Di sebuah kota yang bernama Konoha, hiduplah seorang pemuda manis bersurai kuning dan beriris safir yang hidup bersama ibu tiri dan kedua saudari tirinya. Setiap hari ia selalu dipaksa untuk membersihkan seluruh rumahnya yang terbilang sangat besar itu. Jika ia menolak, maka ibu tirinya tidak akan memberinya makan, tapi si Cinderella bergender laki-laki ini tidak kehabisan akal untuk memberi pelajaran kepada ibu tiri dan kedua saudari tirinya yang sudah menyiksanya , apakah ada pangeran yang bisa menyelamatkan si Cinderella jepang ini dari kekangan ketiga keluarga tirinya itu?Entahlah hanya waktu yang bisa menjawabnya.

Baiklah, inilah kisah Cinderella berwajah manis itu.

.

.

Disclaimer : Masashi Kishimoto-sensei

Pair : SasuNaru (of Course)

Genre : Romance/Drama

Warning : OOC, TYPO di mana-mana, GaJe, Alur Kecepetan, BL/ Boys Love, Shonen Ai, Bahasanya Lumayan Kasar.. pokoknya gajeeee... T.T

Dedicated for Event NightSun Hallowe'en

.

.

An OOC Cinderella

.

.

"Narutoooo!"

Sebuah teriakan nyaring yang hampir membuat semua orang tuli terdengar indah di pagi hari yang cerah ini. Burung-burung gereja yang awalnya bertengger manis di rumah bertingkat dua itu pun langsung berterbangan setelah suara indah itu mengalun.

"Dasar Pemalas! Tugasmu banyak hari ini, sialan!"

Sebuah perkataan pedas meluncur mulus dari bibir wanita yang berteriak tadi. Iris abu-abunya yang seperti elang itu menatap tajam ke arah gundukan selimut yang di dalamnya terbaring nyenyak seorang pemuda bersurai kuning. Sesekali ia menggeram kesal dengan tangan yang ia remat sampai memucat melihat hal itu.

"Cepat bangun, Pemalas!" Kata wanita itu sambil menarik tangan si pemuda bersurai kuning dengan sangat kasar sukses memunculkan dua buah safir kembar yang sempat tertutup oleh kelopaknya.

Pemuda yang sudah biasa dengan cara membangunkan wanita itu hanya menyeringai, apalagi dengan sengaja ia mengusap sisa saliva yang ada di sudut bibirnya dan kemudian ia mengusapkannya ke wajah wanita itu.

"Aku yakin, ayahku sudah buta karena menjadikanmu ibu tiriku, jalang!" kata Naruto, acuh, setelah itu ia beranjak dari tempat tidurnya dan melenggang pergi ke dalam kamar mandi sebelum sapu yang tengah di pegang wanita tadi melayang ke arah kepalanya. Sungguh! Ia tidak mengerti kenapa ayahnya mau saja menikah dengan janda beranak dua yang sifatnya seperti iblis itu. Padahal ayahnya bisa memilih wanita yang lebih baik di luar sana.

Naruto Namikaze, Itulah nama pemuda manis bersurai kuning cerah dengan iris biru safir seperti langit tanpa awan yang memperlengkap wajah manisnya. Ibu kandung Naruto meninggal karena sakit ketika umurnya 10 tahun, sehingga ia tinggal berdua saja dengan ayahnya yang sejatinya memiliki perusahaan besar itu. Entah mengapa 7 tahun setelah ibunya meninggal, ayahnya menikah lagi dengan seorang janda beranak dua tanpa sepengetahuan Naruto yang pada saat itu bersekolah di luar kota, jadi bisa dikatakan 'ibu' baru untuknya adalah kejutan menyesakkan saat ia pulang dari Sunagakure. Awalnya ibu tiri dan kedua anaknya itu sangat baik dan selalu bersikap manis pada Naruto dan ayahnya, namun setelah ayahnya meninggal 3 tahun kemudian atau tepatnya 2 bulan yang lalu karena kecelakan, sikap ibu tirinya berubah menjadi sangat jahat dan tampak membenci Naruto.

Ya... hal itulah yang membuat Naruto jengkel setengah hidup! Bagaimana tidak? Naruto tidak akan di beri makan jika tidak membereskan seluruh rumahnya dan itu bukan hanya sekedar ancaman! Ia tidak keberatan jika rumahnya hanya seluas lapangan futsal, tapi bagaimana kalau luas rumahnya separuh dari lapangan bola? Kalian bisa membayangkan sendiri bagaimana lelahnya Naruto membersihkannya sendirian. Pelayan? Ah, lupakan itu! Ibu tirinya cari-cari alasan agar tidak menyewa jasa seseorang untuk membersihkan rumah itu. Hematlah, ini lah, itu lah. Malah dengan angkuhnya ia berkata 'Kau tak boleh malas, ini untuk melatihmu, ini pendidikan yang pantas untukmu!'. Cih, kenapa tidak mereka saja yang membersihkannya? Hitung-hitung melatih diri mereka sebagai seorang istri, lalu? Kenapa harus dirinya yang sejatinya akan menjadi seorang suami yang tinggal kerja dan tidak perlu membereskan rumahnya? Entahlah Naruto tidak tahu di mana ibu tirinya menaruh logika dan akalnya.

Ini mimpi buruk! Real Nightmare! Bagaimana bisa seorang tuan muda yang selalu ada pelayan yang membantunya-dulu- membersihkan SENDIRI rumah mewahnya? Ya... itu mimpi buruk, bukan? Kau menjadi pembantu di rumahmu sendiri! Holly Shit!

Lalu bagaimana dengan kedua saudari tirinya? ABAIKAN! Mereka berdua hanya bisa memperberat pekerjaan Naruto, seperti sengaja menaburkan pasir ke dalam rumah, sehingga ibu tirinya akan marah besar padanya karena dianggap tidak becus dalam menjalankan perintah 'setan'nya. Seharusnya jangan salahkan dirinya jika tidak terlalu bersih dalam hal sapu-menyapu atau pel-mengepel . Dia laki-laki tulen, ingat? dari keluarga pebisnis sukses Namikaze yang selalu siap dengan pelayannya pula. Ah! rasanya ingin sekali Naruto mengusir ketiga wanita menjijikan itu dari rumahnya. Sayangnya hal tersebut tidak bisa terjadi sampai surat wasiat dari orang tuanya dibacakan 3 bulan lagi. Ya... jika seluruh kekayaan orang tuanya jatuh kepada ibu tirinya, ia bersumpah akan langsung hengkang kaki dari rumah itu tanpa melirik sedikit pun harta yang diwariskan tersebut, karena menurutnya itu menjatuhkan harga diriya sebagai seorang Namikaze, tapi jika seluruh harta orang tuanya jatuh ke tangannya, dengan hati yang seluas lapangan bola ia akan menendang ketiga orang itu dari rumahnya tanpa mengindahkan kalau wanita yang bernama Anko Mitarashi itu ibu tirinya. Masa Bodoh!

.

BRAK!

Benar saja! Sapu yang ada di tangan ibu tirinya tadi sukses menabrak pintu kamar mandi Naruto. Oh! Jangan lupakan teriakan yang kembali mengisi keheningan pagi ini.

"Dengar, bocah! Kau tidak akan kuberi makan sampai kau mengerjakan seluruh pekerjaan rumah!"

"Kenapa tidak kau saja yang menyelesaikannya? Ah! jangan-jangan yang pemalas di sini adalah kau?"

Pemuda bersurai kuning yang ada di dalam kamar mandi tadi hanya memutar bola matanya bosan.

"AGHH! Dengar, aku tidak pernah main-main dengan ancamanku... khukhukhu... kau akan mati kelaparan, sialan!" Kata Anko yang tentu saja dibalas decihan malas dari Naruto.

BRAK..

Pintu kamar Naruto langsung dibanting dengan kasar oleh ibu tiri yang telah dirusakmood-nya oleh Naruto.

"Huh, Lihat saja. Kau tidak akan bisa berkuasa penuh di atas rumahku sendiri! Khukhukhu..."

Pemuda bersurai kuning tadi ikut tertawa psyco, karena berjuta-juta ide jahat telah ia siapkan spesial untuk ibu tirinya.

.

.

Other Side

.

Di sebuah ruang keluarga mewah dengan desain eropa yang kental, duduk seorang laki-laki bersurai raven mencuat kebelakang di temani dengan seorang laki-laki lain yang juga berambut raven. Mereka berdua tampak sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Si raven mencuat sedang membaca buku tebal yang entah apa isi buku itu, sedangkan laki-laki bersurai raven yang diikat ke belakang sedang bermain rubik.

"Sasuke, bagaimana perkembangan pesta hallowen yang akan kau adakan?" tanya si raven yang dikuncir tanpa mengalihkan perhatiannya dari kubus ajaib di tangannya itu.

Merasa di panggil, si raven mencuat yang saat ini kita ketahui bahwa namanya Sasuke itu menutup bukunya dan mengambil segelas teh hangat yang ada di atas meja.

"Ya, lumayan."

Sasuke meneguk teh itu perlahan dengan gaya yang elegan, khas seseorang yang terhormat.

"Pesta Hallowen itu harus dipersiapkan sesempurna mungkin, kalau perlu kau dekorasi saja ballroom-nya dengan emas, ah! lebih bagus lagi kalau memakai..."

"Tak usah banyak bicara, aku yang mengatur semuanya,karena ini pestaku!" potong laki-laki bersurai raven mencuat yang bernama Sasuke itu.

"Cih, aku kan hanya menyarankan."

Laki-laki yang lebih tua dari Sasuke itu melipat kedua tangannya di depan dada dengan wajah dingin khas seorang Uchiha.

Uchiha?

Siapa itu?

Ah, Kalian pasti bertanya-tanya perihal dua pemuda tampan bersurai raven dan beriris onyx tadi. Baiklah, author akan mengenalkannya meski pun kalian sudah tahu kedua manusia tampan ini _. Mereka adalah duo pengusaha sukses dari keluarga Uchiha yang memiliki penghasilan terbesar se-Negara Api. Pemuda berambut raven yang diikat ke belakang adalah si sulung. Namanya Itachi Uchiha. Owner perusahaan 'Akatsuki Corp' yang sekarang telah memiliki cabang di berbagai kota dan negara. Meski keluarganya sudah sangat kaya, ia merasa tidak puas karena harta keluarga Uchiha bukan hasil tangannya sendiri. Maka dari itu dia membuka perusahaan baru yang ia handle sendiri. Sama halnya dengan si bungsu Uchiha yang wajahnya seperti seorang Pangeran itu, Sasuke Uchiha. Di umurnya yang baru menginjak 21 tahun, ia telah menamatkan study-nya hingga S3 dan sekarang tengah mengembangkan perusahaan barunya yang ia namai dengan 'Onyx Corp'. Meski perusahaan itu masih baru, hasil penjualan produk perusahaannya bisa bersaing dengan perusahaan kakaknya maupun perusahaan besar seperti perusahaan keluarganya-Uchiha Corp- dan perusahaan Namikaze Corp.

"Aku ingin pergi ke perpustakaan kota." Kata Sasuke sambil mengambil kunci mobil dan jaket hitamnya.

"Batalkan saja, Otoutou... di luar sangat gelap dan sepertinya akan turun hujan." Kata Itachi tanpa mengalihkan perhatiannya dari rubik yang tengah ia susun.

"Hn."

.

.

"Naruto! Ini gaunku, cuci sampai bersih!" seorang wanita berambut pink dengan gaya angkuh sambil melemparkan sebuah gaun berwarna merah ke wajah Naruto.

"Ini juga! Aku tidak mau kalau masih berdebu dan kau harus menyetrikanya hingga rapi, kalau tidak... kami akan melaporkanmu pada mama!" ancam seorang gadis berkacamata dan berambut merah seperti cabai. Kedua gadis yang menjadi saudari tirinya itu memperlihatkan seringainya yang jujur saja membuat Naruto ingin menghajar mereka, tapi karena dia ingat jika laki-laki sejati tidak akan melukai wanita, ia mengurungkan niatnya.

"Oh, Jadi ini gaun kalian? Indah sekali... akan kucuci sampai bersih." Kata Naruto dengan seringai menakutkan. Ya... dia akan memberi dua gadis pemalas yang sejatinya sangat angkuh itu pelajaran. Pelajaran yang tak akan pernah mereka lupakan.

.

"Narutooooo!"

Gadis berambut pink yang sedang menyisir rambutnya itu berteriak keras hampir merobohkan kediaman mereka.

"Ya, ada apa, Sakura?"

Sebuah suara kalem terdengar dari arah belakang si gadis berambut pink yang bernama Sakura.

"Lipat semua pakaianku!" katanya sambil menunjuk tumpukan baju yang menggunung di ranjang gadis itu.

'Melipatnya? Jangan harap!' inner Naruto sambil memaju mundurkan bibir cherrynya, kesal.

"Ck, aku belum selesai mencuci. Oh iya, gaunmu tadi sedang ku keringkan di beranda kamar dan sepertinya sudah kering. Aku ingin meminta bantuanmu untuk mengambil gaun itu." kata Naruto disertai senyum mentari yang dapat membuat semua seme bertekuk lutut untuknya.

Perkataan Naruto sukses mengalihkan gadis pink itu dari acaranya menyisir rambutnya.

"Kenapa harus aku?" Kata Sakura sambil melipat kedua tangannya di depan dada dengan angkuh.

"Karena berat badanmu tidak seberat berat badanku. Aku takut besi yang mengelilingi beranda itu patah saat aku mengambilnya nanti." Jelas Naruto dengan wajah yang serius,padahal apa yang ia katakan real bullshit.

"Cih, dasar tidak berguna!"

Gadis itu menghardik dan melenggang melewati Naruto yang sekarang sedang bersorak gembira atas kebodohan saudari tirinya. Ya.. jika kita pikirkan dengan logika, bagaimana bisa Naruto tidak bisa mengambil kembali gaunnya, sedangkan Naruto tadi bisa menggantungnya.

"Cepatlah, di mana!"

Naruto yang benar-benar gembira saat itu langsung berjalan mendahului Sakura, sampailah ia tiba di beranda kamar si gadis bersurai merah cabai, Karin.

"Hei, Kenapa kau menggantungnya di berandaku, sialan!"

Karin langsung menunjuk wajah Naruto dengan angkuh, namun di acuhkan oleh Naruto yang terlalu bersemangat dengan rencananya.

"Ini dia."

Sakura mengamati gaunnya yang berwarna merah dan gaun saudarinya yang berwarna silver itu sebentar, kemudian dengan kesombongan yang terjejal di hatinya ia menaiki besi itu. Ya... dia ingin mempercundang Naruto.

"Hei, Kau juga! Bantu saudarimu!" kata Naruto sambil mengisyaratkan karin untuk membantu Sakura.

"Cih, kau itu pembantu di sini! Kau tak berhak memerintahku." Kata Karin dengan angkuh sambil berkacak pinggang.

"Uhm, begitu. Setidaknya aku masih bisa rendah hati dibanding dua orang kampungan yang menumpang di rumah orang lain." Kata Naruto dengan senyum manis yang bisa diartikan sebuah hinaan untuk duo saudari tirinya itu.

"Hei, bantu aku, Karin!" teriak Sakura sambil menggapai-gapai gaun yang berterbangan kesana kemari karena tertiup angin.

"Iya.. Iya.."

Karin melangkahkan kakinya menuju Sakura yang tampak susah payah mengambil gaunnya itu.

"khukhukhu..."

Tanpa mereka sadari laki-laki yang berada di belakang mereka tadi tersenyum misterius.

Sakura yang tidak sadar jika besi datar yang ia injak itu telah dilumuri minyak sayur terus saja menggapai-gapai gaunnya, sedangkan karin bersusah payah menaiki besi itu. Ketika akan mencapai besi datar itu, tangannya refleks memegang kaki Sakura untuk mencari tumpuan dan ternyata...

SYUUUT

"HUWAAAAA...!" duo saudari itu berteriak keras sebelum suara 'JBURRR' terdengar di telinga Naruto. Ya.. mereka tercebur ke dalam kolam yang berada tepat di bawah beranda kamar Karin.

"Bwahahahaha... dasar bodoh! Hahaha.. rasakan, itu!"

Naruto tertawa terbahak-bahak saat melihat kejadian hebat yang baru saja terjadi di depan matanya. Ia tidak menyangka strategi minyak sayur tadi langsung berhasil, padahal ia sudah memikirkan ratusan kejahilan cadangan jika strategi minyak sayur ini tidak berhasil.

Tiba-tiba

"Aku tidak akan membiarkan dirimu menyentuh sesuap nasi pun, bocah sialan!"

Sebuah teriakan menggelegar langsung menyapa telinga Naruto yang notabene-nya masih menertawakan kedua saudari tirinya.

"Oii! Kau ini bisa memelankan suaramu tidak? Telingaku sakit!" kata Naruto sambil memutar bola matanya bosan. Sungguh! Ingin rasanya Naruto turut serta menceburkan ibu tirinya yang menjengkelkan ini. Aha! Ya... kenapa tidak?

Anko berjalan dengan cepat ke arah beranda untuk melihat keadaan dua anak gadis kesayangannya. Namun naas, ketika ia menaikki sedikit trali itu, Naruto langsung mengangkat kaki ibu tirinya dan alhasil...

"HUWAAA... Bocah sialaaaan!"

JBURR

"Bwahahahaha... dasar nenek sihir! Kau pikir siapa dirimu? Ini rumahku! Darah Namikaze ada pada darahku, sedangkan kalian? Hanya menumpang!"

Naruto menunjuk-nunjuk ibu dan kedua saudari tirinya dengan wajah konyol, seakan-akan mencemooh kebodohan mereka.

Setelah puas menertawakan ketiga wanita itu, Naruto langsung turun ke lantai bawah untuk pergi dari rumahnya sementara waktu. Ya.. karena mereka bisa saja melakukan hal keji untuk membalas dendam pada Naruto.

.

TING TONG

TING TONG

.

Suara bel terdengar dari luar rumah Naruto saat ia menginjakkan kakinya di lantai bawah tersebut.

"Ya, tunggu sebentar."

Dengan cepat ia berlari kecil agar tidak membuat si tamu menunggu lama.

CKREK

"Halo, Naru-chaan!"

Seorang laki-laki berambut coklat tua dengan luka yang melintang di wajahnya langsung memeluk Naruto tanpa aba-aba. Berulangkali ia menciumi pipi, kening dan mata Naruto seperti orang yang sudah sangat intim hubungannya dengan Naruto. Memang! Dia adalah paman Naruto, Iruka Umino, Presdir sementara Namikaze Corp.

"Ah! Pamaan Irukaaaa!"

Naruto memeluk balik paman kesayangannya itu dengan hangat, karena posisi Iruka yang menjadi Presdir sementara di Namikaze Corp cukup menyita waktunya bersama Naruto.

"Nyonya Anko. Apa kabar anda?" tanya pamannya itu sambil melepaskan pelukannya dari Naruto. Dahinya mengerut heran saat melihat ibu dan dua anaknya itu berjalan mengendap-endap ke dalam rumah dengan baju dan tubuh basah kuyup.

"A,hahaha... sangat baik, Iruka-san. Sangat baik." Kata Anko sambil membungkuk malu-malu yang jujur saja membuat Naruto ingin memuntahkan isi perutnya.

"Baguslah kalau begitu. Ngomong-ngomong, kenapa anda, sakura dan karin basah kuyup sepeti ini?"

Ibu tiri Naruto menyembunyikan kekesalannya dengan cara tersenyum semanis mungkin yang sebenarnya terlihat aneh di mata Iruka, apalagi di mata Naruto.

"Ck, tak usah pedulikan mereka paman. Biarkan mereka mengurus diri sendiri." Kata Naruto sambil membimbing pamannya untuk duduk di sofa mewah milik keluarga Namikaze.

"Ah, Kaa-san, gantilah baju anda. Oh iya... Sakura, Karin, siapkan makan malam yang enak ya..." kata Naruto dengan nada yang super menjengkelkan. Ya.. dia akan menghancurkan ketiga wanita itu dengan membuat malu mereka di depan pamannya ini.

"Wah, Sakura-chan dan Karin-chan bisa memasak ya?" kata Iruka sambil menampilkan senyum manisnya.

"Pffftt... Iya, mereka ahli memasak paman..."

'ahli memasak makanan beracun.' Sambung Naruto di dalam hati.

"Ee..ee.. kami tidak.."

"Ah, jangan malu-malu, Sakura-chan." Potong Iruka saat gadis itu hendak melontarkan penolakan.

"Iya, masakan kalian kan bisa mematikan lidah. Eh! Maksudku lidah kita bisa mati rasa karena sangat enak."

Naruto terkekeh geli saat melihat ketiga wanita itu mencoba sesabar mungkin dengan apa yang Naruto katakan dan inginkan. Ya... mereka tidak bisa apa-apa jika pamannya sudah datang menjenguk Naruto.

"Iya, masaklah masakan yang enak, ya... Sakura, Karin." Kata sang ibu yang tentu saja permintaannya tidak bisa ditolak oleh mereka berdua.

Akhirnya ketiga wanita basah kuyup itu pergi dengan senyum yang dibuat-buat dan kali ini mereka harus mengakui jika mereka tidak sepenuhnya bisa mengancam anak tunggal Namikaze itu.

Selamat, Naruto! Kau unggul 100 angka dari mereka.

.

"Paman kemari mau memberikan undangan ini." Kata Iruka sambil menyodorkan sebuah undangan berwarna hitam dan oranye.

"Pesta Hallowen? Keluarga Uchiha? Wow! Bisa juga keluarga es itu mengadakan pesta hallowen."

Naruto terkekeh geli. Bagaimana tidak terkejut? Keluarga itu dikenal dengan sikapnya yang dewasa dan sangat dingin, tapi saat ini di tangan Naruto bertengger manis undangan pesta hallowen dari keluarga es itu! Ah, You must be Kidding me!

"Ya, Paman juga tidak percaya, tapi katanya pesta itu bukan ajang takut-menakuti seperti pesta hallowen yang biasanya. Ini ajang mencari jodoh untuk si sulung dan si bungsu Uchiha." Jelas Iruka.

"Oh begitu, aku sarankan saja untukmu paman! Jangan sampai duo pengusaha sukses itu mengambil salah satu dari dua gadis tadi. Aku pastikan ia akan menyesal seumur hidup." Kata Naruto dengan tatapan serius yang tidak dibuat-buat.

"Memangnya kenapa? Sakura dan Karin, kan cantik dan manis."

'ndasmu, manis... Paman!'

Ingin sekali Naruto menghardik pamannya yang terlalu percaya dengan sikap lemah lembut keluarga itu.

"Cih, mereka itu..."

"Ini, teh untuk anda." Potong suara yang terdengar menyeramkan di telinga Naruto itu memasuki lorong dan menggedor gendang telinganya. Sukses membuat Naruto berdecih pelan karena belum sempat membocorkan rahasia ketiga wanita itu pada sang paman.

"Ah, terima kasih, Nyonya Anko."

Sang paman tersenyum manis sambil mengangkat cangkir teh yang masih hangat itu.

"Baiklah,paman... Naru mau ke rumah Kiba. Ingat apa yang Naru katakan, paman." Kata Naruto sambil melirik sinis ke arah ibu tirinya yang sudah memutih karena takut paman Naruto sudah tahu apa yang mereka lakukan pada Naruto.

Setelah itu, Naruto pun melenggang pergi dengan berjalan kaki untuk kerumah Kiba, karena motor dan mobil miliknya sengaja ditahan ibu tirinya itu.

Haaah... baginya rumah yang dulu adalah surga baginya terasa seperti neraka sekarang. Jika boleh meminta, ia ingin merasakan kebahagiaan dan kehangatan lagi seperti yang ia rasakan ketika keluarga kandungnya masih berkumpul lengkap.

.

.

16.00

.

.

"Sial! Sialan!Sial!"

Berulang kali Sasuke merapalkan perkataan kotor itu, karena kesal dengan kesialannya hari ini. Bagaimana tidak kesal? Pertama, Mobil sport hitamnya yang selalu dalam kondisi prima itu tiba-tiba mogok di tengah derasnya hujan. Kedua, dompetnya di rampok oleh orang tak dikenal yang mengendarai motor pada saat ia sedang memeriksa mobilnya dan yang ketiga handphone canggihnya yang selalu on, mati karena kehabisan .. benar-benar memperlengkap penderitaannya hari itu. Mobil mogok, dompet dicuri, baterai handphone mati dan itu semua terjadi pada saat hujan lebat. Yeah,Double Shit! Ia tidak mengerti kenapa Kami-sama memberinya kesialan yang hebat pada hari ini. Ah, coba saja ia mendengarkan perkataan aniki-nya tadi, pasti saat ini ia masih duduk santai di temani teh di sampingnya.

Akhirnya Sasuke yang kesal setengah mati mencoba mendinginkan kepalanya dengan cara berdiam diri di sisi trotoar. Ya.. mungkin saja dengan bermandi air hujan ia dapat berpikir jernih dan mengembalikan sikap Uchiha-nya kembali seperti semula.

Tiba-tiba..

"Hei, Kenapa kau tak berteduh?"

.

.

.

ZRASS..

.

Hujan membasahi bumi dengan hembusan angin kuat yang membuat helaian pirang Naruto bergoyang. Ia eratkan mantel kuningnya agar tercipta rasa hangat pada tubuhnya. Payung yang ia pinjam dari Kiba terasa tidak berguna, karena air hujan masih terasa menampar-nampar telak wajahnya.

"Oh, Kami-sama... kenapa membeli pulsa saja seperti mau perang." Lirih Naruto di sela-sela perjuangannya menembus hujan. Wajahnya yang manis itu tiba-tiba tersenyum riang saat ia melihat papan lampu counter pulsa yang berada sekitar 100 meter darinya. Dengan langkah cepat ia melangkah menuju tempat itu, namun langkahnya terhenti saat seorang pemuda bertudung hitam berdiri diam di depan tempat dan membiarkan hujan membasahi tubuhnya. Naruto mengerutkan dahinya melihat tingkah aneh pemuda berkulit porselen dan bertubuh yang terbilang ehm... sexy itu. Ya.. orang bodoh mana yang mau berdiam diri di tengah-tengah hujan deras seperti ini, kecuali jika orang tersebut sakit jiwa.

"Hei, Kenapa kau tak berteduh?" tegur Naruto sambil menepuk bahu pemuda yang lebih tinggi beberapa senti darinya itu.

"Karena aku tak ingin." Jawabnya dengan nada datar yang terkesan dingin mengundang decakan kesal dari pemuda pirang berwajah manis itu.

"Kau menunggu seseorang?"

Pria itu menggeleng lemah masih dengan tudung yang menyembunyikan wajah dan surainya.

"Uangku dirampok dan aku tidak bisa pulang, baterai handphoneku juga habis." Kata pria itu masih dengan nada datarnya.

Naruto menghela nafas sebentar mendengar curhatan singkat si pemuda, kemudian ia memandangi uang yang ada di saku mantelnya. Hanya 50.000 Ryo di tangannya sekarang,mengingat jika seluruh kartu ATM-nya sudah dibekukan oleh wanita jalang yang menjelma menjadi ibu tirinya. Jujur, ingin sekali ia menolong pemuda berkulit porselen itu, namun di sisi lain ia memiliki kebutuhan lain yang harus dipenuhi. Ia harus memilih!

'Ah, sudahlah...' Naruto pun mengambil selembar uang 50.000 Ryo dari dalam saku mantelnya, kemudian tangannya melambai-lambai mencoba menyetop taksi berwarna kuning yang masih melintas di tengah hujan deras ini.

'Mau apa pemuda ini?' batin si pemuda dengan surai raven saat melihat pemuda bersurai kuning itu sibuk sendiri.

"Nah, Naiklah. Kau bisa pulang!"

Naruto membuka pintu taksi dengan cepat dan menginterupsi si pemuda yang ia tahu memiliki iris sehitam malam itu masuk ke dalamnya.

"Hn, aku tidak butuh bantuanmu." Katanya dengan nada angkuh yang membuat Naruto jengkel setengah mati.

"Ck, Naiklah sekarang, Teme!" seru Naruto yang suaranya teredam oleh derasnya hujan. Tangannya yang terbalut mantel kuning itu menarik pemuda tadi sedikit kasar, sehingga tudung kepala yang dikenakan olehnya terbuka menampilkan seorang pemuda tampan dengan surai raven dan mata sehitam malam.

"Hn." Mau tak mau pemuda beriris onyx tadi pun masuk ke dalam taksi itu karena pelototan si pirang terarah seperti laser untuknya.

"Ini uangnya,pak. Jika ada kembaliannya ambil saja." Kata Naruto sambil menyerahkan selembar uang 50.000 Ryo pada supir taksi yang memakai seragam biru.

Pemuda raven itu ingin mengucapkan terima kasih secara gamblang, namun entah mengapa bibirnya seperti terkunci saat ini.

"Hati-hati di jalan...!"Kata Naruto sambil melambaikan tangannya dengan senyuman lima jari yang bertengger manis di wajahnya

"Terima kasih."

Sebuah lirihan kecil akhirnya keluar dari mulut pemuda bersurai raven itu meskipun ia yakin suaranya tidak akan terdengar oleh si pirang.

"Ya, sama-sama!"

Si raven sedikit terperanjat karena lirihannya tadi terdengar oleh si pemuda pirang, namun beberapa detik kemudian sebuah senyuman manis tertoreh di wajah si raven meskipun tak akan terlihat,karena taksi yang ia tumpangi mulai meninggalkan jalan di mana mereka bersua tadi.

"Hei, pinjamkan aku handphonemu!" kata Sasuke sambil menepuk pelan bahu sopir itu.

"e... baiklah."

Si supir yang tampaknya mengenal pemuda bersurai raven itu menyerahkan handphone-nya. Ya... mau bagaimana pun juga ia rasa dirinya bermimpi telah membawa orang terkaya se-Negera Api ini.

Setelah menerima handphone jadul yang warnanya sudah memudar itu, Sasuke langsung mengetik nomor telpon laki-laki yang menjadi bawahannya, Juugo.

"Halo? Ada apa, Sasuke-sama?"

"Juugo, aku ingin seluruh distrik Konoha diundang dalam pestaku, karena aku akan menemukan kembali malaikat itu."

.

.

.

T

B

C

To Be Continued

.

.

Huwee... jangan pelototin Miyu kayak gituu... huwee... Iya, Miyu tahu salah, Miyu udah tumpuk-tumpuk cerita... Huwee... Gomen, nee... Miyu usahain cerita-cerita lainnya bisa update secepatnya... #bungkuk-bungkuk sama Minna.

Olaaaaa... Miyu kembali dengan cerita baru yang moga saja bisa menghibur Minna-chan... hehehe...

Fic ini udah lama ada di otak Miyu, tapi belum ketulis dan akhirnya, voilaaa... chapter satunya selesaaai...

Mohon reviewnya Minna, di kritik abis-abisan Miyu juga rapopo T.T, karena review dan fav Minna merupakan suplemen buat Miyu, sebelumnya makasih, yaa... Minna... udah baca dan rela menunggu fic-fic Miyu yang belum Miyu lanjutin.

Makasiiiiih... _ Miyu sayang Minna... :*