Sedikit demi sedikit, aku mulai menjauhinya. Aku tidak lagi mempedulikan emailnya, aku menolak ajakan kencan dan pulang bersamanya, aku bahkan menolak panggilan masuknya. Aku juga mulai mendekati seorang gadis pemalu yang pernah menyatakan perasaannya padaku.
Selingkuh? Menduainya?
Ya... Anggap saja seperti itu.
Aku.. hanya ingin mengembalikan orientasiku yang sekarang ini sedikit menyimpang. Aku sudah bosan dengan dirinya. Apalagi dia lebih tua dariku. Apa aku salah jika ingin mengencani gadis cantik yang seumuran denganku? Ku rasa tidak...
... kan?
Disclaimer : Naruto sampai kiamat pun masih milik Masashi Kishimoto
Pairing : SasuNaru. Slight NaruSasu and another
Warning : OOC, OOT, TYPO EVERYWHERE, Alur dan kata kata berantakan, GaJe, Mainstream, DE EL EL
Note : FFn ini di buat untuk para SasuNaru lovers. Tapi, karena desakkan dari alur cerita, Dede minta maaf untuk kalian yang kurang suka dengan NaruSasu. Sejujurnya, Dede juga kurang suka dengan NaruSasu.. *Dirajam Hatsuki*
DisLike? Don't Read!
Happy Reading :D
He's Not My Uke Anymore
Chapter 4 : Love has Start!
By : Haru A-Fuadillah
Jam 1 lewat sedikit. Waktuku untuk istirahat. Karena perutku yang keroncongan, aku bergegas menuju cafee yang ada di lantai 1 untuk makan siang.
"Naruto!" panggil Sakura. "Aku sudah memesankan ramen dan jus jeruk untukmu" lanjut Sakura begitu aku sudah mendaratkan pantatku di kursi cafee itu di meja yang Sakura telah pesan.
"Terima kasih Sakura - san. Kau betul – betul perhatian, ya?" balasku.
"Tentu saja. Kau itu terlalu manis untuk di abaikan"
"Mou.. berhenti memanggilku manis, ttebayo!"
"Itu dia! Logat Naruto yang kawaii! KYAA!"
Dan aku hanya bisa bersweatdrop ria melihat tingkahnya. Dia mulai mencondongkan tubuhnya kedepan dan mulai mengacak – acak surai pirangku. Aku hanya diam dan menatap tidak suka padanya.
Hei! Aku sudah capek – capek merapikan rambutku tahu!
"Untung saja kau belum punya pacar" celetuk Sakura beberapa saat setelah ia mengacak – acak rambutku. Aku menatap bingung padanya, meminta penjelasan. "Soalnya.. kalau kau sudah punya pacar sekarang, aku tidak bisa lagi memasang – masangkanmu dengan cowok seme di rumah sakit ini" sambung Sakura.
Sekali lagi aku bersweatdrop ria. Ingin marah, tapi tidak bisa. Hanya pasrah akan sikap dokter itu adalah pilihan satu – satunya.
Tak lama kemudian, pesanan yang di pesan oleh Sakura tiba di meja kami.
"Itadakimasu!" ucap kami berdua sebelum menyantap makan siang kami.
"Boleh aku bergabung?" tanya seseorang yang ada di belakangku. Begitu aku menoleh ke belakang, aku hampir saja tersedak kuah ramen pedas yang sedang ku nikmati.
"Teme – san! Apa yang kau lakukan di sini? Bukannya hari ini kau sedang libur?" tanyaku balik pada seorang pria berumur 27 tahun dengan surai raven bak pantat ayam yang menghiasi kepalanya, Uchiha Sasuke.
"Kakak sepupuku Shisui, dia mau melakukan check up. Karena itu, aku menemaninya ke sini"
"Sokka.. Na Sasuke – kun, kau duduk aja di sebelah Naruto"
Dan dengan arahan dari dokter wanita bersurai bubble gum itu, Sasuke langsung menghempaskan pantatnya di kursi di sampingku.
"KYAA! Kalian berdua cocok sekali! Kenapa kalian tidak menjadi pasangan saja? Kyaa!" teriak Sakura pelan, berfantasiria di dalam dunianya sendiri.
"Ya Dobe? Kenapa kita tidak menjadi pasangan saja?" bisik Sasuke dengan nada sensual tepat di telingaku.
"Baka ka omae? Sudah ku katakan padamu, kita hanya teman sekarang"
"Heh? Kau lupa? Aku juga mengatakan padamu bahwa aku akan membuatmu kembali mengucapkan kata cinta padaku, iya kan?"
Mendengar ucapannya, tanpa ku sadari seringaian merendahkan tercetak jelas di wajahku.
Apa aku terlalu menikmati permainannya?
"Coba saja kalau kau bisa!" balasku padanya masih dengan seringaian meremehkan yang terpampang jelas di wajahku.
Mendengar hal tersebut, si dokter Uchiha berpantat ayam juga ikut menyeringai meremehkan, membuat Sakura kembali berfantasi ria sendirian.
"Sudahlah kalian berdua. Kalian menjadi pasangan kekasih saja mulai sekarang!" pinta Sakura, menghentikan pertarungan menyeringaian kami, membuatku sadar akan dunia nyata.
Ah.. lagi – lagi aku termakan permainannya. Kalau begini terus, bisa saja aku...
"Tidak usah di bahas lagi, Sakura. Aku menolak!. Aku sudah selesai. Terimakasih atas makanannya. Aku kembali ke ruanganku" setelah menyerahkan uang pada Sakura, aku segera melesat pergi dari cafe itu.
...
Sakura dan Sasuke yang masih menikmati empuknya kursi cafe itu hanya menatap kepergian dokter muda spesialis penyakit dalam tersebut.
"Jadi Sasuke – kun? Apa kau akan menyerah?" tanya Sakura dengan nada sing a song setelah Naruto tidak terlihat lagi di penglihatannya.
"Kau bercanda? Uchiha tidak mengenal kata menyerah tahu! Dan juga..."
"Dan juga?"
"Dan juga... apa yang telah ku tandai sebagai hakku, pasti akan ku dapatkan!" sambung Sasuke dengan seringaiannya yang kembali terpasang di wajah tampannya, membuat Sakura sedikit memerah karena melihat seringaian itu.
'ULTIMATE SEME!' pikir Sakura dengan hidungnya yang mulai mengeluarkan darah
...
Aku berjalan dengan santai menyusuri koridor rumah sakit yang di hiasi dengan dinding berwarna putih. Sesekali aku menyapa para dokter dan suster serta beberapa pasien yang tidak sengaja ku temui.
Sebagai dokter, aku haruslah profesional. Tidak boleh menyamakan antara masalah pekerjaan dengan masalah pribadi. Tapi...
Langkah kakiku terhenti. Manik safirku menatap keluar jendela, melihat daun – daun dan ranting – ranting saling bergesekan karena tiupan angin. Melihat para suster yang menemani para pasien. Tanpa mempedulikan silaunya matahari, aku menatap langit biru yang di hiasi gumpalan – gumpalan awan.
Tiba – tiba, pikiranku kembali mengingat peristiwa yang terjadi sebulan yang lalu. Di mana aku dan 'dia' berdiri di atas gedung dengan sejuta emosi yang meluap. Di mana kami berusaha memperbaiki hubungan di antara kami yang rumit dengan resiko besar yang harus siap ku hadapi jika tiba waktunya.
Flashback On
"Ma-maafkan aku.. aku.. aku tidak.." ucapan ku yang tanpa ku sadari mulai terurai dari bibirku dengan terbata – bata.
"Sst.. sudahlah. Tidak apa. Aku paham. Aku juga salah.." balas suara baritone tepat di telingaku, membuatku lebih mengeratkan pelukanku. "Aku akan menunggu sampai kau siap. Tapi, hingga saat itu tiba, aku harap kau tidak menjauhiku dan membiarkan aku mendekatimu" lanjutnya.
Dengan pikiranku yang masih tidak ingin berkompromi denganku, aku menyetujui perkataannya.
Aku tidak kuat! Aku tidak tahan! Aku tidak peduli lagi! Aku terus menangis tanpa suara di dalam pelukan mantan pacarku. Sudah bisa ku tebak jika bajunya pasti sudah sangat basah dengan air mataku. Memalukan sekali, kan? Menangis di dalam dekapan sayang mantan pacarmu yang telah kau tampar sebelumnya..
Entah karena apa, aku merasa pandanganku yang dari awal sudah buram dengan air mata, semakin buram dan menggelap. Aku juga merasa seluruh tenagaku habis terkuras. Sempat ku dengar Sasuke memanggil namaku, tapi aku terlalu lelah untuk meresponnya. Ia terus memanggil namaku hingga seluruh pandanganku akhirnya menjadi gelap.
Skip Time
"Naruto!"
Panggilan dari suara baritone yang familiar membangunkanku. Dengan keadaan setengah mengantuk, aku mulai bangkit dan berusahan untuk duduk.
"Sekarang sudah jam 6. Aku akan mengantarmu pulang" ucap suara baritone itu lagi.
Aku mengerjapkan kedua mataku untuk melihat sosok orang bersuara baritone itu secara jelas. Bagitu penglihatanku sudah sempurna, aku menatap polos orang dengan surai raven cap pantat ayam itu yang menatapku dengan tatapan bingung.
"Ada apa Naru? Ayo! Aku akan mengantarmu pulang.." ucap orang itu sambil menyodorkan tangannya padaku.
Aku menerima tangannya dan kemudian ia menarikku berdiri.
"Nah.. ayo jalan! Sebentar lagi malam". Kemudian ia mulai berjalan menjauh, meninggalkanku yang masih belum sadar akan dunia nyata.
"Eh?" hanya itu yang bisa keluar dari mulutku. Otakku yang sekarang ini sedang lemot, bekerja keras untuk mengerti apa yang sedang terjadi di sini.
Seketika, ingatan beberapa saat yang lalu mulai berputar di otakku layaknya film dokumenter. Dimana saat Sasuke menyeretku ke atap gedung ini, saat ia menciumku, saat aku menamparnya, dan saat dimana aku malah menangis di pelukannya hingga tertidur karena batinku yang kelelahan.
Aku bisa merasakan wajahku yang memanas. Mukaku berubah menjadi merah layaknya kepiting rebus. Perasaan malu menguasai diriku. Rasanya seperti ingin menghilang dari dunia saking malunya.
Oh kami – sama...
"Dobe? Kau mau ku tinggal?"
Seketika perempatan kecil muncul di jidatku begitu mendengar panggilan 'sayang' dari si pantat ayam. Tanpa basa – basi lagi, aku mengikutinya turun dari atap gedung ini.
Selama di perjalanan pulang dengan mobil milik dokter Uchiha itu, suasanannya terasa berat dan tertekan. Terlalu suram sehingga tidak ada yang berani mengeluarkan suara untuk memecahkan suasana.
"Arigatou..." ucapku lirih setelah kami sampai di rumahku. Setelah turun dari mobil miliknya, Sasuke mulai melaju pergi dengan pelan. Aku mulai berjalan masuk ke rumah begitu ia belok di perempatan di dekat rumah.
"Tadaima.." masih dengan suara lirih. Samar – samar, aku mendengar balasan dari Kaa – chan yang sedang ada di dapur.
"Okaeri Naru – chan!"
Kushina PoV On
Jam sudah menunjukkan pukul 6 lewat. Saat sedang asyik memotong sayur – sayuran untuk membuat sup, aku mendengar suara lirih anak keduaku dari pintu depan.
"Tadaima.." ucapnya.
"Okaeri Naru – chan!" balasku. Aku bergegas menuju ruangan depan untuk melihat anak bungsuku, Namikaze Naruto. Begitu sampai di ruangan depan, yang kulihat hanyalah sepatu Naruto yang tergeletak tidak rapi. Karena itu, aku meletakkan sepasang sepatu itu ke dalam rak sepatu.
Setelah selesai, aku kembali ke dapur. Namun sebelum itu, aku melihat Naruto telah berdiri di hadapanku dengan tas punggung yang menggantung di bahu kirinya. Pakaian yang ia kenakan untuk bekerja tadi sudah di gantinya. Dengan baju kaos lengan panjang dan celana jeans biru tua itu, ia terlihat tampan, namun wajahnya yang sedikit berantakan itu membuatku khawatir. Selain itu, di tangan kanannya, ia telah memegang kunci motor miliknya. Kurama, rubah miliknya dari kakaknya juga berjalan – jalan mengelus - eluskan kepalanya di kaki Naruto dengan gelisah.
'Ada apa ini?'
"Na-Naru – chan? Kau... mau kemana? Sudah hampir waktunya makan malam, tahu.." . Bukannya menjawab pertanyaanku, anak bungsuku yang wajahnya mirip dengan ayahnya itu malah menunduk dan memalingkan wajahnya. Memang tidak sopan sih, tapi melihat tingkahnya sekarang, aku jadi ingat perkataan orang itu, orang yang menggantikan kami memberikan kasih sayang pada Naruto dulu..
"Jika ia pulang dengan lesu, ada dua kemungkinan. Kelelahan atau mendapatkan masalah. Jika Naruto - kun kelelahan, ia akan langsung masuk ke kamarnya dan tertidur sehingga ia akan melewatkan jam makan malam. Tapi, ia akan makan begitu ia bangun di tengah malam. Karena itu, sebaiknya anda menyimpan bagiannya. Tapi, jika Naruto - kun mendapatkan masalah, begitu pulang dan mengganti baju, ia akan kembali pergi dengan tas yang menggantung di bahunya. Naruto - kun juga enggan untuk berbicara dengan orang rumah jika ia sedang mendapatkan masalah. Naruto - kun akan pergi ke luar rumah untuk beberapa hari entah kemana. Jika memang hal itu terjadi, saya mohon anda membiarkan Naruto – kun untuk pergi. Saya yakin dia tidak pergi ke tempat yang buruk. Mungkin ia pergi menginap ke rumah temannya untuk menenangkan dirinya atau bercerita pada temannya itu."
Ku lihat Naruto yang sedang berdiri dengan gelisah. Sesekali matanya melirik ke arahku. Mengingat perkataan dari mantan kepala pelayan kami Umino Iruka, aku tersenyum lembut padanya.
"Aku yakin, pasti ada jalan untuk masalahmu Naru. Hati – hati dan jangan sampai telat makannya ya..." kataku seraya memeluknya dengan erat, berusaha menyampaikan bahwa semuanya akan baik – baik saja walau aku tidak tahu apa yang terjadi padanya.
Kushina PoV Off
Kaa – chan langsung memelukku dengan erat. Aku membalas pelukannya dengan memeluknya kembali. Setelah kaa – chan melepaskan pelukannya, aku segera keluar dari rumah dan menaiki motorku.
Hari yang sudah gelap membuat jalanan menjadi agak sepi. Karena itu, aku memacu motorku hingga 80 km/jam. Angin malam yang menusuk – nusuk kulitku walau aku menggunakan jaket terasa nyaman bagiku. Meningkatkan keahlian mengemudi dengan menyalip setiap kendaraan menjadi kegiatan yang menyenangkan saat ini.
Aku menempuh waktu 4 jam untuk sampai di tempat tujuanku. Suara deburan ombak terdengar indah di telingaku. Hembusan angin laut di malam hari membuat pikiranku menjadi terasa tenang. Aku memandangi lautan yang diterangi cahaya bulan untuk mengalihkan pikiranku dari masalah.
Ya..
Setiap aku memiliki masalah, satu – satunya tempat yang akan ku kunjungi adalah pantai. Duduk di tembok pembatas sambil menikmati keindahan laut tersebut membuatku dapat berpikir jernih.
Waktu yang menunjukkan pukul 12 malam tentu saja membuat tidak ada seorang pun berada di pantai selain diriku. Setelah mendapatkan tempat yang menurutku nyaman, aku mendudukkan diriku di sebuah tembok pembatas dan mulai menatap langit malam yang dihiasi dengan bintang – bintang. Sambil menikmati sekaleng jus jeruk hangat yang sebelumnya ku beli di toko, aku mulai mengingat masalah yang menimpaku, memikirkan kembali semuanya dengan tenang.
Uchiha Sasuke, orang yang seumuran dengan kakakku dan berstatus sebagai mantan ukeku. Saat ini ia mengaku jika ia masih menyukaiku seperti dulu dan ingin kembali menjalin hubungan seperti dulu. Aku selalu berharap hal itu dapat ku terima dengan mudahnya. Tapi aku takut! Aku takut 'dia' akan kembali mengganggu 'mereka' jika kami kembali berhubungan. Aku tidak bisa apa – apa lagi selain melakukan perintahnya jika aku tidak ingin hal itu terjadi.
Apa tidak ada pilihan lain? Ah, dia mengatakan bahwa sebagai teman saja tidak masalah.
Tapi itu bermasalah untukku! Bagaimana jika aku tidak bisa menahan perasaanku? Bagaimana jika aku kelepasan? Hal itu sangatlah menakutkan!
Aku merasakan tetesan air mengenai tanganku. Aku juga merasakan adanya air yang mengalir dari pipiku.
"Ah.. aku tidak menyangka kalau masalahnya sesulit ini" gumamku parau sambil mengusap air mataku yang terus mengalir. "Menyedihkan sekali aku. Aku berubah menjadi cowok yang cengeng hari ini" gumamku kembali.
Aku pun menghabisi malam itu dengan terus menatap lautan yang di sinari cahaya bulan.
Di pagi harinya, aku berjalan – jalan di laut yang dangkal. Celanaku sudah ku gulung hingga batas lutut. Pasir – pasir yang ku injak terasa geli di telapak kakiku. Aku juga memanjakan mataku dengan melihat kerang – kerang yang indah.
Walaupun begitu, walau kegiatanku terlihat menyenangkan, yang ada di pikiranku masih seputar masalahku dengan Uchiha Sasuke. Kebimbanganku dalam memilih yang terbaik membuatku menjadi seperti orang bodoh saat ini.
Siangnya, aku mengunjungi warung makan kecil yang ada di dekat pantai itu. walaupun aku sedang ada masalah, aku tidak boleh melewatkan makan siang. Kaa – chan juga sudah mengingatkanku.
Ramen pedas serta jus jeruk menjadi makan siangku hari itu. dengan perlahan, aku memakan makan siangku.
"Hey"
Sapa seseorang dari belakangku. Seorang pria paruh baya yang menjadi koki di warung kecil ini. Namanya Teuchi, paman Teuchi.
"Kau kembali lagi kesini, apa kau punya masalah lagi?" tanya paman Teuchi setelah ia duduk d hadapanku. Aku hanya mengangguk kecil sebagai jawaban 'iya'.
"Sokka.. mau bercerita pada paman? Mumpung sekarang warungku sedang sepi.." tawarnya.
Aku tersenyum tipis sambil menimbang – nimbang tawarannya.
Aku menatapnya. Wajah paman Teuchi yang sering tersenyum ramah hingga sekarang ini, mengingatkanku pada paman iruka. Tanpaku sadari, air mataku kembali mengalir.
"Naruto – kun? Ada apa?" tanya paman Teuchi khawatir.
"Eh? Ti-tidak paman. Tidak ada apa – apa.." jawabku sambil mengusap air mataku.
Aku makan dengan terburu – buru. Begitu selesai dan sudah membayar, aku melesat menuju tempat motorku di parkir. Dengan kecepatan yang tinggi, aku mengendarai motorku ke rumahku yang dulu.
...
"Naruto – kun?!" pekik paman Iruka begitu ia melihatku. Ia langsung memelukku dan aku juga membalas pelukannya. "Sudah lama kau tidak datang ke sini, Naru. Aku merindukanmu"
"Aku juga paman. Aku juga merindukanmu"
Setelah ia mempersilahkanku masuk, paman Iruka menuju dapur untuk membuat teh. Aku hanya menunggunya di ruang keluarga sambil tidur – tiduran di atas karpetnya.
"De? Ada apa Naruto - kun? Melihat dari kantung matamu yang tebal itu, sepertinya kau memikirkan sesuatu yang ganjal di pikiranmu.." tanya paman Iruka setelah ia selesai membuat teh dan duduk di sampingku.
Layaknya anak kecil, aku mulai kembali berbaring dengan berbantalan paha milik paman Iruka. Sambil aku menceritakan masalahku padanya, ia mengelus – elus rambutku, membuat perasaanku menjadi nyaman.
"Sokka.. Jadi begitu ya... "
"Apa yang harus ku lakukan paman?" tanyaku pasrah. Kalau di ingat – ingat, ini adalah pertama kalinya aku mengadukan masalah besarku pada paman Iruka.
"Kau tahu? Cinta itu memang rumit Naruto – kun. Tidak ada yang namanya cinta jika berjalan mulus saja. Pasti ada beberapa masalah di dalamnya. Dan juga, cinta untuk diri sendiri itu pantas untuk di perjuangkan. Bukannya lari darinya"
"Tapi paman, aku..."
"Kau tidak percaya dengan Kami – sama yang akan menolongmu? Orang yang berjuang pasti akan mendapatkan kebahagian, iya kan?"
Aku terdiam.
Masih dengan paman Iruka yang mengelus rambutku, aku kembali memikirkan kata – katanya.
Cinta untuk diri sendiri pantas untuk di perjuangkan
"Ah! Maksud dari 'cinta pantas untuk di perjuangkan' itu maksudku hanya berlaku untuk orang – orang yang belum memiliki pasangan ya! Jangan sampai kau merebut pacar atau istri orang lain, Naruto – kun. Itu sangat – sangat tidak baik" sambung paman Iruka.
Yang belum memiliki pasangan...
Jangan rebut pacar orang lain..
Flashback Off
"DOBE!"
Seruan tersebut menyadarkanku. Ku tatap orang yang memanggilku 'dobe', yang tak lain dan tak bukan adalah mantan uke-ku, Uchiha Sasuke.
"Kau berdiri di sini dari 20 menit yang lalu seperti orang bodoh saja" lanjut Sasuke.
Perempatan kecil muncul di dahiku. Lagi – lagi dengan seenak rambut pantat ayamnya itu, dia mengatakan kalau aku bodoh. Aku tidak bodoh tahu!
Kami pun terdiam, berdiri di lorong rumah sakit yang sepi dengan dirinya. Ia menatap keluar jendela, sedangkan diriku menatap dirinya. Melihat betapa rupawan dirinya itu setelah kami tidak bertemu hampir 3 tahun lamanya.
"Ano... Sa-Sa.. suke..." panggilku.
Sasuke PoV
Setelah sedikit menggodanya dengan mengatakan ia bodoh, aku menatap ke luar jendela, penasaran dengan sesuatu yang membuat Naruto berdiri menatap ke luar jendela hingga hampir setengah jam.
Ya.. harus kuakui sih, pemandangan di luar cukup menenangkan untuk di pandang. Halaman belakang rumah sakit yang penuh dengan pepohonan hijuu serta bunga berwarna – warni terlihat sangat indah.
"Ano... Sa-Sa.. suke..." panggil Naruto dengan sedikit terbata - bata.
Aku langsung saja menoleh dengan perasaan terkejut. Ini pertama kalianya ia memanggilku dengan nama kecilku dalam keadaan tenang. Selama ini sejak kami pertama bertemu di rumah sakit ini, dia hanya memanggilku dengan panggilan Uchiha atau Teme dengan embel – embel 'San' di belakangnya yang membuatku sedikit sedih. Kenapa aku sedih? Karena dengan panggilan seperti itu, ia seperti menegaskan bahwa kami tidak akan kembali seperti dulu dan hanya sebatas teman untuk sekarang.
"A-ada apa Naru?" jawabku ikut – ikutan terbata - bata.
"Apa kau..."
"Ya?"
"Apa kau... betul – betul masih... mencintaiku?" tanyanya dengan wajahnya yang mulai memerah.
"TENTU SAJA! AKU MASIH SANGAT MENCINTAIMU!" jawabku spontan.
Aku terlalu bersemangat dan sangat berharap. Dengan panggilannya padaku tadi serta pertanyaannya tadi, aku sangat berharap dia akan...
"A-aku... sebenarnya aku juga.. mencinta- ummph?!"
Normal PoV
"A-aku... sebenarnya aku juga.. mencinta- ummph?!"
Tanpa menunggu lawan bicaranya selesai berbicara, pria dengan surai pantat ayam itu langsung mencium pria dengan surai pirang tersebut.
Dengan kedua tangan Sasuke yang menahan kepala Naruto, Sasuke mencium mantan seme-nya dengan lembut. Menyampaikan perasaan bahwa ia sangat senang dan sangat cinta pada Naruto.
Naruto yang agak terkejut dengan serangan dadakan Sasuke, mulai menutup kedua matanya. Ia juga mulai mengalungkan kedua lengannya di leher Sasuke. Sedangkan Sasuke mulai memindahkan kedua tangannya ke pinggang Naruto.
Setelah agak lama, mereka melepaskan ciuman mereka. Dengan wajah keduanya yang memerah karena senang (Sasuke) dan malu (Naruto), mereka berdua saling tersenyum dan berpelukan.
"Suki dayo, Naru..." bisik Sasuke
"Atashi mo suki dayo, Suke.." balas Naruto
.
.
.
TBC
.
Makasih untuk kalian semua yang mau mereview, memfav, dan membaca cerita ini. Maaf nggak bisa sebutin satu – satu. Dan juga, maaf kalau aku update cerita itu lama banget *nunduk*. Rencananya aku mau update sebelum ramadhan. Tapi, aku malah sibuk dan tidak punya waktu untuk ngelanjutin ceritanya. Bagi kalian yang nungguin cerita ini, maaf sudah buat kalian menunggu sampai lumutan *nunduk lain*. Mohon untuk terus bersabar :3
HARU A-FUADILLAH OUT!