkapan pengantin yang melekat di tubuhnya.
"Ya. Memangnya apa yang terjadi?" Kurenai bertanya.
"Ti-tidak ada." Bisik Sakura cepat.
Dalam hati, Sakura tertawa. Mengingat malam itu. membuat jiwanya merasa tergelitik. Tidak mungkin marah, saat tahu alasan sebenarnya kenapa Sasuke membawanya ke dalam kamar. Karena alasan itu begitu manis. Meski ia pun memiliki alasan yang lain untuk menyetujuinya.
"Karena aku mencintamu, Sasuke." batinnya.
.
.
.
AN : Saya berterimakasih buat kalian yang telah menghargai dan menjadikan saya tertuduh dengan menyiksa chara Sakura. Nikmatilah.
Dan ohya, saya lupa. Kikyo di sini saya pinjam dari Anime Inuyasha.
Yang ingin dapat kata-kata terakhir, nikmati NOTE saya sepuasnya di akhir cerita. Sekalian mau promosi fiksi baru. Bye!
.
.
Riuh tepuk tangan dan bisik-bisik para undangan memenuhi semua indera sang wanita. Diteduhi oleh langit, dibelai oleh tiupan angin dan nada-nada dari riak samudra. Sakura mengangkuhkan tatapannya lurus menuju satu titik yang tersenyum menantinya. Sasuke telah berdiri di sana. Di atas altar yang terbiaskan oleh silaunya cahaya langit putih. Sedang Sakura masih berdiri dengan teguh, digenggam oleh tangan Kakashi, sebagai wali yang menggantikan sosok pria dewasa dalam hidupnya.
Ya, sejak lahir, bahkan Sakura pernah mengompol di atas pangkuan pria itu.
Satu per satu langkah yang Sakura ciptakan, membuat tombol otomatis bagi para undangan untuk berdiri menyambutnya. Merasakan aura kebahagiaan dari setiap senyuman dalam setiap langkah yang Sakura hadirkan. Sasuke tidak pernah ingin melepaskan pandangannya. Wanita yang begitu dicintainya. Telah menyambutnya dengan senyum dan langkah-langkah manis sebagai tanda bahwa sebentar lagi, ia menjadi miliknya.
Lihatlah langit. Seberapa menyesakan pun takdir yang kau ikat, Sasuke bisa membuktikan bahwa ia bisa merangkai sendiri takdirnya.
Beberapa langkah lagi, Sakura akan menyentuh altar suci. Sasuke mengangkat tangannya gelisah, dengan senyum yang tak lepas dari keharuan batinnya, ia mengusap setitik basah yang telah jatuh menodai ujung matanya. Ia sangat mencintai wanita ini. Dan sebentar lagi, keinginan untuk dapat membahagiakannya secara utuh akan segera menjadi tugasnya.
Sakura mengulurkan tangan, berharap Sasuke meraihnya, dan sekejap Sasuke mendapatkannya.
"Kau menangis, Sasuke?" tanya Sakura menahan rasa haru. Sasuke menggeleng cepat, malu rasanya dipergoki dalam keadaan lemah. Membuat Sakura tersenyum menghargainya. Tingkah Sasuke yang seperti ini, membuatnya begitu ingin terus berada disisinya.
"Ayolah, nyonya Uchiha." Bisik Sasuke, saat Kakashi menyerahkan sepenuhnya wanita itu kedalam tangannya.
Suasana menjadi hening. Seorang mulia yang akan menyatukan kedua insan itu berdiri penuh teguh dan kebanggaan di antara mereka. Menyentuh kepala keduanya yang berlutut memohon berkat. Janji suci telah mereka kumandangkan. Tuhan telah menyatukan, dan kini dua tubuh telah menjadi satu jiwa.
Tepuk tangan mengakhiri ciuman panjang keduanya. Bisa Sakura dengar teriakan Tenten memenuhi angkasa. "Sakura! Aku iri padamu!" yang dihadiahi oleh tatapan tak senang Neji. "Aku cinta padamu sayang." bisik Tenten meneduhkan hati suaminya yang mulai panas.
Sakura memandang wajah Sasuke yang begitu bahagia. Bekas noda merah tersisa di bibirnya. Diusapnya noda itu lembut sambil tertawa.
Ini adalah pernikahan yang ia inginkan. Inilah pernikahan sesungguhnya yang begitu ingin ia jalani. Saling menggenggam dengan tangan yang bisa melindunginya.
Sakura mengedarkan pandanganya pada seluruh undangan. Tenten bersorak bahagia dari tempatnya. Ada juga Itachi yang bertepuk tangan bangga, seakan telah merelakan anak perawannya pada tangan yang tepat. Di sisi lain, tanpa sadar bayangan kiba menjadi sesuatu yang menarik perhatian Sakura. Pria itu, tersenyum padanya. Juga Sai yang dengan senyum yang sama. Sedang Gaara berada tepat di sisi Itachi dengan istrinya.
Semua yang ia cintai ada di sana. Tersenyum padanya. Penuh haru dan air mata. Kebahagiaan ini, begitu luar biasa Sakura dapatkan. Senyum tulus Tsunade yang bahkan telah mengakui keberadaannya. Karin yang melambai dengan senyuman. Sakura bahagia, sungguh bahagia.
"Sakura." Sasuke kembali menarik perhatian Sakura. Kembali membiarkannya menatap wajah rupawan kekasih yang sejak dulu dicintainya. Seakan diperintah, semua para undangan kembali pada keheningan yang senyap. "Tetaplah menjadi lemah." Sasuke menunduk. Memandang tangan Sakura dan menggenggamnya. Airmatanya tidak tahu tempat untuk menampakan dirinya. Tapi Sasuke tidak lagi mau peduli.
"Karena aku mencintaimu bukan karena kesempurnaan yang kau miliki. Tapi, karena kemampuanku yang ingin melindungi kelemahanmu."
.
.
.
.
.
[END]
.
.
Saya Zoe, Undur diri!
.
.
NOTE
Sebenarnya, saya bingung mau bilang apa. Kesimpulan saya dalam cerita ini hanya satu, Sasuke menjadi orang yang paling menderita. Mencintai bertahun-tahun. Menunggu tanpa kejelasan pun bertahun-tahun. Sudah tahu dia tokoh utama, eh malah bagian munculnya minim amat.
Sebenarnya masih ada bagian yang butuh lanjutan. Tapi karena saya sudah terlalu ilfil ma fanfic ini. Dengan keterpaksaan saya tutup di chapter ini.
Tentang kenapa Sai dan Kikyo jadi ponakan-bibi. Tentang hubungan Kikyo dan Itachi jadi sepasang teman kencan. Juga tetang pernikahan Tenten dan Neji yang diam-diam. Itu sudah saya seting dari jauh-jauh chapter sebelum ini.
Saya rasa, fanfic saya butuh banyak petunjuk yang bisa ditelisik. Sengaja saya sisipkan ditiap chapter agar pembaca bisa kalem menduga-duga. Tapi ternyata saya salah. Padahal jelas saya buat Tsunade ada di persiapan pesta pernikahan 'palsu' Tenten. Bahkan Narasi mempertanyakan kenapa Tsunade ada di sana.
Dari awal saya sudah buat Sasuke jadi seorang 'pelawak' kelas flamboyan. Dia pemikir yang budiman. Dan pengucap yang tepat sasaran.
Dia memang telah merencanakan semua ini dari awal-wala bulan Sakura pergi tanpa mengatakan sepatah katapun padanya. membuatnya depresi. Pertemuan Itachi dengan Kikyo membawah nuansa baru bagi Sasuke. Yang tak lain bibi Sai.
Itachi selalu menekankan pada Sasuke. Darah Uchiha harus berlanjut dari rahim Sakura. Dan saya sudah sering mengulang kalimat di atas di setiap chapter. Jadi biar agak sensasional, saya buat Sakura yang merasa akan ditinggal Sasuke, dibenihi oleh Uchiha dalam menit-menit terakhir.
Itachi meminta maaf pada Tsunade. Demi kebahagiaan Sakura dan juga demi keinginan Sasuke yang ingin menikahi Sakura. Untuk itu, semua tema pernikahan itu Tsunade yang menentukan. Sakura dan Sarada suka kisah-kisah dongeng, dan Tsunade selalu ingat itu. Hingga Tsunade ingin melihat Sakura mendapatkannya.
Otak pelaku pernikahan ini adalah Sasuke dan Tsunade. Sutradaranya Tenten dibantu oleh Kikyo yang tak lain pemilik ressort juga seorang desainer. Kurenai dan Kakashi beserta Itachi hanya bantu-bantu doa dan peran di saat-saat dibutuhkan. Dan semua keisengan yang mengatasnamakan kecemburuan Sakura itu adalah ulah sepihak Tenten. Sengaja mencetuskan kata 'Sasuke telah menikah' saat melihat Sakura begitu frustasi karena rasa cemburunya. Itu refleks. Tidak sesuai rencana.
Dan sebelum Sakura bertemu dengan Sasuke, Tenten lebih dulu menceritakan pada Sasuke kalau dia tidak sengaja mengerjai Sakura. Dan, Sasuke terpaksa menambahkan perannya.
Scene ranjang, itu memang rencana Sasuke. mencumbui Sakura adalah rencana Sasuke. membuat Sakura mengakui perasaannya dalam cumbuan adalah rencana Sasuke. ia hanya ingin menyaksikan kejujuran Sakura. Mengungkapkan semua perasaannya agar ia semakin yakin bahwa ternyata Sakura mencintainya. Agar pernikahan yang ia rencanakan tidak sia-sia. Dan itu berhasil.
Meskipun Sakura agak berlebihan dengan ingin dihamili, meski Sasuke pun ingin, tapi ia agak terkejut karena dengan begitu Sakura mikir kalau mereka benar-benar akan berpisah. Padahal Sasuke kan bakal nikahin dia besoknya.
Sakura tersiksa di fanfic ini?
Baik, kita telusuri.
Sakura punya kakak yang baik hati, kakak ipar yang sayang ma dia. Punya mantan suami yang terlalu mencintainya. Punya Sarada-anak orang yang sangat.. sangat cinta dia. Punya sahabat sebaik Tenten. Punya selingkuhan yang enggak psycho. Punya ibu yang sangat baik padanya.
Sakura masih tersiksa?
Bahkan dia yang maksa Sasuke untuk membenihinya, dengan senyuman. Saya selipin narasi kalau Sakura tersenyum loh saat itu. Sakura masih tersiksa? Kaya raya. Cantik. Dokter muda berbakat. Masih tersiksa?
Saya jadi iba sama Sasuke, gak ada yang nyadar kesengsaraannya.
Seperti yang saya bilang. Fanfic ini sebenarnya masih lanjut. Masih. Tapi saya sudahi disini saja. Saya kesal sebenarnya saat ide saya harus saya tahan hanya karena beberapa orang yang tidak bisa menghargai. Sejak awal saya udah bilang ini Original Story. Dan saya sudah punya ending. Ending yang saya rasa memang 'awal yang saya buat, harus dengan ending seperti ini.'
Bahkan saya lebih dulu mikirin endingnya baru nulis fanfic (Bukan saat nulis OSnya) ini. Endingnya terinspirasi dari keluarga Uchiha Sasuke dan Sakura di canon. Dan dengan motivasi itu saya remake OS ini dan menjadikannya sejiwa dengan penokohan di Fandom Naruto.
Tertarik untuk buat sequel atau semacam season 2, sudah saya pikiri sejak chapter ke 15. Doakan ketabahan hati saya menghadapi fakta jika saya dituduh untuk merusak chara yang kalian cintai.
Sejujurnya saya jadi nyesal nyandingin SasuSaku di fanfic ini, saat saya akhirnya jatuh cinta sendiri sama kepribadian Itachi, dan pengen ngubah plot untuk menyatukan Sakura dan Itachi. Tapi sama aja boong, karena seperti yang saya katakan diatas. Saya sudah punya ending. Kalau saya jahat, bisa saja saya rusak fanfik ini dengan keahlian saya yang katanya membuat Sakura tersiksa.
Jika sequel saya buat, ending sebenarnya bisa saya tuangkan di sana. Karena bagaimanapun dengan penuh penyesalan saya bilang sekali lagi. Ini belum ending sebenarnya.
Oke baiklah. Terimakasih atas kebesaran hati kalian semua. Menerima saya sebagai penulis baik atau kurang ajar. Maaf saya gak bisa nyapa satu-satu. Saya terharu sama orang-orang yang gak mengenal saya, tapi menerima saya dengan lapang dada walau saya dituduh nyiksa.
Terimakasih yang sudah tiap chapter review. Saya akan ingat kalian. Kalian baik. Bijak dalam berbahasa. Saya bangga.
Terimakasih buat yang sudah menanti-nanti. Saya harap ini Ending terbaik yang gantung tapi beneran ending. Entahlah. Saya minta maaf kalau gak seingin hati kalian.
Saya mau numpang promosi, sekalian ya. Saya gak berharap banyak. Tapi saya usahahin yang terbaik.
Spica Zoe
present
Schemes of a Beauty
.
Sebuah cerita yang terinspirasi dari Novel Tiongkok berjudul 未央沉浮 by 瞬间倾城
di tulis ulang oleh Yu Zheng
Dengan gubahan yang saya rangkum dalam sebuah fanfic. Saya tidak mendapatkan keuntungan materil dalam pembuatan ini, hanya saja saya senang karena kesampaian membuat gubahan dari novel favorit ini.
.
.
Prolog,
Dua penguasa. Satu darah. Didalam cinta yang sama. Terikat dalam ikatan takdir yang membuat dunia menderita. Ketika hubungan dipertaruhkan atas nama kepercayaan. Dan cinta digadai oleh kebenaran, maka Sakura dan Hinata akan bertaruh akan cinta seorang pria yang menjadi takdir dalam romansa hidupnya.
Bagi seorang pria, kepribadian terbaik adalah saat mereka bisa memiliki kekuasaan dalam satu genggaman. Menjadikan dirinya sebagai makhluk tertinggi. Menjadi para dewa bagi wanita yang dicintai.
Bagi seorang wanita, suami adalah dunianya. Saat ia kehilangan suaminya, ia akan kehilangan segalanya.
Bagi seorang kepercayaan, mengabdi adalah tugasnya. Merelakan segala hidup dan mati atas sumpah sebagai seorang kepercayaan adalah sebuah kebanggaan.
.
Sasuke dan Gaara satu darah, tapi pengertian mereka tentang hidup dan kekuasaan menjadikan mereka berbeda.
Sakura dan Hinata adalah wanita, yang menjungjung tinggi kepribadian sebagai seorang wanita hanya untuk menyerahkan diri pada orang yang menjadi suaminya.
Sedang Neji hanya seorang pesuruh yang tak pernah bisa menyerah.
Mereka terbutakan oleh segala ambisi dunia. Tanpa mereka sadar, jika mereka butuh cinta.
.
CAST:
Gaara
Hyuga Hinata
Haruno Sakura
Hyuga Neji
dan
Uchiha Sasuke
.
.
