Di sebuah kota yang bernama Konoha, hiduplah seorang pemuda manis bersurai kuning dan beriris safir yang hidup bersama ibu tiri dan kedua saudari tirinya. Setiap hari ia selalu dipaksa untuk membersihkan seluruh rumahnya yang terbilang sangat besar itu. Jika ia menolak, maka ibu tirinya tidak akan memberinya makan, tapi si Cinderella bergender laki-laki ini tidak kehabisan akal untuk memberi pelajaran kepada ibu tiri dan kedua saudari tirinya yang sudah menyiksanya , apakah ada pangeran yang bisa menyelamatkan si Cinderella jepang ini dari kekangan ketiga keluarga tirinya itu?Entahlah hanya waktu yang bisa menjawabnya.
Baiklah, inilah kisah Cinderella berwajah manis itu.
.
.
Disclaimer : Masashi Kishimoto-sensei
Pair : SasuNaru (of Course)
Genre : Romance/Drama
Warning : TYPO di mana-mana, GaJe, Alur Kecepetan, BL/ Boys Love, Shonen Ai, pokoknya gajeeee... T.T
Dedicated for Event NightSun Hallowe'en yang udah lewat, kwkwkw
.
.
An OOC Cinderella
.
.
CKIITT….
Suara decitan ban terdengar dari mobil Limousin yang baru saja terparkir di halaman rumah yang beraksen eropa itu. Pukul 00.30 tepatnya, dua orang pemuda keluar dari dalam mobil tersebut dengan raut wajah yang sulit untuk digambarkan. Kelelahan? Mungkin.
"Hah… Hah… Hah… Untung saja supirmu handal sekali menyetir. Kalau tidak, habislah kita, Kiba!" Kata seorang pemuda berambut kuning yang masih memakai setelan jas putih-nya- Naruto.
"Iya, Hah.. Hah… dan Bagaimana bisa para pemburu hewan langka itu ada di pesta?"
Pemuda lain yang dipanggil Kiba tersebut mengusap dagunya, tanda berpikir.
"Mungkin bos mereka kolega dari perusahaan Uchiha, ya… kau tau, lah… Banyak yang mengatakan perusahaan Uchiha Corp juga bekerja sama dengan geng-geng yang berada di pasar gelap." Kata Naruto sambil melangkahkan kakinya yang hanya beralaskan satu pantofel ke dalam rumah beraksen eropa itu.
"Hm,… mungkin. Hn?" Kata Kiba, setelah itu ia terdiam sesaat, mengamati kaki kiri Naruto yang tidak beralaskan sepatu.
"Naruto…" Panggil Kiba.
Pemuda bersurai kuning itu lekas mendudukkan tubuhnya di atas sofa sambil bersandar bebas.
"Ada apa?" Baru ia jawab panggilan temannya itu.
"Kenapa pantofel yang kau pakai hanya satu? Kemana yang satu lagi?" Tanya Kiba dengan raut wajah yang berubah sedikit cemas.
"AH!" Naruto menepuk dahinya dengan keras.
"KIBAA! Sepatu ayahmu yang sebelah lagi tertinggal di tempat pesta! Kakiku tersandung sedikit dan sepatu itu terlepas, aku tidak sempat mengambilnya…" Kata Naruto. Wajahnya juga ikut-ikutan cemas.
"Waduuh! Bagaimana ini?!" teriak Kiba sambil meremas rambut jabriknya.
"Setelan jas dan sepatu yang kau pakai itu bernilai sejarah untuk keluargaku. Aku juga belum memberitahu mereka kalau aku meminjamnya." Lanjut Kiba. Ia mendudukan dirinya di atas sofa sambil menatap lantai keramik mewah rumahnya. Terlalu frustasi untuk membayangkan apa yang ayah dan ibunya lakukan jika mereka tahu tentang setelan jas itu.
"Maafkan aku…" Lirih Naruto.
Naruto yang melihat Kiba begitu frustasi merasa sangat bersalah, apalagi Kiba nekat mengambil setelan itu demi dirinya.
"Aku akan kembali ke ballroom itu besok pagi, aku janji akan mengembalikannya. Biar aku yang bilang pada Bibi dan Paman." Lanjut Naruto dengan tatapan menjanjikan.
Kiba menghela nafas sebentar.
"Haaah… Semoga mereka dalam mood yang baik besok."
"Besok?" Tanya Naruto, mengangkat alisnya sebelah.
"Tou-san dan Kaa-san akan pulang besok pagi." Kata Kiba masih dengan helaan nafasnya.
"APAAA?!"
Teriakan Naruto terdengar menggema di dalam rumah Kiba memecah kesunyian malam, menghentikan nyanyian jangkrik bahkan mungkin bisa menulikan kelelawar.
.
.
Uchiha's Mansion
.
.
"Kau sudah dapat lokasi pemilik mobil itu, Juugo?" Tanya seorang laki-laki berambut hitam dengan style ekor ayam yang kita tahu namanya Sasuke.
Ia tampak duduk di atas sofa berwarna abu-abu miliknya dengan wajah terkesan serius menatap laki-laki berperawakan tinggi di depannya.
Laki-laki yang ia panggil Juugo itu mengangguk pasti sambil menghampiri Sasuke dengan Tab di tangannya.
"Pemiliknya Tsunayoshi Inuzuka, tinggal di distrik Konoha." Kata Juugo. Ia tampak memperlihatkan foto seorang laki-laki paruh baya berkulit putih dengan rambut coklat lengkap dengan data dirinya.
"Hmm…"
Gumam Itachi yang sedari tadi berada di ruangan yang sama dengan Sasuke.
Jujur saja sebenarnya Itachi sudah mendapatkan identitas malaikat pirang adiknya dan ia yakin sekali kalau malaikat pirang itu bukan seseorang yang berasal dari keluarga Inuzuka. Lantas, kenapa mobil yang dipakai oleh malaikat pirang malam tadi milik seorang keluarga Inuzuka? Mencuri? sepertinya tidak mungkin malaikat pirang itu mencuri mobil seseorang hanya untuk pergi ke pesta, apalagi yang ia tahu malaikat pirang itu berasal dari keluarga yang terhormat.
Ya, sebenarnya Itachi sudah tahu identitas malaikat pirang Sasuke,hanya saja ia ingin memastikan jika malaikat pirang ini benar-benar baik dan pantas untuk adiknya. Ia tidak ingin buru-buru memberitahu Sasuke, karena ia yakin adiknya tidak akan pernah mendengarkan perkataannya lagi jika diberitahu semua informasi tentang malaikat pirangnya. Lihat saja sekarang , hanya karena berdansa beberapa menit saja dengan malaikat itu, adiknya benar-benar Out of Character. Wajah yang tak berhenti menyeringai, bunga-bunga ilusi yang entah mengapa terlihat nyata di belakang Sasuke bahkan Itachi yakin ia tak pernah melihat Sasuke se'cerah'ini seumur hidupnya. Memang bagus, Itachi suka dengan sifat Sasuke yang tidak dingin dan cuek semenjak bertemu dengan malaikat pirang itu, namun tetap saja, dia tidak boleh lengah dan harus tahu lebih dulu latar belakang si malaikat pirang dibandingkan Sasuke. Ya, salahkan saja sifat brother complex Itachi.
.
FLASHBACK
.
"Nama?"
Suara berat yang berasal dari laki-laki kekar bertampang horor di depannya membuat Naruto sedikit gemetar, karena mengingatkannya pada para pemburu hewan yang berasal dari rumah jagal dimana ia menemukan Kurama dan Manda.
"Na-Na-Naruto U-U-Uzumaki…" Kata Naruto dengan suara yang tercekat sambil menyebutkan nama kecilnya dan nama keluarga ibunya, karena ia yakin jika ia menyebutkan nama keluarga ayahnya, kemungkinan diterima untuk kerja part time adalah 10%, Ya… Siapa yang mau mempekerjakan part time seorang anggota keluarga perusahaan nomor 2 di negara Hi? Bisa-bisa Naruto hanya dianggap mata-mata dari perusahaan ayahnya untuk menjatuhkan usaha kecil milik orang lain.
"Hmm… Tempat tinggal?" laki-laki tersebut bertanya kembali.
Naruto berpikir sebentar, mencari tempat lain selain tempat tinggalnya yang berada di perumahan elit yang dimiliki oleh perusahaan ayahnya.
'AHA!' Sepertinya Naruto mendapat ilham mendadak, karena jika dilihat dengan seksama kita dapat menemukan bohlam tengah menyala terang di atas kepalanya.
"Distrik Konoha." Jawab Naruto tanpa ragu, karena ia teringat rumah Kiba yang berada di Distrik Konoha.
"Eh?! Distrik Konoha?"
Laki-laki kekar bername tag 'Darui' itu membelalak, sampai-sampai ia mencondongkan wajah seramnya mendekati Naruto.
"Me-memangnya kenapa?" Tanya Naruto yang refleks menjauhkan wajah manisnya.
"…."
Darui menghela nafas, kemudian berdiri dari tempat duduknya.
"Kau di terima! Sekarang, berdiri di sana dan aku akan mengambil fotomu." Kata si Manager bertampang preman itu sambil menunjuk pojok ruangannya.
"Eh? Mengambil fotoku? Aku sudah meninggalkan foto ku di map yang tadi kuberikan." Kata Naruto yang merasa curiga, karena selama yang ia tahu foto si pelamar kerja ditinggalkan bersama data-data pribadi dan CV dalam satu map. Ia tidak pernah mendengar manager akan memotret calon pekerjanya, apalagi dengan handphone yang sekarang tengah dipersiapkan oleh pria kekar itu.
"Di café ini, aku manager-nya. Kau cukup diam dan ikuti apa yang aku katakan. Sekarang, cepat berdiri di sana dan aku akan memotretmu."kata Darui yang terlihat menggebu-gebu.
Sepertinya perkataan Darui yang cukup menusuk itu membuat Naruto bungkam dan hanya bisa mengikuti kemauan aneh sang manager. Ya… Naruto berpikir jika manager-nya yang bertampang preman itu memiliki ketertarikan pada pemuda tampan seperti dirinya. Uggh! Naruto berharap fotonya tidak dijadikan objek fantasi seks oleh pria itu. (Tapi setidaknya akan dijadikan objek fantasi seks oleh laki-laki lain. *Author ketawa nista*)
"Yap! Ini seragam mu, dan mulailah bekerja hari ini." Kata Darui sambil melempar seragam berwarna coklat muda khas pelayan di café yang bernama 'De Itachi Café' ini pada Naruto.
"Hari ini? Benarkah? Arigatou… Arigatou… Darui-sama!" Kata Naruto yang membungkukkan badannya berkali-kali sambil memeluk seragam coklat itu dengan erat.
"Ya…" kata Darui dengan seringai yang sulit diartikan.
Sepeninggal Naruto, Darui segera menekan tombol ponselnya dengan terburu-buru.
"Halo? Itachi-sama, saya menemukan orang yang anda cari./Ya… Dia laki-laki berambut kuning cerah dan bermata biru seperti yang anda katakan./Benar, Dia tinggal di distrik Konoha. Fotonya akan segera saya kirimkan pada anda./"
Klik
Sambungan pun terputus….
.
.
"Du… du… du.. du.. La.. la.."
Naruto tampak bersenandung riang di hari pertamanya bekerja sebagai pelayan café yang menjadi salah satu café terkenal di Distrik Konoha. Sebenarnya ia mengetahui informasi tentang Café ini dari Kiba, namun anehnya… ia langsung diterima di café tersebut, padahal kata Kiba, bekerja sebagai tukang pel di café itu saja susahnya setengah mati, karena banyak rentetan tes seberapa profesionalnya si calon pekerja. Bahkan hasil dari tes tersebut akan diumumkan seminggu setelah pengiriman berkas dan tes. Terdengar berlebihan? Tentu saja, namun semua itu sepadan dengan gaji yang ditawarkan Café bergaya Italia ini, karena gajinya bisa mencapai 10 kali lipat dibanding Café biasa. Maka dari itu senyuman Naruto terlihat benar-benar memukau di hari pertamanya ini, sehingga menarik banyak gadis dan pemuda berpredikat seme untuk mampir sejenak dan menikmati Cappucino khas 'De Itachi Café' ini. Termasuk seorang laki-laki berambut hitam panjang dengan pakaian bak seorang super model yang membuat berpuluh-puluh mata memandangnya kagum.
"Silahkan dilihat menunya, tuan…"kata Naruto dengan lembut dan sopan. Tak lupa senyuman manis menghiasi bibir kissable-nya. Entahlah, Naruto sendiri tidak tahu dari mana ia mendapatkan kekuatan, hingga ia bisa beramah tamah layaknya seorang pelayan professional, padahal yang kita tahu Naruto itu buas, susah diatur, dan bermulut kasar. (*dilempar bakiak oleh Naruto* XD)
"Hn… Bawakan aku sajian terenak di café ini!" Kata pelanggan tampan berkacamata hitam tersebut dengan nada dingin.
"Sepertinya Espresso Float bisa menjadi pilihan anda. Mohon tunggu sekitar lima menit, saya akan kembali dengan pesanan anda." Kata Naruto, masih dengan suara yang super lembut. Ia pun berlalu secepat mungkin sebelum tubuhnya membeku karena terus ditatap intens oleh pria tampan berambut panjang dan berkaca mata hitam itu.
"Lee, satu Espresso Float." Kata Naruto pada laki-laki berambut mangkok yang tengah sibuk menyiapkan pesanan-pesanan pelanggan.
"Yo! Naruto!" Sahut laki-laki yang Naruto panggil dengan 'Lee' tadi.
"Jangan terlalu lama!" balas Naruto dengan nada candaan.
"Cih! Jangan meremehkan aku! Pesanan pelanggan yang sedari tadi melirikmu itu bisa kuselesaikan dalam 2 menit!" sungut Lee sambil melirik ke arah pemuda berpenampilan model yang masih menatap punggung Naruto dengan intens.
"Uugh… Pantas saja punggungku terasa panas-dingin.." Kata Naruto yang menoleh sedikit ke arah pemuda modis dengan kacamata hitamnya itu. Mereka tidak sadar jika pria yang sedari tadi melirik Naruto adalah The Super Big Boss dari café tersebut, padahal sedari tadi mereka berdua sudah mendapat kode untuk bersikap baik dari pelayan lain yang ada di sekitar mereka. Haah… mungkin ke-tidak peka-an mereka benar-benar berurat dan berakar.
Mereka berdua nampak sangat akrab, padahal Naruto baru saja mengenalkan dirinya sebagai pelayan baru 4 jam yang lalu. Ya… mungkin karena sikap Naruto yang ramah pada siapa pun membuat ia disukai dan cepat mendapatkan teman. Bahkan, hanya dalam waktu 4 jam tersebut semua staff di café itu terlihat tidak asing dengan keberadaan Naruto yang sejatinya pegawai baru non pengalaman kerja, namun langsung di terima di sana.
.
.
"Silahkan dinikmati, tuan." Kata Naruto sambil meletakkan cangkir besar yang telah terisi dengan Espresso Float dihadapan si pria .
"Sudah lama bekerja di sini?" Tanya si pria tampan yang kita ketahui sebagai pemilik dari café sukses ini.
"Ah! Tentu saja tidak, ini hari pertama saya bekerja." Jawab Naruto dengan kalem dan.. sedikit tidak nyaman, mungkin? Karena tatapan intens nan menusuk dari iris onyx pemuda berambut panjang tersebut yang dirasakan oleh Naruto.
"Begitu…"
Itachi meminum Espresso-nya dengan elegan tanpa mengalihkan tatapannya pada Naruto. Ya! Itachi merasa harus tahu seperti apa pemuda yang disukai adiknya. Jika pemuda itu baik dan tidak bermaksud mencelakakan Sasuke, It's fine! Pemuda itu bisa memiliki Sasuke seutuhnya, tapi jika sebaliknya… Say good bye for your peace life.
"Hn, aku ingin ngobrol sedikit denganmu. Silahkan duduk." Kata Itachi sambil mempersilahkan Naruto duduk di kursi yang ada di depannya.
"Eh?! Apakah tidak mengganggu anda, tuan?"
"Ck! Duduk sajalah, Naruto.. tak usah banyak bicara!" Sungut Darui, si manager bertampang sangar yang kebetulan lewat dan menyadari kedatangan si Big Boss.
"Ba-baiklah.." Kata Naruto sambil duduk di kursi yang berada di hadapan pemuda berambut panjang itu.
"Hm… Naruto Uzumaki dan tinggal di Distrik Konoha?" Tanya Itachi, persis seperti introgasi pihak kepolisian.
"I-iya…" Cicit Naruto.
"Tinggal sendiri atau bersama orang tua?"
"Uhm.. A-ano.. saya tinggal bersama paman dan bibi saya." Kata Naruto, berbohong. Demi keselamatan dirinya agar tidak ditendang dari café tersebut.
"Hm.. " Itachi mengangguk kecil.
"Jadi kau tinggal di Distrik Konoha bersama paman dan bibimu? Orang tuamu tinggal di desa?"
Dahi Naruto sedikit berkedut saat mendengar pertanyaan atau lebih tepatnya pernyataan dari pemuda yang ada di hadapannya saat ini.
"Saya orang miskin, pak. Orang tua saya sudah meninggal." Kata Naruto sambil tersenyum miris. Ya, dia tidak bohong, kan? Naruto yang sekarang bukan Naruto yang dulu. Dulu di sayang sekarang malah ditendang. Seluruh ATM-nya dibeku-kan oleh ibu tirinya, kunci motor dan mobilnya juga disembunyikan, lagipula dia tidak akan mau kerja part-time kalau punya uang banyak. Ia juga tidak bohong masalah orang tuanya. Memang masih ada ibu tirinya, tapi Naruto lebih baik berbohong daripada mengakui wanita iblis itu ibunya walaupun hanya di mulut.
"Begitu… "
Tiba-tiba Itachi berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menghampiri Naruto dengan gelas Espresso Float di tangannya.
Lalu…
BYUUUR!
Tanpa ada angin, badai, hujan, mendung Itachi menyiramkan Espresso Float itu ke kepala kuning Naruto dan sontak membuat si empunya tertegun beberapa detik sebelum matanya menggelap, karena merasa dipermalukan di depan pelanggan yang lain.
"Apa yang kau lakukan, brengsek!" geram Naruto dengan gigi gemeretuk menahan amarah. Apa-apaan ini? Apa dia melakukan kesalahan pada pelanggan kurang ajar itu? Setahunya ia sudah melakukan semua yang pelanggan itu minta, namun balasannya? Cairan Espresso Float di atas kepalanya? Oh! Naruto lebih bisa menerima jika pelanggan itu meminta Naruto meminumnya melalui hidung dari pada harus di basahkan di atas kepala kuningnya itu.
"Mencoba berbohong padaku? Kau tidak akan kubiarkan mendekati…"
BUAK!
Bogem mentah berhasil melayang indah ke wajah si Big Boss, bahkan sebelum ia menyelesaikan kalimatnya.
"Naruto! Apa yang kau lakukan!" Teriak Darui, karena Naruto sudah berani membogem mentah Itachi yang sejatinya pemilik café tersebut, namun Itachi memberi kode pada Darui agar ia tidak ikut campur.
Para pelanggan yang masih berada di sana hanya bisa terdiam,bahkan beberapa diantaranya segera buru-buru pergi dari café tersebut. Untungnya pelayan yang lain berinisiatif agar pelanggan di sana tidak panic dengan mengatakan jika hal tersebut hanya opera sabun untuk menyambut si pegawai baru. Padahal yang terjadi sebenarnya bukanlah opera sabun seperti yang dikatakan pelayan-pelayan café yang lain.
"Wow! Kau berani memukulku, pembohong?" kata Itachi yang segera bangkit sesaat setelah menerima bogem mentah dari Naruto yang tidak terima dirinya dipermalukan di hari pertamanya.
"Kau kira aku tidak berani melakukan hal tersebut padamu?" kata Naruto yang kesabarannya diambang batas.
"Ah! Aku lupa memperkenalkan diri. Aku Itachi Uchiha, pemilik café ini. Mungkin kalau kau bersujud dan meminta maaf karena telah memukulku tadi aku bisa tetap mempekerjakanmu di sini, pembohong!" kata Itachi dengan nada angkuh yang membuat Naruto makin jengkel. Apalagi sedari tadi Itachi menyebutnya sebagai pembohong. Baiklah, Naruto bisa terima dia disebut pembohong karena menyembunyikan identitas aslinya, tapi Naruto memiliki alasan tersendiri untuk berbohong dan tentu saja Naruto tidak bisa sembarangan membocorkan alasan tersebut, apalagi pada orang yang bahkan tak pernah ia kenal.
"Terserah jika kau pemilik café ini dan ingin memecatku. Kau pikir ancamanmu itu membuatku takut? Aku memiliki alasan tersendiri untuk menutupi identitasku. Dan kau…!" Sikap lemah lembut Naruto seakan menguap ditelan angin, digantikan dengan sikap buas yang akan muncul saat ia dipermalukan. Bahkan sekarang jari telunjuk Naruto mengacung di depan hidung mancung Itachi yang memiliki tinggi 10 senti di atasnya tersebut.
"….tidak berhak memaksaku membongkar semua aib yang aku tutupi. Walau kau bosku sekalipun. Aku berhenti!" lanjut Naruto dan setelah itu ia berbalik pergi meninggalkan Itachi yang kini tengah menyeringai puas.
"Menarik sekali."
Itachi segera mengambil ponsel pintarnya dan tampak sibuk menghubungi seseorang, padahal bibirnya terlihat lebam akibat pukulan dari Naruto tadi.
"Juugo! Jangan pernah mengatakan pada Sasuke jika kau sudah menemukan 'malaikat'nya. Ikuti saja dia, kita harus tahu alasan mengapa anak tunggal Namikaze ini bisa sampai bekerja part time." Jelas Itachi.
.
END FLASHBACK
.
"Bagus sekali Juugo! Besok siang kita akan menjemput pemilik pentofel indah ini. Siapkan baju terbaikku." Kata Sasuke sambil tersenyum kecil.
'Oi, oi apa ini benar-benar Sasuke?' inner Itachi, merasa aneh melihat tingkah Sasuke.
"Siapkan juga bajuku, Juugo. Besok aku ikut juga menjemput calon adik iparku." Kata Itachi sambil mengacungkan jempolnya tanpa memperdulikan death glare sang adik yang sepertinya tidak setuju jika ia ikut.
"Siap laksanakan, Sasuke-sama, Itachi-sama."
Laki-laki tinggi besar itu pun berlalu dari hadapan si duo Uchiha.
.
.
10.00 PAGI
Inuzuka's Mansion
.
.
"Maafkan saya, Paman, Bibi." Kata seorang pemuda berambut pirang jabrik yang tak lain adalah Naruto. Ia bersimpuh di lantai-dogeza- di hadapan ayah dan ibu Kiba yang tengah duduk manis menikmati teh.
"Eh?... Angkat kepalamu, Naru-chan."
Kedua orang tua Kiba saling berpandangan satu sama lain, setelah menyuruh Naruto menghentikan aksi dogeza-nya.
"Maaf, Paman, aku memakai baju dan pantofel paman untuk kepesta." Kata Naruto sambil menggigit bibir bawahnya, terlalu takut untuk menatap langsung. Ia tahu kedua orang tua Kiba begitu baik padanya dan kemungkinan dimarahi hanya 1,5%, tapi tetap saja,ia merasa sangat bersalah apalagi pantofel bersejarah ayah Kiba hanya tinggal sebelah.
"Ahh… Tidak apa-apa. Aku kira kau kenapa sampai dogeza seperti itu." Kata Ayah Kiba sambil menepuk bahu Naruto.
"Masalahnya paman, sebelah pantofel yang aku pinjam tertinggal di tempat pesta. Pantofel Putih yang paman pakai saat melamar Bibi." Lirih Naruto, masih dengan wajah terpaku melihat lantai rumah.
"Eh?! Pantofel putih itu?"
"Iya, Paman. Maafkan aku, maafkan aku." Kata Naruto sambil membungkuk berkali-kali dihadapan orang tua Kiba.
"Aku janji akan mencarinya sampai ketemu, paman. Aku janji."
Beberapa detik mereka terdiam, Naruto makin merasa gelisah dengan hitungan waktu yang terasa berjam-jam.
"Haah…"
Helaan nafas terdengar kemudian dan itu benar-benar membuat Naruto lemas.
"Ya, sudah. Tidak apa-apa, kau bukan anak yang ceroboh, pasti kau punya alasan tersendiri sampai meninggalkan pantofel itu." Kata ayah Kiba. Ia tersenyum, menenangkan teman anaknya yang sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri itu.
"Iya,Naru-chan. Tidak apa-apa." Kata Ibu Kiba sambil tersenyum.
Perlahan-lahan Naruto mengangkat kepalanya sampai wajahnya berhadapan dengan ayah Kiba.
Sungguh, Naruto sangat bersyukur bisa berteman dengan Kiba. Ia bisa tetap merasakan kehangatan keluarga meskipun ayah dan ibu-nya sudah tidak berada di sisinya.
"Terima kasih, Paman. Aku janji, pantofel itu akan aku temukan." Kata Naruto dengan wajah serius.
Setelah itu, Naruto bergegas pergi dari kediaman Kiba untuk kembali ke Ballroom yang dipakai untuk pesta malam tadi. Ia tidak boleh berlama-lama, apalagi ia yakin petugas kebersihan pasti sudah mulai membersihkan kembali ballroom itu.
"Naruto, kau bisa pakai motorku. Maaf, aku tidak bisa ikut mencari, sebentar lagi aku akan ke doujo, Nanti aku akan menyusul setelah selesai." Kata Kiba sambil menepuk bahu Naruto yang tengah memasang sepatunya.
"Syukurlah, aku berpikir untuk jalan kaki ke sana. Santai saja, lebih baik kau temani paman dan bibi di rumah, mereka baru pulang,pasti masih kelelahan. Lagipula ini salahku." Kata Naruto.
Ia berdiri sambil membersihkan celananya.
"Baiklah kalau begitu dan Jangan terlibat hal yang aneh-aneh lagi,Naruto!" Kata Kiba sambil menunjuk muka Naruto. Ia tak mau temannya itu terlibat lagi dengan hal-hal yang berbahaya. Cukup sudah dengan Naruto yang membawa dua hewan liar yang membuat mereka berakhir diburu oleh pemburu ilegal.
"Ck, Iya, iya…" Kata Naruto.
Ia menaiki motor Kiba dan bergegas menuju ballroom malam tadi.
.
.
13.20
Inuzuka's Mansion
.
"Kaa-san? Aku saja yang masak, Kaa-san tunggu saja di ruang makan." Kata Kiba sambil mengambil penggorengan dari tangan ibunya.
"Tidak usah, kau temani saja Tou-san. Dia sangat merindukanmu dan Naru-chan." Kata Ibu Kiba, mengambil kembali penggorengan yang tadi diambil Kiba.
"Baiklah. Kalau Kaa-san perlu bantuanku, aku siap membantu." Kata pemuda berambut coklat itu sambil memasang pose hormat di depan sang ibu. Ia pun berlalu meninggalkan ibunya yang kini sibuk memotong sayur-sayuran.
.
.
"Yo! Tou-san." Kata Kiba sambil duduk berhadapan dengan ayahnya. Ia memang biasa menyapa akrab ayahnya seperti itu.
"Apa kau baik-baik saja selama kami pergi?" Tanya ayahnya.
Pria yang kini telah menginjak usia 52 tahun itu menyeruput kopinya, tenang.
"Ehm.. Ya.. tidak ada apa-apa. Aku baik-baik saja." Kata Kiba sambil tersenyum lebar, melupakan semua hal yang Naruto lakukan, salah satunya membawa dua hewan liar ke rumahnya.
"Kau yakin?"
Ayah Kiba meletakkan cangkir kopinya, ia juga meletakkan buku tebal yang tadi ia baca, lalu ia pun mencondongkan tubuhnya untuk melihat gerak-gerik anaknya.
"Ya,aku yakin, Tou-san… tak ada yang terjadi." Kilah Kiba.
"Lalu, kenapa Naruto harus repot-repot meminjam baju dan sepatuku untuk pergi ke pesta?" Tanya Ayahnya. Matanya makin memicing.
'WADUH!' Batin Kiba menjerit, otaknya berpikir keras untuk mencari alasan yang tepat dan dapat meyakinkan ayahnya.
Ya, ayah Kiba belum tahu perihal perlakukan keluarga tiri Naruto terhadap Naruto, karena Naruto sendiri yang meminta Kiba untuk tutup mulut dan tidak memberitahukan pada orang tuanya entah apa alasannya.
"Emm… ya… Mungkin karena baju dan sepatu ayah terlihat keren." Kata Kiba, masih dengan senyum lebar, mencoba setenang mungkin.
Ayah Kiba masih memicingkan matanya, melihat setiap gerak-gerik anak semata wayangnya itu, namun sebelum membuka mulutnya untuk berbicara…
TING TONG…
TING TONG…
Suara bel rumah Kiba berbunyi dua kali, cukup mengagetkan Kiba yang tengah dilanda kecemasan.
Huff…
"Ah! Aku harus membuka pintu." Kata Kiba.
Ia segera berdiri dari sofa dan segera menuju pintu rumah mereka untuk membukakan pintu.
.
CKLEK
"Ada yang bisa saya…"
Suara Kiba tercekat ditenggorokan saat melihat banyak laki-laki berotot dan tinggi berbaris membentuk lorong dengan seorang laki-laki tampan berjalan menuju pintu rumahnya. Mereka memakai baju putih bersih, persis seorang groomsmen (pengiring pengantin pria), lengkap dengan sebuket bunga di masing-masing tangan mereka.
'Oi… Oi… Apalagi ini?'Inner Kiba.
Ia makin membelalakkan matanya saat tahu siapa yang tengah berjalan menuju pintu rumahnya. Laki-laki tampan bertubuh tinggi nan seksi yang membuat semua wanita bertekuk lutut itu, siapa yang tidak kenal?
'Bukankah itu si Bungsu Uchiha? Untuk apa dia kemari?'
Kiba masih tenggelam dalam pikirannya, sampai si bungsu Uchiha itu berdiri tepat di hadapannya.
'Em.. eeh? Ada yang bisa saya bantu?"Tanya Kiba,kikuk.
"Sebelum itu, boleh aku masuk?"
Si bungsu Uchiha yang kita tahu bernama Sasuke itu melepas kacamata hitam yang tadi sempat membingkai matanya.
"Eh,oh,ah! Silahkan. Silahkan." Kata Kiba gelagapan. Ia pun membuka pintu rumahnya lebar-lebar.
"Apa orang-orangmu juga mau masuk?" Tanya Kiba sambil melihat barisan laki-laki tegap yang masih tetap membentuk lorong di depan rumahnya.
Kiba meneguk ludahnya susah payah. Terlalu kaget, heran dan bertanya-tanya tentang perihal kedatangan salah satu anggota keluarga terpandang Uchiha ini.
"Tidak perlu." Jawabnya singkat.
"Kiba, siapa yang bertamu? Persilahkan dia masuk." Kata ayah Kiba yang merasa Kiba terlalu lama menyambut tamunya.
"Ah iya Tou-san. "
"Silahkan masuk, Uchiha-san. Tou-san ada di dalam." Kata Kiba sambil bergerak memberi jalan untuk Sasuke.
Laki-laki tampan itu berjalan melewati Kiba diikuti beberapa orang di belakangnya, termasuk sang Kakak yang dandanannya tidak jauh beda dari Sasuke.
"Permisi, Inuzuka-san. Maafkan kami mengganggu anda." Kata Sasuke yang kini berjarak 10 meter dari ayah Kiba.
"Eh? Uchiha-san?"
Ayah Kiba berdiri dan berjalan kearah Sasuke, lalu menyalaminya.
"Senang melihat anda sehat, Inuzuka-san."
Sasuke tersenyum sebelum akhirnya dipersilahkan duduk oleh Ayah Kiba.
Sasuke mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, berharap menemukan malaikatnya di sana, namun nihil hanya pemuda berambut coklat yang menyambutnya tadi yang ia lihat.
"Apa yang membuat Uchiha-san datang kemari? Kalau masalah bisnis, mungkin lebih baik kita bicarakan di kantor, karena saya baru pulang dan belum mengemasi dokumen-dokumen." Kata Ayah Kiba.
"Ah, bukan itu yang ingin saya bicarakan, Inuzuka-san. Sebenarnya, saya ingin mencari seseorang." Kata Sasuke sambil tersenyum. Ia memerintahkan salah seorang bodyguard-nya yang membawa kotak kayu berukir mendekati dirinya.
DEG
Jantung Kiba nyaris lari dari dadanya saat mendengar alasan bungsu Uchiha itu bertandang kerumahnya.
'apa dia mencari Naruto?Apa dia bersekongkol dengan bos pemburu itu? Jangan pulang dulu,Naruto!'
Kiba hanya bisa berdo'a agar Naruto tidak pulang, karena ia takut bos pemburu itu bersekongkol dengan Sasuke dan bermaksud untuk menangkap Naruto.
"Mencari seseorang?" Tanya ayah Kiba.
"Ya, tapi sepertinya dia sedang bersembunyi sekarang." Kata Sasuke sambil tersenyum.
"Maaf, sebenarnya siapa yang anda cari?"
Ayah Kiba makin tidak mengerti. Ia mencondongkan tubuhnya, penasaran.
" Aku mencari pemilik pantofel indah ini. Aku bermaksud untuk melamarnya."
Sasuke membuka kotak kayu berukiran rumit itu sambil menyerahkannya pada ayah Kiba yang matanya membulat saat melihat pantofel putih itu.
'EEEHHH?!' Teriak Kiba dalam hati. Terlalu kaget saat melihat pantofel putih yang sedang Naruto cari kini berada di hadapan ayahnya sendiri. Parahnya lagi si bungsu Uchiha itu bermaksud melamar pemilik pantofel itu, tidak lain dan tidak bukan ayahnya sendiri. Hoi, apa si Uchiha itu rabun? Apa dia sudah gila mau menikahi pria paruh baya yang sudah beristri dan beranak satu?
"Maaf menyela, anda yakin mau melamar pemilik pantofel itu?" Kata Kiba, ia sudah tidak tahan lagi, ia ingin menyadarkan si bungsu Uchiha yang Kiba yakin sudah mulai sinting itu secepat mungkin.
"Ya, Aku akan melamar dan menikahinya, apapun yang terjadi."
Mata ayah Kiba makin melotot saat mendengar kesungguhan Sasuke, namun ia tersenyum ramah.
"Maaf Uchiha-san, orang yang anda cari adalah saya. Saya pemilik sepatu ini." Kata Ayah Kiba, mencoba untuk tidak tertawa. Apalagi senyum si Uchiha bungsu yang sedari tadi terlihat lenyap seketika setelah ayah Kiba menyelesaikan kalimatnya.
"Eh? Anda yakin tidak sedang bergurau, Inuzuka-san?"
Sasuke mencondongkan tubuhnya.
"Saya tidak bergurau, Uchiha-san, kalau anda tidak percaya, saya bisa memperlihatkan pasangan pantofel ini. Kiba ambilkan pantofel Tou-san yang tadi." Kata Ayah Kiba.
Kiba pun bergegas mengambil pantofel putih milik ayahnya dan segera memberikannya pada Sasuke.
Jujur, Sasuke tidak tahu harus berkata apa. Ia yakin pantofel itu benar-benar milik Malaikat Pirangnya, namun kenapa pria paruh baya yang menjadi salah satu kolega-nya ini yang memilki pasangan pantofel itu? Apalagi pantofel yang diberikan oleh pemuda berambut coklat tadi benar-benar cocok dengan pantofel yang ia temukan. Dari bentuk jahitan pantofel hingga warnanya benar-benar cocok dengan pantofel yang ditinggalkan oleh 'Cinderella'nya.
"Well, well…. Kau sudah menemukan Cinderella-mu, Sasuke. Pfft" Kata Itachi sambil menahan tawa saat tahu adiknya salah orang.
"Diam,kau!" Kata Sasuke,penuh penekanan. Saat melihat Itachi yang kini menutup mulutnya.
'Damn, dimana dirimu, Kau benar-benar suka bersembunyi dan membuatku merana, sayang. Lihat saja,kalau aku menemukanmu, aku tak akan membiarkanmu keluar dari kamarku!'
.
.
.
.
.
T
B
C
To Be Continued
.
.
Huwee... jangan pelototin Miyu kayak gituu... huwee... Iya, Miyu tahu udah lama HIATUS, Huwee... Gomen, nee... Miyu usahain cerita-cerita lainnya bisa update secepatnya... #bungkuk-bungkuk sama Minna.
Olaaaaa... Miyu kembali, moga saja bisa menghibur Minna-chan... hehehe...
Mohon reviewnya Minna, di kritik abis-abisan Miyu juga rapopo T.T, karena review dan favorite Minna merupakan suplemen buat Miyu, sebelumnya makasih, yaa... Minna... udah baca ...
Makasiiiiih... _ Miyu sayang Minna... :*
.
.
