Disclaimer: Seventeen belongs to Pledis Ent. This Fiction is Mine. Also Seventeen Members semuanya punya saya, esp HoshixWoozi lol.
Warnings: Boys Love, Shonen-ai, Yaoi, Vamp!Fict, Romance!Fail, AU, Typos, OOC, etc.
Pairings: Soonhoon, Meanie, Verkwan, Jeongcheol …dkk.
.
.
.
Aktivitas sekolah sudah berlangsung dua minggu saat mereka mendengar rumor yang kemudian menjadi fakta, akan ada beberapa anak baru yang masuk ke sekolah mereka. Tiba tepat pada hari ini. Merata di kelas 1, 2, dan 3.
"akan ada anak baru, katanya mereka semua bersaudara." Seungkwan langsung mengambil tempat duduk bersama para hyungnya di salah satu meja kantin langganan mereka.
"ya, setelah dua minggu aktivitas belajar dimulai dan sekarang baru akan benar-benar masuk setelah istirahat kedua selesai. Mereka terlihat sekali niat sekolah." Sarcast. Jihoon berbicara tanpa mengalihkan sedikit pun pandangan dari bukunya.
"mungkin mereka punya urusan lain. Lagi pula baru dua minggu yang mereka lewatkan." Jeonghan menopang dagunya di atas meja, menatap para adik kelasnya bergantian.
"Jeonghan hyung selalu berpikiran positif. Tak ada manusia dimuka bumi ini yang melakukan segala sesuatunya tanpa alasan demi kebaikan menurutnya." Wonwoo menyahuti. Kembali menulis pada bukunya setelah berkata.
"biarpun begitu, kemungkinan akan seru memiliki teman baru. Membosankan hanya melihat yang itu-itu saja." Seungkwan memajukan bibirnya sepersekian senti ke depan merajuk. Kedua hyung kelas duanya memang tak mengerti serunya hal baru.
Jeonghan tertawa. "mereka tak merasakan keexcited-an mu karena sedang belajar untuk ujian dadakan dipelajaran terakhir nanti." Jeonghan berdiri dan menghambur rambut kedua dongsaeng kelas duanya sebelum pergi. "good luck! And bye!"
Seungkwan melambai malas membalas lambaian hyung tingkat akhirnya tadi. Hilang sudah satu-satunya hyung yang selalu membelanya. Yang menemaninya menjadi oposisi dari kubu seberang sana.
"Jeonghan hyung dan Jisoo hyung akrab sekali. Tidak heran, mereka sudah berteman semenejak kelas satu," Seungkwan bergumam memecah keheningan meja mereka.
Jihoon mengangkat kepalanya untuk melihat pintu keluar kantin. Menemukan Jeonghan berbicara singkat dengan orang bernama Jisoo, kemudian berjalan bersama diselingi tawa menuju kelas. Keduanya terlihat akrab bagai saudara.
"aku tak suka dengannya." Jihoon berkata tiba-tiba.
"aku juga," Wonwoo menyahuti.
"Eh!? Kenapa?" Seungkwan memekik, untung tidak nyaring. "Jisoo hyung orang baik." Belanya.
"yang bilang dia jahat siapa?" Jihoon menutup bukunya dan mengakhiri acara bacanya.
"tapi—"
"mereka aneh," Wonwoo ikutan menutup buku sambil meletakan pulpennya dan melakukan perenggangan, pegal. "Jisoo dan teman-temannya."
"termasuk Jeonghan hyung?"
"bukan begitu, ini. Mending kau baca ini dan kau akan mengerti maksudku." Wonwoo memberi Seungkwan buku tebal yang berada ditumpukan buku paling bawah yang dibawanya.
"Vampire is Alive?" Seungkwan membacanya. Wonwoo mengangguk bangga.
"Jeon Wonwoo. Sekali lagi aku lihat buku itu muncul dihadapanku, aku benar-benar tak akan segan merobek dan membakarnya." Itu Jihoon yang berbicara.
.
.
.
20 menit menjelang pulang. Jihoon dan Wonwoo beserta teman sekelas mereka yang lain, masih berkutat dengan lembar jawaban masing-masing. Kenapa ujian akan terasa sangat sulit ketika kau belajar tetapi sebaliknya akan lebih mudah saat kau menanggapinya biasa saja. Semuanya masih menjadi sebuah misteri.
Wonwoo mengetukan pulpennya ke dagu. Berpikir. Dia tak membaca yang ini. Dia skip karena dia pikir tidak mungkin keluar. Sementara Jihoon mengisi lancar lembar jawabannya walaupun kadang terhenti di tengan jalan.
"permisi guru Lee, aku ingin mengantarkan anak baru yang tiba pada hari ini." Pintu kelas sempat diketuk dulu sebelum akhirnya terbuka dan menampilkan guru Choi di ambang pintu.
"kenapa baru datang di jam terakhir seperti ini?" Guru Lee. Mendekat ke arah pintu ingin melihat bagaimana rupa anak baru yang datang dipenghujung pelajarannya. "kelas sedang melakukan ujian, saat kalian di kelas mohon tidak melakukan keributan. Kalian akan ikut ujian susulan esok pagi." Guru Lee berbicara pada anak baru siapapun itu di luar kelas.
"kami ikut ujian sekarang saja, guru Lee. Tidak masalah sama sekali." seseorang berbicara. Dan 'kami' berarti ada lebih dari satu anak baru yang akan memasuki kelas.
"waktu tinggal 15 menit lagi. Apa kalian mampu?" Guru Choi bertanya tak yakin.
"kami mampu, guru Choi." Penegasan yang lugas membuat guru Lee akhirnya membiarkan para anak baru untuk memasuki kelas. Mereka ada dua dan keduanya tampan!
Kedua anak baru menghadap ke meja guru Lee untuk mengambil kertas soal dan lembar jawaban mereka. Sementara guru Lee masih menanggapi guru Choi yang berpamit diri.
Kelas menjadi tidak kondusif ketika keduanya masuk. Konsentrasi mereka terpecah dua antara menyelesaikan ujian dan penasaran bagaimana rupa sang anak baru. Khususnya untuk para anak perempuan. Mata tak cukup memandang saat bibir mereka ikut bergumam betapa tampannya para anak baru.
"tempati saja bangku kosong yang ada." Kata Guru Lee yang tanpa bantahan sama sekali kemudian dituruti.
Jihoon sama sekali tak peduli dengan apa pun yang terjadi. Setelah melihat seperti apa rupa anak baru di kelasnya dia kembali menulis pada lembar jawabannya. Melupakan fakta bahwa tadi dia sempat bertemu tatap dengan salah satu anak baru di depan sana.
Sementara Wonwoo menaruh perhatian sekali dengan para teman barunya. Ada rasa familiar yang kemudian dia rasakan tapi harus ditepisnya untuk sekarang. Masih ada dua nomor yang harus dikerjakannya.
Pulpen yang seharusnya berada ditangan kini berada di sela bibirnya. Wonwoo menggigit pulpennya sebagai salah satu caranya berpikir. Kedua tangannya memegang pinggiran meja yang menandakan dia sedang berpikir keras. Yang kemudian semua terbuyarkan saat tangan salah satu anak baru itu entah sengaja atau tidak bersentuhan dengan tangannya.
Wonwoo menoleh, anak baru itu juga menoleh. Dia tersenyum dan Wonwoo buang muka.
.
.
.
Jeonghan tidak bisa menyalahkan siapa-siapa atas letak rumahnya yang strategis—berada di antara rumah Jihoon dan Seungkwan dan berhadapan pas dengan rumah Wonwoo— belum lagi orang tuanya yang selalu berpergian keluar kota karena tuntutan pekerjaan. Membuat rumahnya menjadi semacam markas bagi para adik tingkatnya.
"hyung aku pinjam kamar tidurmu, di rumah sangat berisik. Aku tak bisa belajar sama sekali." Jihoon menjadi tamu pertama dan langsung membooking kamar tidurnya.
"hyung aku minta makan, lapar." Jeonghan langsung dipeluk erat oleh Seungkwan saat pintu rumahnya terbuka lebar. Hal yang sudah biasa. Kulkas rumah Jeonghan sudah menjadi milik Seungkwan juga.
Sekarang tinggal Wonwoo. Saat bel pintu berbunyi Jeonghan sudah tau itu siapa. "hyung, aku mau cerita." Untuk kali pertama, milik Wonwoo agak keluar dari kebiasaannya.
"Wonwoo hyung! Kau sakit apa? Kau pucat sekali! Astaga!" Seungkwan berlari dari dapur masih dengan saus tomat disekitar bibirnya. Tangannya yang berminyak dia lapkan ala kadarnya pada baju sebelum akhirnya menyentuh kening Wonwoo yang cukup hangat. "kau demam hyung?"
Wonwoo menggeleng. "aku baik-baik saja." Katanya sebaliknya.
"ada apa?" Jihoon turun ke lantai bawah setelah seruan Seungkwan mengganggu ketenangannya. "Wonwoo kenapa?"
"Wonwoo hyung demam. Mungkin dia stress karena ujian hari ini?" panik, masih seperti itu intonasi bicara Seungkwan.
Wonwoo menggelengkan kepalanya. Seungkwan tak terhentikan sekarang ini. Nanti dia akan berhenti saat cape sendiri. Wonwoo mengambil tempat duduk di sofa single ruang tamu. Duduk menyamankan diri dan menyenderkan kepalanya di sandaran sofa.
"kau kenapa?" tangan Jihoon menyentuh kening Wonwoo. Pipi lalu lehernya. "bukan demam. Apa yang sakit?"
"kepala, kepalaku sakit sekali." katanya pelan. Nyaris tak bersuara. Untung Jihoon pandai membaca bibir.
Jihoon menempatkan diri di belakang Wonwoo dan mulai memijat kepalanya. Sisi lain dirinya yang tak kan diperlihatkannya kepada siapa pun terkecuali orang-orang terdekatnya. Jari-jarinya menelusup kehelaian rambut Wonwoo dan mulai memijat. Dengan harapan bisa meredakan sakit pada kepala Wonwoo.
"jadi, kau mau cerita apa?" Jeonghan duduk dibangku terdekat dengan Wonwoo setelah menutup wajah pucat Wonwoo dengan handuk dingin yang dibawanya.
"aku tak tau harus mulai dari mana. Lagi pula ada Jihoonie di sini, aku jadi tidak berani cerita." Jawab Wonwoo seusainya mengusap seluruh wajahnya.
"ada apa?" Seungkwan duduk di sebelah Jeonghan bergabung. Jeonghan mengangkat bahu.
"memangnya kenapa kalau ada aku? Cerita saja." Jihoon masih sambil memijat menyahuti.
Wonwoo membuka matanya yang sempat terpejam. "beneran ya?" tanyanya meyakinkan. Jihoon mengangguk. "aku merasa kalau anak baru di kelas kita adalah vampire."
Satu detik setelah Wonwoo mengucapkan kata kuncinya, kepala yang semula dipijit kini mulai dijambak rambutnya. Sementara Jeonghan dan Seungkwan mulai tertawa menonton si sehat vs si sakit.
"mereka memang aneh hyung, yang dikelasku punya aura yang menyeramkan. Lebih gelap dan kelam dari pada aura Jihoon hyung." Seungkwan mengiyakan. Handuk dingin yang tadinya untuk Wonwoo berpindah ke wajah Seungkwan.
"aku pulang dulu kalau kalian mau membahas masalah vampire. aku keluar dari pembicaraan yang tak masuk akal seperti ini." Jihoon beranjak naik ke lantai dua rumah Jeonghan dan turun kembali dengan beberapa buku dipelukannya. Buku miliknya. "sampai jumpa besok." Pamitnya.
Wonwoo memandang Jeonghan mencari pembelaan. Dia tidak salahkan? Dia sudah bilang kalau Jihoon bakalan marah dan See! Terjadilah! Langkah kaki Jihoon menuju pintu terdengar. Mereka akan hening dan kembali memulai pembicaraan tentang vampire setidaknya setelah pintu tertutup nanti.
'Bruk!'
Tetapi bukanya tutupan pintu yang terdengar, malah debaman buku pada lantailah yang nyaring bunyinya.
"aku minta maaf! Aku benar-benar tidak melihat!" seseorang yang Jeonghan kenal pasti suaranya sebagai teman sekelasnya terdengar nyaring panik meminta maaf.
"Jisoo? Jihoonie? Kau tak apa?" Jeonghan membantu Jihoon berdiri karena sudah ada orang lain yang membantu Jisoo.
"aku tak tau dia ada di belakang pintu. Aku membukanya begitu saja dan kepalanya terbentur." Jisoo menjelaskan. Jihoon mengelus kepalanya yang terasa nyut-nyutan sekarang. "aku minta maaf Jihoonie, pasti sakit." Jisoo ikutan mengusap kepala Jihoon.
"aku tidak apa-apa." Jihoon sehalus mungkin menyingkirkan tangan Jisoo dari kepalanya. Tak ingin disentuh. "ini hanya kecelakaan kecil jadi tidak masalah." Jihoon kemudian berlutut dan memunguti buku-bukunya.
Jeonghan tersenyum sungkan pada Jisoo sementara Jisoo bukannya tidak tau kalau Jihoon rada memiliki rasa ketidaksukaan terhadap dirinya.
Jihoon memungguti bukunya yang berjatuhan di sekitar pintu dan ada satu-dua buku yang bahkan terlempar sampai keluar, yang sudah diambilkan oleh seseorang. Jihoon memandang wajah sang pengambil bukunya. Dia si anak baru yang ada di kelas siang ini tadi. Yang matanya secara tak sengaja bertemu dengannya.
Orang itu mengulurkan buku yang dipegangnya pada Jihoon. Jihoon berpikir sebentar sebelum menerimanya. "terima—" ucapan itu terputus karena orang itu sama sekali tak melepaskan pegangannya pada buku Jihoon.
"—kasih!" Jihoon menarik paksa bukunya dan berhasil. Tanpa buang waktu langsung berjalan cepat pulang ke rumahnya. Tanpa menoleh sama sekali.
"Jeonghan hyung, Wonwoo hyung mau pulang. Kepalanya mau pecah katanya." Seungkwan memapah Wonwoo yang memegangi kepalanya, sakit menuju pintu. "aku juga akan menunggui Wonwoo hyung jadi ada beberapa snack yang kubawa." Lapornya. Dan memang ada bungkusan plastik ditangannya yang menopang Wonwoo.
"biar aku bantu." Jeonghan sudah mengambil posisi di samping Wonwoo tetapi kalah cepat dengan Seungkwan yang menarik Wonwoo menjauh.
"hyung di sini saja. Hyung sedang ada tamu. Wonwoo hyung biar aku yang urus." Seungkwan menunjukan jempolnya tanda ok.
"aku baik-baik saja hyung, bisa jadi kurang tidur. Setelah tidur mungkin aku akan baik-baik saja." Wonwoo tersenyum di tengah wajah pucatnya. Jeonghan mengangguk dan menepuk kepala Wonwoo kemudian.
"cepat sembuh."
Seungkwan membawa Wonwoo melewati tiga teman Jeonghan dan mengangguk sopan di sana, pamit. Menyebrang jalan dan masuk ke dalam rumah. Bahkan sebelum menutup pintu rumah Wonwoo pun, Seungkwan sempat-sempatnya melambai pada Jeonghan di seberang sana.
"Jisoo hyung, dan dua lagi orang baru. Dua-duanya anak baru di sekolah. Kenapa bisa main ke rumah Jeonghan hyung? Jisoo hyung mengenal semua anak baru? Jangan-jangan mereka bersaudara?" dari lubang pintu Seungkwan mengintip dengan Wonwoo yang lemah di sebelahnya.
"antarkan aku ke tempat tidur dan kau bisa mengintip sesuka hatimu." Wonwoo menepuk kepala Seungkwan mengingatkan adik tingkatnya itu tujuan awal mereka.
"ah! Iya-iya!" Seungkwan akhirnya melaksanakan tugasnya.
Setelah membaringkan Wonwoo di tempat tidurnya. Seungkwan mengambil posisi di jendela kamar Wonwoo dan mengamati rumah Jeonghan di seberang jalan sana. Khawatir dan penasaran menjadi satu. Di temani snack yang dia angkut, Seungkwan menunggu. Entah apa yang di tunggunya. Sementara Wonwoo sudah mengudara ke alam mimpinya.
.
.
.
[Chapter One] Done!