ON RAINY DAY

Main Cast: Lee Donghae, Lee Hyukjae

Genre: Romance, Family

WARNING!

BOYS LOVE

DON'T LIKE? DON'T READ PLEASE!

THE STORY IS MINE

Typo may applied, don't be silent reader please.

NOT ALLOWED TO COPY PASTE WITHOUT MY PERMISSION :)

TIDAK MENERIMA BASH DAN KAWAN-KAWANNYA. KRITIK DAN SARAN SANGAT DIBUTUHKAN.

THANKYOU :)

.

.

If this heart of mine was yours and yours was mine, this rainy day would be just fine...

.

.

Karena babak belur di hajar Siwon kemarin, Donghae tidak bisa datang ke kantor karena ia yakin nanti akan ada desas-desus aneh mengenai wajah babak belurnya. Gosip akan beredar dan tentu akan mempengaruhi pekerjaannya. Jadi Donghae memilih untuk mengambil libur beberapa hari, sampai luka di wajahnya sedikit membaik. Setidaknya sampai lebam dan luka-lukanya sedikit memudar. Choi Siwon benar-benar mengerahkan seluruh tenaganya untuk membuat Donghae babak belur.

"Apa Choi Siwon tidak punya mulut untuk bicara? Kenapa dia selalu menggunakan kepalan tangannya?"

Omelan Eunhyuk di abaikan oleh Donghae, kini ia sedang sibuk memandangi wajah manis Eunhyuk yang terlihat berkonsentrasi mengobati luka-luka di wajah tampan Donghae.

"Pelan-pelan, Hyuk."

Hati Eunhyuk mendadak merasa kesal tiap kali menemukan lebam dan luka kecil tak terlihat di wajah Donghae. Mata kirinya bengkak dan memar, begitu juga dengan kedua pipinya dan lihat sudut bibirnya, lukanya seperti bertambah lebar karena di pukuli.

"Di antara semua tempat, kenapa dia memukuli wajahmu paling banyak? Lihat, apa-apaan luka di matamu ini?"

Bibir Eunhyuk mengerucut tidak sengaja sambil tetap mengolesi salep di pelipis Donghae. Ia tidak menyadari tatapan lapar Donghae pada bibir plum itu. Jarak wajah mereka memang sangat dekat, itu karena Eunhyuk harus teliti mengolesi luka di wajah Donghae dengan salep.

"Kau manis."

Satu kecupan ringan mendarat di bibir plum Eunhyuk yang mengerucut. Eunhyuk tidak banyak bereaksi, ia hanya menekan luka di sudut bibir Donghae dengan telunjuknya dan membuat Donghae nyaris teriak karena perih.

"Ini bahkan masih pagi dan kita ada di luar bersama Haru, mesum! Ah, berhenti memanggilku manis. Menggelikan."

Benar, mereka sedang di luar. Di teras rumah Donghae yang lumayan luas. Sementara Donghae dan Eunhyuk duduk di teras, Haru sedang berlarian di halaman rumah dengan Choco anjing kesayangan Eunhyuk. Gadis kecil itu terlalu larut dalam dunianya hingga tidak menyadari perbuatan ayahnya.

"Lalu, aku harus memanggilmu apa? Tampan? Itu bahkan lebih menggelikan. Dan lihatlah caramu bicara, kau sekarang tidak lagi memanggilku dengan sebutan Hyung. Kau terus saja memanggilku Tuan Lee, atau parahnya hanya namaku saja."

Eunhyuk berdecih, ia menghentikan kegiatannya mengoles salep di wajah Donghae lalu mulai menatapnya serius.

"Pada dasarnya aku laki-laki dan sudah seharusnya di panggil tampan, Tuan Lee."

Bibir Donghae mencebik meledek Eunhyuk, "kau laki-laki, tapi cantik."

Dan pukulan yang lumayan kuat mendarat di bisep Donghae. Tidak begitu sakit, tapi Donghae sengaja berteriak heboh agar Eunhyuk panik dan merasa bersalah.

"Tidak usah hiperbola, Lee Donghae! Kau tidak selemah itu."

Oke, gagal. Donghae kembali menatap Eunhyuk dan menyuruhnya untuk kembali mengobati luka di wajahnya. Eunhyuk menurut, ia kembali mengolesi luka di wajah Donghae dengan salep dan kembali sibuk berkonsentrasi. Mengabaikan tatap Donghae yang sulit di artikan.

"Panggil namaku saja atau seperti biasanya."

"Apa? Donghae daddy."

Oh, sial. Donghae nyaris tersedak dengan ludahnya sendiri. Panggilan itu terdengar tidak wajar karena Eunhyuk tiba-tiba mengerlingkan matanya dan berkata dengan suara rendah yang halus. Darah Donghae berdesir dan memancing sesuatu di bawah sana menjadi lebih tegang.

Yang benar saja, ini bahkan masih pagi dan Haru ada di sekitar mereka.

"Katakan sekali lagi."

Eunhyuk terkekeh, ia tidak menuruti kemauan Donghae dan malah membereskan kotak obat milik Donghae sebelum membawanya ke dalam. Mengabaikan Donghae yang masih terkejut dangan panggilan tak terduga Eunhyuk.

"Kubilang, katakan sekali lagi!"

Langkah Donghae sedikit tergesa mengikuti Eunhyuk masuk ke dalam rumahnya, ia ingin mendengar panggilan itu sekali lagi. Ah, tidak. Donghae ingin mendengarnya terus.

"Apa? Ada apa dengan raut wajahmu? Haru bahkan memanggilmu seperti itu setiap hari," Eunhyuk masih saja terkekeh sambil menatap Donghae—sok—polos.

Itu benar, Haru memanggil Donghae dengan sebutan daddy 24 jam sehari dan 7 hari seminggu. Tapi ada apa dengannya? Saat Eunhyuk yang memanggilnya begitu, tubuhnya memberikan reaksi yang aneh. Terutama bagian selatan tubuhnya.

"Kau menggodaku?"

Pertanyaan Donghae tak di gubris, Eunhyuk hanya diam pasrah ketika Donghae mulai melangkah ke arahnya lalu menyudutkannya ke tepian meja makan.

Eunhyuk menggeleng, "aku tidak menggoda daddy."

Oh, sial! Sialan. Donghae tidak bisa berhenti mengumpat dalam hati karena Eunhyuk terlihat sangat mudah untuk ia gagahi saat ini. Donghae benar-benar ingin mendengar erangan manja Eunhyuk sambil mendesah frustasi dan memanggilnya dengan sebutan daddy.

Sound so sexy. Donghae menginginkannya.

"Kau jelas menggodaku, baby boy."

Jemari Donghae mengelus lembut wajah Eunhyuk, menelusuri lekuk wajahnya hingga ke leher dan tengkuknya. Tentu Eunhyuk langsung mengerang pelan, sentuhan jari Donghae di lehernya membuatnya geli.

"Nghno."

"Katakan, apa yang kau mau?"

"Me, wants daddy so bad."

Skak mat.

Donghae tidak tahan untuk mengumpat. Fuck it, Eunhyuk and his teases. Donghae benar-benar tidak tahan untuk membuatnya mengerang, melenguh dan mendesah. Sebenarnya, dari mana Eunhyuk belajar menggodanya seperti itu? Oh, Donghae lupa akan fakta bahwa Eunhyuk laki-laki juga dan tentu saja pemuda putih pucat berpinggang ramping dan sexy itu menonton sesuatu yang porno. Jangan heran, itu memang kebutuhan laki-laki yang mendasar.

"How bad, sweetheart?"

"So, so bad."

Kesabaran Donghae habis, ia tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Donghae melingkarkan lengannya di pinggang Eunhyuk, lalu meraup bibir plum itu dengan pagutan yang sedikit kasar. Donghae bahkan tidak memberi Eunhyuk kesempatan untuk bernapas, ia terus menghimpit Eunhyuk hingga setengah bokongnya naik ke permukaan meja makan. Akhirnya Eunhyuk benar-benar duduk di meja makan, kedua lengannya melingkar di leher kokoh Donghae dan kepalanya sedikit menunduk untuk mengimbangi ciuman Donghae.

"Ngh—daddy, let me breathe. Ah...daddy please."

Desahan Eunhyuk semakin tidak karuan ketika Donghae melepaskan pagutannya dan kini bibir tipisnya mengendus, lalu menghisap leher mulus Eunhyuk hingga timbul bekas bercak kemerahan yang cukup jelas.

"Ugh, daddy. No, jangan meninggalkan bekas terlalu banyak."

Tangan Eunhyuk berusaha menyingkirkan kepala Donghae dari lehernya, tapi percuma karena dorongannya tidak cukup kuat untuk membuat Donghae berhenti. Kini Donghae malah menarik kaos tipis kebesaran Eunhyuk kesamping hingga bahu mulus putih pucatnya tertiup angin. Donghae meninggalkan jejak di sana, ia tidak bisa behenti mencumbu bahu setengah telanjang Eunhyuk. Sementara Eunhyuk mendesah semakin ribut dan menarik-narik kasar rambut cokelat gelap Donghae.

"Daddy—ngh... ah..."

Semakin Eunhyuk ribut mendesah memanggilnya daddy, semakin Donghae ingin melakukan hal yang lebih kotor lagi. Membayangkan menampar pipi bokong pemuda belia itu sambil menggagahinya dari belakang, membuat birahi Donghae semakin bergejolak.

"Kau nakal, baby boy. Sangat nakal."

Tangan kanan Donghae meraba dada Eunhyuk, kemudian mencubit kecil puncak dadanya yang masih tertutup kaos tipis kebesaran itu.

"Apa aku harus di hukum?" Tangan Eunhyuk bergerak ke tali celana training Donghae, ia menarik ikatannya dan hanya butuh satu tarikan saja untuk menelanjangi bagian bawah Donghae.

"Lihat, siapa yang tidak sabaran dan ingin sekali di hukum?"

"Ugh, daddy..."

Donghae membaringkan Eunhyuk di meja makan, ia menarik celana pendek Eunhyuk beserta dalamannya dan jarinya mulai menggoda milik Eunhyuk dengan elusan, remasan dan bahkan garukan sensual di puncak kejantanannya.

"Suka? Kau menyukainya, sweetheart?

Tidak ada jawaban, Eunhyuk hanya mengangguk pasrah. Apapun yang dilakukan Donghae hanya membuatnya mabuk kepayang. Eunhyuk bahkan hanya mampu memekik tertahan saat satu jari Donghae mencoba menerobos masuk dan menggaruk lembut dinding rektumnya dengan sedikit kasar.

"Too much. Ngh... ah... daddy!"

"Bagus, terus panggil namaku. Panggil namaku dengan desahanmu, sayang."

Donghae berhenti menggaruk lubang sempit Eunhyuk dan mulai mempersiapkan miliknya yang sudah berlumuran cairan bening putih untuk menggantikan jarinya tadi. Erangan Eunhyuk benar-benar efektif untuk membuatnya ereksi penuh.

"Ah!"

Jeritan Eunhyuk menandakan Donghae sudah masuk terlalu dalam dan menabrak titik kejutnya yang manis. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Donghae mulai menggerakan pinggulnya tak sabaran dan membuat Eunhyuk yang berbaring di meja makan terhentak kasar. Bibirnya terbuka dan matanya setengah terpejam menikmati perbuatan Donghae di bawah sana.

"Terlalu dalam, dad. Ngh...kau menabraknya terlalu kasar—ah, daddy!"

Eunhyuk belingsatan tak karuan, Donghae bergerak cepat mengejar puncaknya dan bibirnya terus menghisap puncak dada Eunhyuk. Baju Eunhyuk tersingkap ke atas, mempertontonkan sebagian perut dan dadanya yang mulai di penuhi bercak merah.

"Daddy will fill your needy hole with my hot liquid, baby boy. Moan louder for dad."

Tanpa harus di perintah dua kali, Eunhyuk mendesah menyuarakan kenikmatannya semakin keras lagi. Memancing Donghae agar cepat sampai karena Eunhyuk akan datang sebentar lagi. Kalau saja Donghae tidak menggoda puncak dadanya dan menggaruk ujung kejantanannya, Eunhyuk mungkin masih bisa menahan pelepasannya sebentar lagi. Tapi tidak, sentuhan Donghae keterlaluan hingga akhirnya Eunhyuk datang begitu saja dan di susul dengan geraman rendah Donghae. Dia datang tak lama setelah Eunhyuk.

"Daddy? Oppa?"

Suara Haru membuat Donghae dan Eunhyuk melotot, mereka sibuk membenahi penampilan mereka yang berantakan lalu menatap Haru dengan horror. Untung mereka tidak sepenuhnya telanjang jadi tidak perlu waktu lama untuk berbenah.

"Haru?"

Donghae memanggil nama anaknya dengan suara bergetar. Anaknya berdiri di sana sambil memangku Choco, mata bulatnya menatap Donghae menuntut sebuah penjelasan. Haru sedang asyik bermain di halaman tadi, sampai akhirnya sadar ayahnya tidak ada lagi di teras. Gadis kecil itu menghentikan kegiatan berlariannya bersama Choco, lalu masuk ke dalam rumah karena mendengar suara-suara aneh dari dalam.

Dan tebak apa yang Haru lihat? Ayah dan tetangganya sedang bertindihan di meja makan.

"Kalian sedang apa di meja makan?"

Eunhyuk melirik Donghae sekilas, "aku harus pulang untuk membersihkan sesuatu. Permisi."

Dan Eunhyuk melesat pergi dari sana meninggalkan Donghae yang kelimpungan menjawab pertanyaan Haru yang pasti tidak ada habisnya.

Sial, memang...

.

DE

.

Malamnya, Donghae datang ke rumah Eunhyuk setelah menidurkan Haru dengan membaca lebih dari lima buku dongeng sebelumnya. Mulut Donghae hampir berbusa membacakan semua Dongeng itu dan Haru tidak kunjung mengantuk. Putri kecilnya itu malah bertanya ini dan itu, juga sesekali menanyakan soal apa yang dilakukan Donghae pagi tadi bersama Eunhyuk di meja makan.

Hampir gila, rasanya.

Sebenarnya dari mana Haru mendapatkan kecerdasannya? Oh, itu pasti dari ibunya. Karena Donghae yakin, saat seumur Haru dia tidak seceriwis itu.

"Akhir-akhir ini Haru melihat banyak hal yang seharusnya tidak dia lihat."

Eunhyuk membuka obrolan sambil terus mencuci piring kotor yang cukup menumpuk itu. Dua hari meninggalkan rumah, membuat pekerjaan rumahnya menumpuk.

"Haruskah aku menyekolahkannya saja?"

"Itu lebih baik."

Gerakan Eunhyuk sedikit terbatas karena Donghae yang memeluknya dari belakang dan menyenderkan dagunya di bahu Eunhyuk. Laki-laki yang bulan depan berulangtahun ke tigapuluh dua itu mendadak menempel terus pada kekasih belianya. Sejak awal datang, ia terus memerangkap Eunhyuk dengan dekapannya. Kemanapun Eunhyuk melangkah, Donghae megikutinya di belakang sambil semakin mengeratkan pelukannya di pinggang Eunhyuk.

"Lee Donghae, mau sampai kapan kau begini?"

Sebenarnya Eunhyuk agak risih dengan perlakuan Donghae, tapi ia juga tidak bisa benar-benar menolak perbuatan Donghae. Mulutnya mengomel minta di lepaskan, tapi reaksinya menunjukan ia tidak ingin di lepas.

"Aku ingin bicara serius denganmu."

Eunhyuk mematikan keran di washtafel, lalu berbalik menghadap Donghae yang masih saja memenjarakan tubuh kurusnya dengan kedua lengan kekar itu. Donghae memeluk pinggangnya semakin posesif sementara matanya menatap bola mata Eunhyuk, menunggu sang kekasih melanjutkan kalimatnya.

"Apa yang kau katakan pada Siwon waktu itu hingga dia mau mengembalikan Haru padamu? Apa kau melakukan kesepakatan dengannya? Kau meninggalkan perusahaan? Atau kau berjanji akan menyerahkan Haru setelah beberapa hari dan—"

"Sayang."

"Hm?"

Kalimat Eunhyuk tidak selesai karena Donghae tiba-tiba memanggilnya dan mengecup bibirnya tanpa ijin. Well, tidak seperti dia melakukannya dengan ijin. Memang biasanya dia melakukan itu sesuka hatinya, kapanpun dan dimanapun. Tidak tahu waktu dan tidak tahu tempat.

"Kau terlalu banyak menonton drama. Aku bekerja dengan kemampuanku sendiri, dari nol dari titik terbawah. Tidak ada alasan bagi Siwon untuk menghentikanku dari perusahaan. Dan Haru, dia akan terus bersama kita selamanya. Kita akan membesarkannya bersama."

Pandangan mereka bertemu, dengan senang hati Donghae kembali memberi kecupan-kecupan kecil di bibir manis Eunhyuk. Tidak ada perlawanan, Eunhyuk justru membalas kecupan Donghae sekali atau dua kali.

"Lalu?"

Donghae menghela napas pasrah, ia menghentikan kecupannya lalu memeluk Eunhyuk dengan erat. Wajahnya tenggelam di ceruk leher Eunhyuk.

"Kenapa? Ada apa?"

Perasaan Eunhyuk mendadak tidak enak karena perubahan sikap Donghae yang tiba-tiba.

"Aku mungkin tidak akan bisa menikahimu."

"Siwon menentangnya?"

"Hmm."

Mendengar jawaban Donghae yang sangat lesu, hanya membuat Eunhyuk tersenyum tipis. Ia tahu akan begini jadinya. Pernikahan memang bukan sesuatu yang mudah, terlebih karena status mereka saat ini. Tapi sejak awal Eunhyuk memang tidak berharap banyak, kebersamaannya dengan Donghae dan Haru sudah lebih dari cukup. Eunhyuk tidak berharap apa-apa lagi.

"Lalu masalahnya dimana? Bukankah begini juga sudah baik?" Eunhyuk mengelus pelan punggung tegap Donghae dengan telapak tangannya, sesekali ia mengecup kecil pelipis Donghae.

"Apa yang harus aku lakukan? Haruskah kita kabur ke luar negeri dan menikah diam-diam?"

Mata Eunhyuk memincing, ia menarik kepala Donghae agar kembali sejajar dengan pandangannya dan menangkup wajah tampan itu dengan kedua tangannya.

"Busajangnim! Pekerjaanmu di sini tidak bisa kau tinggalkan begitu saja dan masalah tidak akan selesai hanya dengan melarikan diri."

"Uh!"

Donghae merengek seperti anak kecil, ini pertama kalinya Eunhyuk melihat Donghae seperti itu. Tingkahnya bahkan lebih manja dari Haru.

"Kita akan tetap bahagia seperti ini. Simply living together as lover and parents, meski tanpa ikatan resmi. Yang terpenting hati kita terikat, benar 'kan?"

Sangat menyentuh, Donghae bahkan tidak tahu Eunhyuk bisa berpikir sedewasa itu. Donghae semakin gemas, ia menangkup wajah Eunhyuk lalu mengecupi bibirnya bertubi-tubi.

"Aku mencintaimu, Hyuk. Sangat."

"Aku tahu."

"Mau melanjutkan yang tadi pagi, sweetheart?"

"No."

Asalkan kau selalu berjalan di sisiku dan menemaniku selama sisa hidupku, maka hujan dan badai hanya akan menjadi pengiring untuk setiap langkah yang kita ambil. Bukan penghalang ataupun masalah besar...

Kita akan melalui semuanya bersama dengan perpegangan tangan seperti sekarang...

.

ooODEOoo

.

Seminggu tidak bertemu dengan Eunhyuk, membuat Kyuhyun tidak bisa berhenti memandangi wajah damai Eunhyuk. Sudah lama sekali Kyuhyun tidak melihat Eunhyuk sedamai itu. Senyumnya begitu cerah dan sorot matanya memancarkan kebahagiaan. Kyuhyun ingin ikut bahagia bersamanya, tapi kemudian ia sadar bukan dirinya yang membuat Eunhyuk sebahagia itu. Apapun yang Kyuhyun lakukan untuknya, tidak pernah membuat Eunhyuk benar-benar bahagia.

"Jadi kau benar-benar memutuskan untuk hidup bersamanya? Laki-laki itu?"

Eunhyuk mengangguk, sambil memasukan beberapa potong snack ke dalam mulutnya. Kantin kampus hari ini cukup sepi, tidak seramai biasanya. Itu bagus, karena Eunhyuk bisa bicara lebih leluasa dengan Kyuhyun.

"Ada jaminan dia tidak akan menyakitimu lagi?"

Sudah Eunhyuk duga, Kyuhyun akan berkata seperti itu. Ia tahu Kyuhyun mencemaskannya, tapi Eunhyuk tahu keputusannya kali ini tidak akan salah dan ia percaya pada Donghae.

"Kyu, kau harus berhenti mencemaskan aku dan mulailah mencari kebahagiaanmu sendiri."

Kyuhyun menghela napas kasar, ia meneguk minumannya sampai habis lalu meremat kuat kaleng minuman itu hingga penyok. Hatinya sakit sekali mendapat penolakan seperti itu dari Eunhyuk. Ini bukan pertama kalinya Eunhyuk menolak dan menghempaskan perasaan Kyuhyun, tapi entah kenapa rasanya masih saja sakit.

"Apa kurangnya aku, Hyuk?"

"Kau tidak kekurangan apapun, Kyu. Kau memiliki segalanya. Kau baik, tampan, pintar dan memiliki hati yang tulus. Hanya aku yang terlalu bodoh untuk menyadari semua itu."

Akhirnya Kyuhyun mengangguk setuju. Benar, Eunhyuk memang bodoh karena tidak pernah menyadari ketulusannya. Sia-sia selama ini Kyuhyun selalu menjaga dan melindunginya.

"Maaf, Kyu."

"Jangan pernah minta maaf. Ini pilihanku dan semua ini resiko karena aku memilihmu. Jangan mengasihaniku karena itu tidak perlu. Aku hanya berharap, suatu hari kau akan menyesali pilihanmu itu."

"Kyuhyun..."

"Sudahlah, semoga kau bahagia. Kalau perlu teman bicara, kau tahu harus mencariku kemana. Aku tidak akan kemana-mana dan akan terus mengawasimu dari belakang."

Setelah berkata begitu, Kyuhyun pergi meninggalkan kantin. Meninggalkan Eunhyuk dan tidak peenah menoleh lagi ke belakang. Terlalu sakit, hingga sesak rasanya.

Seandainya saja yang membuatmu bahagia itu aku...

Hanya seandainya...

END

.

EPILOG

.

"Dad, kau lihat sweater berwarna pink milikku? Kenapa tidak ada?"

Donghae meneguk kopinya dengan santai sambil membaca koran paginya, menghiraukan teriakan anak gadisnya. Sudah tidak aneh, setiap pagi anak gadisnya yang menginjak usia remaja itu akan berteriak karena kehilangan barangnya. Terutama pakaiannya.

"Mom! Kau memakai bajuku lagi?"

"Hm. Bukankah ini lebih cocok untukku?"

Dan Donghae tidak kaget lagi jika pencuri pakaian anaknya adalah Eunhyuk. Kekasihnya, ibu—atau Haru lebih suka menyebutnya ayah ketiga—barunya Haru. Selama bertahun-tahun hidup bersama, Donghae merasa seperti memiliki dua anak gadis karena Eunhyuk suka sekali berebut pakaian dengan Haru. Ah, tidak hanya pakaian. Tapi tas, sepatu dan barang mahal lainnya. Donghae tidak bisa berhenti bekerja karena harus memenuhi kebutuhan belanja Eunhyuk dan Haru yang mengerikan.

"Sayang, lihat. Sweater ini lebih cocok untukku 'kan?"

Mata Donghae melirik Eunhyuk sekilas, ia kemudian mengangguk setuju tanpa kata. Sweater berwarna soft pink dan putih itu memang cocok dengan kulit putih pucat Eunhyuk. Terlebih sekarang Eunhyuk mewarnai rambutnya dengan warna hitam.

Cocok. Sangat manis. Kekasihnya memang cocok mengenakan apapun, pinggang ramping dan wajah manisnya sangat menunjang penampilannya.

"Daddy!" Haru memekik, tidak suka dengan reaksi ayahnya yang justru mendukung Eunhyuk.

"Daddy bilang, ini lebih cocok untuk mom. Mengalah, sayang."

"Mom!"

"Kau bisa membelinya lagi, sayang."

Donghae melipat korannya dan mengeluarkan kartu credit berwarna hitam unlimited untuk anak gadisnya, tapi Haru masih tetap memberengut. Sweater itu tidak bisa di beli lagi karena itu barang limited edition.

"Haru bisa gila karena kalian!"

.

.

ooODEOoo

.

.

END YA ALLAH FINALLY...

Tamat juga ini cerita...

Big thanks untuk semua yang mengapresiasi karya saya.. terima kasih banyak untuk semua cinta dan review untk on rainy day... untuk si kecil Haru heheheheh

Sampai jumpa di fanfic yang lain ya :)

Love u and thx u :)

With Love,

Milkyta Lee