Dear No One

By Biacht

Main Cast : Park Chanyeol & Byun Baekhyun

Other Cast : Oh Sehun & Xi Luhan

Genre : Romance

Rated : M

Warning : Gender-Switch

Dont like? Dont Read. No bashing and Flaming.

Enjoy!


Warning : BACA AUTHOR CORNER DIBAWAH! ONCE AGAIN, ENJOYYY!

"Noona?"

Jungkook mengernyit heran ketika melihat atasan cantiknya itu hanya terdiam sembari tersenyum – senyum bak orang kehilangan akal. Sudah lebih dari tiga puluh menit Baekhyun hanya diam dengan tangan yang sibuk memegang bunga –yang seharusnya ia rangkai untuk vas bunga penghias meja – meja kecil di DIA- tanpa berbuat apa – apa dengan senyum lebar sesekali cengiran yang terus menghiasi wajahnya.

Jungkook benar – benar heran. Tidak biasanya atasannya ini betah berdiam diri seperti ini. Biasanya ada saja yang ia lakukan, tingkahnya benar – benar tidak mencerminkan seorang atasan. Karena sehari – harinya Baekhyun ikut turun langsung dalam melayani pelanggan cafe. Atau malah terkadang ia juga terjun sebagai salah satu bagian kebersihan jika cafenya penuh pelanggan. Ia tidak akan sungkan untuk langsung turun membantu pegawainya yang terlihat kepayahan.

"Noona, ada kebakaran!" Jungkook berteriak tepat di samping telinga Baekhyun, membuat wanita itu terlonjak dari duduknya.

"Sebelah mana? Mana yang terbakar?!" Baekhyun sudah siap –siap mengangkat gelas berisi air sebelum Jungkook menahan lengan mungil Baekhyun.

"Tidak ada noona, aku berbohong hehe" Jungkook memasang cengiran lalu mengumpat ketika Baekhyun memukul belakang kepalanya.

"Aish, noona! Sakit! Nanti kalau aku jadi bodoh bagaimana?!"

"Kau memang bodoh, dasar anak nakal!" Baekhyun mengangkat tangannya dan membuat gestur hendak memukul Jungkook lagi.

"NOONA AMPUNNNN!"

Jungkook berteriak dan berusaha menghindari amukan Baekhyun. Kyungsoo yang hendak ke dapur menaikkan alisnya bingung ketika melihat adegan india Baekhyun dan Jungkook. Mereka saling kejar – mengejar. Jadi tidak salahkan jika Kyungsoo melihatnya seperti adegan india?

"Ya ya! Jangan berlarian! Baekhyun-ah nanti kau terpeleset!"

Kyungsoo berteriak, Jungkook dengan segera bersembunyi dibalik punggung Kyungsoo.

"Noona! Baekhyun noona mau membunuhkuuu ~" Kyungsoo memutar bola matanya malas.

"Anak nakal itu mengerjaiku, Kyungsoo!" Baekhyun mencebikkan bibirnya.

"Itu karena Baekhyun noona tersenyum – senyum sendiri seperti orang gila!"

"YAK JUNGKOOK!" Baekhyun sudah mengambil ancang – ancang untuk mencekik Jungkook namun keningnya ditahan oleh Kyungsoo.

"Sudahlah Baekhyun. Sebentar lagi jam makan siang, cafe akan ramai pengunjung. Jadi sebaiknya kau kembali ke ruanganmu oke?"

Jungkook tersenyum setan lalu memeletkan lidah ke arah Baekhyun. Ia sesegera mungkin belari ke arah dapur sebelum terkena lemparan heels dari Baekhyun.

"Aish menyebalkan, dasar anak nakal!" Desis Baekhyun.

Gadis mungil itu hendak kembali ke ruangannya ketika ponselnya bergetar menandakan ada pean masuk. Nama Sehun tertera di layar ponselnya membuatnya tersenyum.

"Oh? Sehun hendak kemari?" Jari Baekhyun bergerak cepat membalas pesan Sehun lalu dia berlari ke arah dapur.

"Kyungieee, tolong buatkan nasi goreng Beijing kesukaan Sehun 2 piring oke? Sehun akan kemari dengan rekan kerjanya untuk makan siang." Baekhyun nyengir lucu setelah itu kembali menutup pintu dapur.

Kyungsoo menggeleng melihat tingkah Baekhyun, "Ck, dasar anak itu."

.

.

.

"Aku baru saja mendapat balasan dari temanku Chanyeol hyung. Jadi kurasa kita bisa makan siang disana. Nasi goreng Beijingnya benar – benar luar biasa, kau harus mencobanya hyung." Sehun sesekali tersenyum, ia membelokkan kemudi mobilnya keluar area kantor.

"Benarkah? Baguslah kalau seperti itu. Aku sudah sangat lapar. Lagipula aku juga tidak tahu apa yang enak dan tidak di Korea karena selama ini aku menetap di Cina. Tapi nasi goreng Beijing terdengar menggiurkan. Lidahku masih belum terbiasa dengan masakan - masakan fermentasi Korea." Jelas Chanyeol.

Chanyeol lalu mengeluarkan ponselnya, ia tersenyum ketika mengingat kejadian tadi pagi. Insiden Baekhyun yang bertingkah seperti layaknya istrinya. Walaupun ia yakin, Baekhyun hanya berusaha bersikap baik dengan membantu Chanyeol untuk bersiap - siap. Tapi di mata Chanyeol, Baekhyun terlihat seperti seorang istri yang sedang melakukan morning-routine nya. Dan itu benar – benar manis. Ah, memikirkannya jadi membuat Chanyeol rindu dengan gadis manis itu.

Tangannya bergerak cepat untuk mengetik pesan singkat untuk Baekhyun.

To : My, B

B, sudah makan siang? –C

Sent!

B dan C cukup manis untuk dijadikan panggilan baru pikir Chanyeol. Jadi mungkin mulai sekarang ia akan terus memanggil Baekhyun dengan sebutan B. Chanyeol terkekeh dengan pemikirannya.

"Kekasihmu ya hyung?" Sehun yang tidak sengaja melihat Chanyeol tersenyum sendiri meutuskan untuk menggodanya sedikit.

"A-ah? Apa tingkahku seperti remaja kasmaran barusan?" Chanyeol tertawa salah tingkah membuat Sehun ikut tertawa.

"Tenang saja hyung. Cinta memang begitu, bisa membuat buta. Dan tidak ada yang salah selama itu cinta menurutku." Sehun tersenyum kalem.

"Wah, Sehun-ah. Kau pasti sedang jatuh cinta kepada seseorang ya? You're so damn cheesy, boy."

Sehun lagi – lagi hanya tersenyum kalem.

"Ya, aku jatuh cinta. Dan tidak ada yang salah selama itu cinta. Jadi tidak salah kan jika aku menyukai sahabatku sendiri?" Batin Sehun berusaha mencari pembenaran dari perasaan terpendamnya selama ini.

.

.

.

Luhan hendak bangkit ketika selesai dengan secangkir teh paginya di salah satu cafe langganannya. Ia baru saja selesai lari pagi untuk menyegarkan diri dan memang ingin mampir untuk secangkir teh hangat juga sekotak cheese cake panas.

Tapi niatnya tertunda ketika ia melihat sepasang pasangan paruh baya yang baru saja memasuki cafe. Walaupun sudah paruh baya, mereka terlihat modis dengan balutan baju jogging sama dengan dirinya. Terlihat sekali bahwa mereka merupakan pasangan berkelas.

Dan gampang dibodohi – Batin Luhan.

Senyumnya semakin berkembang seiring dengan langkahnya mendekati pasangan paruh baya itu.

"Nyonya Park?"

Wanita paruh baya itu menoleh dan memekik terkejut.

"Luhan! Astaga..." Nyonya Park dengan mata berbinar – binar segera menghampiri Luhan dan memeluknya hangat.

"Sayang! Perkenalkan, ini Luhan yang aku ceritakan kemarin." Luhan memberi salam dengan menunduk hormat.

"Perkenalkan tuan, saya Xi Luhan. Salah satu pelanggan butik Nyonya Park." Luhan tersenyum manis.

Tuan Park hanya menanggapi dengan anggukan ringan lalu beralih ke mesin kasir untuk membayar pesanannya dan juga istrinya.

"Sialan, calon mertua brengsek." Batin Luhan kesal.

"Maafkan suamiku ya? Dia memang begitu. Sangat dingin terhadap orang – orang baru." Nyonya Park memasang wajah bersalah yang ditanggapi oleh anggukan lembut Luhan.

"Tidak apa – apa Nyonya."

"Luhan, belajarlah untuk memanggilku dengan sebutan bibi. Panggilan nyonya membuatmu seperti sekertaris pribadiku saja. Hm?"

Nyonya Park dan Luhan berjalan berdampingan meninggalkan Tuan Park yang masih sibuk dengan kasir. Luhan terkekeh licik dalam hati ketika merasakan usapan lembut tangan nyonya Park di punggungnya.

"Apakah tidak apa – apa jika aku memanggil nyonya dengan sebutan bibi? Tidakkah itu terlalu dekat, nyonya?"

"Ck! Tentu saja tidak apa – apa Luhan! Kau bahkan sudah kuanggap sebagai anak sendiri, kau begitu manis dan juga lembut. Orang tua mana yang tidak akan gemas padamu sayang. Aku saja ingin sekali menjadikanmu menantu."

Luhan menjerit kegirangan dalam hati namun dengan segera ia menutupinya dengan tatapan bingung.

"M-maaf? M-menantu?"

Nyonya Park mengangguk antusias, ia lalu mengenggam erat tangan Luhan.

"Aku mempunyai seorang anak laki – laki yang sebenarnya sudah di usia untuk menikah. Namun entah mengapa sampai sekarang ia tidak pernah membawa kekasihnya ke rumah. Aku sudah jenuh dengan alasan – alasannya. Biar bagaimanapun aku dan suamiku sudha cukup tua. Aku takut jika aku sudah meninggalkan dunia ini sebelum aku sempat melihatnya menikah dan menimang cucu."

"Nyony-"

"Bibi, Luhan ~" Nyonya Park memotong ucapan Luhan membuat wanita itu meringis.

"Bibi, pernikahan bukanlah suatu hal yang mudah. Lagipula ini sudah zaman modern bi. Anak bibi pasti tidak mau jika harus dijodoh – jodohkan seperti ini. Apalagi denganku yang hanya gadis biasa – biasa saja. Tidak ada yang istimewa dariku bibi. Bersanding dengan keturunan lelaki keluarga Park? Wah, bahkan aku tidak berani untuk memimpikannya"

"Benar kata gadis itu."

Perbincangan mereka diiterupsi dengan suara berat dari arah belakang. Membuat dua wanita berbeda usia itu kompak menoleh.

Tuan Park dengan tangan membawa dua cangkir teh bergerak menghampiri mereka dan mengambil duduk tepat disamping istrinya.

"Pernikahan bukanlah suatu hal yang gampang. Ini tentang pilihan. Yang menikah itu anak kita. Jadi yang harus memilihpun juga anak kita, bukan kau sayang. Apa kau tidak percaya dengan pilihan anakmu sendiri?"

Luhan memutar bola matanya malas, lelaki ini benar benar sialan. Tua bangka tidak tahu diri, pikir Luhan.

"Bukannya begitu suamiku. Tapi anakmu itu terlalu lama. Benar – benar mirip denganmu. Gila kerja sampai lupa dengan kehidupan masa depannya sendiri. Yang dinomor satukan selalu saja perusahaannya. Mungkin nanti dia bisa menikahi perusahannya sendiri." Ujar nyonya Park kesal membuat Luhan terkikik.

"Bibi, jangan seperti itu. Tidak baik seorang ibu mendoakan anaknya seperti itu bi." Luhan kembali terkikik membuat nyonya Park ikut tertawa.

"Luhan sayang, kau benar – benar menggemaskan." Nyonya Park mengusap rambut Luhan lalu kembali tertawa.

Tuan Park yang melihatnya hanya tersenyum kalem. Sikap diamnya sedari tadi sebenarnya bukan karena ia tidak menyukai Luhan. Ia hanya sedang menilai dari sudut pandangnya sendiri, bagaimana Luhan sebenarnya. Dan walaupun Luhan terlihat seperti gadis sopan dan juga lugu, ada sesuatu yang mengganjal perasaan tuan Park.

Saat Luhan menunduk hormat kepadanya tadi, secara tidak sengaja baju bagian bahu Luhan tersingkap dan terdapat tato yang familiar untuk tuan Park. Seorang gadis sopan dan lugu seperti image yang berusaha dicipakan Luhan didepan istrinya sangat tidak cocok dengan tato di bahunya bukan?

Ia berencana akan menyelidiki latar belakang Luhan dan juga kepemilikan tato tersebut nanti.

"Sayang? Bagaimana menurutmu?"

Suara istrinya membuyarkan lamunannya, ia mengerjapkan matanya dan menatap istrinya.

"Ada apa sayang?"

"Ck, kau ini. Aku ingin mengundang Luhan untuk makan malam esok ketika anak kita pulang dari Seoul. Bagaimana?"

"Bibi, apa itu tidak berlebihan?" Luhan tampak khawatir, ia mengeratkan tangannya yang bertautan dengan tangan nyonya Park.

"Hanya untuk makan malam sajakan? Tidak masalah jika begitu."

"Baguslah, semakin banyak interaksi akan semakin terlihat aslinya bagaimana." Pikir tuan Park.

"Satu langkah lebih dekat untuk memasuki kediaman Park, dasar kumpulan orang – orang dungu." Batin Luhan lalu ia kembali tersenyum bak malaikat.

.

.

.

"Terima kasih Kyungieee!" Baekhyun memasang cengiran lalu segera membawa dua piring nasi goreng Beijing itu keluar dapur.

Ia sudah menyiapkan meja khusus untuk Sehun dan juga rekan kerjanya. Dengan perlahan ia meletakkan kedua piring itu tepat disamping minuman yang telah ia persiapkan juga.

"Kenapa Sehun belum sampai juga ya?" Baekhyun mengerucutkan bibirnya sembari melihat jam. Jarum panjang dan pendek sudah menunjukkan angka dua belas. Cafe juga sudah mulai ramai dengan orang – orang yang singgah untuk makan siang. Namun Sehun dan juga rekannya itu belum juga datang.

Baekhyun baru akan memasuki dapur lagi ketika mendengar teriakan dari arah pintu masuk.

"Baekhyun-ah!"

"Oh? Sehunnnn!" Baekhyun berlari lalu memeluk lengan kekar lelaki itu.

"Yaaa! Kenapa lama sekali? Aku sudah mempersiapkan meja khusus untukmu dan juga rekanmu. Oh, iya! Aku juga sudah meminta Kyungie untuk membuatkan kalian nasi goreng Beijing!" Baekhyun menggiring Sehun ke meja yang sudah disiapkannya.

"Aigoo, berhentilah menjadi cerewet seperti itu Byun Baekhyun." Sehun mengusak rambut Baekhyun lalu terkekeh.

"Akukan hanya menjelaskan, bukan cerewet," Cicit Baekhyun "ohiya, rekanmu mana?"

"Ia sedang mengambil ponselnya yang tertinggal di mob- oh itu dia. Chanyeol hyung!"

Tunggu.

Chanyeol?

Baekhyun segera membalikkan badannya dan yang ia dapati adalah sosok yang beberapa hari terakhir ini berputar – putar di pikirannya.

Park Chanyeol.

.

.

.

"Jadi ini adalah Byun Baekhyun. Temanku yang aku ceritakan tadi hyung. Dia adalah pemilik kafe disini."

Sehun tersenyum, membuat Baekhyun mengangguk gugup.

"Hai, Byun Baekhyun." Baekhyun mengulurkan tangannya dan ditanggapi oleh tatapan bingung Chanyeol.

Tunggu. Kenapa Baekhyun bersikap seolah tidak mengenalnya?

Baekhyun memberi isyarat untuk segera menjabat tangannya dan Chanyeol memutar bola matanya malas sembari ikut mengulurkan tangannya.

"Park Chanyeol."

"Aku dan Baekhyun sudah bersahabat lama hyung. Walaupun ia sudah bisa mendirikan cafe atas namanya sendiri tapi jangan salah, dia masih benar – benar seperti putri kecil. Kemarin saja ia memintaku menggendongnya hyung."

"Ya!" Baekhyun mencubit pinggang Sehun membuat lelaki itu meringis kecil.

"Aish, Baekhyun-ah! Sakit!"

Chanyeol menggerutu dalam hati. Kenapa juga ia harus melihat adegan mesra antara Sehun dan juga wanita yang disukainya ini? Walaupun mereka sahabat, tapi Chanyeol tahu itu hanya status saja. Lihat saja tatapan memuja dari mata Sehun itu. Hanya orang bodoh yang tidak tahu jika Sehun memiliki perasaan terpendam pada Baekhyun. Lihat – lihat! Bahkan tangannya sekarang mengusap lembut rambut Baekhyun yang sedang sibuk merengek. Aish menyebalkan!

Chanyeol berdecih lalu menusuk – nusukkan garpunya ke piring sehingga membuat suara berdenting, membuat kegiatan kedua orang lainnya berhenti. Baekhyun yang menyadarinya kemudian berdehem canggung.

"Sehun-ah, aku kebelakang saja ya?" Bisik Baekhyun yang ditanggapi anggukan oleh Sehun.

"Apa nasi gorengnya tidak enak hyung?"

Chanyeol menghela nafas, ia jadi merasa tidak enak pada Sehun. Ini semua gara – gara perasaan bodohnya. Ia lalu memutuskan untuk tersenyum.

"Tidak, ini enak Sehun. Sungguh. Mungkin aku hanya-"

Perkataannya terpotong ketika melihat Baekhyun yang dari belakang memberi syarat padanya untuk berbicara sebentar. Chanyeol membalas dengan isyarat mata dan Baekhyun mengangguk.

"Mungkin apa hyung?"

"Mungkin aku hanya...hanya sedang tidak enak badan. Aku permisi sebentar untuk ke kamar kecil oke?" Chanyeol meletakkan serbetnya dan beranjak pergi.

Sehun mengernyitkan keningnya bingung tapi ia memutuskan untuk memakluminya.

"Mungkin Chanyeol hyung memang sedang tidak enak badan." Ia lalu meneruskan suapan nasi goreng Beijingnya, sebelum makanan faoritnya itu mendingin.

Sementara di tempat lain, terlihat Baekhyun yang sedang menarik tangan Chanyeol untuk menuju ruangannya.

"Yaampun, pelan pelan b!" Chanyeol yang hampir saja terjegal anak tangga berteriak memperingati Baekhyun.

Wanita itu tampak tidak peduli dan terus menarik Chanyeol ke dalam ruangannya. Setelah berada di dalam, ia mengunci pintunya.

"B, kau sedang tidak ingin berbuat macam – macam padakukan?" Chanyeol menatap Baekhyun ngeri.

"Dasar mesum! Dan apa – apaan itu B? Kenapa kau memanggilku dengan sebutan B?" Sungut Baekhyun.

"Panggilan kesayangan baru." Jawab Chanyeol kalem, lelaki itu bersandar pada meja kerja Baekhyun dan melipat tangannya di dada.

"Panggilan kesayangan, mwoya..." desis Baekhyun dengan rona merah mulai menjalari pipi tembamnya. Chanyeol yang menyadari rona merah itupun terkekeh.

"Jadi ada apa B? Hm?"

"Ah iya, soal Sehun!" Baekhyun tiba – tiba teringat tujuan utamanya.

"Ya. Soal Sehun. Aku butuh penjelasan banyak tentang hubunganmu dan juga Sehun. Dan penjelasan tentang sikapmu yang seolah – olah kita tidak pernah mengenal tadi didepan Sehun."

Baekhyun menghela nafas dan mengangguk.

"Aku dan Sehun memang bersahabat sejak kecil..."

Lalu cerita itu mengalir apa adanya dari bibir kecil Baekhyun. Ia menceritakan bagaimana awal mereka bertemu hingga bisa menjalin pertemanan sampai di usia sekarang.

Bagaimana Baekhyun dulu bisa sedekat ini dengan Sehun, hingga tahu password apartemen Sehun dan hal kecil lain – lainnya. Sebenarnya Chanyeol sudah kembang kempis ketika mendengar cerita ini dari Baekhyun. Apalagi membayangkan bagaiamana kedekatakan ini dalam bentuk aslinya. Membayangkan Baekhyun bermanja – manja dalam lengan Sehun membuat Chanyeol emosi. Namun demi mendapatkan kejelasan yang sejelas – jelasnya tentang Baekhyun dan Sehun, ia rela mendengarkan wanitanya ini mendongeng. Bahkan mereka sudah duduk bersisian di sofa Baekhyun.

"Nah untuk alasan itu..." Baekhyun mengambil nafas sebelum melanjutkan perkataannya, "aku ingin kau merahasiakan dari Sehun bahwa kita saling mengenal. Aku juga ingin kau merahasiakan bahwa kau tinggal di apartemenku."

Baekhyun menggiti bibir bawahnya gugup ketika melihat Chanyeol yang hanya memandangnya dengan tatapan yang tidak bisa ia artikan.

"Dan untuk keuntungan apa aku harus menuruti semua perintahmu barusan?" Chanyeol berujar pelan, ia membawa tangannya untuk membenarkan anak rambut Baekhyun yang tergerai di sisi wajah wanita itu.

"Dasar pengusaha!" Baekhyun cemberut, lagi – lagi membuat Chanyeol tertawa pelan.

"Tentu saja. Aku harus memikirkan benefit apa yang aku dapat dari setiap langkah akan aku buat B."

"Ayolah Chanyeol ~" Baekhyun merengek sembari menggoyang – goyangkan tangan Chanyeol.

"Jika Sehun tahu ia pasti akan memberi tahu ibu dan juga ayah. Jika mereka tahu aku menyelundupkan laki – laki lain ke apartemen, bisa mati aku! Mereka pasti akan menjual apartemenkuuuu." Baekhyun kembali merengek.

"Baiklah baiklah baby B. Astaga kau benar – benar terlihat seperti Bayi jika merengek seperti ini." Chanyeol mengusak rambut Baekhyun sayang.

"Terima kasih Chanyeol-ah! Hingg ~" Baekhyun menyengir lucu.

"Tapi ada syaratnya." Baekhyun melotot.

"Mwoyaaa? Kenapa bersyarat?"

"Syaratnya gampang B. Take it or leave it. Aku akan keluar menemui Sehun sekarang juga jika kau keberatan." Chanyeol yang hendak meraih gagang pintu tiba – tiba ditahan oleh tangan Baekhyun.

"Baiklah baiklah! Apa syaratnya?"

"Kencan denganku."

Mata Baekhyun kembali membola ketika merasakan bibir tebal Chanyeol mendarat di pipi kanannya.

.

.

.

Luhan tersenyum licik ketika ia mengingat kejadian tadi pagi saat ia bertemu dengan orang tua Chanyeol. Mereka benar – benar bodoh, persis bodohnya dengan anak lelakinya.

Ah berbicara tentang Chanyeol, sudah beberapa hari ini ia tidak menerima satupun panggilan atau pesan singkat dari kekasihnya itu. Mungkin sedang sibuk berkencan dengan kertas – kertas sialan itu atau entah ia sedang apa. Luhan benar – benar sudah tidak peduli. Ia sedang lelah untuk peduli dengan kekasih sementaranya itu. Kenapa juga harus peduli? Chanyeolkan hanya ia jadikan batu lompatan selama ini untuk bisa membalaskan dendam keluarganya kepada keluarga Park. Setelah nanti Chanyeol mempersuntingnya, ia akan bergerak cepat untuk memindahkan hak kuasa atas semua harta – harta Chanyeol menjadi atas saja ia sudah lelah berpura – pura mencintai lelaki yang sama sekali tidak ia cintai. Bahkan ia harus rela melepas lelaki yang ia cintai demi pembalasan dendam ini.

Percaya atau tidak, Luhan dulu juga pernah merasakan apa itu yang namanya cinta. Ia pernah mencintai seseorang dan mungkin hanya mencintai seseorsng itu. Tapi semuanya dirusak oleh perlakuan keluarga Park terhadap ayahnya sehingga menyebabkan ayahnya meninggal dunia. Ia lalu dijadikan alat balas dendam oleh ibunya, demi memuaskan nafsu dendam ibunya ia pun rela berubah menjadi wanita yang benar – benar bukan dirinya.

Luhan berjalan perlahan menuju jendela kamarnya, ia mengangkat tanaman kaktus merah yang terletak di sebuah pot kaca berwarna transparan.

"Aku merindukanmu." Matanya mulai berair lalu ia memeluk pot itu tidak pelu jika salah satu duri kaktus itu akan melukai lengan mulus miliknya.

"Luhan! Aku mempunyai sesuatu untukmu!"

Luhan yang sedang mengerjakan tugasnya di perpustakaan lalu menoleh. Ia mendapati lelaki yang sudah hampir dua minggu ini mengejarnya sedang menyembunyikan tangannya di belakang tubuhnya.

"Apa itu?" sahut Luhan dingin.

"Taraaa! Bunga kaktus!"

Sang lelaki duduk tepat disamping Luhan dan menyodorkan pot bunga kaktus itu di hadapan Luhan. Sebelumnya ia telah menyingkirkan buku – buku milik gadis itu.

"Kenapa kaktus merah? Bukannya biasanya lelaki memberi wanita yang disukainya bunga mawar merah?"

"Karena kau seperti kaktus." Jawab lelaki itu polos.

"Apa? Aku seperti kaktus? Bagian mana dari diriku yang mirip kaktus?!" Luhan sewot.

"Kau itu dingin sekali, perkataanmu menyakitkan. Sama seperti duri Kaktus. Kau juga suka marah – marah. Persis seperti warna merah kaktus itu."

"Ya! Kau bilang ap-"

"Tapi kau cantik." Perkataan lelaki itu membungkam Luhan yang hendak meneriakinya

"Persis seperti kaktus itu."

Warna merah dalam kaktus itu memang benar melambangkan diri saja, pipinya sudah semerah warna kaktus.

.

.

.

"Kenapa Chanyeol hyung lama sekali? Apa dia benar – benar sakit?"

Sehun baru saja akan menyusul Chanyeol ke toilet ketika melihat Chanyeol dengan senyumnya berjalan ke arah meja mereka.

"Hyung? Kenapa lama? Apa benar – benar sakit?"

Chanyeol menggeleng dan tersenyum lagi. "Tidak, tidak apa – apa Sehun-ah. Oh, apakah kau sudah selesai? Kurasa kita harus sudah kembali ke kantor. Jam makan siang sudah habis." Chanyeol melirik ke arah rolex yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Ah, ya aku sudah hyung. Biar aku bayar dulu."

"Sehun-ah! Tidak usah!" sebuah suara lagi – lagi mencegah Sehun untuk berdiri.

Baekhyun menghampiri mereka dengan dua buah botol kaca berisikan teh dengan irisan lemon diatasnya.

"Ini untuk kalian. Pekerja kantoran butuh sesuatu untuk menyegarkan pikiran mereka. Dan makan siang ini gratis! Khusus untuk sahabatku dan juga rekan kerjanya." Baekhyun tersenyum manis.

"Aigoo, perhatiannya putri kecilku ini." Sehun mencubit pipi Baekhyun gemas. Chanyeol mendesah malas melihat adegan romanti - romantisan ini lagi. Tuhannn, bisakah Sehun berhenti menyentuh wanitanya?!

"Sudah sana pulang!" Baekhyun mengeluh jengkel.

"Baiklah. Sampai bertemu besok putri kecil." Sehun terkekeh lalu berdiri dari kursinya dan beranjak keluar.

"Ya, sampai bertemu besok," Chanyeol melangkah maju lalu mengerlingkan matanya. "B ~"

TBC

Yassss!

Biacht balik setelah entah berapa lama hiatusnya ya wkwk. Selain habis ujian dan juga tes tes buat masuk kuliah, sebenernya aku juga lagi gaada ide buat nerusin ff ini. Honestly.

Ini aja aku sebenernya masih dalam minggu – minggu sibuk soalnya masih harus ngurusin kuliah dan sebagainya. Doain yang terbaik buat bi yaaa :3

Dan untuk ff ini, gatau kedepannya bakal kaya gimana. Belum ada rencana mau dilanjutin atau dihiatusin aja dulu. Soalnya beneran belum ada plan nanti Chanyeol sama Baekhyunnya mau diapain. Terus Luhan sama Sehunnya diapain wkwk. Enaknya diapain ya guys? Tulis di review cobaaa wkwk. Yang jelas kalo semua urusan aku lancar dan gaada halangan. Aku bakal usahain buat terus nulis. Karena nulis ini sebenernya cuma hobi sampingan aku. Dan aku ga ngerasa pede sebenernya sama tulisan aku huhu.

Jadi aku terharu banget sama kalian yang udah susah susah mau review dan mau baca tulisan aku yang acak adut /emot lope lope/

Dan menurut kalian ff ini mending dilanjutin ga sih?

Ohiya yang mau kenalan sama aku juga bolehhh, tulis aja username instagram kalian dikotak review. Nanti bi follow kok, kalian pasti langsung tahu kalo itu bi /? /pede/ tapi kalo yang engga juga gapapaaa, bi gamaksa wkwk. /ceritanya ini bi baru aktif make ig lagi/ /ndesonya ketauan ya/

Udah ah ngomel panjang lebar wkwk. Jangan lupa untuk review setelah baca oke?

No edit, typos everywhere.

Xoxo,

Biacht