Part 5
"Y-Yuu-san!" Shinoa berdiri mematung melihat kekasihnya dipeluk mesra oleh Mika.
"T-tunggu, a-aku.." Yuu mencoba menjelaskan.
Namun terlambat. Tanpa pikir panjang, Shinoa berlari keluar ruangan sambil terisak.
"Tunggu, Shinoa!" Yuu meronta melepaskan diri dari pelukan Mika. Lalu berniat mengejar Shinoa.
Mika berhasil menghentikan langkah Yuu dengan meraih salah satu tangannya. "Yuu-chan."
"Lepaskan, Mika...!" Yuu melepaskan tangannya dari Mika dengan paksa. Lalu berlari mengejar kekasihnya.
"Yuu-chan! Yuu-chan!"
Mika terlihat kesal. Ia pun berniat untuk meninggalkan tempat itu. Namun alat-alat yang tertempel ditubuhnya menghambat pergerakannya.
"Sial." Rutuknya.
Ia berusaha untuk melepas satu per satu jarum infus yang menancap di kulitnya. Darah sempat mengalir setelah jarum-jarum itu dicabut. Mika meringis menahan sakit.
"Aku akan mendapatkanmu, Yuu-chan."
"Shinoa! Shinoa!" Yuu berlari mengejar kekasihnya yang berlari semakin jauh.
Orang-orang di sekitar mereka sempat menoleh menyaksikan kejadian yang agak dramatis itu.
Saat sampai di ujung jalan, Shinoa sempat berhenti dan Yuu berhasil menyusulnya. Shinoa sempat berlari lagi namun Yuu segera meraih tangannya.
"Shinoa." Yuu mendekatkan dirinya ke Shinoa.
Shinoa berusaha menjauh. Tangan Yuu semakin erat mencengkeram tangannya.
"Shinoa, dengarkan aku dulu."
"Dengarkan apa lagi, Yuu?! Aku-"
"Kumohon dengarkan aku!" Bentak Yuu.
Shinoa dibuat diam sekarang.
Yuu menatap Shinoa lekat-lekat seakan ia tak mau gadis itu meniggalkannya. Ia menghela napas. "Maaf. Aku tidak bermaksud untuk melakukan itu. Mika yang memintaku. Aku berusaha menghentikannya tapi dia tak mau melepaskanku. Apa kau berpikir aku ini HOMO?"
Shinoa mengangguk. "Kupikir itulah tujuan Mika menyuruhku keluar. Dia adalah HOMO. Dan dia ingin menghancurkan hubungan kita."
Yuu menghela napas lagi. "Mika bukanlah orang seperti itu."
"Tapi-"
Suara riuh belakang membuat perhatian kedua pasangan itu teralihkan. Dari sana, mereka melihat seorang dokter bersama para perawat tengah berlari menuju balkon paling atas dengan muka yang panik. Dari apa yang mereka perbincangkan, nampaknya akan ada seorang pasien yang bunuh diri.
Mata Yuu kini tertuju pada bayangan seseorang yang tengah berdiri di pinggir balkon yang tak dilengkapi pembatas. Ia perhatikan lagi orang itu baik-baik. Matanya terbelalak begitu menyadari bahwa orang itu adalah Mika.
"Mika.." Gumamnya.
"Yuu-chan! Yuu-chan!" Teriak Shinoa.
"Shinoa, aku harus ke sana."
Shinoa menggeleng seraya menangkap salah satu tangan Yuu ketika ia akan beranjak dari tempat itu. "Jangan Yuu. Itu adalah jebakan untuk merusak hubungan kita."
"Tapi dia adalah keluargaku, Shinoa. Aku tidak bisa membiarkan keluargaku mati!"
"Ta-tapi, Yuu-chan."
Yuu melepaskan tangannya dan pergi menuju tempat Mika berada.
Shinoa hanya terdiam melihat kekasihnya pergi. Firasatnya semakin lama semakin memburuk. Kata-kata Mika waktu itu terngiang di kepalanya.
"Mungkinkah, sebentar lagi hubunganku dengan Yuu akan berakhir?" Batinnya.
Angin semilir membelai lembut rambut pirang Mika. Ia menikmati hembusan angin itu. Meskipun dirinya kini terancam untuk jatuh dan mati.
"Berhentilah, nak. Masa mudamu masih terlalu panjang untuk kau akhiri." Bujuk dokter.
"Tidak. Lagipula untuk apa aku hidup jika Yuu sudah menjadi milik orang lain. Aku tidak akan berhenti sampai Yuu berada di sini."
"Sial. Ini adalah tempat terlarang untuk pasien."
Tak lama kemudian, pintu masuk ke arah balkon pun terbuka. Yuu muncul dari baliknya.
"Yuu-chan!" Mika terlihat girang.
"Dia kah pemuda yang kau cari-cari?" Tanya dokter sambil melirik Yuu.
"Mika! Majulah! Jangan sampai kau terjatuh dari atas sana!" Teriak Yuu.
Mika pun akhirnya mengikuti perintah Yuu. Namun baru beberapa langkah, ia berhenti ketika melihat Shinoa muncul dari balik pintu. Giginya bergemeretak begitu melihat kehadiran gadis itu. Ia kembali berjalan mundur dan hal itu membuat orang-orang yang melihatnya kembali panik.
"Kenapa kau mundur, nak?" Dokter terlihat kesal.
"Mika!" Teriak Yuu.
Mika menunjuk Shinoa. "Yuu-chan, kau putuskan perempuan itu sekarang juga lalu katakan kau mencintaiku."
"A-apa?" Yuu menoleh ke arah Mika dan Shinoa secara bergantian.
"Tunggu dulu! Inikah puncak dari sandiwaramu yang menjijikkan itu? Dasar licik! Yuu, jangan turuti perkataannya! Dia ingin menjebak kita!" Teriak Shinoa.
"Lalu, kalian ingin melihatku mati?" Mika mundur selangkah lagi.
Semua dibuat semakin panik karenanya.
"Ini gawat... Cepat! Panggil psikiater dan petugas pemadam kebakaran untuk menghentikannya." Perintah dokter pada seorang perawat yang berada di dekatnya.
"Jangan! Jangan lakukan itu!" Mika mundur selangkah lagi. "Jika kalian melakukannya, aku akan langsung melompat dari sini."
"Mika, ini sudah keterlaluan!" Teriak Shinoa.
"Keterlaluan, hah? Apa kau pikir melukai bahuku itu bukan suatu tindakan yang keterlaluan?"
"Melukai bahumu? Aku tidak melakukannya. Oh ya, aku tau sekarang. Kau sengaja menjebakku agar aku cepat berpisah dengan Yuu kan? Kau melukai bahumu sendiri, lalu meletakkan pisau yang berlumuran darah di depan dapur, dan saat aku datang, kau memulai rencana busukmu."
"Cih! Kau pintar sekali mengarang cerita."
"Huh, tuan tukang sandiwara, memang itulah yang terjadi. Aku tau kau yang mengirimkan pesan ke ponselku dan memintaku datang ke apartement Yuu. Karena Yuu masih terlelap saat itu."
Mika menggeleng sambil tertawa. "Ayolah, sampai kapan kau akan melanjutkan cerita yang tidak masuk akal itu?"
"Hah, lalu kenapa kau sudah berada di dapur Yuu pagi-pagi?"
Ucapan Shinoa membuat Mika tersentak. Yuu juga baru ingat jika ia tak mengundang Mika atau siapa pun tadi malam. Ia juga ingat jendela kamarnya tiba-tiba terbuka. Padahal setiap malam ia selalu menutupnya rapat-rapat dan ia jarang membukanya. Lalu ia merasa ada seseorang yang tengah mengawasinya.
"Dan satu lagi, pintu apartement Yuu-san selalu terkunci setiap pagi. Tidak ada yang memiliki kunci itu selain Yuu-san dan kunci duplikat yang dimiliki oleh petugas. Kau mengambilnya dari kamar Yuu-san dan membuka pintu itu sebelum aku datang agar aku bisa masuk dengan mudah kan? Hah, kau skakmat sekarang."
Mika kini menyadari seberapa bodohnya dia. Yah, ia tidak menyangka Shinoa menyadari kejanggalan-kejanggalan itu dan membongkar rencananya.
Namun semua itu tidak akan menggagalkan rencananya. Memang semua sudah terbongkar. Namun Yuu pasti tidak akan rela membiarkannya mati terjatuh dari atas gedung.
Tawa licik terdengar dari mulut Mika. Ia menatap tajam ke arah Yuu dan Shinoa bergantian. "Baiklah, baiklah. Aku memang cukup bodoh sehingga seluruh rencanaku terbongkar oleh si pendek. Tapi, Yuu-chan...apa kau ingin aku mati?" Mika mundur selangkah lagi.
"Cih! Dasar licik." Umpat Shinoa.
Semua orang yang melihat kejadian itu berteriak panik.
"Cepat, hubungi petugas." Bisik dokter.
"Percuma!" Bentak Mika. Ia mundur selangkah lagi. Kini kakinya benar-benar berada di ujung gedung. Satu kali lagi langkah mundur, ia akan benar-benar terjatuh dari tempat itu.
"Baiklah! Baiklah!" Yuu pun meradang.
"Yuu-san, jangan katakan!" Teriak Shinoa.
"Yuhuu.. Yuu-chan.." Mika melambaikan tangannya seolah itu adalah tanda perpisahan antara dirinya dan Yuu.
"Mika, aku..."
"Yuu-san!"
Yuu hanya bisa pasrah. "Shinoa, aku.. Kita... PUTUS!"
Shinoa kembali mematung. Kata "Putus" kembali bersenandung di kepalanya.
Mika tersenyum licik. "Lalu.."
"Mika, aku.. Mencintaimu!"
Tanpa pikir panjang, Shinoa langsung meninggalkan tempat itu. Derai air mata membasahi pipinya. Perasaannya sedang hancur saat ini. Yah, ia tidak menyangka hubungan yang ia jalin bersama Yuu selama dua tahun akhirnya berakhir seperti ini.
Yuu mendekat ke arah Mika sambil mengulurkan tangan. "Ayo, Mika. Aku sudah mengucapkannya sesuai keinginanmu. Jadi, berhentilah membuatku khawatir."
Mika tersenyum lalu meraih tangan Yuu. Setelah itu ia mendekat lalu memeluk Yuu dengan erat.
Dokter dan perawat yang menyaksikan adegan romantis itu menangis tersedu-sedu. Sang dokter yang lupa membawa tisu terpaksa mengelap ingusnya menggunakan jas putih yang dikenakannya.
Shinoa berlari menuruni tangga sambil terisak. Tak sengaja salah satu kakinya tersandung dan ia pun terjatuh ke lantai. Rasa sakit yang ia rasakan kini bertambah. Ia tidak dapat bagkit lagi. Yang bisa ia lakukan hanyalah tengkurap di atas lantai sambil meratapi nasibnya.
Tiba-tiba sebuah uluran tangan terlihat di hadapannya. Shinoa yang tak berdaya itu mendongak. Seorang pemuda berambut coklat sedang menatapnya sambil tersenyum.
"Kau baik-baik saja?" Tanya pemuda itu.
Shinoa meraih uluran tangannya. Pemuda itu lalu membantunya berdiri. Setelah itu, Shinoa memeluk pemuda itu lalu menangis. Pipi pemuda itu memerah karenanya.
Setelah peristiwa yang terjadi di balkon, Mika tentu belum dinyatakan sembuh. Ia justru harus menginap di rumah sakit lebih lama lagi. Dokter meminta Yuu untuk menjaganya sementara ini.
"Yuu-chan."
Yuu yang daritadi hanya menatap jendela kini menoleh ke arah Mika.
"Apa kau sedih karena aku telah membuatmu berpisah dengan gadis itu?"
Yuu menghela napas. "Tidak." Ia memasang senyum yang nampak dipaksakan.
Mika tersenyum penuh kelegaan. Tangannya memberi isyarat pada Yuu untuk mendekat. Yuu pun menurutinya. Ia mendekati ranjang Mika lalu duduk di atasnya. Tanpa basa-basi Mika pun meraih muka Yuu lalu menyatukan bibirnya dengan bibir pemuda itu.
THE END :'v
