Chapter 1: Vali Lucifer


"... Benda apa ini Azazel..."

Seorang lelaki muda berambut perak gelap dan mata biru es tampak memasuki sebuah ruangan yang berukuran cukup besar dengan 4 buah pilar yang menopang bagian atasnya. Tampak pemuda itu mengenakan v-neck kaus hijau dengan jaket kulit hitam berkerah yang menutupi kausnya. Celana jeans dengan rantai perak yang melingkar dibagian pinggul kirinya dengan 3 ikat kain yang melilit kaki kanannya dan sepatu boots berwarna hitam gelap.

"Ini? Benda ini adalah mesin transportasi yang sedang kukembangkan." Ucap pria berambut hitam dengan corak pirang yang mengenakan yukata berwarna magenta gelap terlihat sedang mengutak-atik mesin berbentuk tabung yang disambungkan dengan berbagai macam kabel.

"... Jadi kau memanggilku hanya untuk menjadi kelinci percobaanmu untuk kesekian kalinya?"

Vali tampak bersungut-sungut karena lagi-lagi ia harus dipanggil hanya untuk melakukan hal yang tidak berguna.

"Ha ha ha ha ha ha! Jangan berkata begitu Vali! Kau tahu bukan bahwa Shemhazai maupun Barakiel selalu saja menolak untuk membantuku tiap kali aku ingin menguji coba hasil penemuanku ini"

"Hah... Benar-benar orang yang hobinya merepotkan orang lain saja..." gumam Vali sambil menghela napasnya mendengar ucapan lelaki yang juga merupakan ayah angkatnya tersebut.

Bicara soal pemuda berambut perak tersebut, ia sedang menyandarkan tubuhnya di salah satu pilar yang menyangga ruangan yang dipenuhi dengan berbagai macam barang-barang. Dari benda-benda normal seperti pistol, tongkat, batu mutiara hingga berbagai benda yang bentuknya sama sekali tidak jelas atau lebih tepatnya adalah sampah bagi pemuda dengan tinggi 5.6 kaki tersebut.

"Mungkin saja mereka dengan senang hati membantumu jika kau tidak membuat rambut seseorang menjadi botak selama 2 minggu atau bahkan membuat seseorang tiba-tiba memiliki kelainan seksual yang membuatnya hampir melakukan hal yang tidak senonoh pada bawahan mereka hingga ia harus menanggil marah dan malu setelah ia sadar dari perbuatan semi-bejatnya tersebut..." Sindiran dengan nada sarkastik pun dilontarkan oleh Vali yang membuat pria berambut hitam dengan tersebut tersedak dan menginjak salah satu paku kecil yang berserakan. Membuatnya berteriak kesakitan sambil melompat-lompat bagaikan katak yang melonjak gembira karena hujan datang lebih awal.

"Terkutuk kau Vali!" kutuk Azazel yang menangis kesakitan sambil kemudian perlahan mencabut paku yang menancap dikakinya, dimana ia melengking kesakitan saat benda kecil tersebut tercabut dari telapak kakinya. Vali yang mendengar itu pun hanya bisa memutar mata sembari menjulurkan lidahnya.

"Itu kan salahmu sendiri yang tidak berhati-hati."

"Aku sangat berhati-hati sebelum mendengar ucapan konyolmu yang membuatku tersentak dan menginjak paku sialan ini!"

"Aku hanya menyatakan fakta saja."

"Tidak-tidak, kau jelas sekali mengatakannya dengan penuh sarkasme!"

"Mungkin itu hanya perasaanmu saja."

"Tsk, semakin lama kau semakin bertingkah tidak sopan pada ayahmu ini!"

"Sejak kapan ayahku adalah seseorang yang menangis kesakitan hanya karena paku yang menancap di telapak kakinya? Dimana harga dirimu sebagai Gubernur dari para malaikat jatuh hah?"

"Gukh-!"

"Hmph...!"

Azazel hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil meneruskan pekerjaannya. Ia sadar bahwa tidak akan ada habisnya jika ia terus saja membalas ucapan dari bocah berambut perak tersebut. Sedangkan Vali juga tampak tidak peduli dengan apa yang dilakukan oleh lelaki itu dan hanya memejamkan matanya seraya bersandar pada pilar sambil menyilangkan kedua tangannya.

Setelah menunggu selama beberapa saat lamanya, Vali pun akhirnya membuka matanya dan menatap ke arah punggung Azazel yang tampak sedang sibuk dengan pekerjaannya tersebut.

"Azazel, kira-kira sampai berapa lama kau akan menyelesaikan ciptaanmu kali ini?"

Azazel yang mendengar itu pun menoleh ke arah pemuda yang berada di balik pilar tersebut.

"Ah, kira-kira sekitar 1-2 jam lagi."

"Hmmm... Kalau begitu aku akan berjalan-jalan sejenak sampai kau menyelesaikannya. Kurasa aku akan cepat bosan jika aku harus menunggu satu hingga dua jam di sini."

"Dasar kau ini tidak sabaran sekali..." Azazel tampak menaikkan bahunya mendengar ucapan ketus dari mulut Vali. "Tapi baiklah, akan kupanggil kau bila aku sudah selesai dengan mesin ini." Terdengar suara pintu yang ditutup sebagai jawaban dari ucapannya, membuat Azazel mendengus kesal sambil kemudian melanjutkan lagi pekerjaannya.

"Dasar anak yang tidak tahu aturan..."


-Scene Break-


-Gregori Headquarter, 2nd floor-

Fallen Angel dikenal sebagai makhluk yang menyebarkan hawa nafsu dan juga kejahatan akibat perbuatan mereka yang membuat mereka jatuh dan diusir dari surga. Segala macam keburukan ditimpakan pada mereka, membuat mereka juga mendapat julukan sebagai makhluk yang kotor, najis dan menjijikan. Azazel sendiri terkenal sebagai salah satu Fallen Angel yang tergolong pada kelompok Fallen Angel yang pertama kali jatuh ke dalam dosa dengan tidur dengan manusia perempuan. Fallen Angel pertama yang paling terkenal, bahkan di dalam kalangan supranatural. 'The Scapegoat', 'The Unclean', 'The Demon Goat', dan masih banyak sekali julukan lain yang diberikan pada pemimpin Fallen Angel tersebut, dimana para Cadre Fallen Angel yang lainnya juga mendapatkan julukan mereka masing-masing yang juga tertulis di dalam Judaism , Christianity dan banyak versi lainnya.

Sayangnya bagi seorang Vali Lucifer, kenyataaannya tidaklah demikian. Sebab segala hal yang orang-orang sebut mengenai keberadaan Fallen Angel sangatlah bertentangan dari presepsi tersebut. Ia hanya bisa menggelengkan kepalanya ketika menapakkan kakinya ke dalam kantor Gregori yang berada di lantai dua untuk menemui Shemhazai dan melihat pemandangan yang tidak asing sekaligus membuatnya menghela nafas sedalam-dalamnya.

Tampak para Fallen Angel terlihat sedang bekerja dengan cepat mengurus kebutuhan dokumen serta data-data penting yang diperlukan oleh organisasi tersebut agar bisa berdiri untuk menjadi tempat tinggal yang bisa menghidupi para malaikat hitam tersebut. Suara keyboard yang diketik, mouse yang ditekan serta desahan penuh sensual pun terdengar di seluruh penjuru kantor.

Yap.

Desahan.

Penuh.

Sensual.

Jika seseorang bertanya kenapa ada suara sensual dan erangan penuh gairah di dalam sebuah kantor yang sibuk dengan kegiatan para karyawannya, mungkin mereka akan terdiam jika mereka melihat apa yang Vali lihat sekarang.

Puluhan Fallen Angel yang saling mencium, memeluk, bercumbu atau bahkan menyentuh satu sama lain yang membuat alis mata Vali menyipit keras karena jengkel dan juga oleh karena pemandangan yang dulu membuat dirinya pingsan karena rasa malu ketika ia masih berusia sembilan tahun yang mendatangi kantor yang sama. Rasa penasaran yang tumbuh di dalam hatinya karena umurnya yang masih belia membuat dirinya tidak bisa menahan rasa malunya dan kemudian pingsan dengan hidung mimisan.

Sesuatu yang Vali sesali bahkan sampai sekarang.

"Oh! Pangeran pemalu kita yang baik hati berkunjung ke dalam kantor kita yang sederhana dan kotor!" Salah seorang Fallen Angel yang tampak menoleh ke arah Vali tampak menyapa pemuda itu sembari memeluk dua Fallen Angel perempuan yang tampak sudah melepaskan sebagian dari pakaian yang mereka kenakan.

Tampak kedua Fallen Angel itu pun menyadari keberadaan Vali dan melambai riang ke arahnya. "Ada gerangan apa hingga pangeran kita yang mulai dan berkharisma ini datang dan menganugrahi kita dengan keberadaannya?"

Vali yang mendengarnya pun hanya bisa menahan emosinya. Meski terlihat jelas bahwa urat nadi di dahinya sudah mulai terlihat.

"Cukup dengan basa-basimu Sariel. Kau tahu aku tidak tertarik dengan leluconmu saat kau sedang melakukan hal menjijikan seperti itu di depanku."

"Ayolah Vali, kau tahu kan bahwa kami adalah makhluk kotor dengan pikiran menjijikan dan nafsu sensual, apa salahnya jika kami mengekspresikannya dengan jelas?"

Sariel tampak hanya menanggapi ucapan Vali dengan ringan. Tangannya pun masih menggerayangi pada bagian tubuh kedua Fallen Angel wanita, dimana hal itu membuat mereka mengerang pelan, membuat alis mata Vali menyipit lebih dalam.

"... Aku tidak ada waktu untuk melihat permainan murahanmu di sini Sariel..." ucap Vali dengan nada yang ditahan. Ia berusaha sekuat tenaga untuk dapat menahan emosinya yang terancam keluar kapan saja. "Dimana Barakiel dan Shemhazai, aku perlu bertemu dengan mereka.

Sebaliknya bagi Sariel, memancing emosi Vali adalah hal yang sangat menarik baginya. Ia sudah mengenal pemuda ini semenjak Azazel membawanya ke Gregori.

Dalam hatinya, Sariel hanya menertawakan apa yang baru saja dipikirkan olehnya. Terlebih jika dia mengingat bagaimana reaksi yang dikeluarkannya saat ia pertama kali bertemu dengan pemuda berambut perak ini.

Ia tidak akan pernah melupakannya sama sekali.

Saat Azazel membawanya ke sini, ia bersama dengan beberapa Cadre lain menolak dan bahkan menentang keputusan dari Azazel untuk menerima dan mengangkat seorang Devil ke dalam lingkungan Gregori yang bahkan asal-usulnya tidak jelas sama sekali. Bahkan saat kemudian diketahui bahwa Vali ternyata adalah seorang Half-Devil yang ternyata memegang senjata yang bahkan ditakuti oleh Angel, Devil dan bahkan Fallen Angel sekalipun. Nama senjata tersebut adalah, Sacred Gear. Ditambah pula ternyata Sacred Gear yang dipegang oleh Vali ialah Longinus-class yaitu Sacred Gear yang berasal dari Kaisar Naga Putih, Vanishing Dragon, Albion.

Nama sayap itu ialah, Divine Dividing. Sacred Gear yang mengambil bentuk sebagai sayap cahaya dengan rangka luar yang berwarna putih dan lapisan sayap yang memancarkan cahaya kebiruan.

Sayap putih tersebut Sacred Gear yang dibuat dengan menggunakan jiwa dari sang Kaisar Naga Putih, Albion sebagai inti dari kekuatannya. Kekuatan dari sayap cahaya tersebut sangat mengerikan, yaitu mampu memotong atau membagi kekuatan siapapun yang menjadi target dari sayap tersebut menjadi setengah dengan menyesuaikan batas dari penggunanya. Namun yang lebih mengerikan ialah kekuatan Divine Dividing tidak berhenti sampai begitu saja. Divine Dividing mampu berevolusi lebih lanjut menjadi bentuk yang menyerupai armor, dimana armor tersebut merupakan kekuatan sebenarnya dari Divine Dividing.

Balance Breaker, Vanishing Dragon Scale Mail.

Itulah, nama armor tersebut yang sudah menjadi legenda dimana puluhan manusia yang menjadi pemegang Divine Dividing sebelumnya menjadi pembunuh Dewa dengan mencapai bentuk tersebut.

Tentu saja dengan Vali yang juga merupakan keturunan dari Lucifer sendiri turut membuat protes yang dikeluarkannya pun semakin keras. Hal tersebut tentu bukanlah hal yang tidak masuk akal. Karena seorang anak kecil yang memiliki Sacred Gear dengan tingkat Longinus ditambah dengan darah keturunan dari Lucifer sendiri yang tentunya membuat anak itu memiliki Demonic Power yang jauh dari kata normal.

Tidak akan ada yang tahu seberapa kuat anak itu bila ia tumbuh besar pada nantinya. Dan hal itulah yang ditakutkan oleh para Fallen Angel lainnya hingga protes pun semakin keras terdengar.

Sayangnya itu cerita untuk di lain hari. Karena kesalahan di masa lalu bukanlah hal yang menyenangkan untuk diceritakan.

"... Hah... Lupakan, biar aku sendiri yang mencari keduanya..." Vali mendengus pelan sambil berjalan melewati Sariel beserta dua Fallen Angel yang memeluknya.

Sariel hanya bisa tertawa ringan mendengar ucapan Vali. Oh, dia masih saja tidak sabaran dan kaku seperti biasanya. Tapi mengingat apa yang sudah dialami oleh bocah itu, sang Angel of Death hanya bisa tersenyum penuh arti saat ia menatap ke arah punggung bocah yang sudah tumbuh dari anak ingusan yang cepat menangis dan pemalu tersebut.


-Scene Break-


"Seharusnya kau lebih mengatur bawahanmu untuk tidak bercumbu di sela pekerjaan mereka, Shemhazai-san, Baraqiel-san."

"Maaf Vali-kun, tapi kau harus tahu bahwa sudah menjadi sifat kami untuk mengikuti insting yang sudah tertanam di dalam diri kami sebagai makhluk perwujudan dari nawa nafsu." Shemhazai hanya bisa menanggapi ucapan dari Vali dengan senyuman tipis.

Berbeda dengan suasana kantor umum yang dipenuhi dengan aktivitas sensual, kantor khusus bagi para Cadre tampak terlihat rapi dan teratur tanpa ada debu ataupun bercak lainnya.

"Tapi apakah kau harus menunjukkannya di depan batang hidup seseorang?" Tukas Vali dengan nada jengkel, tampak gelas kertas yang dipegangnya pun ia remas begitu saja karena emosinya yang naik. "Bahkan Cadre seperti Sariel turut ikut dalam hal semacam itu! Tidak heran jika kondisi financial Gregori tiap hari selalu saja bermasalah..."

Baik Shemhazai dan Baraqiel yang duduk di meja mereka masing-masing hanya bisa tertawa renyah saat mendengar ucapan dari pemuda itu.

Namun mereka juga harus mengakui bahwa ucapan Vali memanglah tepat adanya. Tidak jarang mereka harus lembur 24 jam tanpa henti hanya karena satu data yang salah diurus oleh para pegawai lainnya hingga Vali mau tidak mau pun turut ikut membantu mereka.

"Daripada itu Vali, aku dengar bahwa kau tidak lama ini mengunjungi Rias Gremory dan para bidaknya, apa itu benar?" Baraqiel pun mengalihkan topik pembicaraan dengan menanyakan aktivitas Vali baru-baru ini. Dimana pertanyaannya pun dijawab dengan anggukan singkat oleh Vali, yang mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh lelaki paruh baya dengan janggut tebal tersebut.

"Memang benar aku mengunjungi Rias Gremory, karena aku ingin bertemu dan menilai pemegang Boosted Gear pada generasiku."

Ekspresi Baraqiel pun berubah saat ia mendengar ucapan Vali. Tampak pikirannya tenggelam kepada sesosok gadis kecil yang memiliki rambut hitam dan mata ungu gelap.

Oh betapa ia merindukan masa-masa itu. Namun semuanya sudah tidak mungkin untuk ia dapatkan kembali.

Tidak menyadari apa yang sedang dipikirkan oleh Baraqiel, Vali pun melirik ke arah jam dinding dan melihat bahwa ia harus segera menemui Azazel kembali. "Kalau begitu aku pergi dulu Baraqiel-san, Shemhazai-san. Aku ke sini hanya ingin menyapa kalian."

Kedua Cadre dari Fallen Angel itu pun mengangguk dengan tersenyum. Perasaan mereka sedikit senang karena seseorang seperti Vali masih menghargai mereka berdua, meski apa yang dulunya mereka lakukan terhadapnya.

"Vali, sebelum kau pergi, apa aku bisa meminta tolong suatu hal kepadamu?"

"Apakah itu Baraqiel-san? Bila itu masih dalam batas kemampuanku, aku akan melakukannya dengan senang hati."

Baraqiel pun menelan ludahnya saat ia kembali menatap ke arah pemuda berambut perak gelap tersebut. "... Sebelum itu, aku tahu bahwa permintaanku ini sedikit egois..." ucap pria itu dengan nada pelan, saat ia kembali menelan ludah. "Tapi, bisakah kau mengawasi dan menjaga Himejima Akeno...?"

Alis mata Shemhazai naik saat ia mendengar permintaan yang keluar dari mulut rekannya tersebut.

Bahkan Vali pun menaikkan alis matanya mendengar ucapan Baraqiel yang cukup mengherankan. Namun ia memahami dengan jelas maksud pria itu karena Vali mengetahui perihal sosok Baraqiel yang merupakan ayah dari Himejima Akeno.

Namun baginya, permintaan dari Fallen Angel yang dulunya dijuluki sebagai Lightning of God tersebut adalah permintaan yang mustahil. Mengingat bahwa dirinya sebentar lagi akan meninggalkan tempat ini.

"Aku akan melakukan sebisaku Baraqiel-san. Tapi aku tidak menjamin apakah aku bisa mengawasi, atau bahkan menjaga gadis itu."

Barakiel yang mendengar ucapan Vali hanya bisa menghela nafasnya. Ia menyadari bahwa permintaannya itu terlalu egois dan mustahil untuk pemuda itu. Namun tetap saja, ia adalah seorang ayah yang mengkhawatirkan anaknya. Apalagi Akeno adalah putri satu-satunya yang merupakan peninggalan dari istri tercintanya, Shuri.

"Baiklah, tidak apa Vali. Aku minta maaf apabila permintaanku barusan terdengar mustahil bagimu..."

"Tidak apa."

Vali pun berjalan meninggalkan kantor khusus bagi para Cadre tersebut, tidak sebelum matanya menatap ke arah kedua Fallen Angel yang berada di belakangnya.

"Aku permisi dulu. Baraqiel-san, Shemhazai-san."

Kedua Cadre tersebut mengangguk menanggapi ucapan Vali sebelum pintu yang ditutup terdengar oleh telinga mereka berdua.


-Scene Break-


-Gregori Headquarters, Azazel Laboratory-

"Akhirnya selesai juga!" Azazel menarik nafas panjang sebelum ia merebahkan tubuhnya dilantai sambil melentangkan kaki dan tangannya. Tampak bulir keringat mengalir di wajah pria paruh baya tersebut. "Aku tidak menyangka bahwa membuat mesin ini memakan waktu lebih lama dari yang kuperkirakan..."

Suara pintu yang dibuka pun membuat Azazel menoleh dan melihat Vali yang datang dengan 2 buah kaleng minuman di kedua tangannya.

"Sepertinya kau sudah selesai ya, Azazel."

Vali pun melemparkan kaleng minuman itu begitu saja, dimana Azazel langsung menangkapnya dengan kedua tangannya. Ia pun berterima kasih kepada Vali seraya membuka tutup kaleng tersebut dan meminumnya dengan sekali teguk.

"Haaaahh... Jeruk memang adalah teman terbaik saat kau haus..." ucap Azazel sambil menghela nafasnya. "Fuuuh... Kau tidak tahu betapa pusingnya aku saat menyadari akan adanya kesalahan pada system utama. Gara-gara itu aku pun harus pontang-panting merakit ulang bagian—"

"Iya aku paham sekali dengan ucapanmu itu." Potong Vali saat ia menyela ucapan Azazel dengan santainya, membuat pria paruh baya itu cemberut sambil menggumamkan sesuatu tentang anak muda yang tidak sopan. "jadi bisakah kita mulai sekarang? Karena aku tidak ingin berlama-lama di tempat ini."

"Iya aku mengerti!"

Azazel pun hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya saat mendengar ucapan Vali yang tampak tidak sabaran untuk pergi dari laboratorium miliknya. "Kau ini semakin tumbuh besar malah menjadi semakin tidak sabaran sekali..."

"Aku hanya tidak ingin barang-barangmu membuat masalah bagiku. Mengingat—"

"Baiklah-baiklah aku paham! Huh, dasar anak yang tidak sopan sama sekali..."

Sembari cemberut dan menggumamkan kata-kata kotor, Azazel pun mengisyaratkan Vali untuk berjalan dan memasuki tabung yang cukup untuk dimasuki orang dewasa. Vali pun mengangguk pelan sambil perlahan memasuki tabung tersebut. Dalam hatinya, ia merasakan sedikit kecemasan ketika ia sudah masuk ke dalamnya. Mengingat, dirinya sering kali mendapatkan masalah ketika ia membantu Azazel dengan menjadi kelinci percobaannya.

'... Semoga percobaan kali ini tidak membuat masalah apa-apa. Karena jika itu sampai terjadi, aku akan benar-benar membuat kakek brewokan itu babak belur...'

Entah karena apa, tiba-tiba Azazel merasakan bulu kuduk di punggungnya mendadak merinding begitusaja.

'... Entah kenapa aku merasa seperti akan ada hal yang menimpaku bila aku gagal dalam percobaan ini... Ah sudahlah, mungkin hanya perasaanku saja.'

Hal yang ironis dimana sumber dari firasat yang Azazel rasakan jauh lebih dekat dari yang dia kira.

"Baiklah kalau begitu... Kita mulai!" ucap Azazel sambil kemudian menekan sebuah tombol berwarna merah. Tampak perlahan, mesin yang berbentuk tabung tersebut mulai mengeluarkan suara dengung yang cukup keras. Bagian dalam mesin dimana Vali berada pun tampak menjadi lebih terang dimana sebuah Magic Circle pun muncul di lantai tempat Vali berdiri.

"Hya ha ha ha ha ha ha!" Sontak Azazel pun tertawa dengan riang sembari melompat kegirangan. "Mesin teleportasiku berjalan dengan lancar tanpa ada masalah sama sekali!" teriaknya dengan keras sambil terus bertingkah bagaikan anak kecil.

Vali yang melihat tingkah Azazel pun hanya bisa menepuk kepalanya karena heran dengan tingkah laku pria yang seharusnya ribuan tahun lebih muda darinya bertingkah demikian. Ia pun hendak melontarkan kata-kata sarkastiknya sebelum ia menyadari sesuatu yang membuat matanya mendadak terbelalak lebar.

"Oi Azazel!"

"Ada apa Vali? Kau tidak lihat aku sedang merayakan kesuksesanku ini?"

"Aku tidak tertarik dengan kesuksesan ataupun fakta bahwa kau melompat-lompat bagaikan katak yang kegirangan karena hujan—"

"Siapa yang kau sebut bagaikan katak hah!?"

"Memangnya ada orang lain selain kita di tempat ini? Tentu saja kau yang kumaksud!"

"Sialan, apa kau tidak bisa menghormati orang yang lebih tua darimu hah!?" Azazel tampak menatap Vali dengan tatapan jengkel. Tampak urat nadi di bagian pelipisnya pun perlahan terlihat.

"Rasa hormatku hanya kuberikan pada orang yang pantas! Dan seseorang yang berjingkrak-jingrak layaknya kuda lumping tidak pantas mendapatkannya!" Sergah Vali dengan tidak mau kalah. Baginya, kelakuan orang ini benar-benar perlu diberikan tanda tangan bagaimana ia bisa menjadi pemimpin dari Para Fallen Angel.

"Kuda lumping katamu?! Seharusnya aku memang tidak membawamu ke Indonesia untuk berlibur karena sejak itu mulutmu menjadi semakin tidak tahu diatur!"

"Mulutku, peraturanku!"

"Apa katamuuu!?"

"Berisik!" sergah Vali dari dalam tabung. Tampak emosinya sekarang benar-benar tidak bisa dikendalikan. "Jawab dulu pertanyaanku ini! Apa kau sudah memasang koordinasi tempat dimana kau akan mengirimku?"

.

.

.

.

.

.

.

.

"... Hah...?"

"Jangan berkata 'hah' dengan mudahnya dasar kau kakek tua! Aku tanya sekali lagi apakah kau sudah memasang koordinasi tempat yang benar dimana aku akan muncul nantinya?!"

Rasa ketakutan dan panik pun langsung menghampiri Azazel, dimana ia dengan cepat langsung mengecek ke arah komputer utama dari mesin yang dibuatnya. Ekspresi pucat pun tersirat pada wajahnya saat ia menatap Vali sambil tertawa garing sembari menatapnya dengan tatapan memelas.

Vali yang melihat tatapan Azazel pun langsung merasakan sensasi panik karena ia tahu bahwa ekspresinya adalah pertanda buruk. "Jadi bagaimana Azazel? Apa kau sudah memasang titik koordinasi tempatnya!?"

"... Uhmmm... Vali, kau tahu kan bahwa dalam situasi ini—"

"Azazel...!"

"Kita sebagai orang yang memiliki nalar tentunya harus bertindak dengan tenang dan—"

"Azazeeeeel...!"

"Menganalisis keadaan dengan otak kita yang cemerlang—"

"AKU TIDAK MENANYAKAN HAL ITU!" sergah Vali dengan teriakan lantang. Emosinya pun akhirnya meluap setelah ia cukup lama menahannya. "YANG AKU TANYAKAN APAKAH KAU SUDAH MEMASANG TITIK KOORDINASI YANG BENAR ATAU BELUM!?"

"Maaf, Aku lupa!"

Ekspresi Vali mendadak membeku saat ia mendengar 3 kalimat yang keluar dari mulut Azazel. Seribu kata dan sumpah serapah yang akan dikeluarkannya pun hilang seketika. Otaknya seakan terhenti begitu saja saat ia mendengar hal tersebut.

"... Apa... Yang kau bilang?"

"Seperti yang kau dengar... Aku lupa memasang titik koordinasi untuk tempat dimana kau akan muncul nantinya."

"Lalu bagaimana dengan nasibku ini hah!? Bagaimana jika mendadak aku muncul di kedalaman laut sekitar 8 ribu meter hah!? Hentikan mesinnya sekarang juga!"

"T-tentunya kau bisa langsung keluar begitu saja dengan m-menggunakan Scale Mailmu bukan..?"

"Bukan masalah aku bisa menggunakan Scale Mailku atau tidak! Tapi—" sayangnya ucapan Vali tersebut harus terhenti ketika mendadak mesin teleportasi tersebut mendadak menjadi tidak terkendali disaat Magic Circle yang berada tepat dikedua kaki Vali pun semakin bersinar terang, membuat mata Vali melebar sebelum ia tertelan sepenuhnya ke dalam cahaya tersebut.

Azazel pun tidak bisa berbuat apa-apa ketika cahaya itu terlalu terang hingga ia harus menutup kedua matanya dengan tangannya.

Ledakan besar pun terjadi di dalam laboratorium Azazel, dimana semua Fallen Angel yang merasakannya pun mendadak panik seketika.

"Ada apa ini!?"

"Apakah serangan dari musuh!?"

"Asalnya dari arah ruangan laboratorium Azazel-sama!"

"Oh tidak, Azazel-sama!"

Suara derap langkah pun terdengar dengan keras saat puluhan Fallen Angel yang panik dan khawatir dengan pemimpin mereka tersebut pun memasuki ruangan laboratorium dengan bersenjatakan lengkap.

Mereka pun menemukan pemimpin mereka, menghela nafas ketika menyadari bahwa pemimpin mereka tersebut tampak baik-baik saja disamping debu dan ekspresi kosong yang terpasang di mimik wajahnya tersebut. Membuat semua Fallen Angel pun terheran-heran.

"... Ha ha ha ha ha..." suara tawa lemas dari Azazel pun membuat alis dari seluruh Fallen Angel itu pun naik seketika. Menimbang-nimbang apakah pemimpin mereka mendadak menjadi gila.

Namun Azazel sendiri tidak peduli dengan tatapan yang diberikan oleh para anak buahnya. Karena ia tahu bahwa ia berada dalam masalah besar. Masalah yang sangat, sangat besar.

"... Aku berharap Vali akan tidak akan membunuhku ketika ia sudah pulang nanti."


-Scene Break-


-Unknown place-

"Ukh...!"

Di sebuah tempat dimana tidak banyak orang – orang berlalu lalang. Seorang berambut perak dengan jaket kulit dan celana jeans perlahan merangkak keluar dari lubang dimana ia terjatuh ke dalamnya akibat hantaman yang terjadi saat ia tiba-tiba muncul di atas ketinggian sekitar 1.000 meter.

Vali tampak mengerang pelan, mengelus kepalanya. "Kepalaku... Apa yang sebenarnya terjadi..." gumamnya saat ia perlahan berdiri sambil menyingkirkan debu yang menempel di pakaiannya. "Hal yang terakhir kuingat adalah saat aku tertelan oleh cahaya putih itu... Lalu kemudian..."

Vali pun menghentikan ucapannya, melihat di sekelilingnya bahwa ia sedang berdiri di sebuah taman yang cukup besar. Matanya pun memandang di sekeliling saat ia menatap dengan rasa kagum akan taman yang megah tersebut.

Pohon demi pohon yang berada di sana tampak terurus dengan baik melihat dari warna daun dan juga kulit batangnya. Rumput yang saling bergesekan satu sama lain membuat suara merdu yang menenangkan hati. Suara air yang mengalir di sungai yang tampak mengalir dengan jernih pun turut menambah keindahan dari taman tersebut.

Sejujurnya, jika ia tidak sedang dalam masalah, Vali mungkin akan berjalan ke pohon terdekat dan menutup matanya untuk tidur sembari menikmati keindahan alam ini.

"Sayang sekali bahwa aku tidak bisa menikmatinya... Aku harus cepat pergi dari sini dan kembali ke Gregori..."

Menghela nafas pada dirinya sendiri, Vali pun bersiap akan mengeluarkan Divine Dividing sambil bersiap untuk terbang ke langit saat sebuah suara nyaring pun membuat dirinya tersontak dan menatap ke sumber suara tersebut.

"Hey! Darimana kau bisa masuk ke sini! Siapa kau hah!?"

Vali pun mau tidak mau harus sedikit tersentak oleh karena volume suara tersebut.

"Apa kau tuli hah?! Aku tanya darimana kau bisa masuk!" Tampak seorang remaja yang mungkin berusia sekitar 13-14 tahun terlihat sedang menatap Vali dengan tatapan penuh kecurigaan. Ia memiliki mata berwarna coklat keemasan dan rambut coklat pendek. Tampak pakaian yang dikenakannya pun membuat Vali sedikit menaikkan alisnya. Pakaian tradisional yang biasaya dikenakan oleh para pendeta jepang, yaitu Hakama yang berwarna merah, dengan Haori putih, dilengkapi pita rambut merah yang mengikat pada hakamanya.

Namun yang menjadi perhatian Vali adalah wajah remaja itu yang sangat mirip dengan orang yang ia temui sebelumnya.

"Kau, apa namamu adalah Hyoudou Issei?"

Vali pun mendapatkan respon yang memperkuat dugaannya, saat remaja tersebut tersentak kaget mendengar kalimat tersebut dari mulut pemuda berambut perak yang berada di depannya.

"Kau! Darimana kau tahu namaku hah!? Apa kau juga orang jahat yang setiap hari berusaha berbuat jahat?!" Remaja itu pun berteriak lantang sambil kemudian menurunkan posisi lututnya sambil menarik tangan kirinya ke samping pinggul dan tangan kanan ia lentangkan di depan wajahnya dengan telapak tangan yang terbuka lebar dan jemari yang tersusun rapat. "Kalau begitu, aku tidak akan berbasa-basi lagi! Terimalah tinjuku ini!"

Remaja itu pun dengan cepat langsung berlari cepat ke arah Vali, yang langsung tersenyum senang saat ia juga langsung memasang postur bertarungnya.

Segala pengalaman bertarung serta kemampuan yang sudah ia asah pun langsung membuat otaknya bekerja ratusan kali lipat lebih cepat daripada normal. Matanya mengamati setiap jengka gerakan demi gerakan yang dilakukan oleh remaja tersebut. Nadinya berdegup kencang, seolah menunggu dari perintah yang akan dikeluarkan dari otak berdasarkan informasi yang diperoleh dari mata, kulit dan juga telinga.

Di saat remaja itu sudah berjarak 3 langkah darinya, Otak pun langsung memproses informasi yang ada. Dan seluruh syaraf pada tubuh Vali pun langsung menerimanya dan memberikan perintah pada seluruh tubuh Vali untuk beraksi merespon sebuah tinju yang dilepaskan oleh remaja yang bernama Hyoudou Issei tersebut.

'Hmph... Sayang sekali Hyoudou Issei. Tapi gerakan amatir seperti itu bukanlah masalah bagiku!'

Dengan refleks yang sudah terlatih berkat pertarungan-pertarungan yang ia lalui, Vali pun dengan cepat langsung memiringkan lehernya ke arah kiri, dimana tangan kirinya pun dengan cepat langsung memegang pergelangan tangan remaja tersebut dan menariknya agar menuju ke arahnya.

"A-apa!?"

Dan saat lawannya tersebut berada dalam kondisi terkejut dan lengah. Vali pun langsung menyarankan tinju miliknya yang mengarah pada dada remaja itu. Benturan pun tidak terelakan saat tinjunya mengarah pada sasaran, dimana remaja tersebut terbatuk dengan keras sambil memuntahkan air liurnya akibat benturan yang ia rasakan, yang kemudian diikuti dengan rasa sakit dan daya dorong yang membuatnya terlempar dan menghantam semak-semak.

"... Hmph... Hanya begitu saja? Kau mengecewakanku, Hyoudou Issei!"

Kekecewaaan pun ia rasakan saat tubuh remaja yang ia anggap sebagai rivalnya tersebut dengan mudah terdorong dan terhempas ke arah semak-semak yang berada di belakangnya. Sebagai petarung yang mencari lawan yang kuat demi rasa lapar dan dahaga akan pertarungan yang sengit, tentunya pertarungan sebelah pihak seperti ini sangat tidak memuaskan bagi seorang Vali Lucifer.

Sambil menghela nafasnya, Vali pun akan beranjak pergi saat ia mendengar suara yang berasal dari alam bawah sadarnya.

[Kurasa kau tidak perlu pergi secepat itu, Vali.]

Suara itu ialah, sumber dari Sacred Gear yang berada di dalam tubuhnya. Sacred Gear yang menyimpan salah satu dari Heavenly Dragon, sang Kaisar Naga Putih yang dulunya diagungkan memiliki kekuatan yang bahkan bisa membunuh Dewa sekalipun.

Vanishing Dragon, Albion.

'Untuk apa Albion?' Vali berbicara di dalam pikirannya saat ia berkomunikasi dengan penghuni lain di dalam kesadarannya tersebut. 'Kau sendiri juga sudah melihatnya bukan bahwa kemungkinan besar ia sudah tumbang hanya dengan satu pukulanku.'

[Seharusnya kau sudah menyadarinya Vali.] suara Albion yang berat dan mengandung kekuatan pun menggema di dalam pikiran Vali. [Bahwa kau seharusnya menyadari bahwa remaja yang kau kira sebagai Hyoudou Issei itu bukanlah Hyoudou Issei yang kau temui kemarin.]

Vali hanya mengerutkan alis matanya saat mendengar itu. 'Tapi Albion, bagaimana pun juga perawakan dari pemuda itu sangatlah mirip dengan Hyoudou Issei yang kutemui beberapa waktu yang lalu. Memangnya darimana kau bisa mengatakan bahwa dia bukanlah Hyoudou Issei yang kukenal?'

[Di sinilah kau salah paham mengenai maksud dari perkataanku, Vali.]

Vali pun hendak menanyakan kembali apa maksud dari Albion sebelum ia mendengar suara dari balik semak-semak di belakangnya. Ia pun menoleh dan melihat bahwa Hyoudou Issei yang baru saja ia pukul sampai terlempar pun berdiri dengan tertatih-tatih sambil memegangi dadanya.

Namun pemandangan yang ada di depannya sekarang mengejutkannya sampai membuatnya tidak bisa berkata apa-apa.

Tubuh yang langsing dengan otot yang luwes dan proporsional. Bahu kecil yang terlihat oleh karena pakaiannya yang rusak dan juga, satu hal yang membuat bola mata Vali terbelalak lebar.

Sebuah gundukan, gundukan di dadanya yang menonjol akibat siluet kain putih yang membalut dadanya pun terlihat longgar, dimana hal itu menunjukkan sesuatu yang seharusnya tidak dimiliki oleh Hyoudou Issei yang ia kenal.

Pemuda itu... Tidak, remaja yang ia kira sebagai Hyoudou Issei...

[Sudah kubilang bukan? Bahwa kau salah paham mengenai arti dari perkataanku, Vali.]

Bukanlah seorang laki-laki...

[Aku sempat merasakan aura yang berbeda dari tubuhnya. Dan juga bau dari feromon yang ia keluarkan pun berbeda dengan Hyoudou Issei yang kita temui. Seharusnya kau lebih teliti saat bertarung dengannya tadi, karena dia adalah...

Remaja yang mirip sekali dengan Hyoudou Issei, yang sekarang berdiri didepannya adalah...

... Seorang perempuan.]

Dan saat itu juga, satu hal yang terpikirkan di kepala Vali, satu kalimat yang cukup untuk mendeskripsikan kondisi yang terjadi saat ini.

'... I am so fucking messed up...'

.

.

.

-To Be Continued-


Author Note:

Halo semuanya. Selamat datang dan terima kasih sudah membaca fict baru ini. Saya sendiri adalah Shinsekiryuutei yang sudah berganti nama menjadi Vanargandr. Tidak banyak yang ingin saya katakan di sini selain informasi awal mengenai fict ini.

Dari sini kita sudah melihat bahwa Karakter utama dari fict ini adalah Vali Lucifer. Karakter luar biasa yang sayangnya jarang sekali dipakai oleh para author. Terlebih author dari indonesia karena perbedaan fokus mereka pada karakter lain. Vali sendiri menurut saya memiliki potensi yang sangat bagus untuk menjadi main karakter karena segala kelebihan dan kekurangannya yang membuat ia bisa menjadi karakter yang cukup menarik untuk ditulis.

Inspirasi cerita ini sendiri juga berasal dari fict yang bernama Highschool DxD ALT yang ditulis oleh author Demon Anarchy of Pride, author luar biasa yang memberikan saya inspirasi ini.

Kedua, kita sudah melihat di sini bahwa Hyoudou Issei, main character dari Highschool DxD juga sudah mengambil perannya dengan muncul di chapter 1 dan seperti kalian lihat.

FEM-Issei,

Tepat seperti itu.

Kenapa saya menggantinya menjadi Female Version? Karena saya yakin jika saya tidak melakukan ini maka saya akan mengambil drastic measure lainnya seperti membunuh Issei dari awal.

Namun hal itu tidaklah menarik, karena saya membuang satu potensi dari karakter lain yang bisa dikembangkan.

Dari fict Naruto x DxD x The Gamer yang berjudul Naruto: The King of Games yang dibuat oleh redficlovers lah yang membuat saya memiliki inspirasi membuat FEM-Issei!

Dan karena nama Hyoudou Issei sendiri tidak terlalu menarik utk menjadi nama FEM-Issei, maka saya putuskan untuk mengganti namanya menjadi,

Hyoudou Isehime.

Isehime sendiri diambil dari kuil bernama Ise pada daerah Mie, dimana kuil tersebut adalah kuil dari agama shinto yang dibuat untuk didedikasikan pada Dewi Amaterasu-no-Okami.

Kurasa segini dulu salam dan penjelasan dari saya, terima kasih sudah membaca fanfict ini!

~Adios!